Anda di halaman 1dari 3

Apa yang Salah Dengan Negara Hukum Ini?

Indonesia adalah Negara hukum. Kalimat tersebut bukan hanya sekedar slogan yang
sering terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Kalimat tersebut merupakan salah satu ayat
yang tercantum dalam UUD 1945. Lantas apakah dasar hukum tersebut sudah terasa
terlaksana? Apakah Indonesia sudah cocok dikatakan Negara hukum? Apakah si kaya dan si
miskin sudah benar-benar merasakan apa arti keadilan dalam hukum? Setiap warga negara
memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Kalimat ini juga bukan sekedar slogan di
mata hukum Indonesia, bukan juga sekedar kalimat indah yang ditulis oleh para pemimpin
negeri ini. Kalimat tersebut dibuat untuk dipatuhi dan dilaksanakan. Namun kenyataan yang
terjadi belum sesuai dengan kalimat yang menjadi harapan seluruh masytarakat Indonesia. Ya
benar , Kedudukan yang sama di mata hukum belum dirasakan.
Sudah 70 tahun Indonesia merdeka, sudah 70 tahun pula kalimat Indonesia adalah
Negara Hukum tertulis pada buku yang dijadikan pedoman kehidupan bangsa Indonesia.
Waktu yang cukup lama untuk sebuah penantian yang tak pasti, keadilan. Terlalu banyak
janji manis yang terucap oleh para penegak hukum dan pemerintah tentang sebuah keadilan.
Apakah begitu sulit untuk berbuat adil kepada setiap masyarakat Indonesia? Untuk apa ada
landasan hukum jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Untuk apa kalimat kalimat indah itu
diciptakan jika tidak dilaksanakan, melainkan hanya sekedar menjadi slogan yang diterikan
dan dijual oleh para penegak hukum.
Setiap harinya di Indonesia pasti terjadi suatu pelanggaran hukum, mulai dari yang
ringan seperti pelanggaran lalu lintas sampai yang berat seperti pembunuhan atau korupsi.
Kasus-kasus yang terjadi tidak hanya menimpa masyarakat sipil saja, tetapi juga merangkul
para pejabat tinggi negara. Bahkan jika diekspos, tidak sedikit orang yang berperan penting
bagi Indonesia yang pernah mencatat lembaran hitam dengan hukum. Namun sanksi yang
sudah jelas tertulis bagi pelanggar, belum dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik. Sanksi yang
seharusnya diberikan bagi para koruptor malah diterima oleh masyarakat miskin yang
melakukan kesalahan yang sama sekali tidak mengganggu maupun merugikan masyarakat
luas.
Lihat saja kasus di jalanan. Walaupun mereka sudah taat peraturan, para oknum jahil
selalu saja mencoba mencari kesalahan mereka hanya demi uang sogokan apa benar alat
Negara seperti itu yang kita miliki? Namun, bagi mereka yang memiliki garis keturunan orang-
orang penting di Indonesia dengan mudah mereka dibebaskan. Mari kita beralih ke meja hijau.
Di meja hijau, golongan kelas atas tentunya akan mendapatkan fasilitas istimewa jika mereka
telah membeli hukum. Bui tidak menjadikan golongan atas cemas apalagi takut. Mereka
bahkan tidak merasa bersalah. Hanya dalam hitungan jam, mereka dapat menyulap bui menjadi
surga bagi golongan bawah, bagi mereka bui golongan atas adalah tempat yang jauh lebih layak
dari tempat tinggal mereka.
Bui mewah bagi para koruptor, mereka bebas melakukan apa saja mereka dengan
senang berwisata menjajal surga-surga yang ada di Indonesia dalam masa tahan mereka. Dasar
hukum apa yang memperbolehkan mereka melakukan itu? Ini benar-benar tidak adil bagi
Negara Hukum, negara yang menjamin kebebasan untuk setiap warga negaranya. Mereka
yang mencuri hak warga negara dapat merasakan kebebasan dan kebahagiaan. Mereka berfoya-
foya menghabiskan uang rakyat yang dalam pemungutannya ditujukan untuk pembangunan
dan kemajuan bangsanya, sedangkan orang orang awam yang tidak punya apa apa makin
terpuruk dan makin menderita, para koruptor itu bersenang senang di atas penderitaan orang
lain
Ingatkah dengan nenek 63 tahun yang dilaporkan karena kasus sepele? Beliau di tuduh
telah mencuri tiga buah kayu jati, beliau berulangkali bersumpah tidak melakukan apa yang
telah dituduhkan kepadanya hanya menjadi tontonan bagi para penegak hukum. Mereka
sepenuhnya menutup telinga dan menutup hati seolah olah tak mendengar tangisan nenek
Asyani. Hakim berbicara dengan mulut berbisanya dengan ucapan yang sangat menyakitkan
dan menyayat hati. . Dia yang sama sama mencuri seperti koruptor mendapatkan hukuman
yang berbeda dengan koruptor. Dia mendapatkan hukuman yang lebih berat. Walaupun banyak
pihak mengecam perbuatan penegak hukum tersebut tetap saja para penegak hukum tidak
melakukan sesuatu Nenek Asyani harus berlapang dada menerima dan merasakan pahitnya
bui selama satu tahun dengan fasilitas yang sangat minim. Ditambah lagi, beliau harus
membayar denda sebesar Rp.500 juta hanya untuk tiga buah kayu jati. Kemana perginya hati
nurani yang pernah ada? Seberapa kayakah mereka hingga mereka dapat membeli hati nurani.
Lama kelamaan mungkin keadilan pun akan habis terjual.
Hukum seolah-olah menjadi tombak terbalik yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Banyak yang merasakannya. Lagi-lagi kasus serupa terjadi antara masyarakat sipil dan petinggi
negara speerti kasus yang menimpa seseorang berinisial AS di Tugu tani. Pada dasarnya, AS
memang salah karena menyetir dalam keadaan mabuk dan menghilangkan nyawa seseorang.
Memang AS pantas mendapatkan hukum penjara hingga puluhan tahun. Bagi masyarakat, itu
akan menjadi suatu bukti keadilan bagi drama meja hijau. Tapi, coba lihat kasus yang
menimpa salah seorang keluarga mantan calon wakil presiden kita. Ia menyetir mobil dengan
kecepatan tinggi dan dalam keadaan tidak fokus sehingga menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang. Namun hal tersebut tidak dipermasalahkan, bahkan ia sekarang masih bebas jalan-
jalan seperti tidak terjadi apa apa. Apakah itu yang namanya adil? Tentu tidak. Terlebih lagi
karena statusnya, pihak yang berwajib seperti robot yang telah diperintah untuk menutup kasus
ini rapat rapat. Pernyataan Hukum hanya untuk orang berada agaknya lebih tepat dengan
kenyataan yang terjadi di negeri ini.
Negara hukum tentu bisa membedakan apa yang lebih berarti untuk kemajuan
bangsanya terutama dari segi pelaksanaan hukum sehingga dapat menjadikan negeri ini jauh
lebih baik. 70 tahun telah umur Indonesia, seharusnya sudah menjadi dewasa. Dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kenyataan di negeri ini, para penguasa
kehilangan arah, kebutaan hukum meraja lela, bangsa ini dijajah dengan janji-janji manis
penegak hukum. Semua tertutupi oleh uang. Ayat-ayat yang tertulis di UUD hanya menjadi
slogan bagi si miskin dan keistimewaan bagi si kaya. Keadilan akan tetap menjadi sesuatu yang
ditunggu oleh semua penghuni surga hukum ini. Apalagi bagi si miskin yang menjadi aktor
utama dalam drama meja hijau. Mereka tentu tetap berharap agar pelaksanaan hukum sesuai
dengan UUD 1945. Agar kalimat indah itu tidak hanya menjadi slogan serta tidak menjadi
sekedar tulisan ciptaan tangan-tangan jahil yang hanya iseng memberi harapan. Indonesia
memang Negara Hukum sekaligus kisah nyata di tangan para pemangku hukum dan para
pembeli hukum.

Anda mungkin juga menyukai