PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
integritas tubuhnya belum berkembang baik. Anak prasekolah dapat bereaksi
terhadap injeksi sama khawatirnya dengan nyeri saat jarum dicabut, takut
intrusive atau fungsi pada tubuh tidak akan menutup kembali dan isi tubuh akan
bocor keluar (Wong, 2006).
Reaksi terhadap nyeri pada anak usia prasekolah cenderung sama
dengan yang terlihat pada masa toddler, meskipun beberapa perbedaan menjadi
jelas. Misalnya, respon anak usia prasekolah terhadap intervensi persiapan
dalam hal penjelasan dan distraksi lebih baik bila dibandingkan dengan respon
anak yang lebih kecil. Agresi fisik dan verbal lebih spesifik dan mengarah
pada tujuan. Anak usia prasekolah dapat menunjukkan letak nyeri
yang dirasakannya dan dapat menggunakan skala nyeri dengan tepat
(Hockenberry dan Wilson 2007 dalam Purwati, 2010).
Salah satu metode untuk menanggulangi nyeri adalah manajemen
nyeri dengan cara nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan meode
distraksi. Metode distraksi menggunakan tehnik bercerita yang merupakan
tehnik distraksi yang efektif dan dapat memberi pengaruh baik dalam waktu
yang singkat yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress dan kecemasan
dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri (Soetjiningsih, 2001).
Tehnik bercerita dimanfaatkan untuk mengatasi kondisi anak yang demikian,
salah satunya dengan melaksanakan terapi bercerita dalam pemasangan infus
dan dari hasil pengamatan bahwa pada ruang perawatan belum
mengintegrasikan terapi bercerita sebagai salah satu metode distraksi
manajemen nyeri nonfarmakologi.
Teknik bercerita memberikan bahan lain dari sisi kehidupan manusia,
dan pengalaman hidup. Pada saat menyimak cerita, sesungguhnya anak-anak
memutuskan hubungan dengan dunia nyata untuk sementara waktu, masuk
kedalam dunia imajinasi yang bersifat pribadi, cerita secara lisan yang
disampaikan pencerita memiliki karakteristik tertentu. Cerita yang menarik
adalah cerita mengenai diri dan imajinasi pendengarnya, oleh karena itu
penceritaan terhadap anak perlu menggabungkan kemampuan melihat realita
dan kemampuan berfikir yang bebas, imajinasi yang ditambah dengan
2
kelucuan dan hiburan dalam cerita yang disampaikan sehingga anak tidak
bosan mendengar nya dan dapat membangkitkan imajinasi mereka
(Soetjiningsih, 2001).
Salah satu prosedur invasif yang dilakukan pada anak adalah terapi
melalui intravena (infuse intravena). Tindakan pemasangan infus merupakan
prosedur yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak
nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut
dilaksanakan (Howel & Webster, 2002). Anak prasekolah akan bereaksi
terhadap tindakan penusukan bahkan mungkin bereaksi untuk menarik diri
terhadap jarum karena menimbulkan rasa nyeri yang nyata yang menyebabkan
takut. Karakteristik anak usia prasekolah dalam berespon terhadap nyeri
diantaranya dengan menangis keras atau berteriak; mengungkapkan secara
verbal ”aaow”, ”uh”, ”sakit”; memukul tangan atau kaki; mendorong hal yang
menyebabkan nyeri; kurang kooperatif; membutuhkan restrain; meminta
untuk mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri; menempel atau
berpegangan pada orangtua, perawatatau yang lain; membutuhkan
dukungan emosi seperti pelukan; melemah; antisipasi terhadap nyeri aktual
(Hockenberry& Wilson,2007 dalam Purwati, 2010).
Berdasarkan Studi pendahuluan tanggal 20 april 2014 di Rumah
Sakit Islam Surabaya. Peneliti melakukan observasi kepada anak prasekolah
yang merasa nyeri karena terpasang infus. Observasi di lakukan sebelum anak
minum obat analgesik yang umum di pakai di Rumah Sakit Islam Surabaya
dengan menggunakan skala Wong Baker. Di dapatkan data pada bulan april 20
anak usia prasekolah mengalami nyeri pada daerah yang terpasang infus.
Dengan persentas 0 anak (0%) tidak merasa nyeri, 7 anak (35%) merasa sedikit
nyeri, 10 anak (50%) merasa sedikit lebih nyeri, 2 anak (10%) merasa lebih nyeri
lagi. 1 anak (5%) sangat merasa nyeri, dan 0 anak (0%) terasa nyeri paling parah.
Pada anak prasekolah mulai menyukai tuturan cerita atau ia sendiri
mulai senang untuk menuturkan sebuah cerita (Gunarti, 2010: 5.3). Oleh
karna itu, metode bercerita merupakan media untuk mengurangi nyeri pada
anak di rumah sakit karena pemasangan infus. Rasa nyeri pada anak yang
3
terpasang infus di hasilkan dari stimulus penghasil nyeri yang mengirimkan
implus melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis
dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf yang akhirnya sampai di
dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis dan terdapat pesan nyeri
dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, kemudian mencegah stimulus
nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman
dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya
mempersepsikan nyeri (Potter Perry, 2010: 1504).
Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri
pada anak yang terpasang infus. Salah satu intervensi keperawatan yang
bisa dilakukan adalah dapat menggunakan metode bercerita. Metode bercerita
sangat efektif karena tidak memerlukan biaya mahal dan dapat di lakukan di
tempat tidur sehingga tidak mengganggu intervensi penyembuhan anak. Metode
bercerita di harapkan dapat mengalihkan bahkan menguranyi rasa nyeri yang
di hasilkan karena pemasangan infus serta perawat dapat menggunakan metode
bercerita masuk ke dalam intervensi keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri
pada anak.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai pengaruh terapi bercerita terhadap tingkat nyeri
anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus di RSUD Sayang
Cianjur.
B. Rumusan Masalah
4
anak prasekolah saat setelah pemasangan infus pada asuhan keperawatan dengan
dengue haemoragic fever.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mempelajari pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada
anak prasekolah saat setelah pemasangan infus pada asuhan keperawatan
dengan dengue haemoragic fever.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi pengaruh metode bercerita dalam menurunkan
nyeri pada anak prasekolah saat setelah pemasangan infus pada asuhan
keperawatan dengan dengue haemoragic fever berdasarkan karakteristik
pasien.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan sebagai referensi pada mata kuliah Keperawatan Anak
mengenai pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak
prasekolah saat setelah pemasangan infus pada asuhan keperawatan dengan
dengue haemoragic fever.
2. Manfaat Praktik
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi:
a. Peneliti
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh metode bercerita dalam
5
menurunkan nyeri pada anak prasekolah saat setelah pemasangan infus
pada asuhan keperawatan dengan dengue haemoragic fever.
b. Keluarga
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi keluarga dalam menghadapi
rasa nyeri pada anak saat setelah pemasangan infus.
c. Profesi kesehatan
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi profesi kesehatan dalam
peningktan mutu pelayanan pada anak usia prasekolah yang mengalami
nyeri saat setelah pemasangan infus.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi DHF
2. Klasifikasi derajat
7
c. Derajat III: Kegagalan sirkulasi berupa nadi tekanan sempit dan lemah,
atau hipotensi, dengan gejala kulit dingin dan lembab dan penderita
gelisah.
d. Derajat IV: Terjadi gejala awal syok berupa tekanan darah rendah dan
nadi tidak dapat diukur.
8
3. Patofisiologi
DIC
Pendarahan
4. Resiko
Etiologi
perdarahan
abdomen
Paru-paru Hepar (hepatomegali)
acites
Efusi pleura Penekanan intrabdomen
Mual muntah
5. Manifestasi Klinis
a. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari. Ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Mialga/artalgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan (petike atau uji bendung positif)
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
10
a) Uji tourniquet positif
b) Ptekie, ekimosis. Atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,
tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.000 ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematokrit >20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
c. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun <20 mmhg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin-lembab
(Sudoyo Aru, dkk 2009)
11
kurang dari 1 tahun 50 mg/ IM , anak lebih dari 1 tahun 75 mg. Jika 15
menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3mg
/ kg BB. Anak diatas satu tahun diberikan 50 mg dan dibawah satu
tahun diberikan 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi
vital. Infus diberikan pada pasien tanpa ranjatan apabila pasien terus
menerus muntah , tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi dan hematocrit yang cenderung meningkat.
2) DHF dengan renjatan
Pasien yang mengalami rajatan (syok) harus segera dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan
yang diberikan biasanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tersebut
tidak ada respon maka dapat diberikan plasma atau plasma akspander,
banyaknya 20 sampai 30 ml/kg BB. Pada pasien rajatan berat
pemberian infus diguyur dengan cara membuka klem infus tetapi
biasanya vena-vena telah kolaps sehingga kecepatan tetesan tidak
mencapai yang diharapkan, maka untuk mengatasinya dimasukkan
cairan secara paksa dengan spuit dimasukkan cairan sebanyak 200 ml,
lalu diguyur.
b. Tindakan Medis yang bertujuan untuk pengobatan
Keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, dan
muntah. Jenis minuman yang diajurkan adalah jus buah, the manis, sirup,
susu, serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak dapat dipertahankan
maka cairan IV perlu diberikan. Jumlah cairan yang diberikan tergantung
dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan dextrose
5% di dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis dianjurkan
pemberian NaCl 0,9 % +dextrose ¾ bagian natrium bikarbonat.
Kebutuhan cairan diberikan 200 ml/kg BB , diberikan secepat
mungkin dalam waktu 1-2 jam dan pada jam berikutnya harus sesuai
dengan tanda vital, jadar hematocrit, dan jumlah volume urine. Untuk
menurunkan suhu tubuh menjadi kurang dari 39°C perlu diberikan
anti piretik seperti paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg BB/hari.
12
Apabila pasien tampak gelisah, dapat diberkan sedative untuk
menenangkan pasien seperti kloral hidrat yang diberikan peroral/ perektal
dengan dosis 12,5-50 mg/kg BB (tidak melebihi 1 gram) . Pemberian
antibiotic yang berguna dalam mencegah infeksi seperti Kalmoxcilin,
Ampisilin, sesuai dengan dosis yang ditemukan. Terapi O2 2 liter /menit
harus diberikan pada semua pasien syok.Tranfusi darah dapat diberikan
pada penderita yang mempunyai keadaan perdarahan nyata, dimaksudkan
untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah.Hal yang diperlukan yaitu
memantau tanda-tanda vital yang harus dicatat selama 15 sampai 30 menit
atau lebih sering dan disertai pencatatan jumlah dan frekuensi diuresis.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Trombositopenia (100.000/m3)
b. Hb dan PVC (20%)
c. Leukopeni (mungkin normal atau leukositosis)
d. Isolasi virus
e. Serologi (uji H): respon antibody sekunder
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun) , jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang
tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
13
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara hari
ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kult ,
gusi (grade III. IV) , melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain
e. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat
factor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.Apabila kondisi berlanjut
dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya berkurang.
g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju
dikamar).
h. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantanganm nafsu makan
berkurang dan menurun,
14
2) Eliminasi alvi (buang air besar) : kadang-kadang anak yang
mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV
sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
15
didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi,
dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia
pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto
thorak terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan
IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly)
dan asites
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
1) Nyeri akut b.d faktor fisik dan biologi: edema, proses penyakit,
infeksi, prosedur invasif, pembedahan, trauma.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
3) Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam
darah/viremia)
4) Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5) Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
6) Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
berlebih
(Doengoes, E Marilyn. 2000)
16
beraktifitas seperti biasa/normal.
Kriteria Hasil:
a) Mengalami penurunan nyeri pada tingkat yang memadai,
dibuktikan oleh tingkat rasa sakit berkurang sesuai dengan
tahapan perkembangan, penilaian verbal atau nonverbal,
penilaian dengan alat ukur nyeri, postur tubuh santai, penurunan
menangis, meringis rewel, gelisah.
b) Kembali ke tingkat aktivitas yang dialami sebelum timbulnya
nyeri.
c) Mencapai periode tidur tanpa gangguan, setidaknya 90 menit
untuk mengalami siklus REM lengkap (Rapid Eye Movement)
Intervensi
a) Kaji anak dengan menggunakan alat ukur nyeri yang sesuai
dengan usia perkembangan anak. Alat harus menjadi bagian dari
grafik anak untuk kemudahan referensi.
Rasional:
Infant dan anak mungkin memiliki kesulitan mengatakan tentang
rasa nyerinya. Alat ukur nyeri membantu mendapatkan informasi
yang lebih konsisten, objektif, dan kuantitatif.
b) Amati dan dokumentasikan tanda-tanda perilaku dan fisiologis
nyeri pada anak. Perhatikan kedua respon verbal dan nonverbal.
Nilai tanda-tanda vital.
Rasional:
Penilaian nyeri pada anak-anak didasarkan pada laporan anak
sakit dan pada perubahan perilaku serta fisiologis. Anak mungkin
mengalami kesulitan verbalisasi. Perawat harus mengamati
perubahan perilaku untuk menilai bayi dan anak-anak lain yang
nonverbal atau tidak mampu berkomunikasi dengan jelas.
Perubahan fisiologis bervariasi dalam respon terhadap rasa sakit
dan harus dievaluasi bersama-sama dengan penilaian perilaku.
c) Tentukan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi anak:
17
pemisahan, ketakutan, kecemasan, kehilangan kendali, dan
keyakinan spritual atau budaya tentang nyeri.
Rasional:
Persepsi dan reaksi anak terhadap nyeri mungkin dipengaruhi
oleh faktor lainnya.
d) Pantau nyeri berdasarkan tahap perkembangan anak.
Rasional:
Bayi dan anak-anak disetiap tingkat perkembangan memiliki cara
unik untuk bereaksi dan mengatasi nyeri.
e) Tanyakan kepada anak tentang onset, durasi, lokasi, dan jenis
ukuran nyeri.
Rasional:
Faktor ini akan menmpengaruhi pemilihan analgesic yang tepat
untuk anak.
f) Perhatikan apakah tingkat nyeri anak berbeda saat istirahat,
ambulasi, bermain, atau selama prosedur.
Rasional:
Penurunan nyeri dapat segera ditingkatkan melalui pemahaman
terhadap sebab dan akibat
g) Kelola analgesik yang sesuai. Berikan dengan rute oral atau IV.
Hindari suntikan.
Rasional:
Nonopioid cocok untuk nyeri ringan sampai sedang. Analgesik
opioid harus diberikan untuk nyeri sedang sampai berat. Anak
takut suntikan dan mungkin menolak nyeri untuk menghindari
suntikan.
h) Terapkan strategi pengurangan nyeri non farmakologi, antara
lain: distraksi pendengaran (lakuakn teknik mendongeng pada
anak), teknik relaksasi, stimulasi kulit, seperti pijat, kompres
hangat atau dingin, lingkungan yang tenang, reposisi, dan
menurunkan lingkungan suara dan cahaya, kenyamanan tindakan
18
(sentuhan, dekapan).
Rasional:
Analgesik farmakologi dapat ditingkatkan melalui penggunaan
strategi manajemen nyeri non farmakologi sebagai terapi
adjuvant/ pembantu.
i) Libatkan orang tua dalam perawatan.
Rasional:
Kehadiran orang tua anak dapat mengurangi rasa takut dan
kecemasan, sehingga mengurangi nyeri yang terasa. Orang tua
juga tahu yang terbaik untuk anak mereka, mereka dapat
membantu pengkajian nyeri dan meningkatkan respon anak
terhadap intervensi.
j) Catat respon terhadap obat-obatan maupun non-farmakologis
mengukur pengurangan nyeri dengan menggunakan alat
penilaian nyeri yang tepat.
Rasional:
Dokumentasi membantu dalam menentukan keefektifan tindakan
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan kesinambungan
dalam pengelolaan nyeri.
19
b) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor
kulit tidak elastis, ubun-ubun cekung , produksi urine menurun
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan intervensi lanjut
c) Observasi dan catat intake dan output cairan
Rasional :
Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit atau
balance cairan
d) Berikan hidrasi yanga adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
Rasional:
Memenuhi kebutuhan cairan klien
e) Memonitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urine, dan
serum albumin
Rasional:
Memantau keseimbangan cairan dalam darah
f) Monitor dan catat berat badan
Rasional:
Mengontrol penambahan berat badan karena pemberian cairan
yang berlebihan
g) Monitor tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang
tanpa bantal
Rasional:
Memulihkan dan membantu peredaran darah dalam tubuh
supaya lancar sehingga mengurangi syok yang terjadi
h) Pasang infus dan berikan cairan intravena jika terjadi
perdarahan
Rasional:
Membantu proses perbaikan tubuh.
3) Hipertemia (suhu naik) berhubungan dengan proses penyakit
(viremia/virus).
20
Tujuan :
Hipertemia dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal (36-37oC).
b) Mukosa lembab tidak ada sianosis atau purpura
Intervensi :
a) Kaji saat timbulnya demam
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pola demam pasien
b) Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap
3 jam atau lebih sering.
Rasional:
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum klien
c) Anjurkan klien untuk banyak minum ± 2,5 liter/24 jam
dan jelaskan manfaatnya bagi klien.
Rasional :
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
d) Lakukan “Tepid Water Sponge”
Rasional:
Tepid Water Sponge dapat menurunkan penguapan dan
penurunan suhu tubuh.
e) Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional:
Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi panas dalam
tubuh.
f) Berikan terapi cairan IVFD dan obat antipiretik.
Rasional :
21
Pemberian cairan dan obat antipiretik sangat penting bagi klien
dengan suhu tinggi yaitu untuk menurunkan suhu tubuhnya.
4) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungandengan anoreksia.
Tujuan :
Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Berat badan stabil dalam batas normal. Tidak ada mual dan muntah.
Intervensi :
a) Kaji mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh pasien.
Rasional:
Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b) Kaji cara/bagaimana makanan dihidangkan
Rasional:
Cara menghidangkan makanan dapat mempengarauhi nafsu
makan klien.
c) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur, tim, dan
hidangkan saat masih hangat.
Rasional:
Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan.
d) Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi klien terutama saat klien
sakit.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga
motivasi makan meningkat.
e) Berikan umpan balik positif pada saat klien mau berusaha
menghabiskan makanan.
Rasional:
Motivasi dan meningkatklan semangat pasien.
22
f) Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan oleh klien setiap
hari.
Rasional:
Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi.
g) Lakukan oral hygiene dengan menggunakan sikat gigi yang
lunak.
Rasional:
Meningkat nafsu makan.
h) Timbang berat badan setiap hari
Rasional :
Mengetahui perkembangan status nutrisi klien. Kolaborasi :
i) Berikan obat-obatan antasida (anti emetik)
sesuai program/instruksi dokter.
Rasional:
Dengan pembarian obat tersebut diharapkan intake nutrisi klien
meningkat karena mengurangi rasa mual dan muntah.
j) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional:
Membantu proses penyembuhan klien.
23
Rasonal:
Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda adanya
perforasi pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis berupa perdarahan (petekie,
epistaksis, dan melena).
b) Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Rasional:
Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
c) Berikan penyelasan pada keluerga untuk segera melaporkan jika
ada tanda-tanda perdarahan.
Rasional:
Mendapatkan penanganan segera mungkin.
d) Antisipasi terjadinya perdarahan dengan menggunakan sikat gigi
lunak, memberikan tekanan pada area tubuh setiap kali
selesai pengambilan darah.
Rasional:
Mencegah terjadinya pendarahan.
Intervensi:
a) Monotor keadaan umum klien
24
Rasional:
Memantau kondisi klien selama masa perawatan terutama pada
saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan
dapat segera ditangani
b) Observasi TTV
Rasional:
TTV normal menandakan keadaan umum baik
c) Monitor tanda perdarahan
Rasional:
Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga klien tidak
sampai syok
d) Cek hemoglobin. Hematokrit, trombosit
Rasional:
Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami klien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut
e) Berikan tranfusi darah
Rasional:
Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah
C. Konsep Anak
1. Pengertian Anak
25
Menurut potter and perry dalam jurnal Mohaman Ali Hamid tahun
2011 mengatakan. Secara umum berdasarkan teori perkembangan priode
anak dimulai dari sejak lahir dan berakhir hingga remaja akhir (0-21).
Pengklasifikasi anak dalam konsep keperawatan digambarkan oleh
wong dalam 4 tahapan pertumbuhan yang dimulai dari priode bayi, priode
masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak pertengahan dan masa kanak-
kanak akhir. Kemudian woong membagi tiap priode tersebut kedalam
beberapa tahap berdasarkan usia anak (Ramdan, 2016).
Jadi anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan dan yang rentang terhadap penyakit
karena perkembangan kompleks yang terjadi di setiap masa anak-anak dan
masa remaja
a. Konsep Pertumbuhan
b. Konsep Perkembangan
Perkembangan adalah kemampun dan struktur, fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam yang teratur, dapat dan diramalkan sebagai hasil
dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem yang
terorganisasi (IDAI, 2002). Hal ini digali dengan berfungsinya.jantung
untuk darah, kemampuan untuk bernafas, cqmpai kemampuan anak untuk
tengkurap, duduk, bicara, memungut benda-benda sekelilingnya, serta
kematangan emosi dan sosial anak (Nursalam, 2008).
26
c. Aspek-aspek Perkembangan (Hidayat, 2008)
1) Keperibadian/tingkah laku sosial (Personal social), yaitu apek yang
berhubungan dengan kemampuan untuk mandiri, besosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungan.
2) Motorik halus (fine motor adaptipe), yaitu aspek yang dengan
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerakan
yang bagian-bagian tubuh tertentu dan oto-otot kecil, memerlukan
kordinasi yang cermat, serta tidak memerlukan banyak tenaga,
misalnya memasukan kedalam botol, dan menggunting.
3) Motorik Kasar (gross motor), yaitu aspek yang berrhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh yang mellbatkan sebagian besar bagian
tubuh yang dilakukan dibutuhkan otot-otot yang lebih sehingga
memerlukan cukup tenaga, misalnya, berjalan dan berlari.
4) Bahasa (language), yaitu aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah, dan berbicara secara spontan. Pada masa bayi, kemampuan
berbahasa bersifat pasif, sehingga pernyataan akan perasaan atau
keinginan dilakukan melalui tangisan dan gerakan. Semakin
bertambahnya usia, anak akan menggunakan bahasa aktif, yaitu
dengan berbicara.
d. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang (Hidayat, 2006)
Setiap individu mengalami proses tumbuh kembang yang berbeda-
beda, bisa cepat maupun lambat, tergantung dari individu atau lingkungan.
Proses percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor herediter, lingkungan, budaya lingkungan,
sosial, ekonomi, iklim/cuaca, nutrisi dan lain-lain.
1) Faktor herediter
Faktor herediter merupakan faktor turunan secara genetik dari orang
tua pada anak. Contoh faktor herediter adalah jenis kelamin, ras, dan suku
bangsa.
27
2) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang memegang peran penting dalam
menentukan tercapai atau tidaknya potensi yang sudah dimiliki. Faktor
lingkungan ini meliputi:
a) Lingkungan Pranatal
Lingkungan ini dimulai dari masa konsepsi hingga lahir, meliputi
faktor gizi ketika ibu sedang hamil; lingkungan mekanis seperti posisi
janin dalam uterus; zat kimia atau toksin seperti penggunaan obat,
alkohol, atau kebiasaan merokok sang Ibu ketika hamil. Faktor
hormonal, seperti somatropin, plasenta, tiroid, insulin, dan lain-lain
juga berpengaruh pada pertumbuhan janin.
b) Lingkungan pascanatal
Selain faktor lingkungan intrauteri, lingkungan anak setelah lahir
yang juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak misalnya
lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca,
kebiasaan berolahraga, posisi anak dalam kcluarga dan status
kesehatan.
3) Faktor Budaya Lingkungan
Budaya lingkungan, dalam hal ini masyarakat dapat mempengaruhi
tumbuh kembang anak dalam memahami atau mempersepsikan pola
hidup sehat. Sebagai contoh, anak dalam usia tumbuh kembang
membutuhkan makanan yang bergizi, namun karena adanya adat atau
budaya tertentu dilarang makan-makanan tertentu, padahal makanan
tersebut dibutuhkan untuk perbaikan gizi.
4) Faktor Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang
anak. Anak yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan sosial ekonomi
tinggi cenderung lebih dapat terpenuhi kebutuhan gizinya dibandingkan
dengan anak yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan sosial ekonmi
yang rendah.
28
5) Faktor Nutrisi
Nutrisi adalah komponen penting yang menunjang kelangsungan
proses tumbuh kembang, anak sangat membutuhkan zat gizi seperti
protein, kabohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Apabila kebutuhan
tersebut tidak atau kurang terpenuhi, maka proses tumbuh kembang
selanjutnya dapat terlambat.
6) Faktor Iklim/Cuaca
Iklim atau cuaca juga menjadi salah suatu faktor tumbuh kembang
anak Pada musim tertentu makanan bergizi dapat mudah diperoleh.
Misalnya pada musim kemarau, sumber makanan atau hasil panen
sebagai faktor pemenuhan gizi anak dapat terbatas karena kadar air dalam
tanah.
7) Faktor Olahraga/Latihan Fisik
Olahraga atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak karena
meningkatkan sirkulasi darah sehingga pasokan oksigen keseluruh tubuh
menjadi teratur.
8) Faktor Posisi Anak Dalam Keluarga
Posisi anak dalam keluarga dapat mempengaruhi tumbuh
kembangnya. Pada anak pertama atau tunggal, secara umum kemampuan
intelektualnya lebih menonjol dan cepat berkembang karena sering
berinteraksi dengan orang dewasa.
9) Status Kesehatan
Status kesehatan anak dapat terpengaruh pada pencapaian tumbuh
kembang. Pada anak dengan kondisi tubuh yang sehat, percepatan untuk
tumbuh kembang sangat mudah. Namun sebaliknya, apabila kondisi
status keseahtan kurang baik, akan terjadi perlambatan.
10) Faktor Hormonal
Faktor hormonal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
diantaranya adalah somatropin (hormon pertumbuhan) yang
menstimulasi trjaidnya proliferasi sel kartilago dan sistem skeletal untuk
pertumbuhan tinggi badan, dan hormon glukokortikoid yang berfungsi
29
menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis untuk memproduksi
tostosteron dan ovarium untuk memproduksi estrogen, yang selanjutnya
akan menstimulasi perkembangan seks, baik pada anak laki-laki maupun
perempuan sesuai dengan peran hormonnya (Hidayat, 2006).
30
b. Pola Perkembangan dari Umum ke Khusus
Pola ini dikenal dikenal dengan nama pola mass to sfesific atau
to complex pola pertumbuha dan perkembangan ini dapat dimulai
dengan menggerakan daerah yang lebih umum (sederhana) baru
kemudian daerah yang lebih kompleks (khusus), seperti melambaikan
tangan kemudian baru memainkan jarinya atau menggerakan badan atau
tubuhnya sebelum mempergunakan kedua tungkainya untuk menyangga,
melangkahkan atau mampu berjalan (Hidayat, 2008).
c. Pola Perkembangan Sejalan dengan Tahapan Perkembangan
Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahap
perkembangan, yang dapat digunakan untuk menditeksi perkembangan
selanjutnya, seperti seorang anak yang berumur empat tahun mengalami
kesulitan dalam berbicara, menggunakan sesuata atau terbatas dalam
perbendaharaan kata, maka akan diramalkan akan mengalami
kelambatan pada seluruh aspek perkembangan. Pada tahap ini
perkembangan dibagi menjadi lima bagian yang tentunya memiliki
prinsip atau ciri khusus dalam setiap perkembangannya diantaranya,
1) Masa prenatal, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan
jaringan tubuh,
2) Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan diluar
rahim dan hampir seluruh aspek pertumbuhan pisik dalam perubahan
3) Masa bayi terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang
mempengaruhi dan memiliki kemampuan untuk melindungi dan
menghindari dari hal yang mengancam dirinya,
4) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat,
sikap, minat dan cara penyesuain dengan lingkungan dalam hal ini
keluarga dan teman sebaya, dan
5) Masa remaja terjadi perubahan ke arah dewasa sehingga
kematangan pada tanda-tanda pubertas (Hidayat, 2008).
31
d. Pola Perkembangan di Pengaruhi oleh Kematangan dan Latihan (Belajar)
Proses kematangan dan belajar pada pola ini selalu mempengaruhi
dalam perkembangan anak, antara kematangan dan proses belajar terjadi
interaksi yang kuat dalam mempcngaruhi perkembangan anak. Terdapat
saat yang siap untuk mencrima sesuatu dari luar untuk menjadi proses
kematangan dan kematangan yang dicapainya dapat disempurnakan
melalui rangsangan yang tepat melalui proses belajar (Hidayat, 2008).
32
2) Masa Postnatal
a) Masa Neonatus (0-28 hari)
Pertumbuhan dan perkembangan post natal dikenal dengan
pertumbuhan dan perkembangan setelah lahirini diawali dengan
masa neonatus (0-28 hari) yang merupakan masa terjadi kehidupan
yang baru dalam ekstra uteri, dengan terjadi proses adaptasi dari
organ tersebut dimulai dari aktifitas pernapasan yang disertai
pertukaran gas dengan prekuensi pernapasan antara 35-50 kali per
menit, penyesuain denyut jantung antara 120-160 kali per menit,
dengan ukuran jantung lebih besar apabila dibandingkan dengan
rongga dada, kemudian terjadi aktivitas (pergerakan) bayi yang
mulai meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi seperti menangis,
memutar-mutar kepala, dan menghisap (rooting reflek) dan menelan.
Perubahan selanjutnya sudah dimulai proses pengeluaran tinja yang
terjadi dalam waktu 24 jam yang terdapat mekonium (Hidayat,
2008).
b) Masa Bayi (28 hari-1 tahun)
Pada masa bayi hingga satu tahun dalam pertumbuhan dan
perkembangan dapat dikelompokan menjadi tiga tahap, tahap
pertama adalah 1-4 bulan, tahap kedua 4-8 bulan tahap ketiga adalah
8-12 bulan (Hidayat, 2008).
(1)Umur 1-4 bulan
Perubahan dalam pertumbuhan diawali dengan perubahan
berat badan pada usia ini, jika gizi anak baik maka perkiraan
berat badan akan mencapai 700-1000 gram/bulan sedangkan
pertumbuhan tinggi badan agak stabil tidak mengalami
kecepatan dalam pertumbuhan tinggi badan, kemudian dalam
perkembangannya dapat diliat dari perkembangan motorik
kasar, halus dan adaptasi sosial.
33
(2)Umur 4-8 bulan
Pada umur ini pertumbuhan berat badan dapat terjadi dua
kali berat badan pada waktu lahir rata-rata kenaikan 500-600
gram,bulan apabila mendapatkan gizi yang baik. Sedangkan
pada tinggi badan tidak mengalami kecepatan dalam
pertumbuhan terjadi kesetabilan berdasarkan pertambahan
umur.
(3)Umur 8-12 bulan
Pada usia ini pertumbuhan berat badan dapat mencapai
tiga kali berat badan lahir apabila mencapai usia 7-9 bulan dan
250-350 gram/bulan pada usia 10-12 bulan apabiala dalam
pemenuhan gizi yang terbaik dan pertumbuhan tinggi badan
sekitar 1,5 kali tinggi badan saat lahir, pada usia satu tahun
peniggian berat badan tersebut masih stabil dan diperkirakan
tinggi badan akan mencapai 75 cm.
c) Masa anak (1-2 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada
anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan
fisik, dimana pada tahun kedua anak akan mengalami kenaikan berat
badan sekitar 1,5-2,5 kg dan panjang badan 6-10 cm, kemudian
pertumbuhan otak juga akan mengalami pertambahan yaitu kenaikan
lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan gigi terdapat
tambahan 8 buah gigi susu termasuk gigi geraham pertama, dan gigi
taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah (Hidayat, 2008).
d) Masa Prasekolah
Pada pertumbuhan masa prasekolah pada anak pertumbuhan
fisik khususnya barat badan mengalami kenaikan rata-rata
pertumbuhannya adalah 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi aktivitas
motorik tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan
seperti berjalan, melompat, dan lain-lain. Pada pertumbuhan
34
khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata-rata 6,75-
7,5 cm dalam setiap tahunnya (Dariyo, 2007).
35
dialami baik anak laki-laki maupun perempuan akan tetapi dalam
perkembangan mempunyai ciri yang menonjol dari masing-
masing jenis kelamin. Pada anak laki-laki ditandai adanya
tumbuhnya rambut pubis, ukuran penis, testis sudah mulai
membesar dan pada perempuan dilihat dari perubahan ukuran
buah dada dan adanya rambut pada pubis (Hidayat, 2008).
D. Nyeri
1. Definisi Nyeri
36
jaringan baik aktual dan potensial yang menyangkut dua aspek yaitu aspek
psikologis dan aspek fisiologis.
2. Berdasarkan Penyebab/ Etiologi:
c. Nyeri Fisik
Nyeri fisik adalah nyeri yang bisa terjadi karena stimulus fisik (trauma)
d. Nyeri Psycogenic
Nyeri psycogenic terjadi karena sebab yang kurang jelas/sulit
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari
(mis. seseorang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya).
Nyeri mungkin saja disebabkan oleh perpaduan kedua etiologi.
3. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat dijelaskan berdasarkan durasi, lokasi, atau etiologi (Berman,
Snyder, Kozier, &Erb, 2009), sebagai berikut:
a. Berdasarkan Lama/Durasinya
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan selama periode penyembuhan
yang diharapkan, baik yang awitannya tiba-tiba atau yang lambat dan
tanpa memerhatikan intensitasnya. Nyeri akut pada anak, contohnya:
nyeri tindakan invasive, nyeri pasca operasi, sakit kepala, sakit perut ,
dan lainnya.
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung berkepanjangan, biasanya
nyeri berulang atau menetap sampai enam bulan atau lebih, dan
mengganggu fungsi tubuh. Contoh nyeri akut pada anak antara lain
nyeri kanker dan nyeri sedasi perawatan akhir hidup.
b. Berdasarkan Sumbernya
1) Nyeri Kutaneus/ Superfisial, yaitu nyeri yang berasal dari kulit atau
jaringan subkutan, contohnya: luka akibat teriris kertas yang
menimbulkan nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar.
2) Nyeri Somatik Dalam, yaitu nyeri yang berasal dari ligament,
pembuluh darah, tulang, tendon dan syaraf. Nyeri menyebar dan
37
cenderung berlangsung lebih lama dibandingkan nyeri kutaneus,
contohnya adalah nyeri pergelangan kaki yang terkilir.
3) Nyeri Viseral, nyeri yang dihasilkan dari stimulasi reseptor nyeri
dalam rongga abdomen, cranium dan thorak. Nyeri viseral seringkali
disebabkan karena spasme otot, iskemia, atau regangan jaringan.
Obstruksi usus akan mengakibatkan nyeri viseral.
c. Berdasarkan Lokasi/Letak
1) Nyeri Radiasi
Nyeri radiasi adalah nyeri yang menyebar, dirasakan pada tempat
sumber nyeri dan menyebar ke jaringan sekitarnya, contohnya nyeri
jantung mungkin tidak hanya dirasakan di bagian dada namun
menyebar ke sepanjang bahu kiri dan turun ke lengan.
2) Nyeri Alih (Referred Pain)
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan jauh dari jaringan yang
menyebabkan nyeri. Nyeri alih contohnya yaitu nyeri bagian visera
abdomen yang dirasakan didaerah kulit yang jauh dari organ
penyebab nyeri.
3) Nyeri yang Tidak dapat Dilacak (Intractable Pain)
Nyeri yang tidak dapat dilacak adalah nyeri yang sulit diatasi,
misalnya nyeri pada keganasan tingkat lanjut/ kanker maligna.
4) Nyeri Neuropatik
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat atau tepi.
Nyeri neuropatik berlangsung lama, tidak menyenangkan, dan dapat
digambarkan sebagai rasa terbakar, tumpul, dan gatal; nyeri tajam,
seperti ditembak dapat juga dirasakan.
5) Nyeri Phantom
Nyeri phantom adalah sensasi yang sangat menyakitkan yang dirasa
pada bagian tubuh yang hilang (mis. kaki yang diamputasi) atau
yang mengalami paralisis karena cedera medulla spinalis. Nyeri
neuropatik dapat dibedakan dari sensasi phantom yaitu perasaan
bahwa bagian tubuh yang hilang masih tetap ada.
38
4. Prinsip Pengkajian Nyeri
Respon anak terhadap nyeri mengikuti pola perkembangan dan
dipengaruhi temparemen, kemampuan koping, dan pajanan terhadap nyeri
dan prosedur yang menyakitkan sebelumnya. Pengkajian nyeri perlu
menggunakan berbagai strategi pengkajian untuk membantu dalam
memperoleh hasil pengkajian nyeri yang lebih akurat. Strategi-strategi ini
termasuk menanyakan anak (dengan kata-kata yang sesuai tingkat
perkembangan kognitif dan bahasa) dan orang tua, pengamatan perilaku dan
respon psikologik, serta penggunaan skala nyeri (Kathlellen, 2008).
Pengkajian nyeri pada anak yang menyeluruh dan akurat adalah kunci
untuk menentukan intervensi nyeri yang baik dan efektif (Potts & Mandleco,
2012). Pengkajian nyeri terdiri dari 2 komponen utama yaitu riwayat nyeri
untuk mendapatkan data klien dan observasi langsung terhadap respons
perilaku dan psikologis klien (Berman, Snyder, Kozier, & Erb, 2009).
Hockenberry & Wilson (2009) menyatakan bahwa terdapat tiga tipe
pengukuran nyeri yang telah dikembangkan untuk mengukur/menilai nyeri
pada anak, yaitu behavioral measures, physiologic measures, and self report
measures, yang penerapannya bergantung pada kemampuan kognitif dan
bahasa anak.
a. Wawancara Nyeri dan Riwayat Nyeri
Pengkajian awal nyeri pada anak meliputi riwayat nyeri dan
informasi komprehensif tentang pengalaman nyeri anak pada masa lalu,
strategi perawatan, dan segala sesuatu yang disukai anak. Perawat perlu
menanyakan kepada anak dan pengasuh anak (mis. orangtua) tentang
intervensi dan strategi koping yang telah berhasil membantu di masa lalu.
Pengkajian nyeri meliputi PQRST (presence of pain, quality,
radiation, severity, timing) yang dilakukan oleh perawat dengan cara
mewawancarai kedua orang tua (atau primary care provider) dan anak
(Tabel 1), dan kemudian anak diberi kesempatan untuk menggambarkan
dan menilai rasa nyerinya dengan menggunakan skala pengukuran nyeri.
39
Pada anak-anak yang secara perkembangan kognitif belum mampu
menggambarkan atau mengungkapkan nyeri yang dirasakannya, perawat
melakukan pengkajian kepada orangtuanya. Informasi yang diberikan
orang tua harus dihargai sebagai jawaban klien (Tabel 2). Pengkajian nyeri
secara sistematis untuk memperoleh riwayat nyeri akan menunjukkan
penilaian yang lebih komprehensif (Potts & Mandleco, 2012).
40
Ceritakan pada saya tentang Gambarkan rasa nyeri yang pernah dialami
sakit yang pernah kamu anak anda.
rasakan sebelumnya.
Kepada siapa kamu Siapa yang anak anda beritahu ketika ia
bercerita ketika kamu sakit? merasakan nyeri?
Apa yang kamu lakukan Bagaimana anda tahu kapan anak anda sedang
untuk dirimu ketika sakit? mengalami nyeri?
Apa yang kamu ingin orang Bagaimana biasanya anak anda bereaksi ketika
lain lakukan untuk kamu dia merasa nyeri?
ketika sakit?
Apa yang kamu tidak ingin Apa yang anda lakukan untuk membantu anak
orang lain lakukan untuk anda ketika dia sedang nyeri?
kamu ketika sakit?
Apa yang paling membantu Apa yang anak anda lakukan untuk
untuk membuat sakit/ membantu dirinya sendiri ketika ia sedang
nyerimu pergi? nyeri?
Apa cara yang terbaik untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri anak anda?
Apakah ada hal lain yang Apakah ada hal khusus yang anda ingin saya
ingin kamu ceritakan pada tahu tentang nyeri anak Anda? (jika ya,
saya tentang sakit yang jelaskan)
pernah kamu alami? (Jika
ya, jelaskan)
Sumber: Potts & Mandleco, 2012
41
b) Menunjukkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dan
penurunan saturasi oksigen.
c) Bersuara tinggi, tegang, menangis keras
d) Ekstremitas menunjukkan tremor
e) Menemukan lokasi nyeri, memijat daerah tersebut dan menjaga
bagiannya.
2) Toddler
a) Menunjukkan dengan menangis keras
b) Mampu menyampaikan secara verbal untuk menunjukkan
ketidaknyamanan seperti “Aduh”, “Sakit”.
c) Mencoba untuk menunda prosedur karena dianggap menyakitkan
d) Menunjukkan kegelisahan umum
e) Menyentuh area yang sakit
f) Lari dari perawat
3) Pra Sekolah
a) Sakit dirasakan sebagai hukuman atas sesuatu yang mereka lakukan.
b) Cenderung menangis
c) Menggambarkan lokasi dan intensitas nyeri
d) Menunjukkan regresi untuk perilaku sebelumnya, seperti kehilangan
kontrol
e) Menolak rasa sakit untuk menghindari kemungkinan diinjeksi
4) Sekolah
a) Menggambarkan rasa sakit dan mengukur intensitas nyeri
b) Menunjukkan postur tubuh kaku
c) Menunjukkan penarikan
d) Menunda untuk melakukan prosedur
5) Remaja
a) Merasakan nyeri pada tingkat fisik, emosi, dan kognitif
b) Mengerti sebab dan efeknya
c) Menggambarkan rasa sakit dan mengukur intensitas nyeri
d) Meningkatkan ketegangan otot
42
e) Menunjukkan penurunan aktivitas motorik
f) Menyebutkan kata sakit atau berdebar untuk menjelaskan nyeri
1. Pengertian bercerita
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka, yang
bisa dilakukan secara lesan atau tertulis. Cara penuturan cerita tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga (Gunarti,
2010).
Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat
berpengaruh kepada jiwa manusia. Cerita yang disampaikan pada masa
kanak-kanak akan melekat sepanjang hidupnya. Nilai-nilai kehidupan yang
terserap itu dapat diaplikasikan kedalam kehidupan nyata (Bimo, 2011)
Menurut kesimpulan penulis berdasarkan teori diatas bercerita adalah
suatu informasi dalam dongeng belaka dan mempunyai banyak imajinasi
dan cara berpikir.
2. Manfaat bercerita
a. Membangun Kedekatan Emosional
Kegiatan bercerita berbagai hal, baik itu berupa kejadian dalam
kehidupan sehari-hari ataupun cerita rekaan pada anak dengan penuh
penghayatan, akan memunculkan ragam rasa pada anak sesuai dengan
sifat-sifaf yang ada dalam tokoh cerita tersebut. Jalinan batin berupa
ekspresi yang diramu sedemikian rupa oleh pendidik dapat membangun
kedekatan emosional anak. Rasa sayang, hormat, dan keteladanan
secara alami akan berlangsung pada setiap proses pembelajaran.
b. Media Penyampai Pesan atau Nilai Moral dan Agama
Cerita biasanya memiliki nilai-nilai kehidupan tertentu ataupun
mengandung pesan moral kehidupan. Pada dasarnya anak-anak lebih
43
senang mendengarkan cerita daripada dinasehati atau diperintah, maka
untuk mengajarkan nilai moral atau nilai-nilai yang ada dalam agama
lebih efektif bila menggunakan metode bercerita. Teknik
menyampaikan pesan maupun pengajaran moral melalui cerita ini
dengan cara diselipkan dalam cerita, atau memang pesan dan nilai-nilai
moral tersebut dikemas menjadi cerita. Pesan-pesan yang ingin
disampaikan atau nilai moral itu bisa juga sampaikan pada akhir cerita
dalam kesimpulan atau disimpulkan bersama-sama.
c. Pendidikan Imajinasi/Fantasi
Kegiatan bercerita merupakan proses untuk berimajinasi dan berfantasi,
baik yang dilakukan oleh pencerita maupun yang mendengarkan cerita.
Berimajinasi dan berfantasi adalah sebuah proses kejiwaan yang sangat
penting bagi anak-anak sebagai dasar dari kreatifitas. Imajinasi dan
fantasi juga akan mendorong rasa ingin tahu anak dan rasa ingin tahu
ini dapat mengembangkan intelektual anak. Jadi untuk
mengembangkan intelektualitas dan merangsang daya kreatifitas anak
bisa dilakukan dengan cara bercerita.
d. Menyalurkan dan Mengembangkan Emosi
Emosi anak selain perlu untuk disalurkan juga perlu dilatih. Metode atau
cara yang digunakan adalah dengan bercerita. Melalui cerita ini, emosi
anak diajak untuk mengarungi berbagai perasaan manusia, baik
kesedihan, kemalangan, kebahagiaan, kegembiraan, duka, dan nestapa.
Dengan menghayati berbagai emosi dan perasaan orang lain maka anak
akan terlatih untuk berempati dan bersimpati pada orang lain.
e. Membantu Proses Identifikasi Diri
Bercerita dapat berperan dalam proses pembentukan watak seorang
anak. Sifat dasar anak usia dini adalah suka meniru, jadi dalam
pembelajaran mengenali diri atau mengidentifikasi diri bisa dilakukan
dengan cara cerita. Melalui cerita ini, anak-anak akan mudah memahami
sifat-sifat, figur-figur dan perbuatan baik dan perbuatan buruk. Anak-
anak akan meniru figur atau tokoh yang memiliki sifat baik dan anak
44
akan mengidentifikasi dirinya seperti tokoh atau figur yang baik tersebut
(Gunarti, 2010).
3. Jenis-jenis Cerita
Jenis-jenis cerita dapat dibedakan dari berbagai sudut pandang, dan dari
itulah kita dapat memilah-milah jenis ceritanya. Dibawah ini akan diuraikan
mengenai berbagai sudut pandang dan jenis-jenis ceritanya:
a. Berdasarkan Pelaku (fabel, dunia benda mati, dunia manusia,
campuran/kombinasi)
Berdasarkan Kejadian (cerita sejarah, cerita fiksi, cerita fiksi sejarah)
b. Berdasarkan Sifat Waktu Penyajian (cerita bersambung, cerita serial,
cerita lepas, cerita sisipan, cerita ilustrasi)
c. Berdasarkan Sifat dan Jumlah Pendengar (cerita privat, cerita kelas dan
cerita forum terbuka) Berdasarkan Teknik Penyampaian (cerita
langsung, membacakan cerita)
d. Berdasarkan Pemanfaatan Peraga (dengan alat peraga dan tanpa alat
peraga) (Gunarti, 2010).
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
46
pada Asuhan Keperawatan dengan Dengue Haemorragic Fever di Ruang
47
D. Subjek penelitian/Partisipan
48
d) Lingkar Dada
2) Perkembangan
a) Usia 6-7 tahun
(1) Usia sekolah kelas 1 sampai 2
(2) Peningkatan bertahap dalam ketangkasan
(3) Mengembangkan konsep angka
(4) Ulangi tiga angka ke belakang
(5) Mengetahui tiga perintah sekaligus
(6) Dapat meniru gambar permata
(7) Pada saat bermain, memotong, melipat, memotong mainan
kertas, menjahit dengan kasar bila di beri jarum
(8) Anak laki-laki lebih suka dengan anak laki-laki, perempuan
lebih suka dengan anak perempuan
(9) Mengambil bagian dalam kelompok bermain
b) Usia 8-9 tahun
(1) Usia sekolah 3 dan 4
(2) Selalu terburu-buru; melompat, lari, meloncat
(3) Menghitung mundur dari 20 sampai l, memahami konsep
kebalikan
(4) Menggambarkan objek umum dengan mendetil, tidak
semata-mata penggunaannya
(5) Membuat perubahan lebih dari seperempatnya
(6) Dapat menangkap konsep bagian dan keseluruhan (fraksi)
(7) Mengklasifikasikan objek dari suatu kualitas; mempunyai
(8) koleksi
(9) Menghasilkan gambar atau lukisan sederhana
(10) Lebih kritis tentang diri sendiri
c) Usia 10-12 tahun
(1) Usia sekolah 5-6
(2) Postur lebih serupa dengan orang dewasa; akan mengalami
lordosis
49
(3) Menulis cerita singkat
(4) Membaca untuk mendapatkan informasi praktis atau
kenikmatan sendiri, buku cerita atau buku perpustakaan
tentang petualangan atau romantika atau cerita binatang
(5) Memelihara binatang
(6) Terkadang tinggal sendiri di rumah selama sejam atau lebih
(7) Berhasil dalam memeliharakebutuhan sendiri atau kebutuhan
anak lain yang ada dalam perhatiannya.
(8) Memilih teman dengan lebih selektif; dapat mempunyai
"sahabat"
(9) Lebih diplomatik
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran (GCS)
3) TTV
a) Tekanan darah (disesuaikan dengan usia anak)
b) Nadi
c) Pernapasan
d) Suhu
c. Pemeriksaan Head To Toe (Inspeksi, Auskultasi, Palpasi, Perkusi)
1) Penampilan umum
2) Kepala
3) Mata
4) Hidung
5) Telinga
6) Mulut dan tenggorokan
7) Leher
8) Dada
9) Abdomen
10) Tangan (ekstremitas atas)
50
11) Genitalia
12) Anus (ekstremitas bawah)
51
Apakah adik sudah Apa suku bangsa Dimana alamat rumah
sekolah? anak anda? anda?
Dimana dan kelas Dimana alamat Apa hubungan anda
berapa adik rumah? dengan klien?
sekolah?
Apa suku/ bangsa Sejak kapan anak
adik? anda masuk RS?
Dimana alamat
rumah adik?
Sejak kapan adik
masuk ke RS?
b. Keluhan utama
Jika anak sudah bisa berbicara:
Tabel 3.2
Keluhan utama untuk anak yang sudah bisa bicara
Apa yang paling adik keluhkan terkait kondisi adik saat ini?
Jika anak belum bisa bicara, wawancara ditujukan kepada orang tua
atau penaggung jawab atau keluarga klien:
Tabel 3.3
Belum bisa berbicara
Apa yang menjadi alasan utama ibu/bapak membawa anak anda
ke Rumah Sakit?
52
P Apa yang paling sering anak ibu/bapak keluhkan saat
ini? Apakah anak ibu/bapa sering mengeluhkan nyeri?
Q Apakah nyeri anak ibu/bapak itu bisa ditangani?
Dengan cara apa untuk menangani nyeri anak
ibu/bapa?
R Bagian/daerah mana yang terasa nyeri? Tolong
tunjukan!
S Termasuk metode observasi partisipatif (mengukur
respirasi anak)
T Kapan saja anak ibu/bapak merasakan nyeri? Sudah
berapa lama? Apakah terjadi setiap saat atau sewaktu-
waktu?
2) Riwayat intranatal
Tabel 3.6
Riwayat intranatal
Apakah anak ibu ini dilahirkan secara norma atau secara sesar?
53
Siapakah yang membantu ibu dalam proses kelahiran?
Berapa berat badan dan panjang badan anak ibu ini saat
dilahirkan?
Bagaimana kondisi anak ibu sat lahir? Apakah langsung
menangis?
3) Riwayat postnatal
Tabel 3.7
Riwayat postnatal
Siapakah yang mengasuh anak ibu?
Apakah anak ibu diberi ASI eksklusif? Jika ya, sampai usia
berapa anak ibu di berikan ASI eksklusif?
Berapa kali anak ibu mandi/dimandikan dalam sehari?
4) Riwayat imunisasi
Tabel 3.8
Riwayat imunisasi
Apakah anak ibu sudah mendapatkan imunisasi?
54
Apa minuman yang dikonsumsi oleh anak ibu di rumah dan di
RS? Berapa kali/gelas dalam sehari?
Berapa jam anak ibu tidur dalam sehari ketika di rumah dan di
RS?
3. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat
berupa gambar, tabel atau daftar periksa, dan film dokumentasi (Hidayat,
2009).
a. Terapi pengobatan
b. Pemeriksaan lab atau pemeriksaan diagnostic
1) Rontgen
2) Darah lengkap
4. Metode Tes
Metode tes merupakan instrumen penelitian untuk mengukur ada tidaknya
serta besarnya kemampuan objek yang diteliti (Arikunto, 2013). Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode tes dengan skala nyeri wajah
Wong-bakers. Dikarenakan tingkat tes nyeri ini dirancang sebagai petunjuk
untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan
tingkat keparahan nyeri.
55
Gambar 3.1
56
3. Mengacu pada pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini data yang
terkelompok diolah dan diinterpretasikan secara kualitatif dengan maksud
menjawab masalah penelitian. Data tersebut ditafsirkan menjadi kategori-
kategori yang berarti menjadi bagian dari teori atau mendukungnteori yang
diformulasikan secara deskriptif.
Analisis PICOT
P : Pasien/ problem (seperti apa karakteristik pasien kita/ poin-poin
penting saja, hal-hal yang berhubungan atau relevan)
I : Intervensi (berisikan hal berhungan dengan intervensi yang
diberikan ke pasien
C : Comparison (pembanding/ hal yang dapat menjadi alternatif
intervensi yang digunakan/ pembanding tindakan lain/ korelasi
hubungan dari intervensi
O : Outcome (hasil/ harapan yang kita inginkan dari intervensi yang
diberikan)
T : Timing (waktu)
H. Etika Penelitian
57
Lembar pesetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti,
peneliti menjelaskan maksud dari penelitian sena dampak yang mungkin
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia, maka
mereka harus menandatangani surat persetujuan penelitian, jika responden
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati hak-haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Anonymity adalah suatu keadaan dimana identitas seseorang
disembunyikan dari orang lain dalam komunikasi tertentu (Notoatmodjo,
Soekidjo,2012). Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti
tidak akan dicantumkan nama dan lembar pengumpulan data dan cukup
diberikan kode tertentu.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality adalah pencegah bagi meraka yang tidak
berkepentingan dapat mencapai informasi, berhubungan dengan data yang
diberikan kepihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya diperolehkan
untuk keperluan tertentu (Notoatmodjo, Soekidjo,2012). Masalah ini
merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Kerahasian
informasi yang diperoleh dari responden dijamin oleh peneliti, hanya
sekelompok data tertentu yang akan disajikan dan dilaporkan sebagai hasil
peneliti.
58