LP Esrd
LP Esrd
1.2 ETIOLOGI
Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
1. Infeksi Tubulointestinal : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati.
2. Penyakit Peradangan : Glomerulonefritis.
3. Penyakit Vaskular Hipertensif : Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis Arteria Renalis.
4. Gangguan Jaringan Ikat : Lupus Aritematosus Sistemik
Polioarteritis Nadosa
Sklerosis Sistemik Progresif.
5. Gangguan Kongenital & Herediter : Penyakit Ginjal Polikistik
Asidosis Tubulus Ginjal.
6. Penyakit Metabolik : Diabetes Melitus, Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis.
7. Nefropati Toksik : Penyalahgunaan analgesic
Nefropati Timah.
8. Nefropati obstruksi
Traktus urinarius bagian atas : batu, neoplasma, fibrosis, retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktus uretra, anomaly
congenital leher vesika urinaria dan uretra.
05 : 918)
1.3 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) di
duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesis nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi
dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bsa
diabsorpsi berakibat diuretik osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yangrusak bertambah banyak oligouri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun 15ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C.Long
1996 : 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normal diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh.
Semakin banyak timmbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Sunddarth, 2001 : 1448)
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik (Mary Baradero, 2008 :124-125)
1. Penurunan cadangan ginjal
Sekitar 40-70% nefron tidak bisa berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
BUN dan kreatinin serum masih normal
Pasien asimtomatik
2. Insufiensi ginjal
75-80% nefron tidak bisa berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
BUN dan kreatinin serum muulai meningkat
Anemia ringan dan azotemia ringan
Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
BUN dan kreatinin serum meningkat
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
Berat jenis urine
Poliuria dan nokturia
Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ESRD)
Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
BUN dan kreatinin tinggi
Anemia, azotemia dan asidosis metabolik
Berat jenis urine tetap 0,010
Oligouria
Gejala gagal ginjal
Menurut NKF DOQI, pembagian derajat gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
Stadium Deskripsi LFG
I Kerusakan ginjal disertai kerusakan LFG N/meninggi 90
II Kerusakan ginjal disertai LFG menurun 60-89
III Penurunan moderat LFG 35-59
IV Penurunan berat LFG 15-29
V Gagal ginjal <15/dialisis
1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit Tulang
(Smeltzer & Bare, 2004)
Dua jenis utama dialisis hemodialisis dan dialisis peritoneal, menghilangkan limbah dan
kelebihan air dari darah dengan cara yang berbeda. Hemodialisis menghiangkan limbah dan air
dengan sirkulasi darah di luar tubuh melalui filter eksternal disebut dialyzer, yang berisi
membrane semipermiabel. Darah mengalir dalam satu arah dan dialisat mengalir di seberang.
Aliran kontra saat ini darah dan dialisat memaksimalkan gradient konsentrasi zat terlarut
(misalnya kalium, fosfor dan urea) yang tidak diinginkan yang tingi dalam darah, tetapi rendah
atau tidak dalam larutan dialisis dan penggantian konstan dialisat memastikan bahwa konsentrasi
zat terlarut yang tidak diinginkan tetap rendah dalam sisi membrane. Larutan dialisis memiliki
kadar mineral seperti kalium dan kalsium yang mirip dengan konsentrasi alami mereka dalam
darah yang sehat. Untuk yang lain, terlarut bikarbonat, tingkat dialisis solusi adalah ditetapkan
pada tingkat sedikit lebih tinggi daripada di darah normal, untuk mendorong difusi bikarbonat di
dalam darah, untuk bertindak sebagai buffer PH untuk menetralkan asidosis metabolik yang
hadir pada pasien ini. (Pendse, 2008)
Pada dialisis peritoneal limbah dan air dikeluarkan dari darah dalam tubuh dengan
menggunakan membran peritoneal dan perioneum sebagai membrane semipermiabel alami.
Limbah dan memindahkan kelebihan air dari darah, melintasi membran peritoneal dan ke dalam
larutan dialisis khusus, yang disebut dialisat, di rongga perut yang memiliki komposisi mirip
dengan cairan darah. Hemodialisis berlangsung 2-4 jam, ssedang dialisis peritoneal berlangsung
selama 36 jam (Mary Baradero, 2008)
Kateter vena femoralis dan subklavia sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila
diperlukan akses vaskular sementara, atau bila teknik akses vaskular lain tidak dapat berfungsi
sementara waktu pada penderita dialisis kronik. (Price, 2005)
Terrdapat dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter shaldon adalah kateter berlumen
tunggal yang mmerlukan akses kedua. Jika digunakan dua kateter shaldon, maka dapat dipasang
secara bilateral. Tipe kateter yang lebih baru memiliki lumen ganda, satu lumen untuk
mengeluarkan darah menuju alat dialisis dan satu lagi untuk mengembalikan darah ke tubuh
penderita. Komplikasi yang terjadi pada kateter vena femorallis adalah laserasi arteria femoralis,
perdarahan, trombosis, emboli, hematoma, dan infeksi. (Price, 2005)
Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai karena pemasangannya mudah dan
komplikasinya lebih sedikit dibandingkan kateter vena femoralis. Kateter vena subklavia dapat
digunakan sampai 4 minggu, tetapi kateter vena femoralis biasanya dibuang setelah pemakaiann
1-2 hari setelah pemasangan. Komplikasi yabngg disebabkan oleh katerisasi vena subklavia
serupa dengan yang terdapat pada toraks, robeknya arteria subklavia, perdarahan, thrombosis,
embolus, hematoma, dan infeksi. (Price, 2005)
3.5.2 Akses Vaskular Internal (permanen)
Fistula AV diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia (1962) sebagai respon terhadap
banyaknya komplikasi yang ditimbulkan pirau Av. Fistula AV dibuat melalui anatomosis arteri
secara langsung ke vena.(biasanya arteria radialis dan vena sefalika pergelangan tangan) pada
lengan yang tidak dominan. Hubungan dengan sistem dialisis dibuat dengan menempatkan satu
jarum distal (garis arteri) dan sebuah jarum lain diproksimal (garis vena) pada ven ayangg sudah
diarterialisasi tersebut. Umur rata-rata fistula AV adalah 4 tahun dan komplikasinya lebih sedikit
dibandingkan denga pirau AV. Masalah yang paling utama adalah rasa nyeri pada pungsi vena,
terbentuknya aneurisma, thrombosis, kesulitan hemotasis pascadialisis, dan iskemia pada tangan
(steal syndrome). (Price, 2005)
Pada beberapa kasus, pembuatan fistula pada pembuluh darah pasien sendiri tidak
dimungkinkan akibat adanya penyakit, kerusakan akibat prosedur sebelumnya, atau ukuran kecil.
Pada keadaan demikian, maka suatu tandur AV dapat dianastomosiskan antara sebuah arteri dan
vena, dimana tandur ini bekerja sebagai saluran bagi aliran darah dan tempat penusukan selama
dialisis. Tandur akan membuat tonjolan dibawah kulit dan nampaknya seperti vena yang
menonjol. Tandur AV adalah sebuah tabung prustetik yang dibuat dari bahan biologis atau bahan
sintetik. Komplikasi tandur AV akan sama dengan fistula AV yaitu thrombosis, infeksi,
aneurisma, dan iskemia tangan yang disebabkan oleh pirau darah melalui prostesis dan jauh dari
sirkulasi distal (steal syndrome). (Price, 2005)
3.6 JENIS
Ada tiga jenis hemodialisis :
a.) Hemodialisis konvensional.
Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu, selama sekitar 3-4 jam untuk setiap perlakuan
dimana darah pasien diambil, keluar melalui tabung dengan kecepatan 200-400 ml/menit.
Tabung terhubung ke jarum dimasukkan ke dalam fistula dialisis atau cangkok. Darah
kemudiann dipompa kembali ke dalam aliran darah pasien melalui tabung lain. Skema prosedur
tekanan darah pasien dimonitor, dan jika itu menjadi rendah atau pasien mengembangkan tanda-
tanda lain dari volume darah seperti mual, petugas dialisis dapat mengelola cairan ekstra melalui
mesin. Selama perawatan seluruh volume darah pasien (sekitar 5000cc) bersirkulasi melalui
mesin setiap 15 menit.
b.) Hemodialisis harian.
Hemodialisis harian biasanya digunakan oleh pasien yang melakukan pencucian darah sendiri di
rumah. Hal ini lebih lembut ttetapi meembutuhkan akses lenih sering. Hemodialisis harian
biasanya dilakukan selama 2 jam, enam hari seminggu.
c.) Hemodialisis nokturnal.
Prosedur dialisis ini mirip dengan hemodialisis konvnsional, kecuali dilakukan enam malan
dalam seminggu dan 6-10 jam per sesi saat tidur. (TOH, 2008)
3.7 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan :
Tingkat kematian rendah.
Lebih mengantrol tekanan darah dank ram perut.
Kurang pembatasan diet.
Toleransi yang lebih baik, dan sedikit komplikasi.
Kekurangan :
Membutuhkan pasokan yang lebih seperti kualitas air yang tinggi dan listrik.
Membutuhkan teknologi yang handal seperti mesin dialisis.
Prosedur rumit dan membutuhkan pengasuh memiliki pengetahuan yang lebih.
Membutuhkan waktu untuk menyiapkan dan membesihkan mesin dialisis dan beban mesin.
(Daugirdas, 2007)
3.8 INDIKASI
Keputusan untuk memulai dialisis atau hemofiltration pada pasien dengan gagal ginjal
tergantung beberapa factor. Ini dapat dibagi menjadi indikasi akut atau kronis.
Indikasi untuk dialisis pada pada pasien dengan cidera ginjal akut adalah:
1. Asidosis metabolik, dalam situasi dimana koreksi dengan natrium bikarbonat tidak praktis atau
dapat mengakibatkan overload cairan.
2. Kelainan elektrolit seperti hiperkalemia.
3. Overload cairan tidak diharapkan untuk merespon pengobatan dengan diuretic.
4. Komplikasi uremia, seperti perikarditis, ensefalopati atau perdarahan gastrointestinal.
5. Keracunan, yaitu keracunan akut dengan zat dialyzable.
Indikasi untuk pasien dengan gagal ginjal kronis:
1. Gejala gagal ginjal.
2. Rendah LFG sering dianjrrkan untuk dimulai pada LFG kurang dari 10-15 mls/min/1,73 m2.
Pada penderita diabetes dialisis dimulai sebelumnya.
3. Kesulitan dalam medis mengendalikan overload cairan kalium serum dan atau fosfor saat LFG
rendah. (Irwin, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Long, B.C. 2001. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Bandung
: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
edisi:6. Jakarta : EGC.
Reeves, C.S, Roux, G, lockhart. 2001. Medical- surgical Nursing. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, S dan Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sundarth.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar ilmu Penyalit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Dialisis. Bandung : PPI FK UNPAD