A. PENDAHULUAN
Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tentang Gagal Ginjal Kronis atau
Cronik Kidney Desease antara lain :
1. Gagal Ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (KMB, Vol 2)
2. Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi
bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
3. Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare,
2001)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi : pielonefritis kronis, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif sepetri nefrosklerosis benigna, nefroskleroris maligna,
stenosis arteri renalis.
3. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
4. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
5. Nefropati toksik
6. Nefropati obstruktif : penyalahgunaan analgesic, kalkuli, neoplasma, hipertropi
prostate dan striktur uretra(Price & Wilson, 1994) dan (Musliha, 2010)
1
C. PATOFISIOLOGI
1. Sudut pandang Tradisional, mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang
panyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron
yang berkaitan dengan fungsi-fungsi tentu saja dapat benar-benar rusak atau berubah
strukturnya, misalnya lesi organik pada medulla akan merusak susunan anatomik
dari lengkung henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, berpendapat bahwa
bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron
yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang
sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak
dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam
usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan
percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron yang
terdapat dalam ginjal turun dibawah normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil
dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi
ginjal yang rendah. Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka
kecepatan filtrasi dan beban solute bagi setiap nefron sedemikian tinggi sehingga
keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik
pada proses eskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang. (Musliha,
2010)
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium
gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang
tersisa dan mencakup :
a. Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal
(penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang
sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan
mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam
diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
2
b. Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah
karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon
terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi
ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
c. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak
seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian
ginjal. (Corwin, 1994)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler
- Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
- Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
- Edema periorbital
- Friction rub pericardial
- Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
- Warna kulit abu-abu mengkilat
- Kulit kering bersisik
- Pruritus
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
- Krekels
- Sputum kental dan liat
3
- Nafas dangkal
- Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
- Anoreksia, mual, muntah, cegukan
- Nafas berbau ammonia
- Ulserasi dan perdarahan mulut
- Konstipasi dan diare
- Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
- Tidak mampu konsentrasi
- Kelemahan dan keletihan
- Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
- Disorientasi
- Kejang
- Rasa panas pada telapak kaki
- Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
- Kram otot
- Kekuatan otot hilang
- Kelemahan pada tungkai
- Fraktur tulang
- Foot drop
7. Reproduktif
- Amenore
- Atrofi testekuler
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium :
- Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin)
4
- Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG :
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG :
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi :
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
5. Identifikasi perjalanan penyakit :
Progresifitas penurunan fungsi ginjal, ureum kreatinin, Clearence Creatinin test
(CCT) :
140 – Umur x BB (kg)
CCT =
72 x Kreatinin serum
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
5
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)
6
3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk mengatasi
masalah biologi dan psikososial klien.
4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.
5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.
Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan
Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien gawat
darurat.
I. PENGKAJIAN
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di
awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien
dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien
gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua :
1. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
7
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan
pengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :
8
Komponen yang perlu dikaji :
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian :
1) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (signs and
symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
A (Allergis) : alergi yang dipunyai klien
M (medications) : tanyakan obat yang telah diminum klien
untuk mengatasi nyeri
P (pertinent past
medical hystori) : riwayat penyakit yang diderita klien
9
T (time) : lamanya nyeri sudah dialami klien
b. Tanda-tanda vital dengan mengukur :
- Tekanan darah
- Irama dan kekuatan nadi
- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
- Suhu tubuh
c. Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
1) Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak,
adakah perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau
keluaran lain seperti cairan otak.
- Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau
tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan
menelan.
2) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
- Kelainan bentuk dada
- Pergerakan dinding dada
- Amati penggunaan otot bantu nafas
- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi
3) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi,
distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
10
- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
- Distensi abdomen
4) Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Tanda-tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Sensasi keempat anggota gerak
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
5) Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
- Deformitas
- Tanda-tanda jejas perdarahan
- Jejas
- Laserasi
- Luka
6) Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
- Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
- Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti
sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun
anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan
hiperventilasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan meliputi :
1. Radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
11
3. USG dan EKG
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai dengan
kategori urgensi masalah berdasarkan pada sistem triage dan pengkajian yang
telah dilakukan. Prioritas ditentukan berdasarkan besarnya ancaman kehidupan :
Airway, Breathing dan Circulation.
Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada kasus Gagal
Ginjal Kronis antara lain :
1. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sisa sekresi yang tertahan
pada saluran pernafasan
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal
mengeskresi air dan Natrium
12
DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS
DI IGD RSUD UNDATA PALU
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. R
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : -
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Banteng No. 35, Kel. Tatura, Palu
Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2012
No. MR :
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. M.A
Usia : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai PT Bank Sulteng
Agama : Islam
Alamat : Jln. Banteng No. 35, Kel. Tatura, Palu
Hubungan dgn klien Anak
3. Pengkajian Primer
Airway - Sumbatan Partial
- Terdengar bunyi lendir pada leher
Breathing - Tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan
- Dyspneu
- Takipneu
- RR : 34 x/menit
Circulation - Akral dingin
- Keringat dingin
- Nampak anemis
- Extremitas bawah oedema
- Nadi cepat dan dalam : 122 x/menit
Disability a. GCS : E4V5M6
b. Kemampuan motorik dan sensorik : 6
4. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Utama :
Klien masuk dengan keluhan utama sesak nafas sejak kemarin.
13
- Batuk berlendir
- Terdengar bunyi lendir saat bernafas
- Konjungtiva anemis
- Mata cekung
- Kedua ekstremitas bawah tampak oedema
- Riwayat HD, jadwal hari rabu dan sabtu
S Klien mengatakan sesak bernafas
TD : 210/120 mmHg
N : 122 x/menit
RR : 34 x/menit
S : 36,8⁰C
6. Head to Toe
Kepala I : Mata cekung, Konjungtiva anemis, klien kesulitan berbicara
P : Tidak teraba adanya hematoma
Dada Thoraks :
I : Pernafasan kussmaul, simetris, tampak penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan
P : Tidak ada kelainan
A : Terdengar ronchi pada kedua paru
Jantung :
A : terdengar bunyi jantung III (Gallop)
14
Abdomen I : Tampak penggunaan otot-otot perut saat klien bernafas
P : Tidak teraba adanya massa
P : Bunyi kembung
A : Terdengar bising usus
Ekstremitas I : Tungkai bawah oedema
P : Teraba dingin pada ujung-ujung ekstremitas
Palu, ......................................2012
Pembimbing Klinik, Mahasiswa,
(...............................................) (.....................................................)
NIP. ............................................... NIM ................................................
Mengetahui,
Pembimbing Akademik,
(..................................................)
NIP..................................................
15
II. ANALISA DATA
16
Nama : Tn. R Usia : 65 Tahun Jenis Kelamin : L No. MR : 51-73-26 Diagnosa Medis : Chronic Kidney Desease
17
22-10-2012 Pkl. 20.45 Pkl. 21.00
Pkl. 20.30 Klien - Terdengar suara Ketidak efektifan Tujuan : Mandiri : S: -Klien mengatakan
mengatakan lendir saat bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan - Menginstruksikan masih agak susah
susah bernafas ekspirasi nafas berhubungan keperawatan, klien akan klien agar melakukan bernafas
- Kesulitan saat dengan sisa sekresi memiliki jalan nafas paten tehnik nafas dalam
berbicara yang tertahan pada dengan bersihan jalan untuk batuk agar O : -Masih ada suara
- Dyspneu saluran pernafasan nafas yang efektif memudahkan lendir pada saluran
- Gelisah keluarnya sekresi pernafasan
- Batuk tidak Kriteria Hasil : - Menginformasikan -Irama dan frekuensi
efektif - Irama dan frekuensi kepada klien setiap belum teratur
- Nafas cepat dan pernafasan dalam akan melakukan -Klien dapat
dangkal rentang normal prosedur tindakan melakukan batuk
- Irama pernafasan - Klien dapat melakukan efektif
tidak beraturan batuk efektif Kolaborasi :
- Tidak terdengar suara - Memberikan injeksi Tujuan belum
lendir pada saluran Bisolvon 1 amp/IV A: tercapai
pernafasan - Memberikan injeksi
Furosemid 1 amp/IV -Instruksikan untuk
Intervensi : - Injeksi Ceftriaxone 1 P: terus melakukan
- Instruksikan klien untuk gr/IV tehnik batuk
batuk efektif efektif
- Informasikan kepada -Pantau sekresi dan
klien sebelum memulai perhatikan
semua prosedur tindakan kemungkinan
- Kolaborasikan resiko aspirasi
pemberian therapy
Ttd,
(.........................)
18
ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Medis :
Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan menurunnya suplai darah pulmonal
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sisa sekresi yang tertahan pada saluran pernafasan
Tindakan Keperawatan Yang Dilanjutkan:
1. Diagnosa Pertama :
- Pertahankan posisi klien
- Lanjutkan pemberian O2 masker 10 liter/menit
2. Diagnosa Kedua :
- Instruksikan agar selalu melakukan batuk efektif
- Pantau sekresi dan perhatikan kemungkinan resiko aspirasi
Keadaan Umum Pasien saat pindah ruangan :
- Tanda-tanda vital : - Masih ada bunyi lendir
TD : 200/100 mmHg - Terpasang O2 masker 8 liter/menit
N : 108 x/menit - Terpasang Infus dengan cairan Infumal life line
RR : 28 x/menit - Terpasang Kateter tetap
S : 36,8⁰C
- Klien masih agak susah bernafas
19
DAFTAR PUSTAKA
Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda,
Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC
20