PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk
family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo
Aru, dkk 2009)
HIV merupakan jenis penyakit infeksi dari suatu virus, maka cara kerja
HIV juga sama seperti halnya virus-virus yang lain, yaitu senantiasa berubah-
ubah dan senantiasa mampu bermutasi dan memperbanyak diri dengan cepat.
Selain itu, sifat dasar virus yang sulit untuk dimatikan juga membuat
serangan HIV menjadi semakin mengerikan.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan
menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat
AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak
region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara
2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang
kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang
terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,
peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan
31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus
angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas
76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak
mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi
1
sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara
80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga,
setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di
Asia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari HIV/ AIDS?
2. Bagaimana etiologi dari HIV/ AIDS?
3. Bagimana manifestasi klinis dari HIV/ AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari HIV/ AIDS?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari HIV/ AIDS?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari HIV/ AIDS?
7. Bagaimana respon spesifik pada penderita HIV/ AIDS?
8. Bagaimana isu etik dan legal pada penderita HIV/ AIDS?
9. Bagaimana konseling dan VCT pada klien HIV/ AIDS?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari HIV/ AIDS
2. Mengetahui bagaimana etiologi dari HIV/ AIDS
3. Mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari HIV/ AIDS
4. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari HIV/ AIDS
5. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari HIV/ AIDS
6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari HIV/ AIDS
7. Mengetahui bagaimana respon spesifik pada penderita HIV/ AIDS
8. Mengetahui bagaimana isu etik dan legal pada penderita HIV/ AIDS
9. Mengetahui bagaimana konseling dan VCT pada klien HIV/ AIDS
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk
family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo
Aru, dkk 2009)
AIDS berarti sindrom defisiensi imun yang didapat. Rute satu-satunya
yang terindentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang
terkontaminasi oleh HIV. Transmisi dapat dilakukan melalui kontak seksual,
pemajanan pada darah terkontaminasi dan produk darah (tansfusi,
penggunaan jarum bersama secara illegal terhadap obat IV, fungsi jarum tak
disengaja, robekan area kulit yang terpajan langsung pada darah
terkontaminasi) dan dari wanita hamil.
AIDS merupakan bentuk terparah akibat infeksi HIV. HIV adalah
retrovorus yang biasanya menyerang organ vital system kekebalan manusia,
seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritic. HIV secara
langsung dan tidak langsung merusak sel T CD4+ , padahal sel T CD4+
dibutuhkan agar system kekebalan tubuh berfungsi baik.
HIV merupakan jenis penyakit infeksi dari suatu virus, maka cara kerja
HIV juga sama seperti halnya virus-virus yang lain, yaitu senantiasa berubah-
ubah dan senantiasa mampu bermutasi dan memperbanyak diri dengan cepat.
Selain itu, sifat dasar virus yang sulit untuk dimatikan juga membuat
serangan HIV menjadi semakin mengerikan.
B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukemia
Virus (HTL – III yang juga disebut Human T-Celi Lymphotropic Virus
3
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu.
Penularan virus ditularkan melalui :
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV
2. Jarum suntik/ tindik/ tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
C. Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambaran klinik (WHO 2006)
Tanpa gejala : Fase klinik 1
Ringan : Fase klinik 2
Lanjut : Fase klinik 3
Parah : Fase klinik 4
Fase Klinik HIV
Fase Klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/ pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh
Fase klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernapasan atas (sinusitis,
tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut
bibir, ulkus mulut berulang, popular pruritic eruptions, seborrhoic dermatitis,
infeksi jamur pada kuku
Fase klinik 3
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab sampai >1
bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan). Kandidiasis oral
menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat
misalnya: pneumonia, empyema (nanah dirongga tubuh terutama pleura,
abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang), meningitis bacteremia,
gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute necrotizing ulcerative stomatitis,
4
gingivitis atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8
g/dl), neutropenia (< 0,5 x 109 / l) dan atau trombositopenia kronik (<50 x
109/l).
Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis pneumonia
(pneumonia karena pneumocystis carini), pneumonia bakteri berulang, infeksi
herpes simplex kronik (orolabial, genital, atau anorektal >1 bulan).
Oesophageal candidiasis, TBC ekstrapulmonal, Cytomegalovirus,
Toksoplasma di SSP, HIV encephalopathy, meningitis, infectin progressive
multivocal, hympoma, invasive cervical carsinoma, leukoencephalopathy.
Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya
sulit dibedakan karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada
penderita penyakit lainnya. Secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Rasa lelah dan lesu
2. Berat badan menurun secara drastic
3. Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
4. Mencret dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih dilidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru
8. Kanker kulit
D. Patofisiologi
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurangnya jenis limfosit T
helper yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 adalah pusat dan
sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi fungsi imunologik. Menurun atau menghilangnya sistem
imunitas seluler, terjadi karena virus HIV menginfeksi sel yang berperan
membentuk antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit T4.
Setelah virus HIV mengikatkan diri pada molekul CD4, virus masuk ke
dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudian dengan enzim reverse
transkriptasevirus tersebut merubah bentuk RNA (Ribonucleic Acid) agar
5
dapat bergabung dengan DNA (Deoxyribonucleic Acid) sel target.
Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik
virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung
seumur hidup.
Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel
yang diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut dan lambat
laun akan merusak limfosit T4 sampai pada jumlah tertentu. Masa ini disebut
dengan masa inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak
seseorang terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa
inkubasi, virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium
kurang lebih 3 bulan sejak 15 tertular virus HIV yang dikenal dengan masa
“window period”. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun akan
terlihat gejala klinis pada penderita sebagai dampak dari infeksi HIV
tersebut.20 Pada sebagian penderita memperlihatkan gejala tidak khas pada
infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah
demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare,
atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun,
tetapi ada sekelompok kecil penderita yang memliki perjalanan penyakit amat
cepat hanya sekitar 2 tahun dan ada juga yang sangat lambat (non-
progressor).
Secara bertahap sistem kekebalan tubuh yang terinfeksi oleh virus HIV
akan menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak. Kekebalan tubuh yang
rusak akan mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang bahkan hilang,
sehingga penderita akan menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction)
2. Tes ELSA memberikan hasil positif 2 – 3 bulan sesudah infeksi
3. Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaaan western blot
6
4. Serologis: skrining HIV dengan ELISA, Tes western blot, limfosi T
5. Pemeriksaan darah rutin
6. Pemeriksaan neurologist
7. Tes fungsi paru, broskoscopi
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan suportif
a. Pemberian nutrisi yang baik
b. Pemberian multivitamin
2. Pengobatan simptomatik
3. Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan antibiotic
kotrimoksazol
4. Pemberian ARV (Antiretroviral)
ARV dapat diberikan saat pasien sudah siap terhadap kebutuhan berobat
seumur hidup. Indikasi dimulainya pemberian ARV dapat dilihat pada
tabel berikut.
WHO 2009 Amerika Serikat
Untuk Negara berkembang DHHS 2008
Stadium IV (AIDS) tanpa
Riwayat diagnosis AIDS
memandang CD4
HIV – ssociated nefropathy/
Stadium III
HIVAN
TB Paru Asimptomatik, CD4 <350
Pneumonia berulang Ibu hamil
Stadium I dan II bila CD4 <350
Pedoman Terapi ARV
a. Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat
b. Selalu gunakan minimal kombinasi3 ARV yang disebut HAART
(Highly Active Anti Retroviral Therapy)
c. Kombinasi ARV ini pertama pasien naïve (belum pernah pakai ARV
sebelumnya) yang dianjurkan: 2 NRTI (Nucleoside atau nucleotide
7
reseve transcriptase inhibitor) + 1 NNRTI (non – nucleoside atau
nucleotide reseve transcriptase inhibitor)
d. Di Indonesia, regimen pengobatan yang dipakai adalah :
- Lini pertama : AZT + 3TC + EFV atau NVP
alternative : d4T + 3TC + EFV ata NVP
AZT atau d4T + 3TC + 1 PI (LPV/ r)
- AZT (Azidotimidin), EFV (Efavirenz), d4T (Stavudine), 3TC
(Lamivudin), NVP (Nelfinafir), LPV/r (Lopinavir/ ritonavir)
8
Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien juga
menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel
mikroglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar
limfe, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans dikulit. Efek infeksi
pada sel mikroglia diotak adalah ensefalopati dan pada sel epitel usus
adalah diare yang kronis (Stewart, 1997).
Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut
biasanya baru disadari pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak
mengalami kesembuhan.
3. Respon Spiritual
Respon adaptif spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000)
dan Kauman dan Nipan (2003). Respon adaptif spiritual meliputi:
a. Harapan yang realistis
b. Tabah dan sabar
c. Pandai mengambil hikmah
10
a. Asas Menghormati Otonomi Klien
Klien mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan memutuskan apa
yang akan dilakukan terhadapnya, untuk ini perlu informasi yang
cukup.
b. Asas Kejujuran
Tenaga kesehatan hendaknya mengatakan yang sebenarnya tentang
apa yang terjadi, apa yang akan dilakukan serta risiko yang dapat
terjadi.
c. Asas Tidak Merugikan
Tenaga kesehatan tidak melakukan tindakan yang tidak diperlukan
dan mengutamakan tindakan yang tidak merugikan klien serta
mengupayakan risiko yang paling minimal atas tindakan yang
dilakukan.
d. Asas Manfaat
Semua tindakan yang dilakukan terhadap klien harus bermanfaat
bagi klien untuk mengurangi penderitaan atau memperpanjang
hidupnya.
e. Asas Kerahasiaan
Kerahasiaan klien harus dihormati meskipun klien telah meninggal.
f. Asas Keadilan
Tenaga kesehatan harus adil, tidak membedakan kedudukan social
ekonomi, pendidikan, jender, agama dan lain sebagainya (Hariadi,
2004).
Prinsip etik yang harus dipegang oleh seseorang, masyarakat, nasional
dan internasional dalam menghadapi HIV/ AIDS adalah:
a. Empati
Ikut merasakan penderitaan sesame termasuk ODHA dengan penuh
simpati, kasih saying dan kesediaan saling menolong.
b. Solidaritas.
Secara bersama-sama membantu meringankan dan melawan
ketidakadilan yang diakibatkan oleh HIV/ AIDS
11
c. Tanggung jawab
Bertanggungjawab mencegah penyebaran dan memberikan
perawatan pada ODHA (Depkes RI, 2003).
12
BAB III
KONSELING DAN VCT PADA KLIEN HIV/ AIDS
A. Konseling
1. Pengertian
Konseling adalah hubungan yang bebas dan berstruktur dengan cara
membiarkan klien memperoleh pengertian secara mandiri yang
membimbingnya untuk menentukan langkah positif kearah orientasi baru
(Roblis, 1942).
Sedangkan menurut Smith (1955) mengatakan bahwa konseling
adalah proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang
mengalami kesulitan dengan seorang professional terlatih
berpengalaman, dan pengalamannya mungkin dapat digunakan untuk
membantu orang lain sehingga mampu memecahkan persoalan
pribadinya.
2. Ciri-ciri Konseling
1) Konseling berkaitan dengan kegiatan memengaruhi secara sengaja
agar terjadi perubahan perilaku pada sebagian dari kepribadian klien.
2) Harus ada pembatasan untuk hal-hal yang bersifat pribadi bagi
konselor. Hanya hal yang berhubungan dengan penyakit saja yang
dibahas.
3) Kondisi yang mempermudah terjadinya perubahan perilaku
diperoleh melalui wawancara.
4) Kegiatan mendengarkan harus ada pada konseling, tetapi tidak
semua konseling adalah mendengarkan
5) Konselor harus memahami kliennya
6) Konseling dilakukan dengan tertutup (privacy) dan diskusi bersifat
rahasia (confidential)
13
3. Tujuan Utama Konseling
1) Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku
Tujuan suatu konseling adalah melakukan perubahan paradigm dan
perilaku pada klien untuk menuju kearah perubahan yang
memungkinkan klien dapat hidup lebih produktif dan menikmati
kepuasan hidup sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang ada
dalam masyarakat. Tujuan konseling harus jelas, jadi perubahan
perilaku yang dikehendaki ialah perubahan yang seperti apa dan
selanjutnya bagaimana melakukan perubahan tersebut dengan
bantuan dari konselor.
2) Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu
Dalam hal ini konselor akan membantu mengajarkan bagaimana
seharusnya dan sebaiknya klien bersikap ketika menghadapi masalah
dan menyelesaikan masalah tersebut.
3) Meningkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan
Konseling bertujuan untuk membantu seseorang belajar mengenai
keseluruhan proses pengambilan keputusan dari awal hingga akhir,
sehingga pada akhirnya ia bisa melakukannya sendiri
4) Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan
Sebagai makhluk social individu diharapakn mampu membina
hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya, sejak kecil
disekolah, kemudian ketika dewasa dengan teman sebaya dan rekan
sepekerjaan/ seprofesi.
5) Menyediakan fasilitas untuk pngembangan kemampuan klien
Konseling berupaya untuk memaksimalkan efektivitas pribadi
dengan cara mengembangkan kemampuan penguasaan klien
terhadap lingkungan dan berbagai respons di dalam dirinya.
14
diri dengan stress dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan
dengan HIV/ AIDS.
Konseling HIV/ AIDS berbeda dengan jenis konseling lainnya,
walaupun keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama. Konseling
HIV menjadi hal yang unik karena:
1) Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular
seksual (IMS) dan HIV/ AIDS
2) Membutuhkan pembahasan mengenai praktik seks yang bersifat
pribadi
3) Membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proses kematian
4) Membutuhkan kepekaan konselor dalam mengahadapi perbedaan
pendapat dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dengan nilai
yang dianut oleh konselor itu sendiri
5) Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV yang
positif
6) Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan
maupun anggota keluarga klien
15
7. Petugas Konseling
1) Dokter
2) Perawat
3) Psikolog
4) Psikoterapis
5) Pekerja social dan orang dengan profesi lain dapat dianjurkan dan
dilatih untuk memberikan dukungan konseling
16
c. Tahap VCT
1) Sebelum Deteksi HIV (Pra-konseling)
Pra konseling juga disebut konseling pencegahan AIDS. Dua hal
yang penting dalam konseling ini yaitu aplikasi perilaku klien yang
menyebabkan klien dapat berisiko tinggi terinfeksi HIV/ AIDS dan
apakah klien mengetahui tentang HIV/ AIDS dengan benar.
Tujuan Konseling pra-tes HIV/ AIDS :
Klien memahami benar kegunaan tes HIV/ AIDS
Klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya
Klien dapat menurunkan rasa kecemasannya
Klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam
kehidupannya
Klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes
darah HIV/ AIDS atau tidak
Lima Prinsip Praktis Konseling pra-tes HIV/ AIDS:
1) Motif dari klien HIV/ AIDS
Klien yang secara sukarela (Voluntary) dan secara paksa
(compulsory) mempunyai perasaan yang berbeda dalam
menghadapi segala kemungkinan, baik pra-tes atau pasca-tes.
2) Interpretasi hasil pemeriksaan
- Uji saring atau skrining dan tes konfirmasi
- Asimptomatik atau gejala nyata (Full Blown Symptom)
- Tidak dapat disembuhkan (HIV) tetapi masih dapat diobati
(infeksi sekunder)
3) Estimasi hasil
- pengkajian risiko bukan hasil yang diharapkan
- Masa jendela
4) Rencana ketika hasil diperoleh
Apa yang akan dilakukan oleh klien ketika telah mengetahui
hasil pemeriksaan, baik postif maupun negative
17
5) Pembuatan keputusan
Klien dapat memutuskan untuk mau dan tidak mau diambil
darahnya guna dilakukan pemeriksaan HIV.
2) Deteksi HIV (Sesuai keinginan klien dan setelah klien
menandatangani lembar persetujuan – informed consent)
Tes HIV adalah tes darah yang digunakan untuk memastikan
apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Caranya
adalah dengan cara mendeteksi ada tidaknya antibody HIV dalam
sampel darahnya. Hal itu perlu dilakukan agar seseorang bisa
mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama status
kesehatan yang menyangkut risiko dari perilakunya selama ini.
Tes HIV harus bersifat:
1) Sukarela
Orang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas
kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan/ tekanan orang lain.
2) Rahasia
Apapun hasil tes ini, baik positif ataupun negative, hanya boleh
diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan
3) Tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, baik orangtua/
pasangan, atasan atau siapapun
3) Pascakonseling: Konseling setelah Deteksi HIV
Pascakonseling merupakan kegiatan konseling yang harus
diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun
negate, konseling pasca-tes sangat penting untuk membantu mereka
yang hasilnya HIV positif agar dapat mengetahui cara
menghindarkan penularan HIV kepada orang lain.
Tujuan Konseling pasca-tes:
1) Hasil negative
- Klien dapat memahami arti periode jendela (tenggang
waktu antara masuknya HIV ke dalam tubuh seseorang dan
munculnya antibody terhadap HIV, waktunya biasanya
antara 1 sampai 6 bulan dan selama periode tersebut
18
seseorang yang sudah terinfeksi HIV masih menunjukkan
hasil tes yang negatif)
- Klien dapat membuat keputusan akan tes ulang atau tidak,
kapan waktu tepat untuk mengulang
- Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya
untuk mengurangi risiko melalui perilakunya.
2) Hasil positif
- Klien dapat memahami dan menerima hasil tes secara tepat
- Klien dapat menurunkan masalah psikologis dan emosi
karena hasil tes
- Klien dapat menyesuaikan kondisi dirinya dengan infeksi
dan menyusun pemecahan masalah serta dapat menikmati
hidup
- Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya
untuk mengurangi risiko melalui perilakunya
Jenis Tes untuk Mendeteksi HIV
Jenis tes yang biasa digunakan untuk mendeteksi seseorang
terinfeksi HIV/ AIDS adalah dengan menggunakan tes ELISA Latex
Agglutination dan Westerm Blot. Apabila tesa ELSA atau Latex
Agglutination menunjukkan bahwa klien terinfeksi HIV, maka
hasilnya perlu dikonfirmasikan lagi dengan tes Westerm Blot
sebelum klien benar-benar dipastikan positif terinfeksi HIV.
Yang terpenting adalah bahwa pelayanan VCT harus dilakukan
oleh petugas yang sangat terlatih dan berkualitas tinggi dalam
melakukan konseling dan deteksi HIV. Hal ini penting mengingat
terinfeksinya seseorang dengan HIV/ AIDS akan berdampak pada
kehidupan pada penderitanya dan orang-orang yang berinteraksi
dengannya.
19
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
1. Aktivitas / istirahat
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
2. Sirkulasi
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
3. Integritas ego
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah,
menangis.
4. Elimiinasi
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal,
absesrektal.
5. Makanan / cairan
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
6. Neurosensori
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan
respon melambat.
7. Nyeri / kenyamanan
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan
rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yangsakit.
8. Pernafasan
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (Doenges, 1999) adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan
2. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungkan
dengan gangguan intestinal
20
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
4. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
5. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi
metabolisme
4. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan pola nafas efektif dan
tidak mengalami sesak nafas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas, tandai Memperkirakan adanya
daerah paru yang mengalami perkembangan komplikasi atau
penurunan, atau kehilangan infeksi pernafasan, misalnya
ventilasi, dan munculnya bunyi pneumonia.
24
adventisius. Misalnya krekels,
mengi, ronki.
Catat kecepatan pernafasan, Takipnea, sianosis, tidak dapat
sianosis, peningkatan kerja beristirahat, dan peningkatan
pernafasan dan munculnya nafas, menuncukkan kesulitan
dispnea, ansietas pernafasan dan adanya
kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan atau intervensi
medis
Tinggikan kepala tempat tidur. Meningkatkan fungsi pernafasan
Usahakan pasien untuk berbalik, yang optimal dan mengurangi
batuk, menarik nafas sesuai aspirasi atau infeksi yang
kebutuhan. ditimbulkan karena atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng Mempertahankan oksigenasi
dilembabkan melalui cara yang efektif untuk mencegah atau
sesuai misalnya kanula, masker, memperbaiki krisis pernafasan
inkubasi atau ventilasi mekanis
26
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk
family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo
Aru, dkk 2009)
HIV merupakan jenis penyakit infeksi dari suatu virus, maka cara kerja
HIV juga sama seperti halnya virus-virus yang lain, yaitu senantiasa berubah-
ubah dan senantiasa mampu bermutasi dan memperbanyak diri dengan cepat.
Selain itu, sifat dasar virus yang sulit untuk dimatikan juga membuat
serangan HIV menjadi semakin meningkat.
B. Saran
Banyak yang percaya kalau penyakit AIDS lebih disebabkan oleh
perilaku manusia itu sendiri, maka masalah yang pertama kali harus dibenahi
adalah soal keyakinan hidup. Hindari perbuatan-perbuatan dan risiko yang
dapat menyebabkan HIV/ AIDS, namun jangan jauhi penderita HIV/ AIDS
karena mereka butuh kita.
27