Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley
pada tahun 1925.
Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran
limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah
agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di
Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983)
sebelum pertama sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia
banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi
penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk
tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua
periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500
tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua
diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan
fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi
Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa,
Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Thalassemia
2. Apa penyebab dari penyakit Thalassemia
3. Bagaimana tanda dan gejala penyakit Thalassemia
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya Thalassemia
5. Apa saja klasifikasi dari Thalassemia
6. Apa komplikasi dari penyakit Thalassemia
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Thalassemia
8. Bagaimana pencegahan Thalassemia
9. Bagaimana cara pengobatan pada Thalassemia

C. Manfaat Penulisan
Untuk memahami dan mengetahui tentang Asuahan keperawatan pada anak
gangguan sitem hematologi Thalassemia .

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Thalassemia
Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital heriditer yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk dengan akibat terjadi
anemia hemolitik (Broyles, 1997). Thalassemia adalah penyakit kecacatan
darah.
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi dari keluarga kepada anak.
Kecacatan gen menyebabkan hemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak
normal.
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek kurang dari 120 hari . Thalassemia berasal dari kata Yunani,
yaitu talassa yang berarti laut dan haema adalah darah. Dimaksudkan dengan
laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal
di daerah sekitar Laut Tengah.
Dengan kata lain, Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
yaitu terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga
umur erytrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena Hb yang tidak normal akibat gangguan pembentukan jumlah
rantai globin atau struktur Hb.

B. Etiologi Thalassemia
1. Gangguan genetic
Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalassemia sehingga
klien memiliki gen resesif homozygote.
2. Kelainan struktur hemoglobin
Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A
(adult, yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan
thalassemia) dimana, valin di Hb A digantikan oeh asam glutamate di Hb S.

3
Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2
macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta
(penurunan sintesis rantai beta).
3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.
4. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek
(kurang dari 100 hari)
Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila
dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya
pembentukan sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga
menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.
5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila
dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi
(penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan
peningkatan produksi sel sabit.

C. Manifestasi Klinis Thalassemia


Pada Thalassemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru
berumur kurang dari 1 tahun. Gejala yang nampak ialah anak lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur dan berat badannya kurang. Pada
anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena
adanya pembesaran limpa dan hati mempengaruhi gerak pasien karena
kemampuannya terbatas. Pembesaran ini karena penghancuran sel darah merah
terjadi di sana. Selain itu, sumsum tulang juga bekerja lebih keras, karena
berusaha mengkompensir kekurangan hemoglobin. Akibatnya, tulang menjadi
tipis dan rapuh. Gejala lain yang terlihat adalah bentuk muka yang mongoloid,
hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang
dahi lebar, hal ini disebabkan karena adanya ganguan perkembangan tulang
muka dan tengkorak.
Keadaan kulit pucat kuning kekuningan, jika pasien sering terdapat
tranfusi darah, kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi

4
dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosidorosis) dalam jaringan tubuh
seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan ganguan fatal alat alat
tersebut (hemokromatosis). Gejala lain pada penderita talassemia adalah jantung
mudah berdebar debar. Hal ini karena tugas hemoglobin membawa oksigen ke
seluruh tubuh. Pada talassemia, karena oksigen yang dibawa hemoglobin
kurang, maka jantung juga akan berusaha bekerja lebih keras, sehingga jantung
penderita akan mudah berdebar debar. Lama kelamaan, jantung akan bekerja
lebih keras, sehingga cepat lelah. Akibatnya terjadi lemah jantung.

D. Patofisiologi/Pathway Thalassemia

5
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa
dan dua rantaibeta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya
rantai beta dalam molekulhemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen. Adanyasuatu kompensator yang meningkat dalam
rantai alfa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbanganpolipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan seldarah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan
rantai beta dangamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai
polipeptida kini mengalamipresipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik
yang mengalami presipitasi, yangterjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stbilbadan Heinz, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Produksi dalamhemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasiyang konstan pada bone
marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoetik aktif.Kompensator produksi
RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik. Dan dengancepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihanproduksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis
dan mudah pecahatau rapuh.

E. Klasifikasi Thalassemia
1. Berdasarkan Jenis Rantai Globin yang Terganggu
a. Thalasemia Alfa
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin
dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari
kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan
gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk
tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai
gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa
jenis antara lain :

6
1) Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb
Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa
dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami
kelainan ini akan meninggal beberapa jam setelah kelahirannya atau
dapat juga janin meninggal dalam kandungan pada minggu ke 36 40.
Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan
kadar Hb adalah 80 90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
2) Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia
hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH
dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah
eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis
dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
a) Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan.
Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
b) Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal.
b. Talasemia Beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi
berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia dan
karier. Pada kasus thalasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi.
Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak anak talasemia mayor
tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia
3 18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna
kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada
transfusi darah. Setelah ditransfusi, penderita talasemia menjadi segar
kembali. Kemudian darah yang sudah ditransfusikan tadi setelah
beberapa waktu akan hancur lagi. Kembali terulang penderita kekurangan
oksigen, timbul gejala lagi, perlu transfusi lagi, demikian berulang

7
ulang seumur hidup. Bisa tiap minggu penderita memerlukan transfusi
darah, bahkan bisa lebih sering. Lebih membahayakan lagi, darah yang
ditransfusi terus menerus tadi ketika hancur akan menyisakan masalah
besar yaitu zat besi dari darah yang hancur tadi tidak bisa dikeluarkan
tubuh. Akan menumpuk, kulit menjadi hitam, menumpuk di organ dalam
penderita misalnya di limpa, hati, jantung. Penumpukan di jantung sangat
berbahaya, jantung menjadi tidak bisa memompa lagi dan kemudian
penderita talasemia meninggal.
2. Pembagian Thalasemia Secara Klinis
a. Thalasemia Mayor
Merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah
yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, sehingga
yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya. Penderita talasemia mayor akan tampak normal saat lahir,
namun di usia 3 18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia.
Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Penderita talasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, mereka harus
menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidupnya. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat
bertahan sekitar 1 8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Semakin
berat penyakitnya, maka sering pula si penderita harus menjalani
transfusi darah.
b. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walaupun
talasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan talasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka
menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan

8
muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.
Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami
pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada
di sepanjang hidup penderitanya, tetapi tidak memerlukan transfusi darah
di sepanjang hidupnya.

F. Komplikasi Thalassemia
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung danlain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma
yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Secara umum komplikasi thalassemia antara lain :
1. Fraktur patologi
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan tumbang
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosiderosis
7. Hemokromatosis
8. Infeksi.

G. Pemeriksaan Diagnostik Thalassemia


1. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik
hipokromik, retikulosit meningkat, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel
target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
2. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga
mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat,

9
SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh
hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau
tidak adanya sintetis rantai beta. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan
normoblas terbanyak dari jenis asidofil. Granula Fe (dengan pengecatan
Prussian biru) meningkat. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien
thalasemia mayor merupakan trait (carrier).
3. Pemeriksaan lain :
Foto Rontgen tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Foto tulang pipih dan
ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak
jelas.

H. Pencegahan Thalassemia
1. Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan
yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalassemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25
normal.
2. Pencegahan sekunder :
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalassemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalassemia troit. Kelahiran
kasus homozigot terhindari, tetapi 50% dari anak yang lahir adalah carrier,
sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA
cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis
kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus
provokotus (Soeparman dkk, 1996).

10
I. Penatalaksanaan Thalassemia
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih
50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
b. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari
berturut setiap selesai transfusi darah.
c. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
d. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya
rupture.Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat
badan dalam satu tahun. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun
karena resiko infeksi.
3. Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 11 g/dl. Dengan kedaan ini
akanmemberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan
tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian seldarah merah sebaiknya10-20 ml/kg
BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
4. Pada sedikit kasus transplantasi sumsum tulang telah dilaksanakan pada
umur 1 atau2 tahun dari saudara kandung dengan HIA cocok (HIA-Matched
Sibling). Pada saat inikeberhasilan hanya mencapai 30% kasus.

11
5. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)Tumbuh
kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi.

J. Asuhan Keperawatan Pada Thalassemia


1. PENGKAJIAN
a. Kewarganegaraan
Thalassemia banyak dijumpai pada bangsa di sekiar laut Tengah
(Mediterania), seperti Turki, Yunani, Cyprus, dan lain-lain. Di Indonesia
sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak dijumpai .
b. Umur
Pada Thalassemia Mayor yang gejala klinisnya jelas telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari satu tahun. Sedangkan pada thalassemia yang
gejala nya lebih ringan, biasanya baru datang berobat pada umur sekitar
4-6 yahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Kecenderungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transfortasi.
d. Pertumbuhan Dan Perkembangan
Sering didapatkan data ada kecenderungan gangguan tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.
Pertumbuhan fisik kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan
kematangan seksual seperti tidak ada pertumbuhan rambut, pubis, dan
ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun, pada
jenis thalassemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan
anak normal.
e. Pola Makan
Anak sering mengalami susah makan karena ada anoreksia, sehingga
berat badan anak sering rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

12
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat, karena bila aktivitas seperti anak normal mudah merasa
lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, perlu dikaji orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya beresiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin karena keturunan.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (ANC)
Selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa dirinya sehat. Apabila
diduga ada faktor risiko, maka ibu perlu diberitahu risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnostik,
ibu segera dirujuk ke dokter.
i. Keadaan Fisik anak thalassemia sering didapatkan data-data diantaranya
seagai berikut :
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah
anak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Pada anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk muka mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar.
Serta tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata pada konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
4) Bibir terlihat pucat kehitaman.
5) Pada inspeksi terlihat dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan anemia kronik.
6) Perut kelihatan membuncit serta pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati (hepatosplemagali).

13
7) Pertumbuhan fisik kecil dan berat badan kurang dari normal. Ukuran
fisik ini terlihat kecil bila dibandingkan dengan anak seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak seusia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual. Misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut ktiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin tidak
dapat mencapai adolesens karena adanya anemia kronik.
9) Kulit
Warna pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit .
j. Penegakkan diagnosis
1) Biasanya dialakukan pemeriksaan hapusan darah tepi dan didapatkan
gambaran :
1. Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna)
2. Hipokrom yaitu sel berkurang.
3. Poikilositosis yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal.
4. Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak sel normoblast,
kadar Fe dalam serum tinggi.
2) Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi
karena sel darah merah yang berumur penderk (kurang dari 120 hari)
sebagai akibat penghancuran sel darah merah didalam pembuluh
darah .
k. Program terapi
Prinsip terapi pada anak dengan thalassemia adalah mencegah hipoksia
jaringan. Tindakan yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1) Transfusi darah diberikan apabila kadar Hb rendah sekali (kurang
dari 6 mg/dl) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi dialakukan pada anak yang berumur lebih dari dua
tahun dan bila limpa terlalu besar, sehingga risiko terjadinya trauma
yang berakibat pendarahan cukup besar .
3) Pemberian Roborantia. Hindari preparat yang mengandung zat besi.

14
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis,
yaitu membantu ekskresi Fe. Untunk mengurangi absorpsi Fe melalui
usus, dianjurkan minum teh.
5) Tranplantasi bone marrow (sumsum tulang) untuk anak yang sudah
berumur di atas 16 tahun. Dinegara kita masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarana yang belum memadai.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
denganketidak mampuan mencerna makanan.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(PenurunanHemoglobin).
c. Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigendengan kebutuhan oksigen.

3. INTERVESI KEPERAWATAN
a. Diagnosa I : Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
NOC:
1) Status nutrisi
2) Masa berat badan
Kriteria Hasil:
1) Intake nutrisi pasien adekuat
2) Intake makanan pasien adekuat
3) Presentasi BB anak ideal
NIC:
1) Management nutrisi
a) Pastikan pilihan makanan pasien
b) Monitor intake nutrisi pasien
c) Tawarkan pasien makanan tinggi protein, tinggi kalori, makanan dan
minuman yangbergizi yang bisa dikonsumsi.

15
2) Management berat badan
Diskusikan resiko-resiko bila berat badan dibawah rata-rata ideal.
b. Diagnosa II :Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat (PenurunanHemoglobin).
NOC:
1) Kontrol resiko
2) Status imun
Kriteria Hasil:
1) Monitor perubahan status kesehatan
2) Mengetahui faktor-faktor resiko
3) Jumlah sel darah putih
4) uhu tubuh
5) Observasi demam
6) Malaise
NIC:
1) Memberikan resep obat
a) kaji riwayat kesehatan dan obat yang dahulu pernah digunakan
b) konsultasi dengan farmakologi
2) Kontrol Infeksi
administrasi terapi antibiotik.
c. Diagnosa III : Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi
NOC:
1) Status sirkulasi
2) Perfusi jaringan perifer
Kriteria Hasil:
1) Tekanan nadi dalam rentang normal
2) Pengisian kapiler kurang dari 2-3 detik
NIC:
1) Circulatory Precautions
Lakukan pengkajian komperhensif sirkulasi perifer (Cek nadi perifer
edema, kapilarirefill, warna kulit dan temperature).

16
2) Skin surveillance
a) Observasi ekstremitas yaitu warna, kehangatan, bengkak, nadi,
tekstur, edema danulserasi.
b) Monitor infeksi.
d. DiagnosaIV : intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigendengan kebutuhan oksigen
NOC:
1) Status sirkulasi pasien baik
2) Status pernafasan pasien baik
Kriteria Hasil:
1) Tekanan darah sistolik dalam rentang normal
2) Tekanan darah diastolic dalam rentang normal
3) Tekanan nadi dalam rentang normal
4) Pernafasan pasien dalam rentang normal
NIC :
1) Terapi Oksigen
a) Pertahankan kecepatan jalan nafas
b) Monitor posisi pasien
c) Monitor warna kulit pasien
2) Disritmia Management
a) Monitor dan koreksi kekurangan oksigen dan ketidakseimbangan
cairan.
b) Monitor respon hemodinamik menuju disritmia.
3) Self care Assistance
a) Monitor kemampuan perawatan mandiri pasien.
b) Monitor keperluan pasien untuk cara adapif melakukan personal
hygiene,berpakaian, toileting dan makan.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah bisa dikarenakan keturunan
yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya
lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Penyebaran penyakit
talasemia antara lain di Mediterania seperti Italia, Yunani, Afrika bagian
utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri Langka sampai Asia
Tenggara. Mekanisme talasemia yaitu tubuh tidak dapat memproduksi rantai
protein hemoglobin yang cukup. Hal ini menyebabkan sel darah merah
gagal terbentuk dengan baik dan tidak dapat membawa oksigen. Gen
memiliki peran dalam mensintesis rantai protein hemoglobin. Jika gen gen
ini hilang atau diubah atau terganggu maka talasemia dapat terjadi.
Adapun tanda dan gejala talasemia yaitu lemah, pucat, perkembangan
fisik tidak sesuai dengan umur, berat badannya kurang, gizi buruk, perut
membuncit, muka yang mongoloid, kulit tampak pucat kuning kekuningan
dan jantung mudah berdebar debar. Talasemia dibedakan menjadi 2
berdasarkan terganggunya rantai globin dan secara klinis. Penyebab
talasemia yaitu gangguan genetik; kelainan struktur hemoglobin; produksi
satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu; terjadi kerusakan
eritrosit dan deoksigenasi. Pendeteksian penyakit talasemia bisa dengan
meriksa darah secara rutin serta untuk pencegahan dan pengobatanya
dengan menghindari makanan yang di asinkan, tranfusi darah, terapi khelasi
besi maupun suplemen asam folat juga transplantasi sumsum tulang
belakang dan teknologi sel punca.

B. Saran
1. Sering dilakukan penyuluhan penyuluhan tentang talasemia kepada
masyarakat luas terutama yang memiiki riwayat penderita talasemia agar
mengetahuinya.

18
2. Keluarga dapat membantu dalam proses perawatan dan pengobatan pada
anak atau keluarga yang menderita penyakit talasemia dan menghindari
terjadinya penyakit pada keturunan selanjutnya dengan tidak menikah
dengan pasangan pembawa penyakit tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

Broyles E, Bonita. 1997. Nursing care of children. Philadelphia: W.B.


Sauders Company.
Susilaningrum Rekawati, 2013. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dan Anak,
Jakarta: Selemba Medika.

20

Anda mungkin juga menyukai