Anda di halaman 1dari 8

‫ْبَ ُر‪٣‬‬ ‫َأك‬

‫صياًل ‪َ ،‬ونَ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ‪َ ،‬واَل )‪ (٣x‬هللاُ َأ ْكبَ ُر )‪ (٣x‬هللاُ َأ ْكبَ ُر )‪x‬‬ ‫هّٰلِل‬ ‫هّٰلِل‬
‫َو ِ ْال َح ْمدُ‪ ،‬هللاُ َأ ْكبَ ُر َكبِيرًا‪َ ،‬و ْال َح ْم ُد ِ َكثِيرًا‪َ ،‬و ُس ْبحَانَ هللاِ َوبِ َح ْم ِد ِه بُ ْك َرةً َوَأ ِ‬
‫ك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد اَأل ِم ْي ِن‪َ ،‬و َعلَى ٰالِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه‬ ‫هّٰللا‬
‫نَ ْعبُ ُد ِإاَّل ِإيَّاهُ‪َ ،‬ونَ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا َونَبِيَّنَا ُم َح َّمدًا َرسُو ُل ِ‪َ ،‬و َرحْ َمتُهُ ْال ُم ْهدَاةُ‪َ ،‬‬
‫صلَّى هللاُ َو َسلَّ َم َوبَا َر َ‬
‫اِ َّن‬  ْ‫ك َوا ْن َح ۗر‬ ‫هّٰللا‬
َ َ‫ف‬  ‫ك ْال َكوْ ثَ ۗ َر‬
َ ِّ‫ص ِّل لِ َرب‬ َ ‫ اِنَّٓا اَ ْعطَي ْٰن‬:‫َري ِْم‬ ِ ‫ فَُأ‬،ُ‫ َأ َّما بَ ْعد‬  َ‫الطَّيِّبِ ْينَ الطَّا ِه ِر ْين‬
ِ ‫ القَاِئ ِل فِي ِكتَابِ ِه الك‬،‫وص ْي ُك ْم َونَ ْف ِسي بِتَ ْق َوى ِ ال َعلِ ِّي ال َع ِظي ِْم‬
)‫(الكوثر‬  َُ‫ شَانَِئكَ ه َُو ااْل َ ْبࣖتر‬ 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbhah id pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada
kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kapan pun dan di mana
pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana
pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah
ta’ala.

  Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang saleh.
Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba
yang saleh. Saleh (shalih) artinya memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Kesalehan
tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan amal. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu
beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan
mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi
yang saleh.   Ada banyak sekali sisi kesalehan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat kita
teladani. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut. ADVERTISEMENT   Pertama, Nabi
Ibrahim sangat kuat memegangteguh akidah dan syariat.   Allah ta’ala berfirman:   ‫َما َكانَ اِب ْٰر ِه ْي ُم‬
)٦٧ :‫ يَهُوْ ِديًّا َّواَل نَصْ َرانِيًّا و َّٰل ِك ْن َكانَ َحنِ ْيفًا ُّم ْسلِ ًم ۗا َو َما َكانَ ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ (آل عمران‬  Maknanya: “Ibrahim bukanlah
seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang
memegang teguh Islam. Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik.” (QS Ali
‘Imran: 68)   Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma’shum (selalu dijaga
oleh Allah) dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan
kehinaan jiwa, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi. ADVERTISEMENT   Nabi
Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah
menyembuh selain Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi
Ibrahim tidak pernah menjual berhala bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah
memintakan ampunan dosa kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim
tidak pernah meragukan sifat qudrah (Mahakuasa) Allah ta’ala. Beliau juga tidak pernah
berdusta dalam setiap ucapannya.   Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah.   Hal itu
tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama Islam
sebagaimana diceritakan dalam QS al-An’am ayat 41-44. Nabi Ibrahim dengan menjaga adab
seorang anak kepada orang tuanya menjelaskan dengan santun kepada ayahnya yang
menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa penyembahnya dan
tidak dapat melihat penyembahnya. Yang demikian itu, bagaimana mungkin ia dapat
memberi manfaat kepada penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya.
Ibrahim mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan
yang berhak dan wajib disembah.   Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar
ma’ruf nahi mungkar dengan penuh keberanian.   Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat
oleh Allah ta’ala sehingga selalu dapat mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh
musuh-musuh Islam ketika berdebat. Allah ta’ala berfirman:   :‫َوتِ ْلكَ ُح َّجتُنَٓا ٰاتَ ْي ٰنهَٓا اِب ْٰر ِه ْي َم ع َٰلى قَوْ ِم ٖ ۗه (األنعام‬
)٨٣   Maknanya: “Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi
kaumnya” (QS al-An’am: 83).   Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil
membungkam para penduduk daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan
matahari sebagai tuhan. Ibrahim menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan
matahari tidak layak disembah karena mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan,
terbit lalu tenggelam. Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti
bukan tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang
mengubahnya. Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu
yang lemah tidak mungkin disebut tuhan yang layak disembah. Perkataan Nabi Ibrahim
kepada kaumnya: ‫ هذا ربي‬seperti dikisahkan dalam QS al-An’am ayat 76-78 adalah dalam
konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak
layak disembah. Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan, bintang, dan
matahari sebagai tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase kebingungan
mencari-cari Tuhan. Sebelum perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau
telah mengetahui dan meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah
Allah. Dialah satu-satunya pencipta segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya
segala sesuatu dan yang berbeda dengan segala sesuatu. Allah ta’ala berfirman:   ‫َولَقَ ْد ٰاتَ ْينَٓا اِب ْٰر ِه ْي َم‬
)٥١ :‫ ُر ْشد َٗه ِم ْن قَ ْب ُل َو ُكنَّا بِ ٖه ٰعلِ ِم ْينَ (األنبياء‬  Maknanya: “Sungguh, Kami benar-benar telah
menganugerahkan kepada Ibrahim petunjuk sebelum masa kenabiannya dan Kami telah
mengetahui dirinya” (QS al-Anbiya’: 51).   Perkataan Nabi Ibrahim: ‫ هذا ربي‬ketika melihat bulan,
bintang dan matahari adalah bermakna istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada
kaumnya dengan maksud mengingkari bukan dengan tujuan menetapkan: “Inikah
Tuhanku?”. Seakan-akan beliau ingin mengatakan: “Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti
yang kalian sangka?. Ini jelas bukan tuhanku karena ia berubah, terbit lalu terbenam.”
Demikianlah yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah seorang nabi yang
ma’shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi.   Keempat, dalam
berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang perlu ditakuti dan dikhawatirkan. Rezeki
telah diatur. Ajal sudah termaktub.   Hal itu dibuktikan ketika Raja Namrud hendak
melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar, Nabi Ibrahim tidak gentar sedikit pun.
Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang memperjuangkan
agama-Nya.   Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan ikhtiar.   Hal itu
tercermin pada peristiwa di mana Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di
Makkah yang tandus dan tiada sumber air. Karena takwa dan tawakal yang tertanam kuat di
hati Ibrahim dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya karena menjalankan
perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu.   Keenam, bersegera menjalankan
perintah Allah, seberat dan sebesar apapun r‫ه‬sikonya.   Setelah penantian yang begitu
panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada Ibrahim seorang putra yang kemudian diberi
nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya itu setelah tumbuh menjadi seorang remaja,
Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya.   Dengan ketundukan yang total
kepada Allah, Ibrahim bersegera menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun.
Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes
sepatah kata pun. Sayyidah Hajar, sang ibu juga dengan kelapangan jiwa menyilakan Nabi
Ibrahim bersegera menjalankan perintah itu. Ma sya Allah!. Sebuah potret keluarga saleh
yang lebih mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan
anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah. Dialog indah
antara keduanya terekam dalam al-Qur’an sebagaimana dikisahkan oleh Allah:   ‫ي اِنِّ ْٓي اَ ٰرى‬ َ َ‫ق‬
َّ َ‫ال ٰيبُن‬
)١٠٢ :‫صبِ ِر ْينَ (الصافات‬ ّ ٰ ‫ت ا ْف َعلْ َما تُْؤ َم ۖ ُر َستَ ِج ُدنِ ْٓي اِ ْن ش َۤا َء هّٰللا ُ ِمنَ ال‬ ِ َ‫ فِى ْال َمن َِام اَنِّ ْٓي اَ ْذبَحُكَ فَا ْنظُرْ َما َذا ت َٰر ۗى قَا َل ٰيٓاَب‬  Maknanya: “.....
Ibrahim berkata: “Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?”  (QS ash-Shaffat: 102).   Sebagaimana
kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada
putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?,” bukanlah permintaan pendapat kepada
putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah
keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam
menerima perintah Allah subhanahu wa ta’ala.   Lalu dengan kemantapan dan keteguhan
hati, Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada
Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:   ‫ت ا ْف َعلْ َما تُْؤ َم ۖ ُر َست َِج ُدنِ ْٓي اِ ْن ش َۤا َء‬ ِ َ‫ال ٰ ٓياَب‬َ َ‫ق‬
)١٠٢ :‫صبِ ِر ْينَ (الصافات‬ ‫هّٰللا‬
ّ ٰ ‫ ُ ِمنَ ال‬  Maknanya: “Ismail menjawab: “Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu, in sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang sabar” (QS ash-Shaffat: 102).   Jawaban Ismail yang disertai “In sya Allah”
menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan
kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak
dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.   Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu, Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Baca Juga: Khutbah Idul Adha: Pesan Kemanusiaan Nabi Ibrahim
dan Nabi Muhammad Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim
lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan
kepada Ismail:   ِ ‫ي َعلَى َأ ْم ِر هّٰللا‬ َّ َ‫ نِ ْع َم ْالعَوْ نُ َأ ْنتَ يَا بُن‬  “Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk
menjalankan perintah Allah, duhai putraku.”   Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan
pisau di atas leher Ismail. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail.
Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Pisau
hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan
pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta’ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat.
Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala.   Hadirin
yang berbahagia, Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan
oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta Hajar, Allah kemudian memberikan jalan keluar dan
mengganti Ismail dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa
malaikat Jibril dari surga. Hal itu dikisahkan dalam QS ash-Shaffat: 106-107.   Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menganugerahkan kepada
kita kekuatan untuk meneladani kesalehan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Amin Ya Rabbal
‘alamin.    ‫َّح ْي ُم‬ ِ ‫ ِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر الر‬،ُ‫ فَا ْستَ ْغفِرُوْ ه‬،‫َأقُوْ ُل قَوْ لِ ْي ٰه َذا َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم‬.   Khutbah II   ‫( هللاُ َأ ْكبَ ُر‬٣x) ‫( هللاُ َأ ْكبَ ُر‬٣x) ُ‫هللا‬
‫هّٰلِل‬ ‫هّٰلِل‬
‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل‬،‫صحْ بِ ِه َوتَابِ ِع ْي ِه َعلَى َم ِّر ال َّز َما ِن‬ َ ‫ َو َعلَى ٰالِ ِه َو‬، َ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم َعلَى ُم َح َّم ٍد َسيِّ ِد َولَ ِد َع ْدنَان‬ َّ ‫ َوال‬،‫َّان‬ ِ ‫ك ال َّدي‬ ِ ِ‫ ال َح ْم ُد ِ ْال َمل‬ ‫َأ ْكبَ ُر َو ِ ْال َح ْم ُد‬
‫ َأ َّما‬  ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ الَّ ِذيْ َكانَ ُخلُقَهُ ْالقُرْ آن‬،‫َان‬ ِ ‫ان َو ْال َمك‬ ِ ‫َر ْيكَ لَهُ ْال ُمنَـ َّزهُ َع ِن ْال ِج ْس ِميَّ ِة َو ْال ِجهَ ِة َوال َّز َم‬ ٰ
ِ ‫ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل ش‬
‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ ْ ‫هّٰللا‬ ‫ُأ‬
‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم‬ َّ ‫ َم َر ُك ْم بِال‬،‫َظي ٍْم‬ ِ ‫ َوا ْعلَ ُموْ ا َّن هللاَ َم َر ُك ْم بِ ْم ٍر ع‬،‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِسي ِبتَ ْق َوى ِ َع َّز َو َج َّل َواتَّقُوا هللاَ تَ َعالَى فِي هَ َذا اليَوْ ِم ال َع ِظ ِيم‬ ِ ْ‫ فَ و‬،ُ‫بَ ْعد‬
‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا‬ ‫ب‬ ‫و‬ ‫م‬ ِّ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ل‬ِّ ‫ص‬ ‫م‬ُ ‫ه‬ ّ ٰ ،‫ يا َأيُّها الَّذينَ آمنُوْ ا صلُّوْ ا َعلَ ْيه وسلِّموا تَ ْسليما‬،‫ َّن هَّللا وماَل َكتَهُ يُصلُّونَ َعلَى النَّبي‬:‫َعلَى نَبيِّه ْالكَريْم فَقَال‬
‫الل‬
ِ َ َ ْ َ َ َ َّ ً ِ ُ َ َ ِ َ َ ِ َ َ ِّ ِ َ ‫َ َ َ ِئ‬ ‫َ ِإ‬ ِ ِ ِ ِ
َّ ‫ َوع َْن َساِئ ِر ال‬،‫ َأبِي بَ ْك ٍر َو ُع َم َر َوع ُْث َمانَ َو َعلِ ٍّي‬، َ‫َّاش ِدين‬ ٰ
  َ‫ص َحابَ ِة الصَّالحين‬ ِ ‫ض اللّهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَا ِء الر‬ َ ْ‫ َوار‬، َ‫صحْ بِ ِه الطَّيِّبِ ْين‬ َ ‫َونَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬
‫اللّهُ َّم اجْ َعلْ ِعي َدنَا هَ َذا‬ ٰ ،‫ك سمي ٌع قَريبٌ مجيبُ ال َّد َعوات‬ ٰ
ِ َ ِ ُ ِ ِ َ َ َّ‫ ِإن‬،‫ت‬ ِ ‫ اَأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأْل ْم َوا‬،‫ت‬ ِ ‫ َو ْال ُمْؤ ِمنِينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬c،‫ت‬ ِ ‫اللّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِمينَ َو ْال ُم ْسلِ َما‬
ٰ
‫ اللّهُ َّم اجْ َع ِل‬،‫ت‬ ِ ‫ َو ْاليُ ْم ِن َو ْالبَ َركَا‬،‫ت‬ ِ ‫َّح َما‬ َ ‫ َوَأ ِع ْدهُ َعلَ ْينَا بِ ْال َخي ِْر َوالر‬،ً‫ َوهَنَا ًء َو َم َحبَّة‬،ً‫ َو ِز ْدنَا فِي ِه طُ َمْأنِينَةً َوُأ ْلفَة‬،‫ َو َم َس َّرةً َوت ََرا ُح ًما‬،‫َس َعا َدةً َوتَالَ ُح ًما‬
‫َأ‬
َ‫ َو ْك ِر ْمنَا بِ َك َر ِمك‬،‫ظنَا فِي ْهلِينَا َو رْ َحا ِمنَا‬‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ َ‫ َواحْ ف‬،‫ َوا ْن ُش ِر ْالبَه َْجةَ فِي بُيُوتِنَا‬،‫اللّهُ َّم َأ ِد ِم ال َّس َعا َدةَ َعلَى َوطَنِنَا‬ ٰ ،‫ وب ْذل ْالخَ يْر للنَّاس َدْأبنَا‬،‫ْالمو َّدةَ شيمتَنَا‬
َ ِ ِ ِ َ ََ َ ِ ََ
َ ‫هللا‬ َّ
‫إن‬ ، ‫هللا‬ ‫د‬
ِ َ َِ ُ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫ع‬ ‫ر‬ ‫ا‬َّ ‫ف‬ َ
‫غ‬ ‫ا‬ ‫ي‬
َ ِ َ ِ َُ
‫ز‬ ‫ي‬ ‫َز‬‫ع‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ، ‫ار‬ ‫ر‬ ْ
‫ب‬ ‫َأْل‬‫ا‬ ‫ع‬ ‫م‬
َ َ َ َ ‫ة‬َّ ‫ن‬ ‫ج‬ ْ
‫ال‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫ل‬ْ ‫خ‬‫د‬ْ
ِ َ ِ ‫َأ‬ ‫و‬ ، ‫ار‬ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫اب‬ َ
‫ذ‬
َ َ َِ ‫ع‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ق‬ ‫و‬ ، ً ‫ة‬َ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫ة‬ ‫ر‬
َ َ َِ ِ ‫خ‬ ‫آْل‬‫ا‬ ‫ي‬ ‫ف‬
َِ‫و‬ ،ً ‫ة‬َ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬
َ َ َ ‫ا‬ ‫ي‬‫ن‬ْ ُّ
‫د‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ‫ف‬
ِ ِ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫آ‬ ‫َا‬ ‫ن‬َّ ‫ب‬ ‫ر‬ ، ‫ة‬‫ر‬ ‫خ‬ ‫آْل‬
َ ِ َ ِ ‫فِي ال ُّد ْنيَا َوا‬
ْ ْ ْ
ِ‫ فَاذ ُكرُوا هللاَ ال َع ِظ ْي َم يَذ ُكرْ ُك ْم َولَ ِذك ُر هللا‬، َ‫ يَ ِعظ ُك ْم لَ َعل ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬،‫َر َوالبَ ْغ ِي‬َّ ُ ْ ُ ْ
ِ ‫ َوِإ ْيتَا ِء ِذي القرْ بَى ويَ ْنهَى ع َِن الفَحْ شَا ِء َوال ُم ْنك‬،‫ان‬ ِ ‫يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس‬
‫َام َوَأ ْنتُ ْم بِخَ ي ٍْر‬ ٍ ‫ ِع ْي ٌد َس ِع ْي ٌد َو ُكلُّ ع‬،ُ‫ َأ ْكبَر‬  Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa
Timur dan Aswaja NU Center PCNU Kab. Mojokerto
Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-idul-adha-6-keteladanan-keluarga-nabi-
ibrahim-59V8Z ‫ َأ ْه ُل‬،ُ‫ الوا ِح ُد اَأل َحد‬،ُ‫َر ْيكَ لَه‬ ِ ‫ َونَ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬،‫ َوخَ تَ َمهُ لَنَا بِيَوْ ٍم هُ َو ِم ْن َأ َج ِّل اَأْلي َِّام‬،‫َوَأعَانَنَا فِ ْي ِه َعلَى ْالقِيَ ِام‬
‫ك َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأ ْه ِل التَّوْ قِي ِْر‬ َ َ‫صلَّى هللاُ َو َسلَّ َم َوب‬
َ ‫ار‬ َ ،‫ َونَ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا َونَبِيَّنَا ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هللاِ إلَى َج ِمي ِْع اَأْلن َِام‬،‫ْالفَضْ ِل َواِإْل ْن َع ِام‬
َّ ‫َأ‬
‫ يَا يُّها َ ال ِذ ْينَ َءا َمنُوا‬:‫ال تَ َعالَى‬ ْ
َ َ‫ ق‬. َ‫ي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَا َز ال ُمتَّقُوْ ن‬ ِ ْ‫َأ َّما بَ ْع ُد يَا َأيُّهَا النَّاسُ ُأو‬  .‫ان ِإلَى يَوْ ِم ال ِّدي ِْن‬
َ ‫ص ْي ُك ْم َوِإيَّا‬ ٍ ‫ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس‬،‫َوااْل ِ حْ تِ َر ِام‬
‫ َو َم ْن‬،‫ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوْ بَ ُك ْم‬،‫ يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم‬.‫ َيا َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َوقُوْ لُوْ ا قَوْ الً َس ِد ْيدًا‬. َ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموْ تُ َّن ِإالَّ َوَأنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ ن‬
َّ ‫اتَّقُوا هللاَ َح‬
‫هلل الحم ُد‬ ِ ‫ و‬،ُ‫ هَّللا ُ َأ ْكبَر‬،ُ‫ هَّللا ُ َأ ْكبَر‬،ُ‫ يُ ِط ِع هللاَ َو َرسُوْ لَهُ فَقَ ْد فَا َز فَوْ ًزا َع ِظي ًما هَّللا ُ َأ ْكبَر‬ 

Ma'asyiral muslimin rahimakullah

  Hari ini, tanggal 10 Dzhulhijjah adalah hari yang istimewa untuk umat Islam seluruh dunia.
Seluruh umat Islam merayakannya dengan penuh khidmat dan suka gembira. Saudara-
saudara kita yang memenuhi panggilan Allah sedang menjalani rangkaian puncak ibadah
haji di Makkah, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Sedangkan yang tidak melaksanakan haji,
disibukkan dengan ritual Idul Adha. Shalat Idul Adha, dilanjutkan ibadah kurban sampai
berakhirnya hari Tasyrik.    Untuk saudara-saudara kita yang sedang sedang menjadi tamu
Allah, kita doakan mudah-mudah mereka diberikan kesehatan dan kemudahan dalam
melaksanakan ibadah haji dengan penuh kekhidmatan dan kesempurnaan. Semoga menjadi
haji yang  mabrur yang tidak hanya mengantarkan mereka menjadi pribadi yang shaleh
tetapi juga muslih. Baik secara individu sekaligus dapat menebarkan kebaikan kepada
masyarakatnya.      ADVERTISEMENT Untuk kita di sini, semoga momentum Idul Adha
menjadi sarana perbaikan ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala. Menjadi sarana bagi seorang
muslim untuk semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah individual atau sosial,
karena inilah tujuan dari Idul Adha yang kita jalani setiap tahun.    Ma'asyiral muslimin
rahimakullah Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh
menjelaskan, kurban pertama kali dilaksanakan pada masa Nabi Adam 'alaihissalam, oleh
putra-putranya yaitu Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki Qabil mewakili kelompok
petani, sedangkan Habil mewakili kelompok peternak. Dikisahkan Al-Quran:  
ADVERTISEMENT َ‫ال ِإنَّ َما يَتَقَبَّ ُل هَّللا ُ ِمن‬ َ َ‫ك ق‬ َ َّ‫ق ِإ ْذ قَ َّربَا قُرْ بَانًا فَتُقُب َِّل ِم ْن َأ َح ِد ِه َما َولَ ْم يُتَقَبَّلْ ِمنَ اآْل َخ ِر قَا َل َأَل ْقتُلَن‬
ِّ ‫َوا ْت ُل َعلَ ْي ِه ْم نَبََأ ا ْبن َْي آ َد َم ِب ْال َح‬
ْ Artinya, "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil)
َ‫ال ُمتَّقِين‬ 
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari
salah seorang mereka berdua (Habil) dan tidak diterima yang lain (Qabil)." (Al-Maidah: 27).  
Para ahli tafsir menyatakan, peristiwa kurban yang dilakukan dua bersaudara dari putra
Adam 'alaihissalam merupakan solusi dari polemik 'perang dingin', yang terjadi antara
keduanya dalam mempersunting wanita cantik rupawan bernama Iklimah sebagai pasangan
hidup.    Kisah kurban berikutnya adalah dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika
diperintahkan Allah Ta'ala untuk menyembelih Nabi Ismail 'alaihissalam, putra tercinta yang
telah lama diimpikan kelahirannya. Perintah ini hanya merupakan ujian dari Allah kepada
Nabi Ibrahim 'alaihissalam atas keimanannya. Karena pada akhirnya yang yang disembelih
adalah kambing. Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:   ‫ي ِإنِّي َأ َرى فِي ْال َمن َِام‬ َّ َ‫ال يَا بُن‬َ َ‫ق‬
‫هَّللا‬ ْ
َ‫ ُ ِمنَ الصَّابِ ِرين‬c‫ت اف َعلْ َما تُْؤ َم ُر َست َِج ُدنِي ِإن شَاء‬ ‫َأ‬
ِ َ‫ال يَا ب‬ ُ
َ َ‫ك فَانظرْ َما َذا ت ََرى ق‬ ْ ‫َأ‬ ‫َأ‬
َ ‫ نِّي ذبَ ُح‬Artinya, "Ibrahim berkata: 'Hai
anakkku sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu, maka
fikirkanlah apa pendapatmu?' Ismail menjawab: 'Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu. Insyaallah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang
sabar'.” (QS As-Shaffat: 102)   Selain dua peristiwa ini, ritual kurban terus berlanjut  di setiap
budaya dan peradaban. Terus berlangsung dilakukan oleh umat manusia walaupun dalam
bentuk dan praktik yang berberda-beda. Puncaknya adalah mengorbankan jiwa manusia
sebagai persembahan kepada yang dianggap Tuhan yang memiliki kekuatan.    Dahulu masa
pra Islam, di Mesir jika air sungai Nil surut, maka penduduk Mesir menggelar upacara
mengambil anak gadis untuk dijadikan tumbal agar airnya melimpah. Tradisi seperti ini  juga
dikenal oleh masyarakat nusantara seperti kita dengar dalam cerita-cerita rakyat nusantara. 
Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diutus, ada penegasan ajaran kurban
yang dilegalkan adalah seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Yakni dengan
menyembelih kambing, sapi, atau onta. Sebagaimana firman Allah:   َ‫صلِّ ِل َربِّك‬ َ َ‫) ف‬1( ‫ِإنَّا َأ ْعطَ ْينَاكَ ْال َكوْ ثَ َر‬
)3( ‫ك هُ َو اَأْل ْبتَ ُر‬
َ ‫) ِإ َّن شَانَِئ‬2( ْ‫ َوا ْن َحر‬  Artinya, "(1) Sungguh Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat
yang banyak. (2) Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai
ibadah dan mendekatkan diri pada Allah). (3) Sungguh orang-orang yang membencimu,
dialah yang terputus (dari rahmat Allah)." (Al-Kautsar: 1-3)   Ma'asyiral muslimin rahimakullah
Kenapa peristiwa Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang dijadikan model kurban dalam ajaran Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam? Tentu karena di dalamnya ada hikmah keteladanan
yang sangat agung. Kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam umat Islam dapat belajar bagaimana
melakukan ibadah kurban yang baik dan benar. Pelajaran tersebut dapat kita perolah dalam
beberapa hal berikut:    Pelajaran pertama, dalam beragama ada suatu keadaan di mana kita
harus meninggalkan akal fikiran kita. Mengesampingkan rasionalitas, kemudian beralih pada
ketundukan serta kepasrahan total kepada Ilahi Rabbi. Dalam kajian hukum Islam dikenal
hukum yang bersifat ta'aqquli dan ta'abbudi. Ta'aqquli artinya masuk akal. Yakni ketika
suatu syariat dibebankan dan manusia bisa menalar karena sesuai dengan kemampuan
berfikir manusia. Allah memerintahkan sedekah, zakat, menolong sesama, berbakti kepada
orang tua. Allah melarang mencuri, korupsi, konsumsi narkoba, membunuh, pergaulan
bebas dan semacamnya. Semua ini adalah sesuai dengan naluri dan akal sehat manusia.    Di
sisi lain, ta'abbudi adalah hukum yang dogmatis. Tidak bisa dinalar, di luar kemampuan akal
manusia. Aturan tentang shalat, puasa, dan haji adalah bagian dari urusan yang bersifat
ta'abbudi. Kita tidak bisa mempertanyakan apalagi menggugat kenapa shalat Dhuhur, Ashar
dan Isya’ empat rakaat, sedangkan Magrib tiga rakaat dan Subuh dua rakaat. Rasionalitas
dikesampingkan karena yang ada hanyalah kepasrahan dan kepatuhan total sebagai
seorang hamba yang rindu untuk mendapat cinta dan sayang dari Tuhannya.    Ketika
menerima perintah Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ibrahim 'alaihissalam meyakini
bahwa perintah itu adalah dogma yang harus harus dilaksanakan secara paripurna. Maka
atas dasar keimanannya, tanpa pikir panjang Nabi Ibrahim 'alaihissalam siap melaksanakan
perintah tersebut. Rasionalitas dimatikan, yang ada hanyalah ketundukan akan perintah
Allah. Ini menunjukkan tingginya kualitas keimanan dan ketaqwaan Nabi Ibrahim
'alaihissalam, sehingga sangat pantas beliau mendapat gelar Khalilullah (kekasih Allah).   
Belajar dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam, maka sudah sepantasnya setiap orang yang
berkurban melaksanakannya seperti Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika berkurban. Segera
berkurban ketika mampu melaksanakannya. Berkurban atas dasar tunduk dan patuh
menjalankan perintah Allah, seraya berharap mendapatkan cinta, kasih dan ridha Allah.
Bukan ingin pujian, karena gengsi, atau untuk meningkatkan status sosial.   Ma'asyiral
muslimin rahimakumullah Pelajaran kedua, dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam bisa kita
dapatkan dari pengalihan kurban manusia menjadi kambing. Perintah Allah kepada Nabi
Ibrahim 'alaihissalam untuk menyembelih putranya hanya sekedar ujian keimanan, bukan
perintah sesungguhnya. Hal ini sekaligus menjadi kritik sosial dari tradisi tumbal di berbagai
budaya dan perabadan. Sejarah kurban Nabi Ibrahim 'alaihissalam mengajarkan kepada kita
‫‪bahwa kurban dalam Islam adalah ajaran humanis. Untuk menyembah Allah tidak boleh‬‬
‫‪membahayakan diri sendiri, apalagi orang lain. Dalam hadit riwayat Ibn Abbas radhiyallahu‬‬
‫ار ‪'anhu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ‬‬ ‫ض َر َ‬ ‫ض َر َر َوالَ ِ‬ ‫‪  Artinya: "Tidak‬الَ َ‬
‫‪boleh membahayakan (mengorbankan) orang untuk kepentingan pribadi, dan tidak boleh‬‬
‫‪mencegah orang lain mendapat kebaikan."   Dalam Islam setiap bahaya harus dihilangkan.‬‬
‫‪Bahkan untuk mendatangkan suatu kebaikan atau menghilangkan suatu bahaya, tidak boleh‬‬
‫‪dengan menimbulkan bahaya lain.  Ini adalah salah satu prinsip utama dalam ajaran.  Kaidah‬‬
‫اَلض ََّر ُر الَ يُزَ ا ُل بِالض ََّر ِر ‪  Artinya, "Setiap mudarat harus dihilangkan."  ‬اَلض ََّر ُر يُ َزا ُل ‪fiqih menyebutkan:  ‬‬
‫‪Artinya, "Suatu mudarat tidak bisa dihilangkan dengan mudarat yang lain."   Dari sini maka‬‬
‫‪seharusnya ajaran qurban menginspirasi setiap muslim untuk tidak hanya shaleh secara‬‬
‫‪ritual, tetapi juga shaleh secara sosial. Menjaga keseimbangan hubungan kepada Allah dan‬‬
‫‪kepada manusia, bahkan pada alam sekitar. Jargon Islam agama ramah bukan marah, bisa‬‬
‫‪terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun dalam qurban ada darah‬‬
‫‪hewan yang dialirkan, namun bukan tujuan atau penilaian utama, karena yang dinilai Allah‬‬
‫َال هللاَ لُحُو ُمهَا َواَل ِد َماُؤ هَا َولَ ِك ْن يَنَالُهُ ‪adalah ketakwaan dari orang-orang yang melaksanakannya.   ‬‬ ‫لَ ْن يَن َ‬
‫ك َس َّخ َرهَا لَ ُك ْم لِتُ َكبِّرُوا هللاَ َعلَى َما هَدَا ُك ْم َوبَ ِّش ِر ْال ُمحْ ِسنِينَ (الحج‪)37 ،‬‬ ‫‪ Artinya, "Daging-daging onta dan‬التَّ ْق َوى ِم ْن ُك ْم َك َذلِ َ‬
‫‪darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari‬‬
‫‪kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian‬‬
‫‪supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar‬‬
‫‪gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al-Hajj: 37)   Ma'asyiral muslimin‬‬
‫‪rahimakumullah Inilah dua pelajaran yang dapat kita petik dari kurban yang dilakukan Nabi‬‬
‫‪Ibrahim 'alaihissalam. Semoga menjadi media yang dapat meningkatkan iman dan takwa‬‬
‫‪kita kepada Allah Ta'ala, serta menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk terus berjihad‬‬
‫آن ْال َع ِظي ِْم‪mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.  Amin ya rabbal 'alamin.   ،‬‬ ‫بَارَكَ هللا لِي َولَ ُك ْم فِى ْالقُرْ ِ‬
‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َأ‬ ‫ْ‬
‫َونَفَ َعنِي َوِإيَّا ُك ْم بِ َمافِ ْي ِه ِم ْن آيَ ِة َو ِذك ِر ال َح ِكي ِْم َوتَقَب ََّل هللاُ ِمنا َو ِمنك ْم تِالَ َوتَهُ َوِإنهُ ه َُو ال َّس ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم‪َ ،‬و قوْ ُل قَوْ لِي هَذا فَأ ْستَغفِ ُر هللاَ ال َع ِظ ْي َم ِإنهُ ه َُو‬
‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫هللاُ اَ ْكبَرْ ‪ ×٣‬هللاُ اَ ْكبَرْ ‪ .× ٤‬هللاُ اَ ْكبَرْ كبيرا َو ْال َح ْم ُد هللِ َكثِ ْيرًا َو ُس ْبحَانَ هللا بُ ْك َرةً َو َأصْ ْيالً الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ ‪   Khutbah Kedua‬ال َغفُوْ ُر ال َّر ِحيْم‬
‫لح ْم ُد الحمد هلل حمدا كثيرا كما امر‪ .‬واشهدان الاله االّ هللا وحده الشريك له اقراراً بربوبيّته وارغاما لمن جحد به وكفر‪.‬‬ ‫َوهللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ َوهللِ ْا َ‬
‫ّ‬
‫ان سيّدنا مح ّمدا عبده ورسوله سيّد البشر‪ .‬الله ّم فص ّل وسلم على سيّدنا مح ّمد وعلى اله واصحابه المصابيح الغرر‪ .‬ما اتصلت عين‬ ‫ّ‬ ‫واشهد ّ‬
‫ان هللا تبارك‬ ‫ّ‬
‫بنظر واذن بخبر‪ .‬من يومنا هذا الى يوم المحشر‪ .‬ا ّما بعد فيا ايّها النّاس اتّقوا هللا فيما امر‪ .‬وانتهوا ع ّما نهى عنه وحذر‪ .‬واعلموا ّ‬
‫ان هللا ومالئكته يصلّون على النبى‪ .‬يا ايّها‬ ‫وتعالى امركم بأمر بدأ فيه بنفسه وثنّى بمال ئكته المسبّحة بقدسه‪ .‬فقال تعالى ولم يزل قائأل عليما‪ّ .‬‬
‫الذين امنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما‪ .‬اللّه ّم ص ّل وسلّم على سيّدنان مح ّمد ج ّد الحسن و الحسين وعلى اله واصحابه خير اهل ال ّدارين‬
‫خصوصا على اوّل الرّفيق‪ .‬سيّدنا ابى بكرن الصّديق‪ .‬وعلى الصّادق المصدوق‪ .‬سيّدنا ابى حفص عمر الفاروق‪ .‬وعلى زوج البنتين سيّدنا‬
‫عثمان ذى النّورين‪ .‬وعلى ابن ع ّمه الغالب سيّدنا عل ّى ابن ابى طالب‪ .‬وعلى الستّة الباقين رضى هللا عنهم اجمعين‪ .‬وعلى ال ّشريفين سيّدى‬
‫شباب اهل ال ّدارين‪ .‬ابى مح ّمد الحسن وابى عبد هللا الحسين‪ .‬وعلى ع ّميه الفاضلين على النّاس‪ .‬سيّدنا حمزة وسيّدنا العبّاس‪ .‬وعلى بقيّة‬
‫صحابة اجمعين‪ .‬وعلى التّابعين وتابع التّابعين لهم باحسان الى يوم الدين‪ .‬وعلينا معهم‪ c‬برحمتك ياارحم الرّحيمن اللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ‬ ‫ال ّ‬
‫ك ال ُم َو ِّح ِديْن‬ ‫ْ‬ ‫ك َوال ُم ْش ِر ِك ْينَ َوا ْنصُرْ ِعبَا َد َ‬ ‫ْ‬ ‫َأ‬ ‫ْ‬
‫ت‪  .‬اللهُ َّم اَ ِع َّز ا ِال ْسالَ َم َوال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ِذ َّل ال ِّشرْ َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ت اَالَحْ يآ ِء ِم ْنهُ ْم َواالَ ْم َوا ِ‬ ‫ْ‬
‫ت َوال ُم ْسلِ ِم ْينَ َوال ُم ْسلِ َما ِ‬ ‫ْ‬ ‫َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬
‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل‬ ‫اخ ُذلْ َم ْن خَ َذ َل ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو َد ِّمرْ اَ ْعدَا َءال ِّد ْي ِن َوا ْع ِل َكلِ َماتِكَ اِلَى يَوْ ِم ال ِّد ْي ِن ‪ .‬اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْا َ‬ ‫‪.‬و ْ‬ ‫ص َر ال ِّد ْينَ َ‬ ‫َوا ْنصُرْ َم ْن نَ َ‬
‫صةً َو َساِئ ِر ْالب ُْلدَا ِن ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِم ْينَ اللَّهُ َّم َأصْ لِحْ لناَ‬ ‫َو ْال ِم َحنَ َوسُوْ َء ْالفِتنَ ِة َوال ِم َحنَ َما ظهَ َر ِمنهَا َو َما بَطنَ ع َْن بَل ِدنَا اِندُونِي ِْسيَّا خآ َّ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫آخ َرتنا الَّتِي فِيهَا َم َعادُنا َواجْ َع ِل ْال َحيَاةَ ِزيَا َدةً لنا فِي ُك ِّل َخي ٍْر َواجْ َع ِل‬ ‫ِد ْينَنَا الَّ ِذي هُ َو ِعصْ َمةُ َأ ْم ِرنا َوَأصْ لِحْ لنا ُد ْنيَانا الَّتِي فِيهَا َم َعا ُشنَا َوَأصْ لِحْ لنا ِ‬
‫ش َما‬ ‫اح َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ِّ‬
‫ور‪َ ،‬و َجن ْبنَا الف َو ِ‬ ‫ُّ‬
‫ت ِإلى الن ِ‬ ‫َ‬ ‫ف بَ ْينَ قُلُوبِنَا‪َ ،‬وَأصْ لِحْ َذاتَ بَ ْينِنَا‪َ ،‬وا ْه ِدنَا ُسب َُل ال َّس ِم‪َ ،‬ونجِّ نَا ِمنَ الظل َما ِ‬
‫ُ‬ ‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫اَل‬ ‫احةً لنا ِم ْن ُكلِّ َشرٍّ اللَّهُ َّم َألِّ ْ‬ ‫ْال َموْ تَ َر َ‬
‫َّحي ُم الله َّم َحبِّبْ إلَ ْينَا اإلي َمانَ‬ ‫ّ‬ ‫ك ْنتَ التَّوَّابُ الر ِ‬ ‫َأ‬ ‫اجنَا َوذرِّ يَّاتِنَا‪َ ،‬وتُبْ َعلَ ْينَا‪ِ ،‬إنَّ َ‬ ‫ُ‬ ‫َأ‬
‫ارنَا َوقُلوبِنَا َو ْز َو ِ‬‫ُ‬ ‫ْص ِ‬ ‫َأ‬
‫اعنَا َو ب َ‬ ‫َأ‬
‫ار ْك لَنَا فِي ْس َم ِ‬ ‫ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ‪َ ،‬وبَ ِ‬
‫الح َسنَةَ‬ ‫َ‬
‫ْ ِ َ َِ َ‬ ‫ة‬ ‫ب‬ ‫ق‬ ‫ا‬ ‫ع‬‫وال‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫َأل‬ ‫ا‬ ‫على‬ ‫اتَ‬ ‫ب‬‫َّ‬
‫َ َ َ‬‫ث‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ِّ‬
‫ق‬ ‫ح‬ ‫ال‬ ‫َلى‬ ‫ع‬ ‫ر‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫ب‬ ‫َّ‬
‫ص‬ ‫ال‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ق‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ز‬ ‫ارْ‬ ‫م‬
‫َّ‬ ‫الله‬ ‫نَ‬ ‫ْ‬
‫ي‬ ‫د‬‫َّاش‬
‫ِِ‬ ‫ر‬ ‫ال‬ ‫نَ‬ ‫م‬ ‫َا‬
‫َ َ ِ‬‫ن‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫ع‬ ‫اجْ‬ ‫و‬ ‫َانَ‬ ‫ي‬ ‫صْ‬ ‫ع‬ ‫ْ‬
‫ال‬
‫َ ِ‬ ‫و‬ ‫ق‬
‫َ‬ ‫س‬
‫ُوْ‬ ‫ُ‬ ‫ف‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫و‬
‫َ َ‬ ‫ر‬ ‫ْ‬
‫ف‬ ‫ُ‬
‫ك‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫َو َزيِّ ْنهُ فِي قُلُوْ بِنَا َو َك ِّر ْه إلَ ْينَا‬
‫ً‬ ‫ْ‬
‫ار يَا رْ َح َم الرَّا ِح ِم ْينَ َربَّنا آتِنَا فِي ال ُّدنيَا َح َسنَة َوفِي‬ ‫َأ‬ ‫َّ‬
‫الجن ِة والن َجاةَ ِمنَ الن ِ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬
‫وال َعافِيَةَ ِم ْن ُكلِّ بَلِيَّ ٍة وال َّسالَ َمةَ ِم ْن كلِّ ِإث ٍم وال َغنِ ْي َمةَ ِم ْن كل بِرٍّ والفَوْ زَ بِ َ‬
‫َر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫بى َويَ ْنهَى ع َِن ْالفَحْ شآ ِء َو ْال ُم ْنك ِ‬ ‫ان َوِإيْتآ ِء ِذى ْالقُرْ َ‬ ‫اب النَّار ِعبَا َدهللاِ ! اِ َّن هللاَ يَْأ ُم ُرنَا بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِالحْ َس ِ‬ ‫االخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬ ‫ِ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫‪   Ustadz Suparman, Alumni Ma'had Aly‬تَ َذ َّكرُوْ نَ َواذ ُكرُواهللاَ ال َع ِظ ْي َم يَذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ عَل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَرْ‬
‫‪Situbondo, Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember.‬‬
Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-idul-adha-dua-teladan-kurban-nabi-
ibrahim-YqglY

Anda mungkin juga menyukai