Anda di halaman 1dari 130

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PE,N GANGGARAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BIRO PERENCANAAN DAN A 'N GGARAN

SEKRETARIAT JENDERAL

KEMENTERIAN KESEHATAN

TAHUN 2013

Katalog Dalam Terbltan. Kemantarian Keaehatan RI

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat


Jenderal
Pedoman perencanaan dan penganggaran
Kementerian Kesehaten . Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
2013

ISBN 978-602-235-435-3
1. Judul I. HEALTH PLANNING ECONOMICS
II. BUDGETS III. FINANCIAL MANAGEMENT
Daftar lsi

Sambutan Menteri Kesehatan Rl II

Kata Pengantar III

Daftar Istilah IV

Daftar Gambar IX

Penyusun X

BAB I Pendahuluan 1

A. Latar Belakang 1

B. Maksud dan Tujuan 1

C. Ruang Lingkup 2

D. Dasar Hukum 2

BAB II Pendekatan Perencanaan Pembangunan Kesehatan 5

A. Kebijakan Perencanaan Strategis 5

B. Langkah-Langkah Perencanaan Pembangunan 10

BAB III Perencanaan dan Penganggaran Program Kesehatan 17

A. Kebijakan Umum 17

B. Kebijakan Khusus 35

BABIV Reviu dan Penelitian Dokumen Perencanaan Anggaran 43

BABV Pemantauan dan Evaluasi 50

A. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 51

B. Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Anggaran 54

BAB VI Penutup 57

Referensi 58

SAMBUTAN

MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Dalam melaksanakan misi Kementerian Kesehatan guna


mewujudkan visi Masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan, dilakukan upaya meningkatkan akses
masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif
dan bermutu. Untuk maksud tersebut dilaksanakan
program-program kesehatan guna menjawab kebutuhan masyarakat yang
didukung perencanaan dan penganggaran yang sesuai dengan peratu ran
perundangan yang berlaku, mengikuti kaidah yang benar.

Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Kementerian Kesehata n ini


memuat pedoman tentang jadwal, mekanisme, dan kebijakan-keb ijakan
terkait dengan perencanaan dan penganggaran di jajaran Kementerian
Kesehatan.

Saya menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah


berperan serta dan memberikan kontribusi dalam penyusunan dan
penerbitan pedoman ini. Saya berharap agar semua pihak terkait dapat
mengacu pada pedoman Inl dalam menyusun perencanaan dan
penganggaran yang bersumber dari anggaran Kementerian Kesehatan.

Jakarta, Oktober 2013


Menteri Kesehatan

ii
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Kementer ian
Kesehatan ini dapat diselesaikan.

Pedoman ini menjelaskan mengenai landasan hukum, definisi, jadwal,


tahapan dan rincian kegiatan serta monitoring dan evaluasinya. Dengan
demikian diharapkan semua Satuan Kerja Kantor Pusat, Kantor Daerah
(Unit Pelaksana TeknisjUfYf), serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dapat menyusun perencanaan dan anggaran yang berkualitas dan tepat
waktu.

Kami menyadari bahwa pedoman ini memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna, untuk itu kami sangat terbuka terhadap koreksi dan masukkan
dari semua pihak untuk perbaikan ke depan.

Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan pedoman ini


disampaikan terima kasih. Semoga upaya kita bersama mendapat hidayah
dan ridho- Nya. Amin.

Jakarta, Oktober 2013


SekretarisJenderal
_--.,1

NIP. 19540811 201006 1 001

iii
- AKIP : Akuntabilitas Kinerja Instansi Pernerintah
-APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
-APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
- APT K/L : Aparat Pengawasan Intern Kemen terian
Negara/ Lern baga
-ATK : Alat Tulis Kantor
- Bappeda : Badan Perencanaan Pernbangunan Daerah
- Bappenas : Badan Perencanaan Pernbangunan Nasional
-BAS : Bagan Akun Standar
- Ditjen Binfar dan : Direktorat J enderal Bina Kefarrnasian dan Alat
Alkes Kesehatan
- BLU : Badan Layanan Urnurn
-BMN : Barang Milik Negara
- BPPSDMK : Badan Pengernbangan dan Pernberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan
-BPN : Badan Pertanahan Nasional
-CBA : Cost Benefit Analysis
- cq : Casu Quo / dalarn hal ini
- Dekon : Dekonsentrasi
- Dinkes : Dinas Kesehatan
- DTPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
- Ditjen BUK : Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
-DJA : Direktorat Jenderal Anggaran
- DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
-DTPK : Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulau a n
-GPP : Gaji Pokok Pegawai
- TK : Tndikator Kinerja
- TKU : Indikator Kinerja Utama

iv
Inpres : Instruksi Presiden
Juknis : Petunjuk Teknis
KabjKota : KabupatenjKota
Kabag : Kepala Bagian
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
Kemenkeu : Kementerian Keuangan
Kernen PU : Kementerian Pekerjaan Umum
Keppres : Kepu tusan Presiden
KLB : Kejadian Luar Biasa
KjL : Kementerian NegarajLembaga
oKKP : Kantor Kesehatan Pelabuhan
oKPA : Kuasa Pengguna Anggaran
KPJM : Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
oLAK : Laporan Akuntabilitas Keuangan
LAKIP : Laporan Akuntabilitas Kinerja lnstansi
Pemerintah
oLHE : Laporan Hasil Evaluasi
oLSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Menkes : Menteri Kesehatan
Menkeu : Menteri Keuangan
Menteri PPN j : Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionalj
Ka. Bappenas Kepala Badan Perencanaan Pem bangunan
Nasional
Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Musrenbangda : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah
Musrenbangnas : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional
oNSPK : Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
Pemda : Pemerintah Daerah
Per : Peraturan
Perda : Peraturan Daerah
Perpres : Peraturan Presiden
PjHDN : PinjamanjHibah Dalam Negeri
PjHLN : PinjamanjHibah Luar Negeri

v
PI/PA : Program dan Informasi/Program dan Anggaran
PK : Penetapan Kinerja
PKLN : Pusat Kerjasama Luar Negeri
PMK : Peraturan Menteri Keuangan
PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak
POK : Petunjuk Operasional Kegiatan
PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
PONEK : Pelayanan Obstetri Neona tal Emergensi
Komprehensif
Prov : Provinsi
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Pusrengun Nakes : Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Tenaga
Kesehatan
RAB : Rincian Anggaran Biaya
Rakontek : Rapat Konsolidasi Teknis
Rakerkesnas : Rapat Kerja Kesehatan Nasional
Rakorbangda : Rapat Koordinasi Pembangunan Daerah
Rakorbangpus : Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat
RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara
RDP : Rapat Dengar Pendapat
Renja-K/L : Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
Renstra-K/L : Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
RI : Republik Indonesia
RKA-K/L : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/
Lembaga
RKD : Rencana Kerja Daerah
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RKT : Rencana Kinerja Tahunan
RM : Rupiah Murni
RPJMD : Rencana Pembangunan J angka Menengah
Daerah

vi
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional
RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJP : Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RPP : Rancangan Peraturan Pemerintah
RS : Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RUU : Rancangan Undang-Undang
SAKIP : Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinta h
Satker : Satuan Kerj a
Satpam : Satuan Pengaman
SB : Surat Bersama
SBK : Satuan Biaya Keluaran
SBM : satuan Biaya Masukan
SBSN : Surat Berharga Syariah Negara
SDM : Sumber Daya Manusia
SEB : Surat Edaran Bersama
Sidkab : Sidang Kabinet
SIMAK-BMN : Sistem Infonnasi Manajemen dan Akuntans i
Barang Milik Negara
SK : Surat Keputusan
SKN : Sistem Kesehatan Nasional
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SPPN : Sistem Perencanaan Pembangunan Nasiona l
SWOT : Strength, Weakness, opportunity dan Threat
TOR : Termof Reference
TP : Tugas Pembantuan
Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi
t+ 1 : Satu tahun kedepan
t-l : Satu tahun yang lalu

t : Tahun yang sedang berlangsung


u.p. : Untuk Perhatian

vii
UPT : Unit Pelaksana Teknis
UU : Undang - Undang

viii
Gambar 1
Langkah -Langkah Pokok Kegiatan Perencanaan 10

Pernbangunan Kesehatan

Gambar 2
Skerna Tahapan Perencanaan d a n Penganggaran APBN 20

Gambar 3
Alur Penyampaian Usulan Kegiatan 29

Gambar 4
Alur SAKIP 53

Gambar 5
Keterkaitan SAKIP dengan Sistern Perencanaan 54

Pernbangunan Nasional ISPPN) dan Sistern

Penganggaran

ix
Pengarah
dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS

Penanggung jawab
drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes

Kontributor
drg. S.R. Mustikowati, M.Kes; dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS;

Dr. drg. Nurshanty S. Andi Sapada, M.Sc; Drs. H. Purwadi, Apt, MM, ME;

Ria Soekarno, SKM, MeN; dr. Asjikin Iman Dahlan, MHA;

Drs. Wiyono Budiharjo, MM; Heru Arnowo, SH, MM; Drs. Mulyanto, MM;

Ora. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes; Drs . Wayan Rai Suarthana, MM;

Arsil Rusli, SH, MH; dr. Sri Henni Setimvati, MHA; drg. Astrid , M. H Kes;

drg. Usman Sumantri, M.Sc; drg. Murti Utami, MPH;

dr. Trisa Wahjuni Putri, M.Kes; Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ, MPH;

Dra . Budi Dhewajani, MA; dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM;

drg Oscar Primadi, MPH; Sukendar Adam, DIM, M.Kes;

dr. Pattiselano Robert ..Johan, MARS ; Wiwik Widarti, SKM, MM;

dr. Azhar .Jaya, SKM, MARS; dr. Andi Saguni, MA ;

Asep Zaenal M, SKM, M.Epid; Dr. IGM Wirabrata, S.Si, Apt, M.Kes, MM;

dr . Yudhi Pramono; dr. Maliki Arif Budianto; dr. Poppy H. Djadis ;

dr. Susiyo Luchito; dr. Mukti Eka Rahadian, MKM; drg. Dwi Rini S, M.Kes;

dr. Halimatussadiah, MKM; Hendra Gunawan, SKM, M .Kes; dr. Risca A;

Rahmat Kurniadi , S.Sos, M.Kes; Sumarjaya, SKM , MM;

Rahmat Basuki, SKM, M.Sc.Ph; Mustafa Arif, SE; Mety Setyowati 8 KM;

Djoko Sujono, SH; Suhartono, S.Sos, MAP; dr. Ockti Palupi R , M PH;

drg. Retnasih Handarini; .Johan Safari, RPT, SKM; dr. Novitayanti;

Palupi Widyastuti, SKM, MKM; Rita Theresia, SKM; Fajar Harimurti , Amd;

..Jajang Ernandar , ST, MM ; Mulyanti, SE; Audra Heningtyas, SKM;

drg . Ernawati Roeslie; Lily Mulyasari, SKM ; Zuhartini, S. Kom , MKM;

Herma Trilas M.P, S.S; Estri D. Artanti, SE; Agus Yuliantoro, Amd;

x
Heni Dewi P, SE; Wa hyu Darmawan, SKM, MAP; dr. F .Mulana S;

Anita Dwi Ingati , SAB, MA; Tutut Arifatul K, SKM ; Marliana , S KM;

GalihPutri , SKM; Kurniati, SAP.

Editor
Drs . Setyo Budi Hartono, MM ; Zan Susilo Wa hyu, SKM, M.Kes;

Candra S Zulnawa, Amd.KL; Sukrisno, S.Sos; dr. Levi Dhynian ti ;

Lusi Afriani, SS , MKM;

xi
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas
perencanaan dan penganggaran. Namun hingga saat ini proses
penyusunan perencanaan dan penganggaran belum sepenuhnya dapat
terlaksana sesuai harapan. Permasalahan yang sering dihadapi oleh
para perencana setiap tahun diantaranya adalah sulitnya sinkronisasi
dan koordinasi antar unit serta waktu perencanaan yang terkesan
singkat atau tergesa-gesa.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka para pere ncana


diharapkan dapat memahami siklus dan jadwal serta kegiatan umum
perencanaan dan penganggaran. Hal m} untuk memudahkan
penyusunan Rencana Kerja (Renja) di tingkat Pusat
(Kementerian/Lembaga) dan Daerah (provinsi dan kabupaten/kota)
yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
baik dari rupiah murni, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan
atau Pinjaman/Hibah Luar Negeri (P/HLN). Perhatian ditekankan pada
sinkronisasi antara Pusat dan Daerah khususnya untuk Dana
Dekonsentrasi (Dekon) dan Tugas Pembantuan (TP).

Dengan mengetahui dan memahami siklus dan jadwal penyusunan


serta kegiatan umum perencanaan APBN ini, diharapkan dapat
menyusun perencanaan dengan baik dan tepat waktu.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud:
Pedoman perencanaan dan penganggaran dimaksudkan dapat
dipergunakan sebagai acuan bagi pelaku perencana kesehatan di

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 1


Kementerian Kesehatan (baik kantor pusat maupun kantor
daerah), Dinas Kesehatan Provinsi , Dinas Keseha tan
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit (RS) dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran bersum ber APBN.

2. Tujuan
a. Tujuan umum:
Meningkatnya kualitas perencanaan dan penganggaran.
b. Tujuan khusus:
1) Dipedomaninya dan diimplementasikannya siklus, jadwal
perencanaan dan penganggaran.
2) Dilaksanakannya perencanaan yang berkualitas sesuai dengan
jadwal yang ditentukan dan mengacu pada peraturan yang
berlaku .

c. Ruang Lingkup
Pedoman perencanaan dan penganggaran ini bersifat umum dengan
menitikberatkan pada jadwal dan siklus APBN dengan beberapa
penek anan penting untuk perencanaan di kantor pusat, kantor daerah ,
Dana Dekon, dan TP, baik yang bersumber dari Rupiah Murni (RM),
P/HLN, dan PNBP.

D. Dasar Hukum
Landasan hukum yang dipergunakan dalam penyusunan pedoman
perencanaan dan penganggaran ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom or 4286 );

2 . Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 ten tang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 2


3 . Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4438);

4 . Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Re ncana


Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-20 25
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

5 . Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Keseha tan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara


Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangun an
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara


Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dana


Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Re publik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan


Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, Tata Cara

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGA.RAN SIOANG KESEHATAN 3


Perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Keme n terian
Negara/Lembaga dalam pelaksanaan APBN;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara


Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah;

12 . Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 20l0-2014;

13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 ten tang Kedudukan,


Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organis asi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

14 . Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012


tentang Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);

15. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja


Pemerintah Tahun 2014;

16 . Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 /Menkes/Per /VII/2008


tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabu paten / Kota;

17 . Peraturan Menteri Keseha tan Republik Indonesia Nomor


1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan;

18 . Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/MENKES/SK/V /2009


tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
Tahun 2005-2025;

19 . Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03 .0 1/160/1/2010


tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010
2014 sebagaimana telah diubah menjadi Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 32/Menkes/SK/1/2013 .

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 4


A. Kebijakan Perencanaan Strategis

Perencanaan pembangunan kesehatan merupakan bagian tak


terpisahkan dari perencanaan pembangunan nasional yang mengacu
kepada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Sesuai
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, sistem tersebut
merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan u n tuk
menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan
di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.

Dalam jangka panjang, dokumen rencana pembangunan jangka panjang


di tingkat nasional disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) yang memuat perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
Sedangkan untuk periode jangka menengah (lima tahun), d okumen
perencanaan yang dihasilkan di tingkat nasional adalah Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sementara dokumen
perencanaan jangka menengah Kementerian/Lembaga disebut Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-K/L). Dalam periode tahunan,
dokumen perencanaan tingkat nasional yang dihasilkan disebut Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) sedangkan untuk kementerian disebut Rencana
Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L). Semua dokumen perencanaan
tersebut harus sesuai antara yang satu dengan yang lainnya.

Dalam SPPN terdapat lima pendekatan dalam seluruh rangkaian


perencanaan, yaitu :

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 5


1. Politik
Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala
Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat p emilih
menentukan pilihannya berdasarkan program-progr am
pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon
Presiden/Kepala Daerah. Apabila program calon Presiden/Kepala
Daerah sesuai dengan kebutuhan rakyat maka akan terjadi
kontrak politik. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah
penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan
Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah.

Untuk pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan


dilaksanakan oleh legislatif. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) yang dipilih sebagai wakil rakyat di legislatif mempunyai
tanggung jawab dalam pengawasan jalannya pemerintahan.
Anggota DPR dapat menampung usulan atau aspirasi masy arakat
dalam pembangunan kesehatan dan menyampaikannya kepada
Pemerintah. Mekanisme penyampaian aspirasi masyarakat tersebut
berpedoman pada ketentuan yang berlaku.

2. Teknokratik
Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan
menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah dengan
melibatkan pengamat profesional, baik akademisi dari perguruan
tinggi, pejabat pemerintah maupun non pemerintah, atau para ahli
serta menggunakan hasil penelitian dan pengembangan, b aik hasil
evaluatif research dan development research. Berdasarkan data
yang ada, pengamat profesional dapat membuat kesimpulan terkait
dengan kebijakan perencanaan pembangunan strategis tahun
berikutnya dari persepktif akademis pembangunan.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 6


Untuk mendapat suatu rencana yang optimal maka rencana
pembangunan hasil proses politik perlu digabung dengan r encana
pem bangunan hasil proses teknokratik. Agar kedua proses ini
dapat berjalan selaras, masing-masing perlu dituntun oleh satu visi
jangka panJang. Agenda PresidenjWakil PresidenjKepala
DaerahjWakil Kepala Daerah yang berkuasa yang dihasilkan dari
proses politik perlu selaras dengan perspektif pembangunan yang
dihasilkan proses teknokratik menjadi agenda pembangunan
nasional lima tahunan. Selanjutnya agenda pembangunan jangka
menengah ini diterjemahkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahunan yang sekaligus menjadi satu dalam Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) s ebelum
disetujui oleh DPR untuk ditetapkan menjadi Undang- Undang
(UU).

3. Partisipatif
Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa
kinerja pembangunan sangat ditentukan oleh semua pihak yang
terkait dengan prakarsa tersebut. Perencanaan dengan pend ekatan
partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pimpinan
organisasi atau KjL melibatkan organisasi profesi, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), dan lintas sektor dalam perencanaan
pem bangunan. Pelibatan mereka dimaksudkan untuk
mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

Dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi d imana


demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari good govemance
maka proses perencanaan pembangunan di Kementerian
Kesehatan juga melalui proses partisipatif. Kementerian Kesehatan
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan perencanaan
strategis pembangunan kesehatan kepada masyarakat luas.
Penyebarluasan informasi dapat dilakukan melalui w ebsite

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 7


Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan masukan dari
masyarakat.

Dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, perencanaan


partisipatif diwujudkan melalui musyawarah perencanaan. Dalam
musyawarah mI, sebuah rancangan rencana dibahas dan
dikembangkan bersama semua pelaku pembangu n an
(stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat
penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif),
masyarakat, rohaniwan, dunia usaha, kelompok profesional,
organisasi-organisasi non-pemerintah, dan lain-lain.

4. Atas-bawah (top-down)

Perencanaan atas-bawah (top-down) yang dilakukan oleh lembaga


pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta pemerintah
berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang
berawal dari perencanaan hingga proses evaluasi, dimana peran
masyarakat tidak begitu berpengaruh. Perencanaan jenis ini adalah
perencanaan yang mengacu pada undang-undang yang berlaku,
RPJP Bidang Kesehatan, RPJMN, Renstra K/L, hasil sidang k abinet
serta direktif Presiden.

Kelemahan dari pendekatan ini adalah bahwa peran masyarakat


hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program
tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut
dari awal hingga akhir sehingga masyarakat tidak begitu
diperhitungkan dalam prosesnya.

5. Bawah-atas (bottom-up).
Perencanaan yang dilakukan dimana masyarakat lebih berperan
dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi
program yang telah dilaksanakan sedangkan pemerin tah hanya
sebagai fasilitator dalam suatu jalannya program.

- - - - --- - -

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 8


Kelemahan dari sistem ini adalah hasil program/kegiatan tersebut
belum tentu baik karena adanya perbedaan tingkat pendidik an
yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan para pegawai
pemerintahan. Selain itu perencanaan bawah-atas memungkink an
timbulnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan kerancuan
bahkan salah paham antara masyarakat dengan pemerintah
dikarenakan kurang jelasnya masing-masing tugas dari pemerintah
dan juga masyarakat.

Bila dilihat dari kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh


masing-masing sistem tersebut maka sistem yang dianggap paling
baik adalah suatu sistem gabungan dari kedua jenis sistem
tersebut karena banyak sekali kelebihan yang terdapat didalamya
antara lain adalah selain masyarakat mampu berkreasi d alam
mengembangkan ide-ide mereka sehingga mampu berj alan
beriringan bersama dengan pemerintah sesuai dengan tujuan
utama yang diinginkan dalam mencapai kesuksesan d alam
menjalankan suatu program tersebut.

Pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencana an


dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses
atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan baik
di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan , d an
desa. Usulan program/kegiatan yang disampaikan pada saat
Musrenbang harus sesuai pada setiap tingkatan musyawarah.

Gabungan pendekatan perencanaan atas-bawah dan bawah-atas di


lingkungan Kementerian Kesehatan dilakukan melalui Rapat Kerja
Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) dan Rapat Konsolidasi Teknis
(Rakontek) Perencanaan.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SIOANG KESEHATAN 9


Berdasarkan SPPN, pereneanaan pembangunan terdiri dari empat (4)
tahapan, yakni:

1. Penyusunan reneana;
2. Penetapan reneana;
3. Pengendalian pelaksanaan reneana, dan
4. Evaluasi pelaksanaan reneana.
Keempat tahapan diselenggarakan seeara berkelanjutan sehingga seeara
keseluruhan membentuk satu siklus pereneanaan yang utuh.

B. Langkah-Langkah Perencanaan Pembangunan

Terdapat tujuh langkah untuk pereneanaan pembangunan, sebagaimana


gambar berikut:

Gambar 1.
LANGKAH-LANGKAH POKOK KEGIATAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN KESEHATAN

3. Analisa Situasi

dan

kecenderungan
Lingkungan
I . Persia pan
-+ a . Peluang r 4. Perumusan rlan 5. Pen entuan
PengkajiHn Strategis
a . Penyusunan b. Ancaman Allematif a . Visi dan Misi
Kerangk a (Skcnarioj b . Kebijakan dan
Acuan a. Is u stralcgis program
b. Analisis b . Dasarrlasar
UDorongan" ~ strategis
SWOT
c. lnterview
-+ Tujuan c. Kebutuhan
c. Perumusan sumber day a
d . Pengumpulan rl. Pengorganisas
skenario
Data 2 . Analisis Situasi ian
d. Pengkajian
e. Perumusan dan skcnario pelaksanaan
Awallsu Kecenderu ngan

Strategis
4 Upaya -
Kesehatan
6 . Pengendalian

r
7. Penilaian Hasil
a. Perkembangan
pelaksanaan Pelaksanaan
b. Masalah ~
a . Penyusunan a . Penyusunan
Desain ~ umum
b. Penilaian b. Pemantauan
c. Saran tindak c . Saran tindak
lanju t koreksi
Sumber . dr. Hapsara Rahmat, MPH

1. Persiapan

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIOANG KESEHATAN 10


Oalam tahap persiapan, terlebih dahulu perlu dibuat kerangka acuan
yaitu berupa suatu usulan kegiatan yang memberikan gambaran
secara singkat terhadap rencana kegiatan y ang akan dilakukan.
Kerangka acuan dibuat dengan mengindahkan kaidah-kaidah dan
sistematika tertentu, agar dapat dengan mudah dimengerti oleh orang
yang mem bacanya.

Perlu digarisbawahi bahwa penyusunan kerangka acuan adalah salah


satu tahap perencanaan kegiatan . Oengan adanya kerangka acuan
diharapkan dapat memberikan informasi yang sedetail mungkin
kepada pemegang kebij akan, sehingga akhirny a memperoleh
persamaan visi, misi, dan tujuan.

Untuk menghasilkan kerangka acuan yang baik, ada beberapa


persy aratan yang harus diperhatikan, yaitu :

a. Sistematis

Kerangka acuan harus disu sun secara sistematis menurut pola


tertentu dari yang paling sederhana hingga kompleks. Proposal
yang diajukan hendaknya dapat mem berikan gam baran secara
sistematis tentang rencana kegiatan yang diajukan secara efektif
dan efisien serta konsisten sehingga memudahkan u n tuk
dipahami pembaca.

b. Terjadwal

D alam penyusunan kerangka acuan harus sudah memikirkan


langkah-langkah pelaksanaannya serta jadwal yang jelas seperti
j adwal pengumpulan data, pelaksanaan kegiatan , penyu sunan
laporan dan sebagainya.

c. Mengikuti Konsep Ilmiah

Yaitu mengikuti cara-cara atau metode ilmiah yang s u d ah


ditentukan untuk mencari kebenaran ilmiah .

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 11


Di dalam kerangka acuan perlu dilakukan analisis situasi. Metoda
yang dapat digunakan adalah SWOT (Strength, Weakness, Opportunity
dan Threat). Analisis SWOT adalah metode yang digunakan u n tuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities) , dan ancaman (threats) dalam perenc anaan
program/kegiatan pembangunan. Proses ini meliputi penentuan
tujuan yang spesifik serta mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung atau menghambat dalam mencapai
tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara
menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat
faktornya kemudian digambarkan dalam matriks SWOT.

Prinsip analisis SWOT adalah bagaimana kekuatan (strengths)


mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths)
mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah
bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu
membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah
ancaman baru.

Setelah kerangka acuan dan analisis situasi selesai, maka dilakukan


pengumpulan data melalui wawancara atau menggunakan data
sekunder. Hasil analisis situasi dipergunakan sebagai bahan u n tuk
perumusan awal isu strategis.

2 . Analisis Situasi dan Kecenderungan Upaya Kesehatan

Dalam analisis situasi diungkapkan perkembangan situasi dan


ko n disi atau masalah yang akan dipecahkan. Oleh karena itu, uraian
p erlu diawali dengan identifikasi kesenjangan yang ada antara
kondisi nyata d e ngan kondisi ideal, serta dampak yang ditimbulkan
oleh kesenjangan-kesenjangan itu. Syarat-syarat dalam analisis

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN HIDANG KESEHATAN 12


situasi adalah menggunakan data (evidence based) dan m elalu i
proses konsensus tim yang ditunjuk.

3. Analisa Situasi dan Kecenderungan Lingkungan

Analisis situasi dan kecenderungan lingkungan menggambarkan


kondisi atau situasi yang mendasari kegiatan tersebut diusulkan dan
berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Analisis situasi
merupakan kegiatan sistematik dalam mendapa tkan gambaran
ten tang apa yang akan dan telah dilakukan, kenapa kegiatan perlu
dilakukan, bagaimana proses pencapalan target, apa faktor
pendorong dan apa faktor penghambat dengan melihat faktor in ternal
dan eksternal (analisis SWOT}, berdasarkan data (Evidence Based)
dan interaksi unsur lain (hukum, so sial, politik dan lain-lain) . Oalam
melakukan analisis situasi perlu dilakukan identifikasi terhadap
peluang dan ancaman.

Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan terbesar d i


dunia. Sebagai negara kepulauan, sehingga kebijakan pembangu n an
yang diterapkan di setiap provinsi atau daratan akan berbeda, karena
masing-masing pulau memiliki karakteristik geografis tersendiri dan
kekayaan alam yang berbeda-beda.

Oi samping keragaman geografis dan sumber daya alam, masm g


masing pulau didiami berbagai suku bangsa dan kelompok etnis yang
berbeda sehingga menye babkan bangsa Indonesia memiliki
keragaman budaya yang sangat tinggi. Masing-masing kelompok e tnis
mulai mengenal pendidikan modern tidak dalam waktu yang
bersamaan. Hal ini pula yang mengakibatkan pengalaman intelektu a l
masing-masing etnis berbeda-beda dan menyebabkan kemampu an
sumber daya manusia yang berbeda-beda pula.

Dengan m e mperha tikan negara kepulauan, keragaman budaya,


sosial, pendidikan, dan ekonomi yang sangat tinggi; peru bah an
masyarakat; serta tuntuta n keberlanjutannya maka sistem

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 13


pereneanaan pembangunan yang ada saat ini bersifat menyeIuruh,
terpadu , sistematik, dan tanggap terhadap perubahan jaman.

4. Perumusan dan Pengkajian Aiternatif (Skenario)

Untuk dapat menentukan aiternatif pemeeahan masaIah, harus


ditentukan terlebih dahulu masalah spesifik yang akan d iatasi.
Aiternatif pemeeahan masalah memuat alternatif apa saja yang
mungkin dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut .
Alternatif pemeeahan masalah periu dikaji , alternatif man a yang
mempunyai daya ungkit yang tinggi (efektif dan efisien) u n tuk
mengatasi masalah. Aiternatif pemeeahan masalah dibuat
berdasarkan teori, data, fakta dan / atau pengalaman.

Penetapan aiternatif pemeeahan masalah dapat menggunakan metode


Diagram Force Field Analysis, Analisis SWOT dan Iainnya.

5. Penentuan Strategis

Strategi pemeeahan masalah dipilih dari aiternatif pemeeahan


masalah yang dominan atau mempunyai daya ungkit yang tinggi.
Pemilihan alternatif pemeeahan masalah dapat menggunakan metode
Cost Benefit Analysis (CBA) dan Tapisan Me Namara.

Dalam penentuan strategi harus jelas visi, misi serta tujuannya serta
dijabarkan dalam bentuk kebijakan dan kegiatan riil dengan output
yang jelas.

Stra tegi perlu dijabarkan sebagai berikut:

a. Kegiatan riil dengan output yang jelas. Kegiatan dapat berupa


kegiatan tunggal atau serangkaian kegiatan. Jika kegiatan berupa
rangkaian (beberapa kegiatan), periu ditetapkan tahapan k egiatan
seeara Iogis. Bentuk kegiatan juga perlu dijelaskan, misalnya
berupa seminar, pelatihan, penyampaian materi seeara lisan ,
tanyajawab, simulasi dan lain-lain.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 14


b . Target merupakan perincian detail dari tujuan, terutama ten tang
indikator dan ukuran-ukuran yang digunakan sebagai p enilaian
tercapai atau tidaknya tujuan.

c . Sasaranjpeserta, menjelaskan tentang objek atau siap a yang


akan mengikuti kegiatan tersebut.

d. Waktu dan Tempat Pelaksanaan. Dalam pelaksanaan k egia tan


perlu ditentukan dimana dan kapan kegiatan tersebu t akan
dilaksanakan .

e. Jadwal Kegiatan, berisikan rencana pelaksanaan kegiatan dan


kapan akan dilaksanakan , sesuai dengan perencanaan kalender
kegiatan.

f. Sumber daya yang diperlukan.

6 . Pengendalian Pelaksanaan

Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manaJemen yang


dimaksudkan untuk menjamin agar suatu programjkegiatan yang
dilaksanakan sesual dengan rencana yang ditetapkan. Sedangkan
pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaks anaan
rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi
permasalahan yang timbul danjatau akan timbul untuk dapa t
diambil tindakan sedini mungkin. Apabila dalam pelaks anaan
pengendalian dan pemantauan terdapat penyimpangan a tau
diperkirakan tujuan tidak akan tercapai maka perlu diberikan saran
untuk tindakan koreksi .

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh


masing-masing pimpinan KjL atau Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPDj. Menteri PPNjKepala BappenasjKepala Bappeda menghimp u n
dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana
pembangunan dari masing-masing pimpinan KjLjSKPD sesuai
dengan tugas dan kewenangannya.

--

I PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 15


7. Penilaian Hasil Pelaksanaan

Tahapan penilaian hasil pelaksanaan kegiatanjprogram melip u ti


penyusunan desain, proses penilaian, dan penyusunan laporan serta
saran tindak lanju t.

Pimpinan KjL dan Kepala SKPD mempunyai tugas dan tanggung


jawab untuk melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana
pembangunan periode sebelumnya. Laporan eva1uasi tersebut
disampaikan kepada Menteri PPN atau Kepala Bappeda.
MenterijKepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan
berdasarkan hasil evaluasi pimpinan KjL dan evaluasi SKPD. Hasil
evaluasi tersebut menjadi bahan bagi penyusunan rencana
pembangunan NasionaljDaerah untuk periode berikutnya.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 16


A. Kebijakan Umum

1. Pendekatan sistem penganggaran

Dalam sistern perencanaan dan penganggaran terdapat tiga (3)


pendekatan yaitu penganggaran terpadu, penganggaran berbasis
kinerja, dan kerangka pengeluaran jangka rnenengah (KPJM).

a . Pendekatan penganggaran terpadu rnerupakan penyusunan rencana


keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi u n tuk
seluruh jenis belanja guna rnelaksanakan kegia tan pernerintahan
yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.
Penganggaran terpadu dilakukan dengan rnengintegrasikan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan
KernenterianjLernbaga (KjL) untuk rnenghasilkan Rencana Kerja
Anggaran KernenterianjLernbaga (RKA-KjL) dengan k lasifikasi
anggaran rnenurut organisa si, fungsi, dan jenis belanja. Integrasi
atau keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran
dirnaksudkan agar tidak terjadi dupEkasi dalam penyediaan dana
untuk KjL baik yang bersifat investasi maupun untuk keperluan
biaya operasional. Perencanaan dan penganggaran disusun secara
terpadu dan rnenyeluruh dengan mernperhatikan berbagai surnber
dana yaitu APBN, terrnasuk PNBP dan PjHLN, serta APBD.

b. Pendekatan penganggaran berbasis kinerja rnerupakan suatu


pendekatan dalam sistern perencanaan dan penganggaran yang
rnenunjukkan secara jelas keterkaitan antara alokasi anggaran
dengan kinerja yang dihasilkan, serta rnernperhatikan efisiensi

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG I<ESEHATAN 17


dalam pencapaian kinerja. Kinerja yang dimaksud adalah prestasi
kerja yang berupa keluaran dari kegiatan atau hasil dari program
dengan kualitas dan kuantitas yang terukur.

c. KPJM adalah pendekatan penyusunan anggaran berda sarkan


kebijakan dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan
implikasi anggaran dalam kurun waktu lebih dari satu tah un
anggaran. Pendekatan tersebut sangat bermanfaat dalam menge lola
keuangan negara dalam rangka pelaksanaan pem b angunan
nasional . Adapun manfaat dari KPJM tersebut antara lain:

1) Memelihara kelanjutan fiskal dan meningkatkan disiplin fiskal.

2) Meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan


penganggaran.

3) Mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan


strategis.

4) Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah


dengan pemberian pelayanan yang optimal.

Dengan tiga pendekatan dalam perencanaan dan penganggaran


terse but diata s , diharapkan tujuan pembangunan nasional bidang
kesehatan akan tercapai secara optimal.

2. Jadwal perencanaan dan penganggaran

Penyusunan perencanaan dan penganggaran bidang k e s e h a tan


mempunyai tahapan yang berkesinambungan mulai dari perencanaan
program dan kegiatan sampai dengan pengalokasian anggaran dengan
penjelasan sebagai berikut:

a. Penyampaian dokumen perencanaan dan penganggaran u n tuk


tahun t+ 1 dibagi menjadi 3 (tiga) periode yaitu:

1) sebelum pagu indikatif ditetapkan (sampai dengan tanggal 31


Maret),

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BJDANG KESEHATAN 18


2) sebelum pagu anggaran ditetapkan (sampai dengan tanggal 30
Juni), dan

3) sebelum alokasi anggaran ditetapkan (sampai dengan tanggal


30 September).

Usulan perencanaan dan penganggaran disampaikan m elalui


aplikasi elektronik perencanaan dan penganggaran.

b . Setiap satuan kerja (Satker) melakukan proses perencanaan dan


penganggaran dengan mengikuti skema waktu yang te lah
ditetapkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasion al
(Bappenas) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagaimana
pada gambar 3.1:

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 19


. Maret J . r", Okt
I Jan - Peb " . Maret ~+ Mei ~ Juni-Juli ..
r
Rapat Teknis Penyusunan dan Reviu Penetapan
., Penyusunan Awal Pasca RKA Kl Pagu Anggaran
Sidang kabinet r Kemenkes 1 Musrenbang II Alokasi Aneearan
' . -.:::
..
_.....;,.r j'
RKP utk Kemenkes : Rancangan Awal Maret-Aori l
dan
Juli Nov
1
Evaluasi RKP t-l Rakorbangpus
.. " RKP dan + +
tp~ Pertemuan Kord I Trilateral Meeting
... Penetapan Pagu I Mei RDP RKA KL Kemenkes I Penyusunan dan Reviu
awal tingkat ~ denean Komisi IX DPR RKA KLAlokasi Anggaran
Indikatif ... M;m>t-Aoril
Kemenkes Sidkab Penetapan
. I Juli-Agst
Koordinasi danPert, I ReviuPagu Indikatif I RKP + Penelaahan RKA KL
Kemenkes dng Kemenkeu
InternalUnit Utama Penelaahan RKA KL
li II: Maret Maret-Aoril ~ Mei Kemenkes dng Kemenkeu
Sinkronisasi ... RDP RKA Kl
.' r tingkatKemenkes Pembahasan Kemenkes dng
1,] ~. r Rakorbangpus Peny & Penelaahan Pemerintah
Agst Knmi~i IX DPR
Renja Kemenkes Dgn DPR RI ...
Maret Pembahasan ... Nov
.;.. i ~ Maret April Juni-Juli
,
... ~ RAPBN t+l Kemenkes Pembahasan RKA Kl
Sinkronisasi Awal Pertemuan Penetapan Pagu dg Kemenkeu&DPR Kemenkes Dng
., Pra Kpmpnkpu
Kemenkes ~ Bappenas Aneearan r
- I----r I
.... Musrenbangnas - ... ~
dan Oinkes
II'
=:i ~ Dan
(Rakerkesnas) & I I
Bappeda
I~ ' Musrenbangnas
Penyiapan Penyiapan RKAKL
~ Maret
Jan - Peb RKAKLAPBN
j, liii April
~ t t APBN Pagu
IIi ~r Penyusunan RakorbangdaProp Pagu Anggaran Definitif
Musrenbangda Dinkes/RSUD Dinkes/RSUD PraY,
I .~~ ;, AwalRenjaPemda insi dan Kab/Kata
Prov dan PraY, Kab/Kata Kab/Kota
\i~ Penyusunanditin Rancangan
gkat Prov dan "" Kab/Kota)
AwalRKD dan
IJ Kab/Kota Pagu
I .~ Mei - Des ~~ ~.
Sinkronisasi Prov
dgn kab/kota Ir ~ KEGIATAN PERENCANAAN OAN
.:. -r
- -.
I ~ t PENGANGGARAN 01 OAERAH

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 20


Dari skema tahapan pereneanaan dan penganggaran APBN dapat
dijabarkan tahapan kegiatannya sebagai berikut:

1) Di tingkat pusat

Skema pereneanaan dan penganggaran Kemenkes, sebagai


bagian dari pereneanaan dan penganggaran di tingka t pusat ,
berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
ten tang SPPN serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
ten tang Keuangan Negara.

Tahapan pereneanaan dan penganggaran di tingkat pusat


sebagai berikut:

a) Pada bulan Januari, Presiden menetapkan arah keb ijakan


d an prioritas pembangunan nasional untuk tahun
direneanakan (t+ 1) berdasarkan hasil evaluasi kebijakan
berjalan.

b) Paling lambat mmggu kedua bulan Februari, Menteri


PPN / Kepala Bappenas menyusun raneangan awal RKP
sebagai penjabaran RPJM Nasional .

c) Pada bulan Januari sampai dengan Februari pada tahun t


(tahun anggaran berjalan), dilakukan penyusunan awal RKP
tahun t+ 1 di tingkat Kemenkes. Hal-hal yang perlu
dilakukan dalam menyusun RKP adalah sebagai berikut:

i) Melakukan evaluasi RKP tahun t-l;

ii) Menyelenggarakan pertemuan pimpinan Kemenkes un t uk


menentukan reneana kebijakan program dan target serta
indikator awal Kemenkes, termasuk kebijakan dekon dan
TP tahun t+l(satu tahun berikutnya);

iii) Menyelenggarakan pertemuan koordinasi internal unit


utama untuk menjabarkan reneana kebijakan program,
target, dan indikator Kemenkes menjadi kebijakan

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 21


program di unit utama/teknis, termasuk kebijakan Dekon
dan TP Unit Utama/Teknis tahun t+l;

iv) Menyelenggarakan pertemuan finalisasi rencana


kebijakan program, target, dan indikator Kemenk es,
termasuk kebijakan Dekon dan TP untuk tahun t+ l ;

v) Melaksanakan pertemuan awal penyusunan RKP tahun


t+ 1 bidang kesehatan antara Kemenkes d engan
Bappenas;

vi) Melakukan sinkronisasi hasil pertemuan d engan


Bappenas di tingkat unit utama sebagai bahan persiapan
Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas).

d) Pa d a Bu lan Maret tahun t dilaksanakan Rakerkesnas yang


betujuan:

i) Menjadi sarana untuk sosialisasi dan sinkronisasi


rencana kebijakan program, target dan indika tor
pembangunan keseh atan, serta kebijakan dekon d an TP
pada tahun berjalan (t) dan tahun t+ 1 antara Kemenkes
dengan seluruh dinas kes e hatan
provinsi / kabupaten / kota, RS provinsi/kabupaten /kota
dan UPT Vertikal.

ii) Revisi Uika ada) rencana kebijakan program, target dan


indikator pembangunan kese h a t an seSUaI hasil
Rakerkesnas sebagai bahan Sidang Kabinet.

e) Pada Bulan Maret, dilaksanakan Sidang Kabinet untuk


menetapkan rancangan awal RKP tahun t+ 1 dan penetapan
pagu indikatif.

f) Pada Bulan Maret, dilaksanakan Rapat Koordin asi


Pemb angunan Pusat (Rakorbangpus) dan Rapat Koordinasi
Pembangunan Daerah (Rakorbangda) yang bertujuan untuk
menyampaikan Surat Bersama (SB) Menteri Perencanaan

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN HJDANG KESEHATAN 22


Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas dan Menteri
Keuangan ten tang Pagu Indikatif K/L. Forum ini dihadiri
oleh perwakilan K/L dan provinsi.

g) Pada Bulan Maret, dilaksanakan pertemuan an t ara


Bappenas dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) untuk menyampaikan dan sinkronisasi kebijakan
pusat dan daerah.

h) Pada Bulan Maret, dilaksanakan Rapat teknis Kemenkes


ten tang pagu indikatif:

i) Pertemuan pimpinan Kemenkes untuk membahas


prioritas program tahun t+ 1 dan alokasi pagu indikatif
per unit utama;

ii) Pertemuan internal unit u tama Kemenkes u n tuk


membahas alokasi dana per satker berdasarkan pagu
indikatif, termasuk alokasi dana Dekon dan TP tahu n t + 1;

iii) Pertemuan teknis perencanaan (Rapat Koordinasi Teknis


Perencanaan) untuk membahas usulan/perencanaan
antara daerah (dinas kesehatan provinsi) dan pusat (u nit
utama dan Biro Perencanaan dan Anggaran melibatkan
Inspektorat Jenderal dalam rangka pengendalian
internal);

iv) Pertemuan finalisasi rencana kebijakan program, target,


indikator serta kebijakan Dekon dan TP termasuk alok asi
anggarannya berdasarkan pagu indikatif untuk tahun
t+l.

i) Antara Bulan Maret-April, dilaksanakan Pertemuan Trilateral


Meeting (Bappenas, Kemenkeu, dan Kemenkes) membahas
rencana kebijakan program, target, dan indikator termasuk
alokasi anggarannya berdasarkan pagu indikatif untuk
tahun t+l.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 23


j) Antara Bulan Maret-April, dilaksanakan reviu dan penelitian
RKA-K/L pagu indikatif antara unit utama dan Biro
Perencanaan dan Anggaran.

k) Antara Bulan Maret-April , dilaksanakan Penyusunan dan


Penelaahan Renja K/L:

i) Pelatihan aplikasi Renja K/L;

ii) Penyusunan RenjaKemenkes .

iii) Penelaahan Renja K/L

1) Pada Bulan April, p ertemuan Pra Musrenbangna s dan


Musrenbangnas d a n pada Bulan Mei dilanjutkan dengan
pertemuan Pasca Musrenbangnas yang bertujuan untu k
membahas dan mensinkronisasikan kebijakan pusa t dan
daerah ten tang program pembangunan nasional dan
sinkronisasi dana APBN dengan APBD (termasuk dana
dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan). Pertemuan
berupa desk pembahasan antara Bappenas, Bappeda
(didampingi oleh Dinkes Provinsi) dan Kemenkes (Biro
Perencanaan dan Anggaran didampingi oleh unit utama).

m) Pada Bulan Mei, dilaksanakan Rapat Koordinasi


Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) yang bertujuan untuk
membah as hasil pertemuan Pasca Musrenbangnas.

n) Pada Bulan Mei, dilaksanakan Sidang Kabinet Penetap a n


RKP.

0) Pada Bulan Mei, dilaksanakan pembahasan RKP d an


rencana pagu anggaran antara pemerintah dengan DPR RI.

p) Antara Bulan J uni-Juli, dilaksanakan penetapan pagu


anggaran.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIOANG KESEHATAN 24


q) Antara Bulan Juni-Juli, dilaksanakan Penyusunan RKA-K/L
berdasarkan pagu anggaran:

i) Penyusunan RKA-K/L internal unit utama;

Ii) Reviu dan penelitian RKA-K/L pagu anggaran antara unit


utama, Inspektorat Jenderal, dan Biro Perencanaan dan
Anggaran.

r) Pa d a Bulan Juli, dilaksanakan pembahasan RKA-K/L pagu


anggaran dengan Komisi IX DPR:

i) Pem bahasan tingkat Kementerian;

Ii) Pendalaman masing-masing Unit utama.

s) Antara Bulan Juli-Agustus, dilaksanakan penelaahan RKA


K/L Kemenkes dengan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)
Kemenkeu.

t) Pada Bulan Agustus, dilaksanakan pembahasan RAPBN t+ 1


antara Pemerintah dengan DPR untuk alokasi anggaran dan
selanjutnya Pada Bulan Oktober dilakukan pen etapan
alokasi anggaran oleh Pemerintah.

u) Pada Bulan November, dilaksanakan penyesuaian RKA-K/L


berdasarkan alokasi anggaran:

i) Penyesuaian RKA-K/L internal unit utama;

Ii) Reviu dan penelitian RKA-K/L alokasi anggaran ant ara


unit utama, Inspektorat Jenderal, serta Biro Perencanaan
dan Anggaran.

v) Pada Bulan November, dilaksanakan penelaahan RKA-K/L


antara Biro Perencanaan dan Anggaran didampingi oleh u nit
Utama dengan DJA.

w) Pada Bulan November, dilaksanakan pembahasan RKA-K/L


alokasi anggaran dengan Komisi IX DPR:

i) Pembahasan tingkat Kementerian;

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 25


ii) Pendalaman masing-masing unit utama.

x) Pada Bulan Desember, dilaksanakan penetapan DIPA


Kemenkes.

2) Di tingkat daerah:

Proses pereneanaan dan penganggaran di daerah mengaeu


pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian,
dan Evaluasi Pelaksanaan Reneana Pembangunan Daerah
dan harus memperhatikan jadwal pereneanaan dan
penganggaran di pusat.

Tahapan pereneanaan dan penganggaran di daerah sebagai


berikut:

a) Pada Bulan Januari-Februari dilakukan penyusunan a wal


Reneana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan
tahapan:

i) Penyusunan reneana kerja di tingkat provinsi dan


kabupaten/kota.

ii) Sinkronisasi reneana kerja provinsi dan


kabupaten/kota.

b) Pada Bulan Maret dilaksanakan Rapat Koordinasi


Pem bangunan Daerah (Rakorbangda) provinsi dan
kabupaten/kota. Raneangan awal RKPD dan pagu
indikatif daerah.

c) Pada Bulan April dilaksanakan Musrenbangda provinsi


dan kabupaten/kota.

d) Pada Bulan Mei sampai dengan Desember dilaksanakan


kegiatan pereneanaan dan penganggaran di daerah.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 26


Pada kurun waktu tersebut, daerah (Dinkes/RSUD
Provinsi/Kabupaten/Kota) juga harus menyiapkan RKA
K/L pagu anggaran pada bulan Juni-Juli (setelah pagu
anggaran ditetapkan) dan menyiapkan RKA-K/L alo k asi
anggaran pada Minggu ke 2 Bulan Oktober (setelah
alokasi anggaran ditetapkan) untuk dilakukan reviu dan
penelitian oleh pusat.

3. Perencanaan dan Penganggaran Berbasis Bukti (Evidence Based)

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan


Nasional (SKN) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan
kesehatan antara pusat dan daerah belum sinkron. Begitu pula
dengan perencanaan jangka panjang/menengah masih belum menjadi
acuan dalam menyusun perencanaan jangka pendek. Demikian juga
dengan banyak kebijakan yang belum disusun berbasis bukti dan
belum bersinergi baik perencanaan di tingkat pusat dan/atau di
tingkat daerah.

Sesuai dengan Pasal 31 UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN,


disebutkan bahwa "Perencanaan pembangunan didasarkan pada data
dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan". Oleh
karena itu , penentuan alokasi anggaran setiap program dan kegiatan
dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan program dan
kegiatan tahun t-l serta target kinerja yang ditetapkan pada tahun
t+ 1. Perencanaan dan penganggaran juga memperhatikan usulan dar i
satker, aspirasi masyarakat, dan lintas sektor.

4. Kesesuaian antara Perencanaan dan Penganggaran dengan RPJMN,


Renstra, RKP, dan Renja-K/L

Selama ini disadari bahwa perencanaan pembangunan kesehatan


jangka panjang, jangka menengah masih belum menjadi acuan
perencanaan jangka pendek sehingga dokumen perencanaan dan
penganggaran jangka panjang (RPJP), jangka menengah (RPJM dan

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 27


Renstra-KL), jangka pendek (RKP, Renja-KL serta RKA-KjL) menjadi
tidak sinkron .

Dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran hanlS ada


keterkaitan atau benang merah antara indikator yang ada dalam
RPJMN, Renstra, RKP dan Renja KjL. Indikator yang ada pada RKP
dan Renja KjL merupakan indikator komposit untuk mencapai apa
yang akan dicapai dalam RPJMN m a upun Renstra. Dalam
penyusunan rencana kegiatan dan anggaran Kemen terian Ke seh a tan,
setiap perencana kesehatan harus mengacu pada dokumen RPJP
Nasional , RPJP Bidang Kesehatan , RPJMN, Renstra Kemenke s , RKP
dan Renja Kemenkes. Masing-masing dokumen tersebut me m pun yai
keterkaitan substansi antara satu dengan yang lainnya, sehingga
perencanaan dan penganggaran Kementerian Kesehatan lebih terarah,
komprehensif, terintegrasi dan sinergis.

5. Kesesuaian Perencanaan dan Penganggaran antara Pusat dan


Daerah

Seperti dinyatakan dalam SKN, perencanaan pem bangunan kesehatan


antara pusat dan daerah masih belum sinkron.

Dalam rangka sinkronisasi perencanaan d an penganggaran, Undang


Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SKN mengamanatkan
penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang). Musrenbang sebagai wahana untuk mempert em ukan
hasil perencanaan teknokratis-partisipatif yang dilakukan oleh KjL
dengan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan lain nya
dalam rangka menyelaraskan perencanaan nasional dan daerah .

Sebelum Musrenbang dapat didahului dengan kajian yang meli batkan


"expert group" setiap daerah . Expert Group ini akan membahas secara
cermat target dan kinerja yang akan dicapai tiap daerah, yang
memberikan dampak pada perencanaan penggunaan dana pusat dan
daerah. Expert Group t erdiri dari "ahli orang setempat" dan "ahli dari

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 28


Kemenkes", sehingga akan memperjelas posisi penggunaan anggaran
daerah dan pusat. Setelah semuanya jelas maka diangkat secara
formal di Musrenbang serta dieksploitasi dan diperjelas di
Rakerkesnas.

6. Proses pengusulan dokumen/ proposal perencanaan dan


penganggaran.

Proses penyampaian usulan kegiatan sesuai dengan alur s ebagai


berikut:

Gambar 3 . Alur Penyampaian Usulan Kegiatan

SATKER KEMENKES SATKER DAERAH

Aplikasi
__ ~r~~~ _____ Verifikasi
elektronik 1--_ _----,,....-_ _--'

Proses
L -_ _ _ _ _ _ ~ __________ ~ __ ~
- - - - - - - - - - - Verifikasi
Aplikasi elektronik
Proses Verifikasi

Aplikasi elektronik
Proses
Verifikasi

Aplikasi elektronik

TRILATERAL PAGU

INDIKATIF (SEB)

Persetujuan OPR (RDP)


Proses
Reviu/Penelitian (ltjen/Rorenggar)
PAGU ANGGARAN -----------

Persetujuan DPR (RDP)

ALOKASI
Proses ReviuiPenelitian (Itjen/Rorenggar)
ANGGARAN

Usulan tersebut akan menjadi acuan untuk penentuan alokasi


anggaran dengan mem pertimbangkan kebijakan prioritas nasio nal
bidang kesehatan.

Kegiatan-kegiatan yang mendesak seperti KLB, wabah, epidemi,


bencana, peningkatan akses pelayanan yang harus segera dia tasi

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 29


serta kebijakan pimpinan (direktif presiden) yang belum diusulkan
melalui aplikasi elektronik perencanaan Kemenkes, dapat d iu sulkan
oleh pimpinan daerah (gubernurjbupatijwalikota) kepada Menteri
Kesehatan.

Kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan lintas sektor yang


belum diusulkan melalui aplikasi elektronik perencanaan Kemenk es,
dapat diusulkan kepada Menteri Kesehatan.

Dalam perencanaan dan penganggaran ada d ua proses yaitu


pengusulan dan verifikasi. Pengusulan do k umen j proposal
perencanaan dan penganggaran dapat dibedakan menjadi pengusulan
dari kantor pusat, kantor daerah (Unit Pelaksana TeknisjUPT), dan
SKPD .

a. Proses Pengusulan

1) U sulan dari Kantor Pusat

a) Usulan satker kantor pusat (direktorat, pusat dan biro)


dalam satu program dikoordinasikan oleh unit utama
melalui Sekretariat InspektoratjDirektorat JenderaljBadan .
Untuk Sekretariat Jenderal dikoordinir oleh B iro
Perencanaan dan Anggaran.

b) Unit utama, cq. Sekretariat InspektoratjDirektorat


JenderaljBadan , memberikan feedback d anj atau
rekomendasi terhadap usulan satker paling lama dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen lengkap diterima.

c) Usulan yang telah direkomendasi oleh unit utama akan


diteruskan melalui aplikasi elektronik ke Menteri Kesehatan
cq. Sekretariat Jenderal.

2) Usulan dari Kantor Daerah (UPT)

a ) Usulan satker daerah (UPT) dalam satu Program melalui


Direktor at atau Pusat terkait dan dikoordinasikan oleh unit

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 30


utama, dalam hal ml diwakili oleh Sekretariat Direktorat
Jenderal/Badan .

b) Unit utama, dalam hal ini diwakili oleh Sekr eta riat
Direktorat J enderall Badan, mem berikan feedback danl atau
rekomendasi t erhadap usulan satker paling lama dalam
waktu 7 (tuju h ) hari kerja sejak dokumen lengkap diterima.

3) Usulan dari SKPD (Dinas Kesehatan , Rumah Sakit dan atau


Balai)

Berdasarkan SEB 3 menteri (Menteri Keuangan, Menteri Dalam


Negeri dan Ment eri PPN/Kepala Bappenas) maka seluruh
usulan perencana an harus melalui dinas kesehatan provinsi
sebagai kepanjangan tangan pemerintah di daerah. Tahapan
sebagai beriku t :

a) Usulan satker daerah (Dinas Kes ehatan


Provinsi/Kabupaten/Kota dan RS Daerah) dikoordinasikan
dan diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

b) Usulan dari organisasi profesi, LSM dan organisasi lainnya


disampaikan melalui Dinas Kes ehatan
Provinsil Kabupatenl Kota dimana organisasi itu
berkedudukan dan akan diverifikasi oleh Dinas Kesehatan
Provinsi.

c) Dinas Kesehatan Provinsi melakukan analisis terhadap


usulan satker paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) h a r i
kerja sejak dokumen lengkap diterima. Berdasar h asil
analisis tersebut, Dinkes Provinsi memberikan feedback
kepada satker pengusul danl atau merekomendasi usulan.

d) Dalam menen tu kan prioritas kebutuhan di masing-masing


provinsi, dilakukan pembahasan bersama antara dinas
kesehatan provi nsi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota
dalam suatu forum.

I
PEDOMAN PERENCANAAN
I
DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 31
el Hasil pembaha san dalam forum tersebut disampaikan ke
masing-masing Unit Utama beserta data pendukung
(Kerangka Acuan Kerja/ Term of Reference (TOR), Rincian
Anggaran Belanja (RAB), Spesifikasi Teknis, Analisi s Harga
Satuan) melalui aplikasi elektronik.

f) Usulan yang telah direkomendasi oleh dinas ke sehatan


provinsi akan diteruskan secara elektronik ke unit utama
sesuai dengan program/kegiatan yang diusulkan oleh
satker.

b. Proses Verifikasi

1) Unit utama, dalam hal ini diwakili oleh Sekretariat Direktorat


Jenderal/Badan, m emberikan feedback dan/ atau rekomendasi
terhadap usulan satker paling lama dalam waktu 7 (tuj u h) hari
kerja sejak doku m en lengkap diterima.

2) Sekretariat Inspektorat/Direktorat Jenderal/Badan dalam


memberikan feedback/rekomendasi terhadap usulan dari
Kantor Daerah (UPT) dan SKPD, terlebih dahulu harus
melakukan verifikasi yang meliputi aspek: a. kesesuaian antara
usulan satker den gan RAP, Renstra dan RPJMN berdasarkan
IKU dan IKK yang sudah ditetapkan, b. Kesesuaian dengan
tupoksi , c. Efisien , d. Penggunaan sumber daya yang cost
effective, e. Fisibilitas (secara teknis, politis, dan kendala sosial),
f. Equity (Keadilan), dan g. Filling the Gap (menutup
kesenjangan yang ada di daerah) .

3) Unit Utama melakukan analisis usulan perencanaan dan


penganggaran yang diterima, disesuaikan dengan prioritas
program masing-masing dan disampaikan kepada Sekretariat
Jenderal.

4) Dalam melakukan analisis dan pengalokasian anggaran, unit


utama harus ber pedoman pada pinsip dasar bahwa belanja
operasional satuan kerja yaitu belanja gaji dan operasional

I
PEDOMAN PERENCA:NAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 32
I
perkantoran harus dipenuhi terlebih dahulu. Apabila terdapat
kekurangan belanja gaji dan operasional menjadi tanggung
j awab unit utama.

5) Dalam melakukan analisis usulan perencanaan dan


penganggaran, Sekretariat Unit Utama berkoordinasi dengan
Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran .

6) Satker yang mengusulkan kegiatan tertentu (sebagaimana


tercantum pada bagian Kebijakan Khusus) harus dilampir i
surat rekomendas i dari satuan kerja terkait sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

7) Usulan yang telah direkomendasi oleh unit utama akan


diteruskan secaJ'a elektronik ke Menteri Kesehatan cq.
Sekretariat J enderal.

8) Sekretariat Jenderal cq. Biro Perencanaan dan Anggaran akan


melakukan verifikasi terhadap usulan dari unit utama.
Verifikasi yang dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Anggaran
meliputi aspek: a. kesesuaian antara usulan unit utama dengan
Renstra dan RPJMN berdasarkan IKU dan IKK yang sudah
ditetapkan, b. Kesesuaian dengan tupoksi , c. Efisien, d.
Penggunaan sumber daya yang cost effective, e. Fisibilitas
(secara teknis, politis, dan kendala so sial), f. Equity (Keadilan),
dan g. Filling the Gap (menutup kesenjangan yang a da di
daerah).

9) Berdasarkan hasil verifikasi Sekretaris Jenderal, atas nama


Menteri Kesehatan , menetapkan pagu indikatif internal per
program dan kegiatan berdasarkan analisis usulan
perencanaan dan penganggaran yang disinkronkan dengan
prioritas nasional. Pagu indikatif internal tersebut diusu lkan
kepada Bappenas dan Kementerian Keuangan.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 33


I
10) Usulan perencana an dan penganggaran direviu/ diteliti oleh
Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Angga ran
dalam rangka menetapkan urutan prioritas kegiatan.

c. Penggunaan aplikasi elektronik dalam proses perencanaan dan


penganggaran yang bertujuan untuk:

1) melaksanakan perencanaan berbasis bukti (evidence based


planning) dalam bentuk data elektronik usulan yang terdiri dari
kerangka acuan kerja dan/ atau data pendukung; dan

2) memantapkan ta ta kelola pemerintahan yang baik (good


governance) yang diimplementasikan melalui mekanisme usulan
berjenjang pada tataran birokrasi (bottom up dan top down)
dengan mempertimbangkan asas ketaatan, kelayakan, dan
kepatutan.

d. Berdasarkan SEB-Bappenas dan Kemenkeu, Sekretariat J e nderal


melakukan analisis perbandingan antara pagu indikatif SEB
Bappenas dan Kemenkeu dengan pagu indikatif internal serta
menyampaikan hasilnya kepada unit utama.

n. Masing-masing Unit Utama menyiapkan dokumen RKA-K/L ses uai


dengan pagu indikatif sebagai bahan trilateral meeting dan
penyusunan Renja K/L.

o. Dokumen RKA-K/L pagu indikatif akan dilakukan direviu/diteliti


oleh Inspektorat J enderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran
dengan dikoordinasi oleh Sekretariat Unit Utama.

p. Setelah SEB ten tang pagu anggaran (pagu sementara) diterbitkan


oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan, masing-masin g unit
utama menyesuaikru1. RKA-K/L sesuai dengan pagu anggaran dan
diteliti oleh Sekretariat Unit Utama. Sekretariat Unit Utama akan
menyampaikan dokumen RKA-K/L yang sudah diteliti tersebut ke
Sekretariat Jenderal untuk direviu/ diteliti kembali oleh
Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran.

I
PEDOMAN PERENCANAAN
I
DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 34
q. Apabila terjadi perubahan dari pagu anggaran ke alokasi anggaran
(pagu definitif), maka satkerjunit utama yang mengalami
perubahan anggaran perlu segera melakukan penyesuaian RKA
KjL dengan dikoordinasikan oleh Sekretariat Unit Utama.
Selanjutnya perubahanjpenyesuaian RKA-KjL tersebut harus
direviuj diteliti oleh Inspektorat Jenderal dan Biro Perenc anaan
dan Anggaran .

B. Kebijakan Khusus

Perencanaan dan penganggaran pada beberapa kegiatan tertentu


memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

1. Tanah, Gedung dan Bangunan

Pengadaan tanah, gedung dan bangunan memperhatikan peratu ran


perundangan yang berlaku, antara lain: Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 2 tahun 2011 ten tang Pedoman
Pert imbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi,
Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Tanah, serta kebijakan tek n is
Kemenkes yang mengatur tentang standar bangunan RS, Puskesmas,
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan lain-lain.

Selain itu, Kemenkes m e netapkan kebijakan khusus sebagai berikut:

a. Perencanaan pengad aan tanah memperhatikan:

1) Aksesibilitas yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari


Kepala Satker.

2) Aspek legal (keabsahan kepemilikan).

b. Perencanaan pengad aan gedung baru memperhatikan:

1) Rencana kebutuhan tahunan barang milik Negara (BMN)

2) Sertifikat kepemilikan tanah.

PEDOMAN PERENC~NAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 35


3) Surat/rekomendas i Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU)
yang memuat Rencana Anggaran Biaya (RAB).

4) Surat pernyataan ketersediaan dana.

5) Surat pernyataan memenuhi kelayakan standar teknis dari u nit


terkait.

c. Perencanaan renovasi gedung dan bangunan memperhatikan :

1) Data Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik


Negara (SIMAK-BMN).

2) Surat/rekomendasi Kemen PU yang memuat Rencana Anggaran


Biaya (RAB).

3) Khusus kantor pusat dimintakan persetujuan Sekretaris


Jenderal u.p. Kepala Biro Umum.

2) Kendaraan Bermotor

a. Pengadaan kendaraan bermotor memperhatikan:

1) Data SIMAK-BMN dan jumlah jabatan dalam st ruktur


organlSaSl.

2) Surat Keputusan (SK) penghapusan dari Kemenkes.

3) Risalah lelang dari Kemenkeu.

b. Kementerian Kesehatan menetapkan ketentuan pengadaan


kendaraan bermotor sebagai berikut:

1) Kendaraan dinas pejabat hanya diperuntukkan untuk eselon


dan II.

2) Kendaraan dinas pejabat dan operasional Kantor Pusat


dikoordinir dan anggarannya dialokasikan pada satker Biro
Umum sesuai dengan surat usulan dari Satker.

3) Pengadaan kendaraan untuk kantor daerah (UPT) perlu


rekomendasi dari Biro Umum. Khusus satker baru diperlukan
surat pernyataan dari Kepala Satker yang menyatakan belum

PEDOMAN PERENCA~AAN DAN PENGANGGARAN BIDANG I<ESEHATAN 36


pernah mengadakan kendaraan bermotor un tuk operasional
kantor.

4) Pengadaan ambulans untuk Kantor Pusat dikoordinir dan


anggarannya dialo kasikan pada satker Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan (Ditjen BUK) sesuai dengan surat usulan dari
Satker.

5) Pengadaan ambulans untuk Kantor Daerah (UPT) perlu


rekomendasi dari Ditjen BUK melalui unit utama terkait .

6) Kendaraan dengan kriteria khusus dapat diadakan m asing


masing satker sesuai dengan standar yang d isetujui oleh eselon
I terkait.

3) Peralatan dan Mesin

a . Alat pengolah data memperhatikan:

1) Data SIMAK-BMN dan jumlah jabatan/pegawai.

2) SK penghapusan dari Kemenkes .

3) Risalah lelang pen ghapusan dari Kemenkeu.

4) Pengadaan alat p engolah data diutamakan peralatan d engan


spesifikasi bersifat primer, yaitu spesifikasi standar u n tuk
pelaksanaan operasional perkantoran.

5) Pengadaan alat pengolah data dengan spesifikasi khusus


termasuk jaringan internet dan software/ aplikasi, kamera
canggih, handyca m, pengacau sinyal dan alat sejenisnya
memerlukan rekom endasi Pusat Data dan Informasi .

b. Alat kesehatan

1) Pengadaan alat kesehatan mengacu kepada standar yang


ditetapkan oleh unit utama Kemenkes terkait dan
mengutamakan produk dalam negeri .

2) Harga satuan alat kesehatan yang diusulkan harus


menyertakan referensi harga sebagai dasar penetapan harga

PEDOMAN PERENCAJ\lAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 37


satuan. Referensi harga dapat diperoleh dari hasil survey harga
pasar, penawaran langsung perusahaan (sole agents) , data
e1ektronik/ internet/ website, atau kon trak tahun sebelum nya.

3) Penetapan harga satuan yang akan dicantumkan dalam


dokumen perencanaan dan penganggaran harus dilengkapi
dengan justifikasi yang ditandatangani oleh Kepala Satker.

c. Biaya pemeliharaan barang milik negara mem perhatikan data


SIMAK-BMN.

4) Perjalanan Dinas

Pengalokasian anggaran perjalanan dinas dilakukan dengan se-efisien


mu n gkin. Pengalokasian biaya perjalanan dinas memperhatikan hal
hal sebagai berikut:

a. Alokasi anggaran perjalanan dinas luar negeri ditampung pada


Sekretariat Unit Utama atau Biro Umum, kecuali Pusat Kesehatan
Haji, Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
(Pusrengun Nakes), dan Pusat Kerjasama Luar Negeri (PKLN).

b. Transport ke Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)


disesuaikan dengan tarif Peraturan Daerah (Perda) dan harga
pasar(at cost).

c. Jumlah perjalanan dinas dan perternuan mempertimba ngkan


kesesuaian dengan jumlah pegawai dan hari kerja dalam satu
tahun.

d. Biaya transport dengan tiket pesawat sesuai dengan SBM. Untuk


rata-rata biaya perjalanan dinas nasional akan mengacu kepada
kebijakan perencanaan tahunan yang ditetapkan oleh Sekretaris
Jenderal.

e . Kegiatan di luar kantor dilaksanakan secara selektif. Kriteria


kegiatan yang dapat dilaksanakan di luar kantor akan mengacu
kepada kebijakan perencanaan tahunan yang ditetapkan oleh
Sekretaris Jenderal .

PEDOMAN PERENC~NAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 38


5) ATK, Bahan, dan Sewa

a. Bahan/ alat tulis kantor/seminar kit memperhatikan kewajaran


antara jumlah peser ta pertemuan dan jenis pertemuan dengan
mempertimbangkan standar harga yang telah ditetapkan oleh B iro
Umum.

b. Besaran biaya sewa yang tidak diatur di dalam Standar Biaya


Masukan (SBM), dapat mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan tentang daftar perkiraan harga satuan barang dan jasa
keperluan peralatan dan perlengkapan kantor di lingkungan
Kementerian Kesehatan.

c. Rincian lebih lanjut tentang besaran harga ATK, bahan, dan sewa
terkait pelaksanaan p aket pertemuan akan diatur dalam kebijakan
tahunan yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal.

6) Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan

Honor tim pelaksana k egiatan yang dibayarkan per bulan dalam satu
tahun dibatasi sebagai berikut:

a. Pejabat eselon 1 dan eselon 2 diluar honor KPA maksimal 2 jenis


honor.

b. Pejabat eselon 3, eselon 4, dan pelaksana diluar honor pengelola


keuangan, SIMAK-BMN, dan Pengadaaan/Penerimaan Barang
dan Jasa maksimal 3 jenis.

c. Tim pelaksana kegiatan yang dapat di b ayarkan honor per bulan


mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan.

7) Honorarium Narasumber

a. Honor narasumber sesuai dengan standar biaya dan Jam


pelajaran, dengan m emperhatikan asas kelayakan dan kepatutan,
misalnya dengan m emperhatikan jumlah hari kegiatan .

PEDOMAN PERENCANAAN
I
DAN PENGANGGARAN HIDANG KESEHATAN 39
b. Besaran honor yang diberikan kepada narasumber dalam
pertemuan disediakan oleh penyelenggara sesuai aturan standar
biaya.

8) Honorarium Panitia Kegiatan

Kegiatan pertemuan yang dapat membentuk panitia pelaksan a


kegiatan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta minimal sebanyak 50 orang dengan sasaran utama atau


minimal 50% peserta dari lintas unit eselon I, lintas sektor dan
atau masyarakat.

b. Honor panitia kegiatan mengacu pada standar biaya.

c. Jumlah panitia tidak boleh melebihi 10% dari jumlah peserta.

Untuk kegiatan pertemuan internasional, anggota delegasi RI , Lia son


Officer serta Security Officer tidak termasuk sebagai anggota panitia .

9) Penyusunan Pedoman/Buku/ Juknis

Tahapan Penyusunan NSPK/Buku Pedoman/Juknis maksimal 4 kali


pertemuan, yaitu Persiapan, Penyusunan, Finalisasi, dan Sosialisasi,
kecuali produk-produk hukum seperti Rancangan Undang-Undang
(RUU), Rancangan Pera turan Pemerintah (RPP), Peraturan Presiden
(Perpres), Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi Presiden
(Inpres).

Jika pertemuan lebih d ari 4 kali, maka selebihnya dilaksanakan di


dalam kantor.

10) Bagan Akun Standar

Penggunaan Bagan Akun Standar (BAS) mengacu pada Peraturan


Menteri Keuangan yang berlaku .

11) Koordinasi dan Rekomendasi

Kegiatan yang diusulkan oleh setiap Satker harus sesuai dengan


tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Berikut adalah kegiatan yang
memerlukan koordinasi atau rekomendasi dari satker terkait:

PEDOMAN PERENC~NAAN DAN PENGANGGARAN HIDANG KESEHATAN 40


a. P endidikan dan pelatihan SDM berkoordinasi dengan Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber daya Manusia
Kesehatan (BPPSDMK).

b. P romosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat berkoordinasi


dengan Pusat Promosi Kesehatan.

c. Kegiatan terkait penanggulangan krisis kesehatan berkoordin asi


dengan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

d. P engadaan obat, vaks in dan reagen reguler berkoordinasi dengan


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen
Binfar dan Alkes), kecuali reagen yang merupakan satu kom ponen
dengan alat kesehatan di unit eselon 1 masing masing .

e. Pengadaan peralatan kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal


Emergensi Komprehen sif (PONEK) dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) berkoordinasi dengan Direktora t Bina
Upaya Kesehatan Das ar Ditjen BUK.

f. Pengadaan al.at pengolah data dengan spesifikasi khusus termasuk


Jarmgan internet dan software/ aplikasi, kamera canggih,
handycam, pengacau sinyal dan alat sejenisnya memerlukan
rekomendasi Pusat Data dan Informasi.

g. Penelitian dan kajian berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan


Pengem bangan Kesehatan.

12) Belanja Mengikat

a. Belanja pegawai mengacu pada Gaji Pokok Pegawai (GPP). Belanja


pegawai transito dialokasikan di unit utama berkoordinasi dengan
Biro Umum.

b. Setiap satuan kerja dan/ atau unit utama memperhatikan


ketersediaan anggar an untuk pembayaran tunjangan kinerja
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PEDOMAN PERENCAiNAAN
, DAN PENGANGGARAN HIDANG KESEHATAN 41
13) Tenaga Kontrak (Pramubakti, Sopir, Satpam, Tenaga Kebersihan)

a. Jumlah tenaga pramubakti maksimal 10% dari jumlah pegawai.


Bila satker memerl kan tenaga pramubakti melebihi 10% dari
jumlah pegawai maka dilengkapi dengan analisa kebutuhan.

b. Tenaga sopir hanya diperuntukkan bagi pejabat eselon I dan


eselon II.

c. Tenaga sopir untuk kendaraan operasional di kantor pusat


maksimal4 orang per satker.

d . Tenaga sopir untuk kendaraan operasional di kantor daerah


maksimal 2 orang per satker. Bila jumlah sopir melebihi 2 orang,
perlu didukung d engan justifikasi yang ditandatangani oleh
Kepala Satker yang bersangkutan.

e. Tenaga sopir untuk k endaraan operasional khusus


(ambulans/jenazah, mobil jemputan pegaWal, operasional
laboratorium lapangan) disesuaikan dengan hasil analisis
kebutuhan.

f. Jumlah tenaga satpam disesuaikan dengan hasil analisis


kebutuhan.

g. Jumlah tenaga kebersihan disesuaikan dengan hasil analisis


kebutuhan.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 42


Reviu dan penelitian dokurnen perencanaan anggaran bertujuan u n tuk
rneningkatkan kualitas perencanaan dan rnenjamin kepatuhan terhadap
kaidah-kaidah penganggaran.

Hal-hal yang akan direviu dan diteliti dalam dokurnen perenc anaan
anggaran:

1. Konsistensi antara sasaran kinerja KjL dengan sasaran RKP termasuk


prakiraan rnaju untuk tiga tahun ke depan;

2. Kesesuaian sasaran kinerja dalarn RKA-KjL dengan sasaran kinerja


Renja KjL dan RKP;

3. Kesesuaian data anggaran dalam RKA-KjL dengan Pagu Anggaran


yang ditetapkan oleh Pejabat Kernenterian Keuangan dan a tau
Kernenterian Kesehatan;

4. Konsistensi antara kornponen kegiatan dengan tugas pokok dan fungsi


satuan kerja;

5. Relevansi tahapanjkornponen kegiatan dengan output yang akan


dicapai;

6 . Kelayakan dan kepatuh an terhadap kaidah-kaidah penganggaran


antara lain penerapan S tandar Biaya Masukan (SBM) dan Standar
Biaya Keluaran (SBK}, jenis belanja, hal-hal yang dibatasi atau
dilarang, kontrak tahun jarnak, pengalokasian anggaran u n tuk
kegiatan yang didanai dari PNBP, Badan Layanan Urnurn (BLU),
PjHLN, PinjarnanjHibah Dalarn Negeri (PjHDN), dan Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN).

PEDOMAN PERENCA~AAN DAN PENGANGGARAN HIDANG I(ESEHATAN 43


Pengaturan proses reviu dan penelitian dokumen perencanaan anggaran
adalah sebagai berikut:

1. Wewenang dan tanggung jawab

Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, dan kepatuhan


dalam penerapan kaidah perencanaan penganggaran, RKA-KjL yang
telah ditandatangani oleh pejabat eselon I atau pejabat lain yang
memiliki alokasi anggaran dan sebagai penanggung jawab progr am
disampaikan kepada unit Aparat Pengawasan Intern Kementer ian
NegarajLembaga (API KjL) dan Sekretariat Jenderal c.q Biro
Perencanaan dan Anggaran untuk diteliti.

Penelitian dimaksud difokuskan untuk memastikan kebenaran RKA


Kj L beserta kelengkapan dokumen pendukungnya.

2. Mekanisme reviu dan p enelitian

Pada setiap tahapan p enetapan pagu, masing-masing unit utama


melakukan pembahasan internal. Catatan hasil pembahasan, rincian
alokasi pagu per satker, serta RKA-KjL disampaikan secara resmi
dengan surat permohonan untuk dilakukan reviu dan penelitian
kepada Sekretaris Jenderal dengan tembusan kepada Kepala B iro
Perencanaan dan Anggaran. Sekretaris Jenderal berkoordinasi
dengan Inspektur Jende ral untuk melakukan reviu d an penelit ia n.

a. Reviu dan penelitian Pagu Indikatif

Sebelum penetapan pagu indikatif, masing-masing unit utama


memfasilitasi pelaksanaan reviu dan penelitian terhadap usulan
dari satker.

Unit utama menyampaikan hasil pembahasan pagu indikatif


kepada Sekretaris Jenderal untuk dilakukan reviu dan penelitian
oleh Biro Perencanaan dan Anggaran. Fokus reviu dan penelitian
pada keterkaitan usulan kegiatan dengan indikator program dan
kegiatan unit utama tersebut.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 44


Pokok-pokok yang menjadi fokus reviu dan penelitian adalah:

1) Kesesuaian dengan pagu yang ditetapkan.

2) Kesesuaian dengan Kerangka Pembangunan Jangka Menen gah

(KPJM)

3) Kesesuaian usulan dengan tugas dan fungsi.

4) Kesesuaian usulan program dan kegiatan inisiatif baru yang


telah disetujui oleh 8appenas dan Kementerian Keuangan.

5) Hasil pencapaian indikator program dan kegiatan tahun


sebelumnya menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam
melakukan reviu dan penelitian.

6) Kesesuaian tahapan kegiatan dengan output kegiatan .

7) Kesesuaian output kegiatan dengan indikator kegiatan.

8) Kelengkapan dokumen pendukung berupa TOR, RAB, dan lain


lain.

9) Kesesuaian usulan program dan kegiatan den gan


kebijakan/ peraturan penganggaran.

10) Kesesuaian sumber dana (RM, PNBP/BLU, P/HLN, dan


sebagainya) .

b. Reviu dan penelitian Pagu Anggaran

Reviu dan penelitian pada tahap Pagu Anggaran dilakukan oleh


Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran, den gan
fokus:

1) Kesesuaian dengan pagu yang ditetapkan.

2) Kesesuaian dengan Kerangka Pembangunan Jangka Menen gah

(KPJM)

3) Kesesuaian usulan dengan tugas dan fungsi .

4) Kesesuaian usulan program dan kegiatan inisiatif baru yang


telah disetujui oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 45


5) Hasil pencapruan indikator program dan kegiatan tahun
sebelumnya menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam
melakukan reviu dan penelitian.

6) Kesesuaian tahapan kegiatan dengan output kegiatan.

7) Kesesuaian output kegiatan dengan indikator kegiatan.

8) Kelengkapan dokumen pendukung berupa TOR, RAB, dan lain


lain.

9) Kesesuaian usulan program dan kegiatan dengan


kebijakanjperaturan penganggaran .

10) Kesesuaian sumber dana (RM, PNBPjBLU, PjHLN, dan


sebagainya).

c. Reviu dan penelitian Alokasi Anggaran

Reviu dan penelitian pada tahap Alokasi Anggaran dilakukan oleh


Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran, dengan
fokus untuk:

1) Memastikan hasil revlU dan penelitian pada pagu anggaran


telah ditindaklanjuti.

2) Melakukan reviu dan penelitian terhadap usulan perubahan


dan komponen kegiatan baru (belum ada pada pagu anggaran) .

3. Jadwal reviu dan penelitian

a. Pra pagu indikatif

Unit Utama diharapkan telah melaksanakan pembahasan internal


pra pagu indikatif paling lambat satu minggu sebelum
pelaksanaan reviu dan penelitian pagu indikatif. Hasil
pembahasan didokumentasikan ke dalam laporan hasil
pembahasan internal unit utama dan langsung dituangkan ke
dalam aplikasi anggaran (RKA-KjL). Dokumen hasil pembahasan
internal unit utama dan RKA-KjL disampaikan ke Sekretaris
Jenderal sebelum dilakukan reviu dan penelitian pagu indikatif.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG I<ESEHATAN 46


b. Pada pagu indikatif

Reviu dan pene1itian pagu indikatif dilaksanakan tiga minggu


setelah diterimanya SEB Men PPNjKepala Bappenas dan Menkeu.
(Perkiraan Bulan Maret-April).

c. Pada pagu anggaran

Reviu dan penelitian pagu anggaran dilaksanakan satu minggu


setelah pagu anggaran ditetapkan oleh Kemenkeu (Perkiraan
Bulan Juni-Juli).

d. Pada alokasi anggaran

Reviu dan penelitian alokasi anggaran dilaksanakan segera


setelah ditetapkan pagu alokasi anggaran oleh Kemenkeu
(Perkiraan Bulan November).

4. Format reviu dan penelitian

Format danj atau sistematika catatan hasil revlU dan penelitian


mengacu pada ketentuan yang berlaku.

a. Pagu Indikatif
Format penelitian pada pagu indikatif setidaknya harus memuat:
1) Judul

2) ldentitas satker

3) Jumlah pagu anggaran

4) Tanggal penelitian

5) lsi penelitian

6) Kesimpulan dan rekomendasi

7) Penandatangan:

a) Tim peneliti dari Biro Perencanaan dan Anggaran;

b) KPA Satker atau pejabat yang mewakili;

c) Kabag PljPA Unit Utama;

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 47


d) Kabag di Biro Perencanaan dan Anggaran yang menjadi
pengampu unit utama yang menjadi obyek penelitian.

b. Pagu Anggaran dan Alokasi Anggaran


1) Format penelitian pada pagu anggaran dan alokasi anggaran
setidaknya harus memuat:
a) Judul

b) Identitas satker

c) Jumlah pagu anggaran

d) Tanggal penelitian

e) lsi penelitian

f) Kesimpulan dan rekomendasi

g) Penandatangan:

i) Tim penelitian dari Biro Perencanaan dan Anggaran;

ii) KPA Satker atau pejabat yang mewakili;

iii) Kabag PljPA Unit Utama;

iv) Kabag di Biro Perencanaan dan Anggaran yang menjadi


pengampu unit utama yang menjadi obyek penelitian.

2) Format reviu pada pagu anggaran dan alokasi anggaran


setidaknya harus memuat:
a) Judul

b) ldentitas satker

c) Jumlah pagu anggaran

d) Tanggal reviu

e) lsi reviu

f) Kesimpulan dan rekomendasi

g) Penandatangan:

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 48


i) Tim reviu dan penelitian dari API-KL ([nspektorat
Jenderal) dan Biro Perencanaan dan Anggaran;

ii) KPA Satker atau pejabat yang mewakili;

iii) Kabag PI/PA Unit Utama;

iv) Kabag di Biro Perencanaan dan Anggaran yang menjadi


pengampu unit utama yang menjadi obyek reviu dan
penelitian.

5 . Lain-lain

b. Dalam hal proses validasi terdapat data yang tidak sesuai d engan
kaidah-kaidah RKA-K/L, dokumen hasil pembahasan internal
dikembalikan kepada unit untuk dilakukan perbaikan;

c. Hasil penelitian/penelaahan RKA-K/L dituangkan dalam Catatan


Hasil Reviu dan penelitian dan ditandatangani oleh para
peneliti/penelaah dan para pejabat yang bertugas sesuai
kewenangan yang diberikan oleh pimpinan unit utama/Eselon I
masing masing.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 49


Evaluasi sarna pentingnya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya , yaitu
perencanaan, pengorganisasian atau pelaksanaan, pemantauan
(monitoring) dan pengendalian. Terkadang fungsi monitoring dan fungsi
evaluasi sulit untuk dipisahkan. Sebagai bagian dari fungsi manajemen,
fungsi evaluasi tidaklah berdiri sendiri. Fungsi-fungsi seperti fungsi
pemantauan dan pelaporan sangat erat hubungannya dengan fungsi
evaluasi. Oi samping untuk melengkapi berbagai fungsi di dalam fu n gsi
fungsi manajemen, evaluasi sangat b ermanfaat agar organisasi tidak
mengulan gi kesalahan yang sarna setiap kali.

Evaluasi adalah proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis


yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan, GAO (1992:4).
Evaluasi akan menghasilkan umpan balik dalam kerangka efektivitas
pelaksanaan kegiatan organisasi.

Menurut Department of Health & Human Services, evaluasi adalah proses


untuk mengumpulkan informasi. Sebagaimana dengan proses pada
umumnya, evaluasi harus dapat mendefinisikan komponen-komponen fase
dan teknik yang akan dilakukan.

Pengertian lain dikemukakan oleh Peter H . Rossi (1993:5) menyebutkan


bahwa evaluasi merupakan suatu aplikasi penilaian yang s istem atis
terhadap konsep, desain, implementasi, dan manfaat aktivitas dan program
dari suatu instansi pemerintah. Oengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk
menilai dan meningkatkan cara-cara dan kemampuan berinteraksi instansi
pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerjanya.

Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis, pemberian nilai , a tribut,


apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi atas

P~DOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 50


permasalaban yang ditemukan . Dalam berbagai hal, evaluasi dilakukan
melalui monitoring terhadap sistem yang ada. Namun demikian, evalu asi
kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan
informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi pada organisasi instansi
saja. Data dari luar instansi akan menjadi sangat penting untuk digunakan
dalam melakukan analisis dan evaluasi. Evaluasi mungkin saja dilakukan
dengan tidak terlalu mementingkan keakuratan data yang ada, namun
dengan lebih bijaksana dalam memperoleh data, sehingga data yang h anya
berkriteria cukup dapat saja digunakan dalam pelaksanaan evaluasi.
Penggunaan data dan informasi guna melakukan evaluasi lebih
diprioritaskan pada kecepatan untuk memperoleh data dan kegunaann ya.
Dengan d emikian, hasil evaluasi akan lebih cepat diperoleh dan tindakan
yang diperlukan untuk perbaikan dapat segera dilakukan.

A. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Instruksi Presiden Republik Indonesia (I.npres) Nomor 7 Tahu n 1999


tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan setiap
instansi pemerintab sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara
untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungs inya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan
didasarkan suatu perencanaan strategis yang ditetapkan oleh masmg
masing instansi. Dengan demikian, sejak tahun 2000/2001, s etiap
instansi pemerintab menyampaikan laporan akuntabilitas kin erj a
instansi pemerintab kepada Presiden dan salinannya kepada Kepala
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan mengguna kan
pedoman penyusunan sistem akuntabilitas kinerja.

Pertanggungjawaban dimaksud berupa laporan yang disampaikan


kepada atasan masing-masing, lembaga-Iembaga pengawasan dan
penilai akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada Presiden
selaku kepala pemerintaban. Laporan tersebut menggambarkan kinerj a

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 51


instansi pemerintah yang bersangkutan melalui Sistem Akuntabili tas

Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).

Pelaksanaan SAKIP dilakukan dengan:

1. Mempersiapkan dan menyusun perencanaan strategis;

2. Merumuskan visi, misi, faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan,


sasaran dan strategi instansi Pemerintah;

3. Merumuskan indikator kinerja instansi Pemerintah den gan


berpedoman pada kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan
vital bagi pencapaian visi dan misi instansi Pemerintah;

4. Memantau dan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungs ]


dengan seksama;

5. M engukur pencapaian kinerja, dengan:

a. Perbandingan kinerja aktual dengan rencana atau target

b. P erbandingan kinerja aktual dengan tahun-tahun sebelumnya

c. Perbandingan kinerja aktual dengan kinerja di negara-negara lain


atau standar internasional

6. M elakukan evaluasi kinerja dengan:

a. Menganalisa hasil pengukuran kinerja

b. Menginterpretasikan data yang diperoleh

c. Membuat pembobotan (rating) keberhasilan pencapaian program

d. Membandingkan pencapaian program dengan visi dan misi instansi


pemerintah.

Alat untuk meiaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah


adalah laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).

Dalam konsep pemerintahan yang berorientasi kepada hasil (Result


Oriented Government), SAKIP merupakan alur sistem yang dimulai sejak
perencanaan kinerja dengan menetapkan Rencana Strategis (Re nstra),
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK). Pada

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 52


pelaksanaannya, diperlukan instrumen untuk pengukuran kinerja
berupa Indikator Kinerja (IK) dan Indikator Kinerja Utama (IKU). Setelah
me1alui fase pelaksanaan, dilanjutkan dengan pe1aporan kinerja yang
menggunakan format atau alat berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja
(LAK). Dokumen LAK tersebut akan menjadi bahan baku penyusunan
Laporan Hasil Evaluasi (LHE). Dengan memanfaatkan LHE, setiap
instansi akan menyusun perencana an kine rja untuk tahun berikutnya.
Demikianlah siklusnya akan berulang kembali mengikuti pola tersebut.
Gambaran pola siklus tersebut sebagaimana ilustrasi di bawah ini.

Gambar 4. Alur SAKIP

Plan

Dalam pelaksanaannya SAKIP tidak dapat terlepas dari sistem


perencanan dan penganggaran. Pada tahap perencanaan, SAKIP
berkaitan dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004. Sedangkan pada tahap
pelaksanaan, SAKIP berhubungan dengan Sistem Penganggaran yang
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Keterkaitan

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG J{ESEHATAN 53


SAKIP dengan sistem perencanaan dan penganggaran dapat
digambarkan dalam bagan berikut:

Gambar 5 . Keterkaitan SAKIP dengan Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN) dan Sistem Penganggaran

---------
Sistem Perencanaan ... ... ---------
... ", .... ........

...
Pembangunan Nasional ... ,
, /
.. ... ...
... ,
I
I
I
" , Sistem Penganggaran ,,
I
RPIP ,,
I
I
,,
\
\
DIPAjPOK
,
\
\ , I

\
,,
... I
/ 1',
/

, I
/
/
I ,
,,
,

'<.
I /
,,
I ...
... Penetapan Ki nerj a ,,
I

, --------
I
--- D
,,
r---~ILI ___ L_A_K_IP__ ~I ~~---. Pengukuran dan
Pengumpulan Data Kinerja
I
I
I

I
I
,, I
I

, I
I

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

--- --- ------------ --- ---

B. Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Anggaran

Dalam proses perencanaan dan penganggaran baik yang dilakukan di


tingkat Pusat maupun daerah, perlu dilakukan pemantauan dan
evaluasi agar dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran
berjalan sebagaimana mestinya. Pemantauan dilakukan untuk
mengidentifikasi secara dini kendala/permasalahan dalam proses
perencanaan dan penganggaran yang selanjutnya segera dilakukan

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 54


upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Pemantauan penyusunan
perencanaan penganggaran dilakukan untuk menJamm kualitas
perencanaan dan penganggaran yang akan dihasilkan. Sedangkan
evalua si dilakukan untuk memberikan umpan balik terhadap
penyusunan perencanaan dan penganggaran untuk perbaikan tahun
berikutnya. Oengan demikian perencanaan dan penganggaran akan
menjadi berkualitas, transparan dan akuntabel, proporsional dan
semakin efisiensi dan efektif dalam penggunaan anggaran.

Pemantauan dilakukan untuk memastikan bahwa:

1. Proses perencanaan sesuai dengan tahapan yang telah dilakukan .

2. Perencanaan yang disusun dapat mengefektifkan sumber daya yang


ada.

3. Perencanaan yang disusun sesuai dengan prioritas masalah.

4. Perencanaan yang disusun dapat dilaksanakan.

5 . Perencanaan yang disusun terintegrasi, sinkron dan smergl dengan


kegiatan yang dibiayai dari sumber pendanaan lainnya.

6. Mampu mengantisipasi masalah-masalah yang timbul dalam proses


perencanaan yang dilakukan.

Pelaksanaan pemantauan dimulai dari proses perencanaan baik melalui


supervisi maupun pertemuan/koordinasi sampai dengan penuangannya
ke dalam RKA-K/L. Dalam pelaksanaannya, pemantauan d ilakukan
oleh Biro Perencanaan dan Anggaran bersama-sama dengan unit utama.
Sedangkan provinsi, perlu melakukan pemantauan dalam perenc anaan
dan pelaksanaan di kabupaten/kota.

Kegiatan pemantauan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan.


Petugas harus mampu memberikan saran pemecahan masalah pada
setiap kendala/masalah yang ditemukan dalam penyusunan
perencanaan dan penganggaran.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 55


Pelaksanaan evaluasi perencanaan dan penganggaran dilakukan untuk
memberikan umpan balik terhadap hasil perencanaan dan
penganggaran yang telah disusun, sehingga perencanaan dan
penganggaran yang akan disusun pada tahun yang akan datang
menjadi lebih baik.

Dalam melakukan evaluasi, maka hal-hal yang perlu diperh atikan,


antara lain:

1. Perencanaan yang disusun tidak tumpang tindih dengan kegiatan


y ang bersumber dari pembiayaan lainnya, seperti APBD.

2. Perencanaan yang disusun didukung dengan data yang berbasis


bukti (evidence based).

3. Sinkronisasi antara menu kegiatan Dekon dan TP sesuai kebutuhan


daerah.

4. Perencanaan yang disusun mempunyai daya ungkit tinggi u n tuk


tercapainya target pembangunan kesehatan.

Evaluasi perencanaan dan penganggaran dilakukan di tingkat pusat,


provinsi dan kabupaten/kota. Evaluasi perencanaan dan pengangga ran
di Kemenkes dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Anggaran. Provinsi
melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan penganggaran yang
disusun oleh kabupaten/kota. Kegiatan evaluasi dapat dilakukan
dengan menelaah dokumen yang ada, hasil laporan pelaksanaan
kegiatan maupun kunjungan lapangan.

Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan d idukung


tools/ alat/ sarana yang tepat agar dapat berjalan secara efektif dan
terarah. Dengan demikian pemantauan dan evaluasi yang dilakukan
dapat tepat sasaran dan mampu mendapatkan informasi penting guna
perbaikan dan umpan balik dalam penyusunan perencanaan dan
penganggaran.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG I{ESEHATAN 56


Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan secara terintegrasi dan
bersinergi antara pusat, provmSl dan kabupaten/kota termasuk RS .
Penyelenggaraan yang dimaksud adalah sejak dimulainya proses
penyusunan perencanaan sampai dengan evaluasi.

Pedoman ini disusun agar para perencana kesehatan di Kemenkes (baik di


kantor pusat maupun kantor daerah), dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota termasuk RS mempunyai acuan dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran APBN, baik yang bersumber d ari RM ,
PNBP/BLU dan P/HLN. Oengan demikian kegiatannya dapat terintegrasi
dan secara efektif memberikan konstribusi dalam pencapaian hasil-hasil
pembangunan kesehatan yang telah ditetapkan.

Pedoman ini sebagai acuan para perencana kesehatan di semua tingkat


baik di pusat dan daerah, sehingga perlu dilakukan pemarltauan dan
evaluasi secara terus menerus agar perencanaan pembangunan ke seh a ta n
semakin bermutu.

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 57


REFERENSI

l. Peraturan Pemerintab Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2010 tentang


Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian NegarajLem baga

2.Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang


Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.

3.Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tabun 2010 tentang


Program Pembangunan yang Berkea dilan .

4 . Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tabun 2013 ten t ang Aksi
Pencegaban dan Pemberantasan Korupsi Tabun 2013.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 45jPRTjMj2007 tentang


Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

6 . Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


249jPMK02j2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas
Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian NegarajLembaga.

7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


94jPMK .02j2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian NegarajLembaga.

8 . Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


19 4 j PMK 02 j 2013 tentang Peru b ahan Atas Peraturan Menteri Keu angan
Nomor 94jPMK02j2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaaban
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian NegarajLembaga.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 145jMENKESjSKjIj2007 t entang


Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan.

10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01jIIIjSKj24 0 j2013


tentang Daftar Perkiraan Harga Satuan Barang dan Jasa Keperluan
Peralatan dan Perlengkapan Kantor di Lingkungan Kementerian
Kesehatan .

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN 58


MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 7 TAHUN 2014

TENTANG

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa keberhasilan pembangunan kesehatan


sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan dan
penganggaran kesehatan yang baik, tepat sasaran,
dan efisien;
b . bahwa saat ini proses penyusunan perencanaan dan
penganggaran belum sepenuhnya dapat terlaksana
karena sulitnya sinkronisasi dan koordinasi antar
unit serta waktu perencanaan yang singkat dan
tergesa-gesa;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Perencanaan dan Penganggaran Bidang Kesehatan;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286};
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
3 . Und ang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah (Lembaran ' Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

5. Undang-Undang ...
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK I'NDONESIA

-2
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
NOmOl" 4663);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006
tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664) ;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antar a
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008.tentang
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggara n
Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5178);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202) ;
12. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 ten tang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasiona l
Tahun 2010-2014;
13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara;
14. Peraturan Presiden ...
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

-3

14. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang


Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
15. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Tsllun 2014;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/ Kota;
17. Keputusan Menteri Kesehatan . Nomor
375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
Tahun 2005-2025;
18 . Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
32/Menkes/SK/I/20 13 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berit a
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741 );

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTER! KESEHATAN TENTANG


PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BIDANG
KESEHATAN.

Pasal1

Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Bidang Kesehatan


sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 2

Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Bidang Kesehatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan se bagai acuan bagi
pelaku perencana kesehatan baik di Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam
menyusun perencanaan dan penganggaran kesehatan.

Pasal 3 .. .
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

-4
Pasal3

Menteri Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dengan melibatkan lintas
sektor dan pemangku kepentingan terkait.

Pasal4

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 1454/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana dan Anggaran Kementerian Kesehatan dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku

Pasa15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peratura.'1 Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Februari 2014

NAFSIAH MBOI
, '-
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Feb:I'\ll!r1 2014

MENTERI. HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBL K INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 246

MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN
PERATURAN MENTER! KESEHATAN
NOMOR 7 TAHUN 2014
TENTANG
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
BIDANG KESEHATAN

PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGANGGAHAN BIDANG KESEHATAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas
perencanaan dan penganggaran. Namun hingga saat Inl p roses
penyusunan perencanaan dan penganggaran belum sepenuhnya dapat
terlaksana sesuai harapan. Permasalahan yang sering dihadapi oleh para
perencana setiap tahun diantaranya adaiah sulitnya sinkronisasi dan
koordinasi antar unit serta waktu perencanaan yang terkesan singkat
atau tergesa-gesa.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka para perencana


diharapkan dapat memahami siklus dan jadwal serta ke-giatan umum
perencanaan dan penganggaran. Hal ini untuk memudahkan penyusunan
Re n cana Kerja (Renja) di tingkat Pusat (Kementerian/Lembaga) dan
Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang bersumber Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik dari rupiah murni,
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan atau Pinjaman/Hibah Luar
Negeri (P /HLN). Perhatian ditekankan pada sinkronisasi antara Pusat dan
Daerah khususnya untuk Dana Dekonsentrasi (Dekon) dan Tugas
Pembantuan (TP).

Dengan mengetahui dan memahami siklus dan jadwal penyusunan serta


kegiatan umum perencanaan APBN ini, diharapkan dapat menyusun
perencanaan dengan baik dan tepat waktu.
MENTERI KESEHATAN

REPUBUK INDONESIA

-2
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud:
Pedoman perencanaan dan penganggaran dimaksudkan dapat
dipergunake.n sebagai acuan bagi pelaku perencana kesehatan d i
Kementerian Kesehatan (baik kantor pusat maupun kantor daerah),
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta
Rumah Sakit (RS) dalam menyusun perencanaan dan penganggaran
bersumber APBN.

2 . Tujuan
a. Tujuan umum:
Meningkatnya kualitas perencanaan dan penganggaran.
b. Tujuan khusus:
1) Dipedomaninya dan diimplementasikannya siklus, jadwal
perencanaan dan penganggaran.
2) Dilaksanakannya perencanaan yang berkualitas sesuai dengan
jadwal yang ditentukan dan mengacu pada peraturan yang
berlaku.

C. Ruang Lingkup
Pedoman perencanaan dan penganggaran ini bersifat umum dengan
menitikberatkan pada jadwal dan siklus APBN dengan beberapa
penekanan penting untuk perencanaan di kantor pusat, kantor d aerah,
Dana Dekon, dan TP, baik yang bersumber dari Rupiah Murni (RM),
P/HLN, dan PNBP.
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

-3
BAB II

PENDEKATAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

A. Kebijakan Pcrencanaan Strategis

Perencanaan pembangunan kesehatan merupakan bagian tak terpisahkan


dari perencanaan pembangunan nasional yang mengacu kepada Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Sesuai Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang SPPN, sistem tersebut merupakan satu kesatuan
tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan d aerah
dengan melibatkan masyarakat.

Dalam jangka panjang, dokumen rencana pembangunan jangka panjang di


tingkat nasional disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
yang memuat perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan
untuk periode jangka menengah (lima tahun) , dokumen perencanaan yang
dihasilkan di tingkat nasional adalah Rencana Pembangunan Jan gka
Menengah (RPJM) sementara dokumen perencanaan jangka menengah
Kemen terianjLembaga disebut Rencana Strategis KementerianjLembaga
(Renstra-KjL). Dalam periode tahunan, dokumen perencanaan tingkat
nasional yang dihasilkan discbut Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
sedangkan untuk kementerian disebut Rencana Kerja
KementerianjLembaga (Renja-KjL). Semua dokumen perencanaan tersebu t
harus sesuai antara yang satu dengan yang lainnya.

Dalam SPPN terdapat lima pendekatan dalam seluruh rangkaian


perencanaan, yaitu :

1. Politik
Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan PresidenjKepala
'D aerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih
menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan
yang ditawarkan masing-masing calon Presiden j Kepala Daerah.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-4-
Apabila program calon PresidenjKepala Daerah sesuai dengan
kebutuhan rakyat maka akan terjadi kontrak politik. Oleh karen a itu,
rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda
pembangunan yang ditawarkan Presidenj Kepala Daerah pada saat
kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

Untuk pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan dilaksanakan


oleh legislatif. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih
sebagai wakil rakyat di legislatif mempunyai tanggung jawab dalam
pengawasan jala.nnya pemerintahan. Anggota DPR dapat menampung
usulan atau aspirasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan dan
menyampaikannya kepada Pemerintah. Mekanisme penyampaian
aspirasi masyarakat tersebut berpedoman pada ketentuan yang
berlaku.

2. Teknokratik
Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan
menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah dengan
melibatkan pengamat profesional, baik akademisi dari perguruan
tinggi, pejabat pemerintah maupun non pemerintah, atau para ahli
serta menggunakan hasil penelitian dan pengembangan, baik hasil
evaluatif resea7"ch dan development research Berdasarkan data yan g
ada, pengamat profesional dapat membuat kesimpulan terkait dengan
kebijakan perencanaan pembangunan strategis tahun berikutnya dari
persepktif akademis pembangunan.

Untuk mendapat suatu rencana yang optimal maka rencana


pembangunan hasH proses politik perlu digabung dengan rencana
pembangunan hasil proses teknokratik. Agar kedua proses ini dapat
berjalan selaras, masing-masing perlu dituntun oleh satu visi jangka
panjarlg. Agenda PresidenjWakil PresidenjKepala DaerahjWakil
Kepala Daerah yang berkuasa yang dihasiIkan dari proses politik
perlu selaras dengan perspektif pembangunan yang dihasilkan proses
teknokratik menjadi agenda pembangunan nasional lima tahunan.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

-5 -
Selanjutnya agenda pembangunan jangka menengah ini
diterjemahkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan
yang sekaligus menjadi satu dalam Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) sebelum disetujui oleh DPR untuk
ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU).

3 . Partisipatif
Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa
kinerja pembangunan sangat ditentukan oleh semua pihak yang
I
terkait dengan prakarsa tersebut. Perencanaan dengan pendekatan
partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pimpinan
organisasi atau K/L melibatkan organisasi profesi, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), dan lintas sektor dalam perencanaan
pembangunan. Pelibatan mereka dimaksudkan untuk mendapatkan
aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

Dalam rangka mewujl.ldkan reformasi birokrasi dimana demokratisasi


dan partisipasi sebagai bagian dari good governance maka proses
perencanaan pembangunan di Kementerian Kesehatan juga melalui
proses partisipatif. Kementerian Kesehatan mempunyai kewajiban
untuk menyampaikan perencanaan strategis pembangunan kesehatan
kepada masyarakat luas. Penyebarluasan infonnasi dapatdilaku.kan
melalui website Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan
masukan dari masyarakat.

Dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, perencanaan


partisipatif diwujudkan melalui musyawarah perencanaan. Dalam
musyawarah ini, sebuah rancangan rencana dibahas dan
dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders).
Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara
negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan,
dunia usaha, kelompok profesional, organisasi-organisasi non
pemerintah, dan lain-lain.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

-6
4. Atas-bawah (top-down)

Perencanaan atas-bawah (top-down) yang dilakukan oleh lembaga


pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta pemerintah
berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang
berawal dan perencanaan hingga proses evaluasi, dimana peran
masyarakat tidak begitu berpengaruh. Perencanaan jenis ini adalah
perencanaan yang mengacu pada undang-undang yang berlaku, RPJP
Bidang Kesehatan, RPJMN, Renstra KjL, hasil sidang kabinet serta
direktif Presiden.

Kelemahan dari pendekatan ini adalah bahwa peran masyarakat


hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dan suatu program
tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut
dari awal hingga akhir sehingga masyarakat tidak begitu
diperhitungkan dalam prosesnya.

5 . Bawah-atas (bottom-up).
Perencanaan yang dilakukan dimana masyarakat lebih berperan
dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi
program yang telah dilaksanakan sedangkan pemerintah hanya
sebagai fasilitator dalam su_atu jaJannya program.

Kelemahan dari sistem ini adalah hasil programjkegiatan tersebut


belum tentu baik karena adanya perbedaan tingkat pendidikan yang
cukup signifikan apabila dibandingkan dengan para pegawai
pemerintahan. Selain itu perencanaan bawah-atas memungkinkan
timbulnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan kerancuan
bahkan salah paham antara masyarakat dengan pemerintah
dikarenakan kurang jelasnya masing-masing tugas dari pemerintah
dan juga masyarakat.

Bila dilihat dari kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh


masing-masing sistem tersebut maka sistem yang dianggap paling
baik adalah suatu sistem gabungan dari kedua jenis sistem tersebut
karena banyak sekali kelebihan yang terdapat didalamya antara lain
MENTERIKESEHATAN

REPUBUK INDONESIA

-7
adalah selain masyarakat marnpu berkreasi dalarn mengembangkan
ide-ide ' mereka sehingga mampu berjalan beriringan bersama dengan
pemerintah sesuai dengan tujuan utama yang diinginkan dalam
mencapai kesuksesan dalam menjalankan suatu program terse but.

Pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan


dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses
atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan baik di
tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecarnatan, dan desa.
Usulan program/kegiatan yang disampaikan pada saat Musrenbang
harus sesuai pada setiap tingkatan musyawarah.

Gabungan pendekatan perencanaan atas-bawah dan bawah-atas di


lingkungan Ke!I1enterian Kesehatan dilakukan melalui Rapat Kerja
Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) dan Rapat Konsolidasi Teknis
(Rakontek) Perencanaan.

Berdasarkan SPPN, perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4)


tahapan, yakni:

1. Penyusunan rencana;
2. Penetapan rencana;
3. Pengendalian pelaksanaan rencana, dan
4. Evaluasi pelaksanaan rencana.
Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara
keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh.

B. Langkah-Langkah Perencanaan Pembangunan

Terdapat tujuh langkah untuk perencanaan pembangunan, sebagaimana


gambar berikut:
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

-8-

Gamber 1.
LANGKAH-LANGKAH POKOK KEGIATAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN

3, Analila Sltu i
dan
kecenderungan
Lingkungan
I. Peratapan r+ a. Pe)uang r 4 . Perumuaan dan 5, Penentuan
b,Ancaman """Ikojl.n Suategis
a , Pcnyusunan A1tematil a. Vial dan Misl
Kerangka I (Slcenario) b , Kebljakan dan
'Acuan a , lau strate,i, program
b. AnaUsia
SWOT I
b, Drd..ar
-Doronlan
~I auategls r
~ c . Kebutuhan
c. Interview TuJuan
c. PerumulIAIl sumber daya
d , Pengumpulan d, Pengorganiaaa
Data 2, Anallsla Sltu..1 akcnario
d. ",,",kajlan ian
e . Pcrumuaan dan .ken.rio peiaksanaan
Awallsu Kecenderungan
StrateDa L+ Upaya f0
Keaehatan

r
7 . Pcnilaian HasH 6 . Pengendalinn
a. Perkembangan
pelakaanaan Pelaksanann
I b. Maaalah a . Pcnyuaunan a, Penyuaunan ~
Dewn ~ umum
b. Pemantauan
b.PenHaian
I c. Saran tindak c. Saran tindak
)anjut korekai
Sumber . dr. HapsllT8. Rahmat, MPH

1, Persiapan

Dalam tahap persiapan, terlebih dahulu perlu dibuat kerangka acuan


yaitu berupa suatu usulan kegiatan yang memberikan gambaran secara
singkat terhadap rencana kegiatan yang akan dilakukan. Kerangka
acuan dibuat dengan mengindahkan kaidah-kaidah dan sistematika
tertentu, agar dapat dengan mudah dimengerti oleh orang yang
membacanya,

Perlu digarisbawahi bahwa penyusunan kerangka acuan adalah salah


satu tahap perencanaan kegiatan. Dengan adanya kerangka acuan
dih arapkan dapat memberikan informasi yang sedetail mungkin kepada
pemegang kebijakan, sehingga akhimya memperoleh persamaan visi,
misi, dan tujuan .

Untuk menghasilkan' kerangka acuan yang baik, ada beberapa


persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu :
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-9
a. Sistematis

Kerangka acuan harus disusun secara sistematis menurut pola


tertentu dari yang paling sederhana hingga kompleks. Proposal yang
diajukan hendaknya dapat memberikan gambaran secara sistematis
tentang rencana kegiatan yang diajukan secara efektif dan efisien
serta konsisten sehingga memudahkan untuk dipahami pembaca.

b. Terjadwal

Oalam penyusunan kerangka acuan harus sudah memikirkan


langkah-langkah pelaksanaannya serta jadwal yang jelas seperti
jadwal pengumpulan data, pelaksanaan kegiatan, penyusunan
laporan dan se bagainya.

c. Mengikuti Konsep Ilmiah

Yaitu mengikuti cara-cara atau metode ilmiah yang sudah ditentukan


untuk mencari kebenaran ilmiah.

Oi dalam kerangka acuan perlu dilakukan analisis situasi. Metoda yang


dapat digunakan adalah SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan
Threat). Analisis SWOT adalah metode yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam perencanaan
program/kegiatan pembangunan. Proses ini meliputi penentuan tuj uan
yang spesifik serta mengidentifikasi faktor internal dan ekstern&l yang
mendukung atau menghambat dalam mencapai tujuan tersebut.
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah
berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya kemudian
digambarkan dalam matriks SWOT.

Prinsip analisis SWOT adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu


mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang
ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang
mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

10
anearnan (threats) yang ada, dan terakhir adaIah bagaimana eara
mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat aneaman
(threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah aneaman baru.

Setelah kerangka aeuan dan anaIisis situasi selesai, maka dilakukan


pen gumpulan data melalui wawaneara atau menggunakan data
sekunder. Hasil analisis situasi dipergunakan sebagai bahan untuk
peru musan awal isu strategis.

2. Analisis Situasi dan Keeenderungan Upaya Kesehatan

Dalarn analisis situasi diungkapkan perkembangan situasi dan kondisi


atau masalah yang akan dipeeahkan. Oleh karena itu, uraian perlu
diawali dengan identifikasi kesenjangan yang ada antara kondisi nyata
dengan kondisi ideal, serta dampak yang ditimbulkan oleh kesenjangan
kesenjangan itu. Syarat-syarat dalam analisis situasi adalah
menggunakan data (evidence based) dan melalui proses konsensus tim
yang ditunjuk.

3. Analisa Situasi dan Keeenderungan Lingkungan

Analisis situasi dan kecenderungan lingkungan menggambarkan kondisi


atau situasl yang mendasari kegiatan tersebut diusulkan dan berkaitan
dengan permasalahan yang dihadapi. Analisis situasi merupakan
kegiatan sistematik dalam mendapatkan gambaran tentang apa yang
akan dan telah dilakukan, kenapa kegiatan perlu dilakukan, bagaimana
proses peneapaian target, apa faktor pendorong dan apa faktor
penghambat dengan melihat faktor internal dan eksternal (analisis
SWOT), berdasarkan data (Evidence Based) dan interal{si unsur lain
(hukum, sosial, politik dan lain-lain). DaIam melakukan analisis situasi
perlu dilakukan identifikasi terhadap peluang dan aneaman.

Seeara geografis Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia.


Sebagai negara kepulauan, sehingga kebijakan pembangunan yang
diterapkan di setiap provinsi atau daratan akan . berbeda, karena
masing-masing pulau memiliki karakteristik geografis tersendiri dan
kekayaan alam yang berbeda-beda.
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 11 -
Disarnping keragaman geografis dan surnber daya alam, masi;ng-masing
pulau didiarni berbagai suku bangsa dan kelompok etnis yang berbeda
sehingga menyebabkan bangsa Indonesia memiliki keragarnan budaya
yang sangat tinggi. Masing-masing kelompok etnis mulai mengenal
pendidikan modern tidak dalam waktu yang bersarnaan. Hal ini pula
yang mengakibatkan pengalaman intelektual masing-masing etnis
berbeda-beda dan menyebabkan kemampuan surnber daya manusia
yang berbeda-beda pUla.

Dengan memperhatikan negara kepulauan, keragarnan budaya, sosial,


pendidikan, dan ekonomi yang sangat tinggi; perubahan masyarakat;
serta tuntutan keberlanjutannya maka sistem perencanaan
pembangunan yang ada saat ini bersifat menyeluruh, terpadu,
sistematik, dan tanggap terhadap perubahan jaman.

4. Perumusan dan Pengkajian Altematif (Skenario)

Untuk dapat menentukan alternatif pemecahan masalah, harus


ditentukan terlebih dahulu masalah spesifik yang akan diatasi.
Alternatif pemecahan masalah memuat alternatif apa saja yang mungkin
dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Alternatif
pemecahan masalah perlu dikaji, alternatif mana yang mernpunyai daya
ungkit yang tinggi (efektif dan efisien) untuk mengatasi masalah.
Altematif pemecahan rnasalah dibuat berdasarkan teori, data, fakta
dan/ atau pengalarnan.

Penetapan altematif pernecahan rnasalah dapat menggunakan rnetode


Diagram Force Field Analysis, Analisis SWOT dan lainnya.

5. Penentuan Strategis

Strategi pemecahan rnasalah dipilih dari alternatif pernecahan rnasalah


yang dorninan atau rnernpunyai daya ungkit yang tinggi. Pernilihan
altenatif pernecahan rnasalah dapat menggunakan rnetode Cost Benefit
Analysis (CBA) dan Tapisan Me Narnara.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 12 ,-
Dalam penentuan strategi harus jelas visi, misi serta tujuannya serta
dij a barkan dalam bentuk kebijakan dan kegiatan riil dengan output yang
jelas.

Strategi perlu dijabarkan sebagai berikut:

a. Kegiatan riil dengan output yang jelas. Kegiatan dapat berupa


kegiatan tunggal atau serangkaian kegiatan. Jika kegiatan berupa
rangkaian (beberapa kegiatan), perlu ditetapkan tahapan kegiatan
secara logis, Bentuk kegiatan juga perlu dijelaskan, misalnya berupa
- seminar, pelatihan, penyampaian materi secara lisan, tanya jawab,
simulasi dan lain-lain.

b. Target merupakan perincian detail dari tujuan, terutama tentang


indikator dan ukuran-ukuran yang digunakan sebagai penilaian
tercapai atau tidaknya tujuan.

c. Sasaran/peserta, menjelaskan tentang objek atau siapa yang akan


mengikuti kegiatan tersebut.

d. Waktu dan Tempat Pelaksanaan. Dalam pelaksanaan kegiatan perlu


ditentukan dimana dan kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan.

e . Jadwal Kegiatan, berisikan rencana pelaksanaan kegiatan dan kapan


akan dilaksanakan, sesuai dengan perencanaan kalender kegiatan .

f. Sumber daya yang diperlukan.

6. Pengendalian Pelaksanaan

Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang


dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Sedangkan
pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan
rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi
permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil
tindakan sedini mungkin. Apabila dalam pelaksanaan pengendalian dan
pemantauan terdapat penyimpangan atau diperkirakan tujuan tidak
akan tercapai maka perlu diberikan saran untuk tindakan koreksi.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 13 -
Pengendalian pelaksanaan reneana pembangunan dilakukan oleh
masing-masing pimp:nan K/L atau Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). Menteri PPN/Kepala Bappenas/Kepala Bappeda menghimpun
dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan reneana
pembangunan dari masing-masing pimpinan K/L/SKPD sesuai dengan
tugas dan kewenangannya.

7. Penilaian Hasil Pelaksanaan

Tahapan penilaian hasil pelaksanaan kegiatan/program meliputi


penyusunan desain, proses penilaian, dan penyusunan laporan serta
saran tindak lanjut.

Pimpinan K/L dan Kepala SKPD mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rene ana pembangunan
periode sebelumnya. Laporan evaluasi tersebut disampaikan kepada
Menteri PPN atau Kepala Bappeda. Menteri/Kepala Bappeda menyusun
evaluasi reneana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan
K/L dan evaluasi SKPD. Hasil evaluasi tersebut menjadi bahan bagi
penyusunan rencana pembangunan Nasional/Daerah untuk periode
be'rikutnya.
MENTERIKESEHATAN

REPUBUK INDONESIA

- 14
BAB III

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM KESEHATAN

A. Kebijakan Urnurn

1. Pendekatan sistern penganggaran

Dalarn si.stern perencanaan dan penganggaran terdapat tiga (3)


pendekatan yaitu penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kineIja,
dan kerangka pengeluaran jangka rnenengah (KPJM).

a. Pendekatan penganggaran terpadu rnerupakan penyusunan rencana


keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh
jenis belanja guna rnelaksanakan kegiatan pernerintahan yang
didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.
Penganggaran terpadu dilakukan dengan rnengintegrasikan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan
Kernenterian/Lembaga (KILl untuk rnenghasilkan Rencana Kerja
Anggaran Kernenterian/Lernbaga (RKA-K/L) dengan klasifikasi
anggaran rnenurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Integrasi atau
keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran dirnaksudkan agar
tidak teIjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk KI L baik yang
bersifat investasi maupun untuk keperluan biaya operasional.
Perencanaan dan penganggaran disusun secara terpadu dan
rnenyeluruh dengan rnernperhatikan berbagai surnber dana yaitu
APBN, termasuk PNBP dan PI HLN, serta APBD.

b. Pendekatan penganggaran berbasis kinerja rnerupakan suatu


pendekatan dalam sis tern perencanaan dan penganggaran yang
menunjukkan secara jelas keterkaitan antara alokasi anggaran dengan
kinerja yang dihasilkan, serta mernperhatikan efisiensi dalam
pencapaian kinerja. Kinerja yang dirnaksud adalah prestasi kerja yang
berupa keluaran dari kegiatan atau hasil dari program dengan kualitas
dan kuantitas yang terukur.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 15
c . KPJM adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan
kebijakan dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan
implikasi anggaran dalam kurun waktu lebih dari satu tahun anggaran.
Pendekatan terse but sangat bermanfaat dalam mengelola keuangan
negara dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Adapun
manfaat dari KPJM tersebut antara lain:

1) Memelihara kelanjutan fiskal dan meningkatkan disiplin fiskal.

2) Meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan


penganggaran.

3) Mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis.

4) Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan


pemberian pelayanan yang optimal.

Dengan tiga pendekatan dalam perencanaan dan penganggaran tersebut


diatas, diharapkan tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan
akan tercapai secara optimal.

2. Jadwal perencanaan dan penganggaran

Penyusunan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan


mempunyai tahapan yang berkesinambungan mulai dari perencanaan
program dan kegiatan sampai dengan pengalokasian anggaran dengan
penjelasan sebagai berikut:

a. Penyampaian dokumen perencanaan dan penganggaran untuk tahun


t+ 1 dibagi menjadi 3 (tiga) periode yaitu:

1) sebelum pagu indikatif ditetapkan (sampai dengan tanggal 31


Maret),

2) sebelum pagu anggaran ditetapkan (sampai dengan tanggal 30


Juni), dan

3) sebelum alokasi anggaran ditetapkan (sampai dengan tanggal 30


September).
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

- 16 -
Usulan perencanaan dan penganggaran disampaikan melalui
aplikasi elektronik perencanaan dan penganggaran.

b. Setiap satuan kerja (Satker) melakukan proses perencanaan dan


penganggaran dengan mengikuti skema waktu yang telah ditetapkan
oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagaimana pada gambar 2 :
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 17 -
Gambar 2. Skema Tahapan Perencanaan dan Penganggaran APBN
JM .~b

Penyus~n !'.wal
RKP udc KetnenIaes :
'~RKfH
PertemUlrl !gtd
--' ttnsbt
lCemenites
lCoord!ri!sI d.nPert. _.MftRICAa.
1aM..-",,_
IntemilO!ltl Yl!!:!!!
.~
1l!!sbsns+es
MII,.t
~~:.~.:~~ft;' _~- ;.:
S1tP!!!1i.16m!
fIaIBa
aU!lB!
1IIIIIetb:-.I

o Peran Utama Kemenkes (:"::-:;,1Peran utama Bappenas/Kemenkeu _I Peran Utama Daerah


MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 18 -

Dari skema tahapan perencanaan dan penganggaran APBN dapat


dijabarkan tahapan kegiatannya sebagai bcrikut:

1) Di tingkat pusat

Skema perencanaan dan penganggaran Kemenkes. sebagai bagian


dari perencanaan dan penganggaran di tingkat pusat, berpedoman
kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN
serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.

Tahapan perencanaan dan penganggaran di tingkat pusat sebagai


berikut:

a) Pada bulan Januari, Presiden menetapkan arah kebijakan dan


prioritas pembangunan nasional untuk tahun direncanakan
(t+ 1) berdasarkan hasil evaluasi kebijakan beIjalan.

b) Paling lambat minggu kedua bulan Februari, Menteri


PPN/Kepala Bappenns menyusun rancangan awal RKP sebagai
penjabaran RPJM Nasional.

c) Pada bulan Januari sampai dengan Februari pada tahun t


(tahun anggaran beIjalan) , dilakukan penyusunan awal RKP
tahun t+ 1 di tingkat Kemenkes. Hal-hal yang perlu dilakukan
dalam menyusun RKP adalah sebagai berikut:

i) Melakukan evaluasi RKP tahun t-1;

ii) Menyelenggarakan pertemuan pimpinan Kemenkes untuk


menentukan rencana kebijakan program dan target serta
indikator awal Kemenkes, termasuk kebijakan dekon dan TP
tahun t+1(satu tahun berikutnya);

iii) Menyelenggarakan pertemuan koordinasi internal unit


utama untuk menjabarkan rencana kebijakan program,
target, dan indikator Kemenkes menjadi kebijakan program
di unit utama/teknis. termasuk kebijakan Dekon dan TP
Unit Utama/Teknis tahun t+ 1;
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 19
iv) Menyelenggarakan pertemuan finalisasi rencana kebijakan
program, target, dan indikator Kemenkes, tennasuk
kebijakan Dekon dan TP untuk tahun t+ 1;

v) Melaksanakan pertemuan awal penyusunan RKP tahun t+ 1


bidang kesehatan antara Kemenkes dengan Bappenas;

vi) Melakukan sinkronisasi hasil pertemuan dcngan Bappenas


di tingkat unit utama sebagai bahan persiapan Rapat KeIja
Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) .

d) Pada Bulan Maret tahun t dilaksanakan Rakerkesnas yang


betujuan:

i) Menjadi sarana untuk sosialisasi dan sinkronisasi rencana


kebijakan program, target dan indikator pembangunan
kesehatan, serta kebijakan dekon dan TP pada tahun
berjalan (t) dan tahun t+ 1 antara Kemenkes dengan seluruh
dinas kesehatan provinsi/ kabupaten/ kota, RS
provinsi/kabupaten/kota dan UPT Vertikal.

ii) Revisi Uika ada)1 rencana kebijakan program, target dan


indikator pembangunan kesehatan sesuai hasil Rakerkesnas
sebagai bahan Sidang Kabinet.

e) Pada Bulan Maret, dilaksanakan Sidang Kabinet untuk


menetapkan rancangan awal RKP tahun t+ 1 dan penetapan
pagu indikatif.

n Pada Bulan Maret, dilaksanakan Rapat Koordinasi


Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) dan Rapat Koordinasi
Pembangunan Daerah (Rakorbangda) yang bertujuan untuk
menyampaikan Surat Bersama (SBI Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas dan Menteri
Keuangan tentang Pagu Indikatif K/L. Forum ini dihadiri oleh
perwakilan K/L dan provinsi.
MENTERI KESEHATAN.
REPUBUK INDONESIA

- 20
g) Pada Bulan Maret, dilaksanakan pertemuan antara Bappenas
dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
untuk menyampaikan dan sinkronisasi kebijakan pusat dan
daerah.

h) Pada Bulan Maret, dilaksanakan Rapat teknis Kemenkes


tentang pagu indikatif:

i) Pertemuan pimpinan Kemenkes untuk membahas prior itas


program tahun t+ 1 dan alokasi pagu indikatif per unit
utama;

ii) Pertemuan internal unit utama Kemenkes untuk membahas


alokasi dana per satker berdasarkan pagu indikatif
J

termasuk alokasi dana Dekon dan TP tahun t+ 1;

iii) Pertemuan teknis perencanaan (Rapat Koordinasi Teknis


Perencanaan) untuk membahas usulan/perencanaan antara
daerah (dinas kesehatan provinsi) dan pusat (unit utama
dan Biro Perencanaan dan Anggaran melibatkan Inspektorat
Jenderal dalam rangka pengendalian internal);

iv) Pertemuan finalisasi rencana kebijakan program, target,


indikator serta kebijakan Dekon dan TP termasuk alokasi
anggarannya berdasarkan pagu indikatif untuk tahun t+ 1.

i) Antara Bulan Maret-April, dilaksanakan Pertemuan Trilateral


Meeting (Bappenas, Kemenkeu, dan Kemenkesj membahas
rencana kebijakan program, target, dan indikator termasuk
alokasi anggarannya berdasarkan pagu indikatif untuk tahun
t+ 1.

j) Antara Bulan Maret-April, dilaksanakan reviu dan penelitian


RKA-K/ L pagu indikatif antara unit utama dan Biro
Perencanaan dan Anggaran.

k) Antara Bulan Maret-April, dilaksanakan Penyusunan dan


Penelaahan Renja K/L:
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

- 21
i) Pelatihan aplikasi Renja K/L;

ii) Penyusunan RenjaKemenkes.

iii) Penelaahan Renja K/ L

1) Pada Bulan April, pertemuan Pra Musrenbangnas dan


Musrenbangnas dan pada Bulan Mei dilanjutkan dengan
pertemuan Pasca Musrenbangnas yang bertujuan untuk
membahas dan mensinkronisasikan kebijakan pusat dan
daerah tentang program pembangunan nasional dan
sinkronisasi dana APBN dengan APBD (termasuk dana
dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan) . Pertemuan berupa
desk pembahasan antara Bappenas, Bappeda (didampingi oleh
Dinkes Provinsi) dan Kemenkes (Biro Perencanaan dan
Anggaran didampingi oleh unit utama).

m) Pada Bulan Mei, dilaksanakan Rapat Koordinasi Pembangunan


Pusat (Rakorbangpus) yang bertujuan untuk membahas hasil
pertemuan Pasca Musrenbangnas.

n) Pada Bulan Mei, dilaksanakan Sidang Kabinet Penetapan RKP.

0) Pada Bulan Mei, dilaksanakan pembahasan RKP dan rencana


pagu anggaran antara pemerintah dengan DPR Rl.

p) Antara Bulan Juni-Juli, dilaksanakan penetapan pagu


anggaran.

q) Antara Bulan Juni-Juli, dilaksanakan Penyusunan RKA-K/L


berdasarkan pagu anggaran:

i) Penyusunan RKA-K/L internal unit utama;

ii) Reviu dan penelitian RKA-K/L pagu anggaran antara unit


utama, Inspektorat Jenderal, dan Biro Perencanaan dan
Anggaran.
r) Pada Bulan Juli, dilaksanakan pembahasan RKA-K/L pagu
anggaran dengan Komisi IX DPR:
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 22
i) Pembahasan tingkat Kementerian;

ii) Pendalaman masing-masing Unit utama.

s) Antara Bulan Juli-Agustus, dilaksanakan penelaahan RKA-K/L


Kemenkes dengan Direktorat Jenderal Anggaran (OJA)
Kemenkeu.

t) Pada Bulan Agustus, dilaksanakan pembahasan RAPBN t+ 1


antara Pemerintah dengan DPR untuk alokasi anggaran dan
selanjutnya Pada Bulan Oktober dilakukan penetapan alokasi
anggaran oleh Pemerintah.

u) Pada Bulan November, dilaksanakan penyesuaian RKA-K/L


berdasarkan alokasi anggaran:

i) Penyesuaian RKA-K/L internal unit utama;

ii) Reviu dan penelitian RKA-K/L alokasi anggaran antara unit


utama, Inspektorat Jenderal, serta Biro Perencanaan dan
Anggaran.

v) Pada Bulan November, dilaksanakan pene1aahan RKA-K/L


antara Biro Perencanaan dan Anggaran didampingi oleh unit
Utama dengan DJA.

w) Pada Bulan November, dilaksanakan pembahasan RKA-K/L


alokasi anggaran dengan Komisi IX DPR:

i) Pembahasan tingkat Kementerian;

ii) Pendalaman masing-masing unit utama.

x) Pada Bulan Desember, dilaksanakan penetapan DIPA


Kemenkes.

2) Di tingkat daerah:

Proses perencanaan dan penganggaran di daerah mengacu pada


Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 23 -
Tahapan, Tata Cara Pcnyusunan, PengendaJian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan harus
memperhatikan jadwal perencanaan dan penganggaran di pusat.

Tahapan perencanaan dan penganggaran di daerah sebagai


berikut :

a) Pada Bulan Januari-Februari dilakukan penyusunan awal


Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan tahapan:

i) Penyusunan rencana keIja di tingkat provinsi dan


kabupaten/ kota.

ii) Sinkronisasi rencana kerja provinsi dan kabupaten/kota.

b) Pada Bulan Maret dilaksanakan Rapat Koordinasi


Pembangunan Daerah (Rakorbangda) provinsi dan
kabupaten/kota. Rancangan awal RKPD dan pagu indikatif
daerah.

c) Pada Bulan April dilaksanakan Musrenbangda provinsi dan


kabupaten/kota.

d) Pada Bulan Mei sampai dengan Desember dilaksanakan


kegiatan perencanaan dan penganggaran di daerah.

Pada kurun waktu tersebut, daerah (Dinkes/RSUD


Provinsi/Kabupaten/Kota) juga harus menyiapkan RKA-K/L
pagu anggaran pada bulan Juni-Juli (setelah pagu anggaran
ditetapkan) dan menyiapkan RKA-K/L alokasi anggaran
pada Minggu ke 2 Bulan Oktober (setelah alckasi anggaran
ditetapkan) untuk dilakukan reviu dan penelitian oleh pusat.

3. Perencanaan dan Penganggaran Berbasis Bukti (Evidence Based)

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan


Nasional (SKN) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan
kesehatan antara pusat dan daerah belum sinkron. Begitu pula dengan
perencanaan jangka panjang/menengah masih belum menjadi acuan
dalam menyusun perencanaan jangka pendek. Demikian juga dengan
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 24
banyak kebijakan yang belum disusun berbasis bukti dan belum
bersinergi baik perencanaan di tingkat pusat dan/ atau di tingkat daerah.

Sesuai dengan Pasal 31 UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN,


disebu tkan bahwa "Perencanaan pembangunan didasarkan pada data
dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan" . Oleh
karena itu, penentuan alokasi anggaran setiap program dan kegiatan
dengan memperhatikan hasH evaluasi pelaksanaan program dan
kegiatan tahun t-l serta target kinerja yang ditetapkan pada tahun t+ 1.
Perencanaan dan penganggaran juga memperhatikan usulan dan satker,
aspirasi masyarakat, dan lintas sektor.

4. Kesesuaian antara Perencanaan dan Penganggaran dengan RPJMN,


Renstra, RKP, dan Renja-K/L

S~lama ini disadari bahwa perencanaan pembangunan kesehatan jangka


panjang, jangka menengah masih belum menjadi acuan perencanaan
jangka pendek sehingga dokumen perencanaan dan penganggaran
jangka panjang (RPJP), jangka menengah (RPJM dan Renstra-KL), jangka
pendek (RKP, Renja-KL serta RKA-K/L) menjadi tidak sinkron.

Dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran harus ada


keterkaitan atau benang merah antara indikator yang ada dalan'l RPJMN,
Renstra, RKP dan Renja K/L. Indikator yang ada pada RKP dan Renja
K/L merupakan indikator komposit untuk mencapai apa yang akflll
dicapai dalam RPJMN maupun Renstra. Dalam penyusunan rencana
kegiatan dan anggaran Kementenan Kesehatan, setiap perencana
kesehatan harus mengacu pada dokumen RPJP Nasional, RPJP Bidang
Kesehatan, RPJMN, Renstra Kemenkes, RKP dan Renja Kemenkes.
Masing-masing dokumen tersebut mempunyai keterkaitan substansi
antara satu dengan yang lainnya, sehingga perencanaan dan
penganggaran Kementenan Kesehatan lebih terarah, komprehensif,
terintegrasi dan sinergis.
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 25
5. Kesesuaian Perencanaan dan Penganggaran antara Pusat dan Daerah

Seperti dinyatakan dalam SKN, perencanaan pembangunan kesehatan


antara pusat dan daerah masih belum sinkron.

'Oalam rangka sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, Undang


Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SKN mengarnanatkan
penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Musrenbang sebagai wahana untuk mempertemukan hasH perencanaan
teknokratis-partisipatif yang dilakukan oleh KjL dengan pemerintah
daerah dan para pemangku kepentingan lainnya dalarn rangka
menyelaraskan perencanaan nasional dan daerah.

Sebelum Musrenbang dapat didahului dengan kajian yang melibatkan


"expert group" setiap dacrah. Expert Group ini akan membahas secara
cermat target dan kinerja yang akan dicapai tiap daerah, yang
memberikan darnpak pada perencanaan penggunaan dana pusat dan
daerah. Expert Group terdiri dari "ahli orang setempat" dan "ahli dan
Kemenkes", sehingga akan memperjelas posisi penggunaan anggaran
daerah dan pusat. Setelah semuanya jelas maka diangkat secara formal
di Musrenbang serta dieksploitasi dan diperjelas di Rakerkesnas .

6. Proses pengusulan dokumen/proposal perencanaan dan penganggaran.

Proses penyarnpaian usulan kegiatan sesuai dengan alur sebagai berikut:


MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 26 -

Gambar 3. Alui Penyamp81an Usulan Kegiatan

lIeriflkaal

Aplikasl elektronlk

Verfflkaal

Apllkasl elektronlk

PersetuJuan CPR (ROP) Proses


R....u/P.,.utlan (I~en/Rcr.nggarl

PersetuJuan OPR (ROP)


AlOI<ASI"
A~ . .

Usulan tersebut akan menjadi acuan untuk penentuan alokasi anggaran


dengan mempertimbangkan kebijakan prioritas nasional bidang
kesehatan.

Kegiatan-kegiatan yang mendesak seperti KLB, wabah, epidemi, bencana,


peningkatan akses pelayanan yang harus segera diatasi serta kebijakan
pimpinan (direktif presiden) yang belum diusulkan melalui aplikasi
elektronik perencanaan Kemenkes, dapat diusulkan oleh pimpinan
daer ah (gubemur/bupati/walikota) kepada Menteri Kesehatan.

Kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan lintas sektor yang belum


diusulkan melalui aplikasi elektronik perencanaan Kemenkes, dapat
ctiusulkan kepada Menteri Kesehatan.

Dalam perencanaan dan penganggaran ada dua proses yaitu pengusulan


dan verifikasi. Pengusulan dokumen/proposal perencanaan dan
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 27
penganggaran dapat dibedakan menjadi pengusulan dari kantor pusat.
kantor daerah (Unit Pelaksana Teknis/UPT). dan SKPD.

a. Proses Pengusulan

1) Usulan dari Kantor Pusat

a) Usulan satker kantor pusat (direktorat, pusat dan biro) dalam


satu program dikoordinasikan oleh unit utama melalui
Sekretariat Inspektorat/Direktorat Jenderal/Badan. Untuk
Sekretariat Jenderal dikoordinir oleh Biro Perencanaan d an
Anggaran .

b) Unit utama. cq. Sekretariat Inspektorat/Direktorat


Jenderal/Badan. memberikan feedback dan/atau rekomendasi
terhadap usulan satker paling lama dalam waktu 7 (tujuh) h ari
kerja sejak dokumen lengkap diterima.

c) Usulan yang telah direkomendasi oleh unit utama akm


diteruskan melalui aplikasi elektronik ke Menteri Kesehatan
cq. Sekretariat Jenderal.

2) Usulan dari Kantor Daerah (UPT)

a) Usu]an satker daerah (UPT) dalam satu Program melalui


Direktorat atau Pusat terkait dan dikoordinasikan oleh unit
utama, dalam hal ini diwakili oleh Sekretariat Direktorat
Jenderal/Badan.

b) Unit utama, dalam hal ini diwakili oleh Sekretariat Direktorat


Jenderal/Badan. memberikan feedback dan/atau rekomendasi
terhadap usulan satker paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari
kerja sejak dokumen lengkap diterima.

3) Usulan dari SKPD (Dinas Kesehatan. Rumah Sakit dan atau Balai)

Berdasarkan SEB 3 menteri (Menteri Keuangan, Menteri Dalam


Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas) maka seluruh usulan
perencanaan harus melalui dinas kesehatan provinsi sebagai
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 28
kepanjangan tangan pemerintah di daerah. Tahapan sebagai
berikut:

a) Usulan satker daerah (Dinas Kesehatan


Provinsi/Kabupaten/Kota dan RS Daerah) dikoordinasikan dan
diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

b) Usulan dari organisasi profesi, LSM dan organisasi Iainnya


disampaikan meialui Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dimana organisasi itu berkeduduk an
dan akan diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

c) Dinas Kesehatan Provinsi melakukan analisis terhadap usulan


satker paling Iambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
dokumen lengkap diterima. Berdasar hasil analisis tersebut,
Dinkes Provinsi memberikan feedback kepada satker pengusul
dan/atau merekomendasi usulan.

d) Dalam menentukan prioritas kebutuhan di masing-masing


provinsi, dilakukan pembahasan bersama antara dinas
kesehatan provinsi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota
dalam suatu forum.

e) Hasil pembahasan dalam forum tersebut disampaikan ke


masing-masing Unit Utama beserta data pendukung (Kerangka
Acuan Kerja/Tenn of Reference (TOR), Rincian Anggaran
Belanja (RAB), Spesifikasi Teknis, Analisis Harga Satuan)
melalui aplikasi elektronik.

f) Usulan yang telah direkomendasi oleh dinas kesehatan


provinsi akan diteruskan secara elektronik ke unit utama
sesuai dengan program/kegiatan yang diusulkan oleh satker.

b. Proses Verifikasi

1) Unit utama, dalam hal ini diwakili oleh Sekretariat Direktorat


Jenderal/Badan, memberikan feedback dan/atau rekomendasi
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 29
terhadap usulan satker paling lama dalam waktu 7 (tujuh} hari
keIja sejak dokumen len,gkap diterima.

2) Sekretariat Inspektoratj Direktorat JenderaljBadan dalam


memberikan feedbackjrekomendasi terhadap usulan dari Kantor
Daerah (UPT) dan SKPD, terlebih dahulu harus melakukan
verifikasi yang meliputi aspek: a. kesesuaian antara usulan satker
dengan RAP, Renstra dan RPJMN berdasarkan IKU dan IKK yang
sudah ditetapkan, b. Kesesuaian dengan tupoksi, c. Efisien, d .
Penggunaan sumber daya yang cost effectiue, e. Fisibilitas (secara
teknis, politis, dan kendaia sosial), f. Equity (Keadilan), dan g.
Filling the Gap (menutup kesenjangan yang ada di daerah).

3) Unit Utama melakukan analisis usulan perencanaan dan


penganggaran yang diterima, disesuaikan dengan prioritas
program masing-masing dan disampaikan kepada Sekretariat
Jenderal.

4) Dalam melakukan analisis dan pengalokasian anggaran. u nit


utama harus berpedoman pada pinsip dasar bahwa belanja
operasional satuan keIja yaitu belanja gaji dan operasional
perkantoran harus dipenuhi terlebih dahulu. Apabila terdapat
kekurangan belanja gaji dan operasional menjadi tanggung jawab
llnit utarna.

5) Dalam melakukan analisis usulan perencanaan dan


penganggaran. Sekretariat Unit Utama berkoordinasi dengan
Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran .

6) Satker yang mengusulkan kegiatan tertentu (sebagaimana


tercantum pada bagian Kebij akan Khusus) harus dilampiri surat
rekomendasi dari satuan keIja terkait sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

7) U~ulan yang telah direkomendasi oleh unit utarna ak.a n diteruskan


secara elektronik ke Menteri Kesehatan cq. Sekretariat Jenderal.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

- 30
8) Sekretariat Jenderal cq. Biro Perencanaan dan Anggaran akan
melakukan verifikasi terhadap usulan dari unit utama. Verifikasi
yang dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Anggaran meliputi
aspek: a. kesesuaian antara usulan unit utama dengan Renstra
dan RPJMN berdasarkan IKU dan IKK yang sudah ditetapkan, b .
Kesesuaian dengan tupoksi, c. Efisien, d. Penggunaan sumber
daya yang cost effective, e. Fisibilitas (secara teknis, politis, dan
kendala sosial) , f. Equity (Keadilan), dan g. Filling the Gap
(menutup kesenjangan yang ada di daerah).

9) Berdasarkan hasil verifikasi Sekretaris Jenderal, atas nama


Menteri Kesehatan, menetapkan pagu indikatif internal per
program dan kegiatan berdasarkan analisis usulan perencanaan
dan penganggaran yang disinkronkan dengan prioritas nasional .
Pagu indikatif internal tersebut diusulkan kepada Bappenas dan
Kementerian Keuangan.

10) Usulan perencanaan dan penganggaran direviu/diteliti oleh


Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran dalam
rangka menetapkan urutan prioritas kegiatan.

c. Penggunaan aplikasi elektronik dalam proses perencanaan dan


penganggaran yang bertujuan untuk:

1) melaksanakan perencanaan berbasis bukti (evidence based


planning) dalam bentuk data elektronik usulan yang terdiri dari
kerangka aCUan ~<erja dan/ atau data pendukung; dan

2) memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good


governance) yang diimplementasikan melalui mekanisme u s ulan
beIjenjang pada tataran birokrasi (bottom up dan top down) dengan
mempertimbangkan asas ketaatan, kelayakan, dan kepatutan .

d. Berdasarkan SEB-Bappenas dan Kemenkeu, Sekretariat Jenderal


melakukan analisis perbandingan antara pagu indikatif SEB
Bappenas dan Kemenkeu dengan pagu indikatif internal serta
menyampaikan hasilnya kepada unit utama.
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 31
n. Masing-masing Unit Utama menyiapkan dokumen RKA-K/ L sesuai
dengan pagu indikatif sebagai bahan trilateral meeting d an
penyusunan Renja K/L.

o. Dokumen RKA-K/L pagu indikatif akan dilakukan direviu/diteliti oleh


In spektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran dengan
dikoordinasi oleh Sekretariat Unit Utama.

p. Setelah SEB tentang pagu anggaran (pagu sementara) diterbitkan


oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan, masing-masing unit
utama menyesuaikan RKA-K/L sesuai dengan pagu anggaran dan
diteliti oleh Sekretariat Unit Utama. Sekretariat Unit Utama akan
menyampaikan dokumen RKA-K/L yang sudah diteliti tersebut ke
Sekretariat Jenderal untuk direviu/diteliti kembali oleh Inspektorat
Jcnderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran.

q. Apabila terjadi peruba}::an dari pagu anggaran ke alokasi anggaran


(pagu definiill), maka satker/unit utarna yang mengalami perubahan
anggaran perlu segera melakukan penyesuaian RKA-K/L dengan
dikoordinasikan oleh Sekretariat Unit Utama. Selanjutl.1ya
perubahan/penyesuaian RKA-K/L tersebut harus direviu/diteliti oleh
Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran.

B.Kebijakan Khusus

Perencanaan dan penganggaran pada beberapa kegiatan tertentu


memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

1. Tanah, Gedung dan Bangunan

Pengadaan tanah, gedung dan bangunan memperhatikan peraturan


perundangan yang berlaku, antara lain: Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 2 tahun 2011 ten tang Pedoman
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan lzin Lokasi,
Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Tanah, serta kebijakan teknis
.'

MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 32 -
Kemenkes yang mengatur tentang standar bangunan RS , Puskesmas,
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan lain-lain.

Selain itu, Kemenkes nenetapkan kebijakan khusus sebagai berikut:

a. Perencanaan pengadaan tanah memperhatikan:

1) Aksesibilitas yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari


Kepala Satker.

2) Aspek legal (keab~;ahaIl kepemilikan).

b. Perencanaan pengadaan gedung baru memperhatikan:

1) Rencana kebutuhan tahunan barang milik Negara (BMN)

2) Sertiflkat kepemilikan tanah.

3) Surat/rekomendasi Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU)


yang memuat Rencana Anggaran Biaya (RAB).

4) Surat pemyataan ketersediaan dana.

5) Surat pernyataan memenuhi kelayakan standar teknis dari unit


terkait.

c. Perencanaan renovasi gedung dan bangunan memperhatikan:

1) Data Sistem Informasi Manajemen dan Akun tansi Barang Milik


Negara (SIMAK-BMN).

2) Surat/ rekomendasi Kemen PU yang memuat Rencana Anggaran


Biaya (RAB).

3) Khusus kantor pusat dimintakan persetujuan Sekretaris Jenderal


u.p. Kepala Biro Umum.

2) Kendaraan Bermotor

a. Pengadaan kendaraan bermotor memperhatikan:

1) Data SIMAK-BMN dan jumlah jabatan dalam struktur organisasi.

2) Surat Keputusan (SK) penghapusan dari Kemenkes.

3) Risalah lelang dari Kemenkeu.


MENTERIKESEHATAN

REPUBUK INDONESIA

- 33
b. Kementerian Kesehatan menetapkan ketentuan pengc..daan
kendaraan bennotor sebagai berikut:

1) Kendaraan dinas pejabat hanya diperuntukkan untuk eselon I dan


II.

2) Kendaraan dinas pejabat dan operasional Kantor Pusat dikoordinir


dan anggarannya dialokasikan pada satker Biro Umum sesuai
dengan surat usulan dari Satker.

3) Pengadaan kendaraan untuk kantor daerah (UPT) perlu


rekomendasi dari Biro Umum. Khusus satker baru diperlukan
surat pernyataan dan Kepala Satker yang menyatakan belum
pernah mengadakan kendaraan bennotor untuk operasional
kantor.

4) Pengadaan ambulans untuk Kantor Pusat dikoordinir dan


anggarannya dialokasikan pada satker Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan (Ditjen BUK) sesuai dengan surat usulan dan
Satker.

5) Pengadaan ambulans untuk Kantor Daerah (UPT) perlu


rekomendasi dari Ditjen BUK melalui unit utama terkait.

6) Kendaraan dengan kriteria khusus dapat diadakan masing-masing


satker sesuai dengan standar yang disetujui oleh eselon I terkait.

3) Peralatan dan Mesin

a. Aiat pengolah data memperhatikan:

1) Data SIMAK-BMN dan jumlah jabatan/pegawai.

2) SK penghapusan dari Kemenkes.

3) Risalah lelang penghapusan dari Kemenkeu.

4) Pengadaan alat pengolah data diutamakan peralatan dengan


spesifikasi bersifat primer, yaitu spesiflkasi standar untuk
pelaksanaan operasional perkantoran.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 34
5) Pengadaan alat pengolah data dengan spesifikasi khusus
tennasuk jaringan internet dan software/ aplikasi, kamera
canggih, handycam, pengacau sinyal dan alat sejenisnya
memerlukan rekomendasi Pusat Data dan Infonnasi.

b. Alat kesehatan

1) Pengadaan alat kesehatan mengacu kepada standar yang


dit~tapkan oleh unit utama Kemenkes terkait dan mengutamakan
produk dalam negeri .

2) Harga satuan alat kesehatan yang diusulkan harus menyertakan


referensi harga sebagai dasar penetapan harga satuan. Referensi
harga dapat diperoleh dari hasil survey harga pasar, penawaran
langsung perusahaan (sole agents), data
elektronik/intemet/website, atau kontrak tahun sebelumnya.
3) Penetapan harga satuan yang akan dicantumkan dalam dokumen
perencanaan dan penganggaran harus dilengkapi dengan
justifikasi yang ditandatangani oleh Kepala Satker.

c. Biaya pemeliharaan barang milik negara memperhatikan data


SIMAK-BMN.

4) Perj alanan Dinas

Pengalokasian anggaran peIjalanan dinas dilakukan dengan se-efisien


mungkin. Pengalokasian biaya perjalanan dinas memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

a. Alokasi anggaran perjalanan dinas luar negeri ditampung pada


Sekretariat Unit Utama atau Biro Umum, kecuali Pusat Kesehatan
Haji, Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
(Pusrengun Nakes), dan Pusat Kerjasama Luar Negeri (PKLN).

b. Transport ke Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)


disesuaikan dengan tarif Peraturan Daerah (Perda) dan harga
pasar(at cost}.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 35
c. Jumlah perjalanan dinas dan pertemuan mempertimbangkan
kesesuaian dengan jumlah pegawai dan hari kerja dalam satu tahun.

d. Biaya transport dengan tiket pesawat sesuai dengan SBM. Untuk


rata-rata biaya perjalanan dinas nasional akan mengacu kepada
kebijakan perencanaan tahunan yang ditetapkan oleh Sekretaris
Jenderal.

e. Kegiatan di luar kantor dilaksanakan secara selektif. Kriteria


kegiatan yang dapat dilaksanakan di luar kantor akan mengacu
kepada kebijakan perencanaan tahunan yang ditetapkan oleh
Sekretaris Jenderal.

5) ATK, Bahan, dan Sewa

a. Bahan/alat tulis kantor/seminar kit memperhatikan kewajaran


antara jumlah peserta pertemuan dan jenis pertemuan dengan
mempertimbangkan standar harga yang telah ditetapkan oleh Biro
Umum.

b. Besaran biaya sewa yang tidak diatur di dalam Standar Biaya


Masukan (SBM), dapat mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan
tentang daftar perkiraan harga satuan barang dan jasa keperluan
peralatan dan perlengkapan kantor di lingkungan Kementerian
Kesehatan.

c. Rincian lebih lanjut ten tang besaran harga ATK, bahan, dan sewa
terkait pelaksanaan paket pertemuan akan diatur dalarn kebijakan
tahunan yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal.

6) Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan

Honor tim pelaksana kegiatan yang dibayarkan per bulan dalam satu
tahun dibatasi sebagai berikut:

a. Pejabat eselon 1 dan eselon 2 diluar honor KPA maksimal 2 jenis


honor.
MENTERIKESEHATAN

REPUBUK INDONESIA

- 36
b. Pejabat eselon ~, eselon 4, dan pelaksana diluar honor pengelola
keuangan, SIMAK-BMN, dan PengadaaanjPenerimaan Barang dan
Jasa maksimal 3 jenis.

c. Tim pelaksana kegiatan yang dapat dibayarkan honor per bulan


mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan.

7) Honorarium Narasumber

a. Honor narasumber sesuai dengan standar biaya dan jam pelajaran,


dengan memperhatikan asas kelayakan dan kepatutan, misalnya
dengan memperhatikan jumlah hari kegiatan.

b. Besaran honor yang diberikan kepada narasumber dalam pertemuan


disediakan oleh penyelenggara sesuai aturan standar biaya.

8) Honorarium Panitia Kegiatan

Kegiatan pertemuan yang dapat membentuk panitia pelaksana kegiatan


dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta minimal sebanyak 50 orang dengan sasaran utama atau


minimal 50% peserta dad lintas unit eselon I, lintas sektor dan atau
masyarakat.

b. Honor panitia kegiatan mengacu pada standar biaya.

c. Jumlah panitia tidak boleh melebihi 10% dari jumlah peserta.

Untuk kegiatan pertemuan internasional, anggota delegasi RI, Liason


Officer serta Security Officer tidak tennasuk sebagai anggota panitia.

9) Penyusunan PedomanjBukujJuknis

Tahapan Penyusunan NSPKjBuku PedomanjJuknis maksimal 4 kali


pertemuan, yaitu Persiapan, Penyusunan, Finalisasi, dan Sosialisasi,
kecuali produk-produk hukum seperti Rancangan Undang-L'ndang
(RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) , Peraturan Presiden
(Perpres), Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi Presiden (Inpres).

Jika pertemuan lebih dari 4 kall, maka selebihnya dilaksanakan di


dalam kantor.
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 37
10) Bagan Alrun Standar

Penggunaan Bagan Akun Standar (BAS) mengacu pada Peraturan


Menteri Keuangan yang berlaku.

11) Koordinasi dan Rekomendasi

Kegiatan yang diusulkan oleh setiap Satker harus sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi (tupoksi). Berikut adalah kegiatan yang memerlukan
koordinasi atau rekomendasi dari satker terkait:

a. Pendidikan dan pelatihan SDM berkoordinasi dengan Badan


Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK).

b. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat berkoordinasi


dengan Pusat Promosi Kesehatan.

c. Kegiatan terkait penanggulangan krisis kesehatan berkoordinasi


dengan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

d. Pengadaan obat, vaksin dan reagen reguler berkoordinasi dengan


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen
Binfar dan Alkes) , kecuali reagen yang merupakan satu kompon en
dengan alat kesehatan di unit eselon 1 masing masing.

e. Pengadaan peralatan kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal


Emergensi Komprehensif (PONEK) dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) berkoordinasi dengan Direktorat Bina
Upaya Kesehatan Dasar Ditjen BUK.

f. Pengadaan alat pengolah data dengan spesifikasi khusus termasuk


jaringan internet dan software/ aplikasi, kamera canggih, handy cam,
pengacau sinyal dan alat sejenisnya memerlukan rekomendasi Pusat
Data dan Informasi.

g. Penelitian dan kajian berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan.
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 38
12) Belanja Mengikat

a. Belanja pegawai mengacu pada Gaji Pokok Pegawai (GPP). Helanja


pegawai transito dialokasikan di unit utama berkoordinasi dengan
Biro Umum.

b. Setiap satuan kerja dan/ atau unit utama memperhatikan


keterscdiaan anggaran untuk pembayaran tunjangan kinerja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

13) Tenaga Kontrak (Pramubakti, Sopir, Satpam, Tenaga Kebersihan)

a. Jumlah tenaga pramubakti maksimal 10% dari jumlah pegawai. Hila


satker memerlukan tenaga pramubakti melebihi 10% dari jumlah
pegawai maka dilengkapi dengan analisa kebutuhan.

b. Tenaga sopir hanya diperuntukkan bagi pejabat eselon I dan eselon


II.

c. Tenaga sopir untuk kendaraan operasional di kantor pusat


maksimal 4 orang per satker.

d. Tenaga sopir untuk kendaraan operasional di kantor daerah


maksimal 2 orang per satker. Hila jumlah sopir melebihi 2 orang,
perlu didukung dengan justiflkasi yang ditandatangani oleh Kepala
Satker yang bersangkutan.

e. Tenaga sopir untuk kendaraan operasional khusus


(ambulans/jenazah, mobil jemputan pegawai, op erasional
laboratorium lapangan) disesuaikan dengan hasil analisis
kebutuhan.

f. Jumlah tenaga satpam disesuaikan dengan hasH analisis


kebutuhan.

g. Jumlah tenaga kcbersihan disesuaikan dengan hasil analisis


kebutuhan.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 39
BAB IV
REVIU DAN PENELITIAN DOKUMEN PERENCANAAN ANGGARAN

Reviu dan penelitian dokumen perencanaan anggaran bertujuan untuk


meningkatkan kualitas perencanaan dan menjarnin kepatuhan terhadap
kaidah-kaidah penganggaran.

Hal-hal yang akan direviu dan diteliti dalarn dokumen perencanaan


anggaran:

1. Konsistensi antara sasaran kinerja K/L dengan sasaran RKP tennasuk


prakiraan maju untuk tiga tahun ke depan;

2. Kesesuaian sasaran kinerja dalam RKA-K/L dengan sasaran kinerja


Renja K/L dan RKP;

3. Kesesuaian data anggaran dalam RKA-K/L dengan Pagu Anggaran yang


ditetapkan oleh Pejabat Kementerian Keuangan dan atau Kementerian
Kesehatan;

4. Konsistensi antara komponen kegiatan dengan tugas pokok dan fungsi


satuan kerja;

5. Relevansi tahapan/komponen kegiatan dengan output yang akan dicapai;

6. Kelayakan dan kepatuhan terhadap kaidah-kaidah penganggaran antara


lain penerapan Standar Biaya Masukan (SBM) dan Standar Biaya
Keluaran (SBK), jenis belanja, hal-hal yang dibatasi atau dilarang,
kontrak tahun jarnak, pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang
didanai dari PNBP, Badan Layanan Umum (BLU), P/HLN,
Pinjaman/Hibah Dalam Negeri (P/HDN), dan Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN).

Pengaturan proses reviu dan penelitian dokumen perencanaan anggaran


adalah sebagai berikut:
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 40
1. Wewenang dan tanggung jawab

Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, dan kepatuhan dalam


penerapan kaidab perencanaan penganggaran, RKA-K/L yang telah
ditandatangani oleh pejabat eselon I atau pejabat lain yang memiliki
alokasi anggaran dan sebagai penanggung jawab program disampaikan
kepada unit Aparat Pengawasan Intern Kementerian Negara/Lembaga
(API K/L) dan Sekretariat Jenderal c.q Biro Perencanaan dan Anggaran
untuk diteliti.

Penelitian dimaksud difokuskan untuk memastikan kebenaran RKA-K/L


beserta kelengkapan dokumen pendukungnya.

2 . Mekanisme reviu dan penelitian

Pada setiap tahapan penetapan pagu, masing-masing unit utama


melakukan pembahasan internal. Catatan hasil pembahasan, rincian
alokasi pagu per satker, serta RKA-K/L disampaikan secara resmi
den gan surat permohonan untuk dilakukan reviu dan penelitian kepada
Sekretaris Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Biro Perencanaan
dan Anggaran. Sekretaris Jenderal berkoordinasi dengan Inspektur
Jenderal untuk melakukan reviu dan penelitian.

a. Reviu dan penelitian Pagu Indikatif

Sebelum penetapan pagu indikatif, masing-masing unit utama


memfasilitasi pelaksanaan reviu dan penelitian terhadap usulan dari
satker.

Unit utama menyampaikan hasil pembabasan pagu indikatif kepada


Sekretaris Jenderal untuk dilakukan reviu dan penelitian oleh Biro
Perencanaan dan Anggaran. Fokus reviu dan penelitian pada
keterkaitan usulan kegiatan dengan indikator program dan kegiatan
unit utama tersebut.

Pokok-pokok yang menjadi fokus reviu dan penelitian adalab:

1) Kesesuaian dengan pagu yang ditetapkan.


MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 41
2) Kesesuaian dengan Kerangka Pembangunan Jangka Menengah
(KPJM)

3) Kesesuaian usulan dengan tugas dan fungsi.

4) Kesesuaian usulan program dan kegiatan inisiatif baru yang telah


diset:ujui oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan.

5) HasH pencapaian indikator program dan kegiatan tahun


sebelumnya menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam
melakukan reviu dan penelitian.

6) Kesesuaian tahapan kegiatan dengan output kegiatan.

7) Kesesuaian output kegiatan dengan indikator kegiatan .

8) Kelengkapan dokumen pendukung berupa TOR, RAB, dan lain


lain.

9) Kesesuaian usulan program dan kegiatan dengan


kebijakan/peraturan penganggaran.

10) Kesesuaian sumber dana (RM, PNBP/BLU, P/HLN, dan


se bagainya).

b. Reviu dan penelitian Pagu Anggaran

Reviu dan penelitian pada tahap Pagu Anggaran dilakukan oleh


Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran, dengan

fokus:

1) Kesesuaian dengan pagu yang ditetapkan.

2) Kesesuaian dengan Kerangka Pembangunan Jangka Menengah

(KPJM)

3) Kesesuaian usulan dengan tugas dan fungsi.

4) Kesesuaian usulan program dan kegiatan inisiatif baru yang telah


disetujui oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan .
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 42
5) HasH pencapaian indikator program dan kegiatan tahun
sebelumnya menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam
melakukan reviu dan penelitian.

6) Kesesuaian tahapan kegiatan dengan output kegiatan.

7) Kesesuaian output kegiatan dengan indikator kegiatan.

8) Kelengkapan dokumen pendukung berupa TOR, RAB, dan lain


lain.

9) Kesesuaian usulan program dan kegiatan dengan


kebijakanjperaturan penganggaran.

10) Kesesuaian sumber dana (RM, PNBP/BLU, PjHLN, dan


se bagainya).

c. Reviu dan penelitian Alokasi Anggaran

Reviu dan penelitian pada tahap Alokasi Anggaran dHakukan oleh


Inspektorat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Anggaran, dengan
fokus untuk:

1) Memastikan hasH reviu dan penelitian pada pagu anggaran telah


ditindaklanjuti.

2) Melakukan reviu dan penelitian terhadap usulan perubahan dan


komponen kegiatan baru (belum ada pada pagu anggaran).

3. Jadwal reviu dan penelitian

a. Pra pagu indikatif

Unit Utama. diharapkan telah melaksanakan pembahasan internal


p ra pagu indikatif paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan
reviu dan penelitian pagu indikatif. HasH pembahasan
didokumentasikan ke dalam laporan hasH pembahasan internal unit
u tama dan langsung dituangkan ke dalam aplikasi anggaran (RKA
KjL). Dokumen hasil pembahasan internal unit utama dan RKA-KjL
disampaikan ke Sekretaris Jenderal sebelum dilakukan reviu dan
penelitian pagu indikatif.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 43
b. Pada pagu indikatif

Reviu dan penelitian pagu indikatif dilaksanakan tiga minggu setelah


diterimanya SEB Men PPN/Kepala Bappenas dan Menkeu. (Perkiraan
Bulan Maret-April).

c. Pada pagu anggaran

Reviu dan penelitian pagu anggaran dilaksanakan satu minggu


setelah pagu anggaran ditetapkan oleh Kemenkeu (Perkiraan Bulan
Juni-Juli) .

d. Pada alokasi anggaran

Reviu dan penelitian alokasi anggaran dilaksanakan segera setelah


ditetapkan pagu alokasi anggaran oleh Kemenkeu (Perkiraan Bulan
November).

4. Format reviu dan penelitian

Format danl atau sistematika catatan hasil reviu dan penelitian


mengacu pada ketentuan yang berlaku .

a. Pagu Indikatif
Format penelitian pada pagu indikatif setidaknya harus memuat:
1) Judul

2) ldentitas satker

3) Jumlah pagu anggaran

4) Tanggal penelitian

5) lsi penelitian

6) Kesimpulan dan rekomendasi

7) Penandatangan:

a) Tim peneliti dari Biro Perencanaan dan Anggaran;

b) KPA Satker atau pejabat yang mewakili;

c) Kabag Pl/PA Unit Utama;


MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 44
d) Kabag di Biro Perencanaan dan Anggaran yang menjadi
pengampu unit utama yang menjadi obyek penelitian.

h. Pagu Anggaran dan Alokasi Anggaran


1) Format penelitian pada pagu anggaran dan alokasi anggaran
setidaknya harus memuat:
a) Judul

b) 'Identitas satker

c) Jumlah pagu anggaran

d) Tanggal penelitian

e) lsi penelitian

f) Kesimpulan dan rekomendasi

g) Penandatangan:

i) Tim penelitian dari Biro Perencanaan dan Anggaran;

ii) KPA Satker atau pejabat yang mewakili;

iii) Kabag PI/PA Unit Utama;

iv) Kabag di Biro Perencanaan dan Anggaran yang menjadi


pengampu unit utama yang menjadi obyek penelitian.

2) Format reviu pada pagu anggaran dan alokasi anggaran


setidaknya harus memuat:
a) Judul

b) Identitas satker

c) Jumlah pagu anggaran

d) Tanggal reviu

e) lsi reviu

f) Kesimpulan dan rekomendasi

g) Penandatangan:

MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

- 45
i) Tim reviu dan peneiitian dari API-KL (Inspektorat
Jenderal) dan Biro Perencanaan dan Anggaran;

ii) KPA Satker atau pejabat yang mewakili;

iii) Kabag PI/PA Unit Utama;

iv) Kabag di Biro Perencanaan dan Anggaran yang menjadi


pengampu unit utama yang menjadi obyek reviu dan
penelitian.

5. Lain-lain

b . Dalam hal proses validasi terdapat data yang tidak sesuai dengan
kaidah-kaidah RKA-K/L, dokumen hasil pembahasan internal
dikembalikan kepada unit untuk dilakukan perbaikan;

c. Hasil penelitian/peneiaahan RKA-K/L dituangkan dalam Catatan


Hasil Reviu dan penelitian dan ditandatangani oleh para
peneliti/penelaah dan para pejabat yang bertugas sesuai
kewenangan ye.ng diberikan oleh pimpinan unit utama/Eseion I
masing masing.
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 46
BABV

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Evaluasi sama pentingnya dengan fungsi~fungsi manajemen lainnya, yaitu


perencanaan, pengorganisasian atau pelaksanaan, pemantauan (monitoring)
dan pengendalian. Terkadang fungsi monitoring dan fungsi evaluasi sulit
untuk dipisahkan. Sebagai bagian dari fungsi manajemen, fungsi evaluasi
tidaklah berdiri sendiri. Fungsi-fungsi seperti fungsi pemantauan dan
pelaporan sangat erat hubungannya dengan fungsi evaluasi. Di samping
untuk melengkapi berbagai fungsi di dalam fungsi-fungsi manajemen, evaluasi
sangat bermanfaat agar organisasi tidak mengulangi kesalahan yang sama
setiap kali.

Evaluasi adalah proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang
diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan, GAO (1992:4). Evaluasi
akan menghasilkan umpan balik dalam kerangka efektivitas pelaksanaan
kegiatan organisasi.

Menurut Department of Health & Human Services, evaluasi adalah p roses


un~uk mengumpulkan informasi. Sebagaimana dengan proses pada
umumnya, evaluasi harus dapat mendefinisikan komponen-komponen fase
dan teknik yang akan dilakukan .

Pengertian lain dikemukakan oleh Peter H. Rossi (1993:5) menyebutkan bahwa


evaluasi merupakan suatu aplikasi penilaian yang sistematis terhadap konsep,
desain, implementasi, dan manfaat aktivitas dan program dari suatu instansi
pemerintah. Oengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk menilai dan
meningkatkan cara-cara dan kemampuan berinteraksi instansi pemerintah
yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerjanya.

Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis, pemberian nilai, atribut,


apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi atas
permasalahan yang ditemukan. Oalam berbagai hal, evaluasi dilakukan
melalui monitoring terhadap sistem yang ada. Namun demikian, evaluasi
kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan informasi
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 47
yang dihasilkan oleh sistern informasi pada organisasi instansi saja. Data dari
luar instansi akan rnenjadi sangat penting untuk digunakan dalarn melakukan
analisis dan evaluasi. Evaluasi rnungkin saja dilakukan dengan tidak terlalu
rnernentingkan keakuratan data yang ada, namun dengan lebih bijaksana
dalarn rnernperoleh data, sehingga data yang hanya berkriteria cukup dapat
saja digunakan dalam pelaksanaan evaluasi. Penggunaan data dan informasi
r,una rnelakukan evaluasi lebih diprioritaskan pada kecepatan untuk
mernperoleh data dan kegunaannya. Oengan demikian , hasH evaluasi akan
lebih cepat diperoleh dan tindakan yang diperlukan untuk perbaikan dapat
segera dilakukan.

A. Sistern Akuntabilitas Kinerja Instansi Pernerintah

Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999


tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pernerintah mewajibkan setiap
instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara
untuk rnernpertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya
scrta kewenangan pengelolaan surnber daya dengan didasarkan suatu
perencanaan strategis yang ditetapkan oleh rnasing-masing instansi.
Dengan dernikian, sejak tahun 2000/2001, setiap instansi pernerintah
rnenyarnpaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada
Presiden dan salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan
Pernbangunan dengan rnenggunakan pedornan penyusunan sistern
akuntabilitas kinerja.

Pertanggungjawaban dimaksud berupa laporan yang disampaikan kepada


atasan rnasing-masing, lernbaga-Iembaga pengawasan dan penilai
akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada Presiden selaku kepala
pernerintahan. Laporan tersebut rnenggambarkan kinerja instansi
pernerintah yang bersangkutan melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pernerintah iSAKIP).

Pelaksanaan SAKIP dilakukan dengan:

1. Mernpersiapkan dan menyusun perencanaan strategis;


MENTERI KESEHATAN

REPU6L1K INDONESIA

- 48
2. Merumuskan visi, misi, faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan,
sasaran dan strategi instansi Pemerintah;

3. Merumuskan indikator kineIja instansi Pemerilltah dengan berpedoman


pada kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan vital bagi
pencapaian visi dan misi instansi Pemerintah;

4. Memantau dan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan


seksama;

5. Mengukur pencapaian kineIja, dengan:

a. Perbandingan kinerja aktual dengan rencana atau target

b. Perbandingan kineIj,a aktual dengan tahun-tahun sebelumnya

c. Perbandingan kineIja aktual dengan kinerja di negara-negara lain


atau standar internasional

6. Melakukan evaluasi kineIja dengan:

a. Menganalisa hasil pengukuran kineIja

b. Menginterpretasikan data yang diperoleh

c. Membuat pembobotan (ratin.g) keberhasilan pencapaian program

d. Membandingkan pencapaian program dengan visi dan misi instansi


pemerintah.

Alat untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah


laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).

Dalam konsep pemerintahan yang berorientasi kepada hasil (Result


Orien.ted Government), SAKIP merupakan alur sistem yang dimulai sejak
perencanaan kinerja dengan menetapkan Rencana Strategis (Renstra),
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan KineIja (PK). Pada
pelaksanaannya, diperlukan instrumen untuk pengukuran kineIja berupa
Indikator KineIja (IK) dan Indikator KineIja Utama (IKU). Setelah melalui
fase peJaksanaan, dilanjutkan dengan peJaporan kineIja yang
menggunakan format atau alat berupa Laporan Akuntabilitas KineIja
(LAK). Do~men LAK tersebut akan menjadi bahan baku penyusunan
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 49 -
Laporan Hasil Evaluasi (LHE). Dengan memanfaatkan LHE, setiap instansi
akan menyusun perencanaan kineIja untuk tahun berikutnya.
Demikianlah siklusnya akan berulang kembali mengikuti pola tersebut.
Gambaran pola siklus tersebut sebagaimana ilustrasi di bawah ini.
Gambar 4. Alur SAKIP

I
RESULT ORIENTED GOVENMI:NT

Dalam pelaksanaannya SAKIP tidak dapat terlepas dari sistem perencanan


dan penganggaran. Pada tahap perencanaan, SAKIP berkaitan dengan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sesuai Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2004. Sedangkan pada tahap pelaksanaan,
SAKIP berhubungan dengan Sistem Penganggaran yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Keterkaitan SAKIP dengan sistem
perencanaan dan penganggaran dapat digambarkan dalam bagan berikut:
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 50 -
Gambar 5. Keterkaitan SAKIP dengan Siatem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) dan Siatem Penganggaran

,,
"" . Slstem Perencanaan , .. ------- - ........
....

,
,, Pembangunan Naslonal
I

I
I Slstem Penganggaran
I
RPJP

I
I
I
I
I

n \
\
\
I
I
I DIPAjPOK I
I
I
I I
I
I
I I
\ .. I
\

, , ,'. "..
'(
I

,,
\
\
,, , , I ,
,
, "
,.. , I

Penetapan K1nerja
"\ \

..
I " \
I ' .. \
I ..
I
I
D I

I
I

I Pengukuran dan I
\ I
\ Pengumpulan Data Klnerja I
I
\
, ,
,,
I

,
""
" .. . . , ,,
Slstem Akuntabllltas Klnerja Instansl Pemerlntah
............... ..' "

.... "

----------------------- ---
~~
~~

---

B. Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Anggaran

Dalam proses perencanaan dan penganggaran baik yang dilakukan di


tingkat Pusat maupun daerah, perlu dilakukan pernantauan dan evaluasi
agar dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran berjalan
sebagairnana mestinya. Pernantauan dilakukan untuk rnengidentifikasi
secara dini kendalaJ permasalahan dalam proses perencanaan dan
penganggaran yang selanjutnya segera dilakukan upaya untuk mengatasi
masalah tersebut. Pemantauan penyusunan perencanaan penganggaran
dilakukan untuk menjamin kualitas perencanaan dan penganggaran yang
akan dihasilkan. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk rnernberikan urnpan
MENTERIKESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 51
balik terhadap penyusunan perencanaan dan penganggaran untuk
perbaikan tahun berikutnya. Dengan demikian perencanaan dan
penganggaran akan menjadi berkualitas, transparan dan akuntabel,
proporsional dan semakin efisiensi dan efektif dalam penggunaan
anggaran.

Pemantauan dilakukan untuk memastikan bahwa:

l. Proses perencanaan sesuai dengan tahapan yang telah dilakukan.

2. Perencanaan yang disusun dapat mengefektifkan sumber daya yang ada.

3. Perencanaan yang disusun sesuai dengan prioritas masalah.

4. Perencanaan yang disusun dapat dilaksanakan.

5. Perencanaan yang disusun terintegrasi, sinkron dan sinergi dengan


kegiatan yang dibiayai dari sumber pendanaan lainnya.

6. Mampu mengantisipasi masalah-masalah yang timbul dalam proses


perencanaan yang dilakukan.

Pelaksanaan pemantauan dimulai dari proses perencanaan baik melalui


supervisi maupun pertemuan/koordinasi sampai dengan penuangannya ke
dalam RKA-K/L. Dalam pelaksanaannya, pemantauan dilakukan oleh Biro
Perencanaan dan Anggaran bersama-sama dengan unit 1.ltama. Sedangkan
provinsi, perlu melakukan pemantauan dalam perencanaan dan
pelaksanaan di kabupaten/kota.

Kegiatan pemantauan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan. Petugas


harus mampu memberikan saran pemecahan masalah pada setiap
kendala/ masalah yang ditemukan dalam penyusunan perencanaan dan
penganggaran.

Pelaksanaan evaluasi perencanaan dan penganggaran dilakukan untuk


memberikan umpan balik terhadap hasil perencanaan dan penganggaran
yang telah disusun, sehingga perencanaan dan penganggaran yang akan
disusun pada tahun yang akan datang menjadi lebih baik.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDOt4ESIA

- 52
Dalam melakukan evaluasi, maka hal-hal yang Pl!rlu diperhatikan, antara
lain:

1. Perencanaan yang disusun tidak tumpang tindih dengan kegiatan yang


bersumber dan pembiayaan lainnya, scperti APBD.

2 . Perencanaan yang disusun didukung dengan data yang berbasis bukti


(evidence based).

3. Sinkronisasi antara menu kegiatan Dekon dan TP sesuai kebutuhan


daerah.

4 . Perencanaan yang disusun mempunyai daya ungkit tinggi untuk


tercapainya target pembangunan kesehatan.

Evaluasi perencanaan dan penganggaran dilakukan di tingkat pusat,


provinsi dan kabupaten/kota. Evaluasi perencanaan dan penganggaran di
Kemenkes dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Anggaran. Provinsi
melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan penganggaran yang
disusun oleh kabupaten/kota. Kegiatan evaluasi dapat dilakukan dengan
menelaah dokumen yang ada, hasil laporan pelaksanaan kegiatan maupun
kunjungan lapangan.

Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan didukung


tools/alat/sarana yang tepat agar dapat berjalan secara efektif dan terarah.
Dengan demikian pemantauan dan evaluasi yang dilaku~an dapat tepat
sasaran dan mampu mendapatkan informasi penting guna perbaikan dan
umpan balik dalam penyusunan perencanaan d an penganggaran.
MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

- 53
BAB VI
PENUTUP

Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan secara terintegrasi dan


bersinergi an tara pusat, provinsi dan kabupaten/ kota termasuk RS.
Penyelenggaraan yang dimaksud adalah sejak dimulainya proses penyusunan
perencanaan sampai dengan evaluasi.

Pedoman ini disusun agar para perencana kesehatan di Kemenkes (baik di


kantor pU:3at maupun kantor daerah), dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota termasuk RS mempunyai acuan dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran APBN, baik yang bersumber dar~ RM,
PNBP/BLU dan P/HLN. Dengan demikian kegiatannya dapat terintegrasi dan
secara efektif memberikan konstribusi dalam pencapaian hasil-hasil
pembangunan kesehatan yang telah ditetapkan.

Pedoman ini sebagai acuan para perencana kesehatan di semua tingkat baik di
pusat dan daerah, sehingga perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
terus menerus agar perencanaan pembangunan kesehatan semakin bermutu.

I
>,
, .NAFSIAH MBOI
~:'i

Anda mungkin juga menyukai