Anda di halaman 1dari 7

Kisah-kisah agung dari Nabi Ibrahim alaihissalam adalah peneguhan nyata akan tauhid.

Ketaatan dan keimanan yang luar biasa kepada Allah Subhanahu wa Taala mewujud pada
tindakan yang niscaya akan teramat berat ditunaikan manusia pada umumnya. Sebuah
keteladanan yang mesti kita tangkap dan nyalakan dalam kehidupan kita.

Nabi Ibrahim alaihissalam Seorang Teladan Yang Baik


Nabi Ibrahim alaihissalam adalah seorang teladan yang baik. Perjalanan hidupnya selalu
berpijak di atas kebenaran dan tak pernah meninggalkannya. Posisinya dalam agama amat tinggi
(seorang imam) yang selalu patuh kepada Allah Subhanahu wa Taala dengan
mempersembahkan segala ibadahnya hanya untuk-Nya semata. Beliau pun tak pernah lupa
mensyukuri segala nikmat dan karunia ilahi. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan selalu berpegang kepada kebenaran serta tak pernah meninggalkannya (hanif). Dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Taala.
Dia pun selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 120-121)

Nabi Ibrahim alaihissalam merupakan sosok pembawa panji-panji tauhid. Perjalanan hidupnya
yang panjang sarat dengan dakwah kepada tauhid dan segala liku-likunya. Bahkan Allah
Subhanahu wa Taala jadikan beliau sebagai teladan dalam hal ini, sebagaimana dalam firman-
Nya:







.

Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya kami berlepas diri dari
kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian serta telah nyata
antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya, sampai kalian
beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya; Sesungguhnya aku
akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu
(siksaan) Allah. (Ibrahim berkata): Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal
dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. Ya
Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir, dan
ampunilah kami ya Rabb kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Al-Mumtahanah: 4-5)
Demikian pula, beliau selalu mengajak umatnya kepada jalan Allah Subhanahu wa Taala serta
mencegah mereka dari sikap taqlid buta terhadap ajaran sesat nenek moyang. Allah Subhanahu
wa Taala berfirman:
. . .
.
.
.
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya: Patung-patung apakah ini
yang kalian tekun beribadah kepadanya? Mereka menjawab: Kami mendapati bapak-bapak
kami menyembahnya. Ibrahim berkata: Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian berada
dalam kesesatan yang nyata. Mereka menjawab: Apakah kamu datang kepada kami dengan
sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main? Ibrahim berkata:
Sebenarnya Rabb kalian adalah Rabb langit dan bumi, Yang telah menciptakannya; dan aku
termasuk orang-orang yang bisa memberikan bukti atas yang demikian itu. Demi Allah,
sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala kalian sesudah kalian
pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berkeping-keping
kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk
bertanya) kepadanya. (Al-Anbiya`: 52-58)
Allah Subhanahu wa Taala memilihnya, menunjukinya kepada jalan yang lurus, serta
mengaruniakan kepadanya segala kebaikan dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Taala
berfirman:

.
Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami karuniakan
kepadanya kebaikan di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat termasuk orang-orang yang
shalih. (An-Nahl: 121-122)
Bahkan Allah Subhanahu wa Taala mengangkatnya sebagai khalil (kekasih). Sebagaimana
dalam firman-Nya:

Dan Allah mengangkat Ibrahim sebagai kekasih. (An-Nisa`: 125)
Dengan sekian keutamaan itulah, Allah Subhanahu wa Taala wahyukan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam untuk mengikuti agama beliau alaihissalam.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala:

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. (An-Nahl: 123)
Demikianlah sekelumit tentang perjalanan hidup Nabi Ibrahim alaihissalam dan segala
keutamaan yang Allah Subhanahu wa Taala karuniakan kepadanya. Barangsiapa
mempelajarinya dengan seksama (mentadabburinya) niscaya akan mendulang mutiara hikmah
dan pelajaran berharga darinya. Terkhusus pada sejumlah momen di bulan Dzulhijjah yang
hakikatnya tak bisa dipisahkan dari sosok Nabi Ibrahim alaihissalam.

Nabi Ibrahim alaihissalam dan Beberapa Amalan Mulia di Bulan Dzulhijjah


Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan mulia dalam Islam. Karena di dalamnya terdapat
amalan-amalan mulia; shaum Arafah, haji ke Baitullah, ibadah qurban, dan lain sebagainya, yang
sebagiannya tidak bisa dipisahkan dari sosok Nabi Ibrahim alaihissalam. Di antara amalan mulia
tersebut adalah:
a) Haji ke Baitullah
Haji ke Baitullah merupakan ibadah yang sangat mulia dalam agama Islam. Kemuliaannya nan
tinggi memosisikannya sebagai salah satu dari lima rukun Islam. Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda:



:



Agama Islam dibangun di atas lima perkara; bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak
diibadahi kecuali Allah Subhanahu wa Taala dan beliau Muhammad itu utusan Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, shaum di bulan Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.
(HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no.16, dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu
anhuma)
Ibadah haji yang mulia ini tidaklah bisa dipisahkan dari sosok Nabi Ibrahim alaihissalam.
Terlebih tatkala kita menyaksikan jutaan umat manusia yang datang berbondong-bondong dari
segenap penjuru yang jauh menuju Baitullah, menyambut panggilan ilahi dengan lantunan
talbiyah:

Kusambut panggilan-Mu Ya Allah, kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu, kusambut
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat, dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada
sekutu bagi-Mu.
Hal ini mengingatkan kita akan firman Allah Subhanahu wa Taala:
.

Dan berserulah (wahai Ibrahim) kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka. (Al-
Hajj: 27-28)
Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata: Ibadah haji mempunyai hikmah yang besar,
mengandung rahasia yang tinggi serta tujuan yang mulia, dari kebaikan duniawi dan ukhrawi.
Sebagaimana yang dikandung firman Allah Subhanahu wa Taala:

Untuk menyaksikan segala yang bermanfaat bagi mereka. (Al-Hajj: 28)
Haji merupakan momen pertemuan akbar bagi umat Islam seluruh dunia. Allah Subhanahu wa
Taala pertemukan mereka semua di waktu dan tempat yang sama. Sehingga terjalinlah suatu
perkenalan, kedekatan, dan saling merasakan satu dengan sesamanya, yang dapat membuahkan
kuatnya tali persatuan umat Islam, serta terwujudnya kemanfaatan bagi urusan agama dan dunia
mereka. (Taudhihul Ahkam, juz 4 hal. 4)
Lebih dari itu, ibadah haji mempunyai banyak hikmah dan pelajaran penting yang apabila digali
rahasianya maka sangat terkait dengan agama dan sosok Nabi Ibrahim alaihissalam, baik dalam
hal keimanan, ibadah, muamalah, dan akhlak yang mulia. Di antara hikmah dan pelajaran
penting tersebut adalah:
1. Perwujudan tauhid yang murni dari noda-noda kesyirikan dalam hati sanubari, manakala para
jamaah haji bertalbiyah.
2. Pendidikan hati untuk senantiasa khusyu, tawadhu, dan penghambaan diri kepada Rabbul
Alamin, ketika melakukan thawaf, wukuf di Arafah, serta amalan haji lainnya.
3. Pembersihan jiwa untuk senantiasa ikhlas dan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Taala,
ketika menyembelih hewan qurban di hari-hari haji.
4. Kepatuhan dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya
tanpa diiringi rasa berat hati, ketika mencium Hajar Aswad dan mengusap Rukun Yamani.
5. Tumbuhnya kebersamaan hati dan jiwa ketika berada di tengah-tengah saudara-saudara
seiman dari seluruh penjuru dunia, dengan pakaian yang sama, berada di tempat yang sama, serta
menunaikan amalan yang sama pula (haji). (Lihat Durus Aqadiyyah Mustafadah Min Al-hajj)

b) Menyembelih Hewan Qurban


Menyembelih hewan qurban pada hari raya Idul Adha (tanggal 10 Dzulhijjah) dan hari-hari
tasyriq (tanggal 11,12, 13 Dzulhijjah) merupakan amalan mulia dalam agama Islam. Di antara
bukti kemuliaannya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam senantiasa
melakukannya semenjak berada di kota Madinah hingga wafatnya. Sebagaimana yang
diberitakan sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma:




Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selama sepuluh tahun tinggal di kota Madinah senantiasa
menyembelih hewan qurban. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, dia -At-Tirmidzi- berkata: Hadits
ini hasan)
Penyembelihan hewan qurban, bila dirunut sejarahnya, juga tidak lepas dari sosok Nabi Ibrahim
alaihissalam dan putra beliau Nabi Ismail alaihissalam. Sebagaimana yang Allah Subhanahu
wa Taala beritakan dalam kitab suci Al-Qur`an:


.





.








.




.
.


. .
Maka tatkala anak itu (Ismail) telah sampai (pada umur sanggup) untuk berusaha bersama-sama
Ibrahim, berkatalah Ibrahim: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, lakukanlah
apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang
nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk
Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)
Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. (Ash-Shaffat: 102-109)
Demikianlah sosok Ibrahim, yang senantiasa patuh terhadap segala sesuatu yang Allah
Subhanahu wa Taala perintahkan kepadanya walaupun berkaitan dengan diri sang anak yang
amat dicintainya. Tak ada keraguan sedikit pun dalam hatinya untuk menjalankan perintah
tersebut. Ini tentunya menjadi teladan mulia bagi kita semua, dalam hal ketaatan kepada Allah
Subhanahu wa Taala.

Nabi Ibrahim alaihissalam dan Para Dai (Pegiat Dakwah)


Perjalanan hidup Nabi Ibrahim alaihissalam mengandung banyak pelajaran berharga bagi para
dai. Di antara pelajaran berharga tersebut adalah:
a) Para dai hendaknya membangun dakwah yang diembannya di atas ilmu syari. Hal ini
sebagaimana yang dicontohkan Nabi Ibrahim alaihissalam ketika mendakwahi ayahnya (dan
juga kaumnya):


Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian dari ilmu yang tidak datang
kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.
(Maryam: 43)
Dan demikianlah sesungguhnya jalan dakwah yang ditempuh Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, sang uswatun hasanah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala:




Katakanlah (hai Muhammad): Inilah jalanku, aku berdakwah di jalan Allah di atas ilmu,
demikian pula orang-orang yang mengikuti jejakku. Maha Suci Allah dan aku tidaklah termasuk
orang-orang musyrik. (Yusuf: 108)
b) Para dai hendaknya berupaya menyampaikan kebenaran yang diketahuinya secara utuh
kepada umat, serta memperingatkan mereka dari segala bentuk kebatilan dan para
pengusungnya. Kemudian bersabar dengan segala konsekuensi yang dihadapinya. Hal ini
sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Taala tentang Nabi Ibrahim alaihissalam:
.
.



Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: Beribadahlah kalian kepada Allah
semata dan bertaqwalah kalian kepada-Nya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian
mau mengetahui. Sesungguhnya apa yang kalian ibadahi selain Allah itu adalah berhala, dan
kalian telah membuat dusta. Sesungguhnya yang kalian ibadahi selain Allah itu tidak mampu
memberi rizki kepada kalian, maka mintalah rizki itu dari sisi Allah dan beribadahlah hanya
kepada-Nya serta bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kalian akan dikembalikan.
Dan jika kalian mendustakan, maka umat sebelum kalian juga telah mendustakan dan kewajiban
Rasul itu hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya. (Al-Ankabut:
16-18)
Nabi Ibrahim alaihissalam pun tetap bersabar dan istiqamah di atas jalan dakwah manakala
umatnya melancarkan segala bentuk penentangan dan permusuhan terhadapnya, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Taala:

Maka tidak ada lagi jawaban kaum Ibrahim selain mengatakan: Bunuhlah atau bakarlah dia!,
lalu Allah menyelamatkannya dari api (yang membakarnya). Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. (Al-Ankabut: 24)
Demikian pula Nabi besar Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, perjalanan dakwah beliau
merupakan simbol kesabaran di alam semesta ini.
Sosok Nabi Ibrahim alaihissalam merupakan teladan bagi para dai secara khusus dan masing-
masing individu secara umum dalam hal kepedulian terhadap kondisi umat dan negeri. Hal ini
sebagaimana yang tergambar pada kandungan doa Nabi Ibrahim yang Allah Subhanahu wa
Taala abadikan dalam Al-Qur`an:

Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-
buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.
(Al-Baqarah: 126)

Nabi Ibrahim alaihissalam dan Para Orangtua


Perjalanan hidup Nabi Ibrahim alaihissalam, merupakan cermin bagi para orangtua dalam
perkara pendidikan dan agama anak cucu mereka. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:



Dan Ibrahim telah mewasiatkan kalimat itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yaqub.
(Ibrahim berkata): Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilihkan agama ini bagi
kalian, maka janganlah sekali-kali kalian mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam.
(Al-Baqarah: 132)
Bahkan Nabi Ibrahim alaihissalam tak segan-segan berdoa dan memohon kepada Allah
Subhanahu wa Taala untuk keshalihan anak cucunya, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa
Taala abadikan dalam Al-Qur`an:


Wahai Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta
anak cucuku dari perbuatan menyembah berhala. (Ibrahim: 35)



Wahai Rabbku, jadikanlah aku beserta anak cucuku orang-orang yang selalu mendirikan shalat.
Wahai Rabb kami, kabulkanlah doaku. (Ibrahim: 40)
Setiap orangtua mengemban amanat besar untuk menjaga anak cucu dan keluarganya dari adzab
api neraka. Sehingga dia harus memerhatikan pendidikan, agama dan ibadah mereka. Sungguh
keliru, ketika orangtua acuh tak acuh terhadap kondisi anak-anaknya. Yang selalu diperhatikan
justru kondisi fisik dan kesehatannya, sementara perkara agama dan ibadahnya diabaikan.
Ingatlah akan seruan Allah Subhanahu wa Taala:


Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari adzab api neraka. (At-
Tahrim: 6)

Nabi Ibrahim alaihissalam dan Para Anak


Perjalanan hidup Nabi Ibrahim alaihissalam juga mengandung pelajaran berharga bagi para
anak, karena beliau adalah seorang anak yang amat berbakti kepada kedua orangtuanya serta
selalu menyampaikan kebenaran kepada mereka dengan cara yang terbaik. Allah Subhanahu wa
Taala berfirman:
.
.

.



Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: Wahai bapakku, mengapa engkau
menyembah sesuatu yang tiada dapat mendengar, tiada pula dapat melihat dan menolongmu
sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian dari ilmu yang tidak
datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
lurus. Wahai bapakku, janganlah menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada
Allah Dzat Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau
akan ditimpa adzab dari Allah Dzat Yang Maha Pemurah, maka engkau akan menjadi kawan
bagi setan. (Maryam: 42-45)
Ketika sang bapak menyikapinya dengan keras, seraya mengatakan (sebagaimana dalam ayat):

Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti (dari
menasihatiku) niscaya kamu akan kurajam! Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama.
(Maryam: 46)
Maka dengan tabahnya Ibrahim alaihissalam menjawab:

Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada
Rabbku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Maryam: 47)
Demikianlah seyogianya seorang anak kepada orangtuanya, selalu berupaya memberikan yang
terbaik di masa hidupnya serta selalu mendoakannya di masa hidup dan juga sepeninggalnya.

Nabi Ibrahim alaihissalam dan Para Suami-Istri


Perjalanan hidup Nabi Ibrahim alaihissalam juga mengandung pelajaran berharga bagi para
suami-istri, agar selalu membina kehidupan rumah tangganya di atas ridha Allah Subhanahu wa
Taala. Hal ini tercermin dari dialog antara Nabi Ibrahim alaihissalam dengan istrinya yang
bernama Hajar, ketika Nabi Ibrahim membawanya beserta anaknya ke kota Makkah (yang masih
tandus dan belum berpenghuni) atas perintah Allah Subhanahu wa Taala.
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata: Kemudian
Ibrahim membawa Hajar dan sang putra Ismail dalam usia susuan menuju Makkah dan
ditempatkan di dekat pohon besar, di atas (bakal/calon) sumur Zamzam di lokasi (bakal) Masjidil
Haram. Ketika itu Makkah belum berpenghuni dan tidak memiliki sumber air. Maka Ibrahim
menyiapkan satu bungkus kurma dan satu qirbah/kantong air, kemudian ditinggallah keduanya
oleh Ibrahim di tempat tersebut. Hajar, ibu Ismail pun mengikutinya seraya mengatakan: Wahai
Ibrahim, hendak pergi kemana engkau, apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang
tak berpenghuni ini? Dia ulang kata-kata tersebut, namun Ibrahim tidak menoleh kepadanya.
Hingga berkatalah Hajar: Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini? Ibrahim
menjawab: Ya. Maka (dengan serta-merta) Hajar mengatakan: Kalau begitu Dia (Allah) tidak
akan menyengsarakan kami. Kemudian Hajar kembali ke tempatnya semula. (Lihat Shahih Al-
Bukhari, no. 3364)
Atas dasar itulah, seorang suami harus berupaya membina istrinya dan menjaganya dari adzab
api neraka. Demikian pula sang istri, hendaknya mendukung segala amal shalih yang dilakukan
suaminya, serta mengingatkannya bila terjatuh dalam kemungkaran.
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Taala, demikianlah mutiara hikmah
dan pelajaran berharga dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim alaihissalam yang menyentuh
beberapa elemen penting dari masyarakat kita. Semoga kilauan mutiara hikmah tersebut dapat
menyinari perjalanan hidup kita semua, sehingga tampak jelas segala jalan yang mengantarkan
kepada Jannah-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.

Anda mungkin juga menyukai