Anda di halaman 1dari 5

Khutbah I

‫) َو ِهّٰلِل ْالَح ْم د‬٣×( ‫) ُهللا َأْك َبُر‬٣×( ‫) ُهللا َأْك َبُر‬٣×( ‫ُهللا َأْك َبُر‬
،‫ َو الَح ْم ُد ِهّٰلِل َك ِثْيًرا َو ُسْبَح اَن ِهللا ُبْك َر ًة َو َأِص ْياًل َو َنْش َهُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا‬،‫ُهللا َأْك َبُر َك ِبْيًرا‬
‫ َص َّلى‬،‫ َو َر ْح َم ُتُه اْلُم ْهَد اُة‬،‫ َو َنْش َهُد َأَّن َس ِّيَد َنا َو َنِبَّيَنا ُمَح َّم ًدا َر ُسوُل ِهّٰللا‬،‫َو اَل َنْعُبُد ِإاَّل ِإَّياُه‬
‫ َو َع َلى ٰا ِل ِه َو َأْص َح اِبِه الَّطِّيِبْيَن الَّط اِهِرْيَن‬، ‫ُهللا َو َس َّلَم َو َباَر َك َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد اَألِم ْيِن‬
‫ ِاَّن ٓا‬: ‫ الَقاِئ ِل ِفي ِكَتاِب ِه الَك ِرْيِم‬، ‫ َفُأوِص ْيُك ْم َو َنْفِس ي ِبَتْق َو ى ِهّٰللا الَع ِلِّي الَعِظ ْيِم‬، ‫َأَّم ا َبْع ُد‬
‫َاْع َطْيٰن َك اْلَك ْو َثَۗر َفَص ِّل ِلَر ِّبَك َو اْنَح ْۗر ِاَّن َش اِنَئَك ُهَو اَاْلْبَتُࣖر‬
Jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah,
Mengawali khutbhah ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib
sendiri, untuk senantiasa berusaha dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan
menjauhi segala larangan Allah ta’ala.

‫) َو ِهّٰلِل ْالَح ْم د‬٣×( ‫ُهللا َأْك َبُر‬


Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang saleh. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan
kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang saleh. Saleh (shalih) artinya memenuhi
hak Allah dan hak sesama hamba. Kesalehan tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan
amal.
Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan
ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan
seseorang menjadi pribadi yang saleh. Ada banyak sekali sisi kesalehan keluarga Nabi
Ibrahim yang dapat kita teladani. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut.
Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegang teguh akidah dan syariat.
Allah ta’ala berfirman:

‫َم اَك اَن ِاْبٰر ِهْيُم َيُهْو ِد ًّيا َّو اَل َنْص َر اِنًّيا َّو ٰل ِكْن َك اَن َح ِنْيًفا ُّم ْس ِلًم ۗا َو َم ا َك اَن ِم َن اْلُم ْش ِرِكْيَن‬
“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah
seorang Muslim (berserah diri kepada Allah).. Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-
orang musyrik.” (QS. Ali ‘Imran: 68)
Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah nabi yang ma’shum (selalu dijaga oleh
Allah) dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan
kehinaan jiwa, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi.
Nabi Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah
menyembah selain Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi
Ibrahim tidak pernah meragukan sifat qudrah (Mahakuasa) Allah ta’ala. Beliau juga tidak
pernah berdusta dalam setiap ucapannya.

‫) َو ِهّٰلِل ْالَح ْم د‬٣×( ‫ُهللا َأْك َبُر‬


Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah.
Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama
Islam sebagaimana diceritakan dalam QS al-An’am ayat 41-44. Nabi Ibrahim dengan
menjaga adab seorang anak kepada orang tuanya menjelaskan dengan santun kepada ayahnya
yang menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa penyembahnya dan
tidak dapat melihat penyembahnya. Yang demikian itu, bagaimana mungkin ia dapat
memberi manfaat kepada penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya.
Ibrahim mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan
yang berhak dan wajib disembah.
Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar ma’ruf nahi mungkar dengan penuh
keberanian.
Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta’ala sehingga selalu dapat
mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh musuh-musuhnya ketika berdebat. Allah
ta’ala berfirman:

‫َو ِتْلَك ُحَّج ُتَنٓا ٰا َتْيٰن َهٓا ِاْبٰر ِهْيَم َع ٰل ى َقْو ِم ٖۗه‬
“Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya.” (QS al-
An’am: 83)
Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil membungkam para penduduk
daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan matahari sebagai tuhan. Ibrahim
menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah karena
mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu tenggelam.
Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti bukan tuhan. Karena
sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang mengubahnya. Sesuatu yang
membutuhkan kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu yang lemah tidak mungkin
disebut tuhan yang layak disembah.
Perkataan Nabi Ibrahim kepada kaumnya: ‫ هذا ربي‬seperti dikisahkan dalam QS al-An’am ayat
76-78 adalah dalam konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan
matahari tidak layak disembah. Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan,
bintang, dan matahari sebagai tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase
kebingungan mencari-cari Tuhan.
Sebelum perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan
meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-
satunya pencipta segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala sesuatu dan yang
berbeda dengan segala sesuatu. Allah ta’ala berfirman:

‫َو َلَقْد ٰا َتْيَنٓا ِاْبٰر ِهْيَم ُر ْش َد ٗه ِم ْن َقْبُل َو ُكَّنا ِبٖه ٰع ِلِم ْيَن‬
“Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan kepada Ibrahim petunjuk sebelum
masa kenabiannya dan Kami telah mengetahui dirinya.” (QS al-Anbiya’: 51)
Perkataan Nabi Ibrahim: ‫ هذا ربي‬ketika melihat bulan, bintang dan matahari adalah bermakna
istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada kaumnya dengan maksud mengingkari bukan
dengan tujuan menetapkan: “Inikah Tuhanku?”. Seakan-akan beliau ingin mengatakan:
“Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka? Ini jelas bukan tuhanku, karena
ia berubah, terbit lalu terbenam.” Demikianlah yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim
adalah seorang nabi yang ma’shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi.

‫)َو ِهّٰلِل ْالَح ْم ُد‬3x( ‫ُهللا َأْك َبُر‬


Keempat, bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan sebesar apapun resikonya.
Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada Ibrahim
seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya itu setelah
tumbuh menjadi seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya.
Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim segera menjalankan perintah itu tanpa
ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang
total tanpa ada protes sepatah kata pun.
Sebuah potret keluarga saleh yang lebih mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan
apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan
perintahNya. Dialog indah antara keduanya terekam dalam al-Qur’an sebagaimana
dikisahkan Allah:

‫َقاَل ٰي ُبَنَّي ِاِّنْٓي َاٰر ى ِفى اْلَم َناِم َاِّنْٓي َاْذ َبُحَك َفاْنُظْر َم اَذ ا َتٰر ۗى‬
“..... Ibrahim berkata: “Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?” (QS ash-Shaffat: 102)
Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang
menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan
dirinya sendiri:

‫َقاَل ٰٓيَاَبِت اْفَع ْل َم ا ُتْؤ َم ُۖر َس َتِج ُد ِنْٓي ِاْن َش ۤا َء ُهّٰللا ِم َن الّٰص ِبِرْيَن‬
“Ismail menjawab: “Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, in
sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS ash-Shaffat: 102)
Jawaban Ismail yang disertai “In sya Allah” menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam
dirinya bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah
pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.

‫)َو ِهّٰلِل ْالَح ْم ُد‬3x( ‫ُهللا َأْك َبُر‬


Mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan penuh
kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismail:

‫ِنْع َم اْلَع ْو ُن َأْنَت َيا ُبَنَّي َع َلى َأْم ِر ِهّٰللا‬


“Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku.”
Tetiba saat pisau mulai digerakkan di atas leher Ismail, tak sedikitpun Ismail terluka. Hal ini
dikarenakan ‘inayatullah. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta
terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta’ala. Pada saat itu,
sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan
Allah SWT.

‫)َو ِهّٰلِل ْالَح ْم ُد‬3x( ‫ُهللا َأْك َبُر‬


Berkat puncak tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail
serta Siti Hajar, Allah kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismail dengan
seekor domba jantan yang besar, berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Hal
itu dikisahkan dalam QS ash-Shaffat: 106-107.
Jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan untuk meneladani kesalehan Nabi
Ibrahim dan keluarganya dalam menjalankan ketakwaan kepada Allah SWT. Amin Ya
Rabbal ‘alamin.

. ‫ ِإَّنُه ُهَو اْلَغ ُفْو ُر الَّر ِح ْيُم‬،‫ َفاْسَتْغ ِفُرْو ُه‬، ‫َأُقْو ُل َقْو ِلْي ٰه َذ ا َو َأْسَتْغ ِفُر َهللا ِلْي َو َلُك ْم‬
. ‫َو َس اِرُع ْو ا ِإَلى َم ْغ ِفَر ٍة ِم ْن َر ِّبُك ْم َو َج َّن ٍة َع ْر ُض َها الَّس َم َو اُت َو اَأْلْر ُض ُأِع َّد ْت ِلْلُم َّتِقْيَن‬
‫َو ُقْل َّرِّب اْغ ِفْر واْر َح م َو َأْنَت َخ ْيُرالَّراِح ِم ْيَن‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫ُهللا َاْك َبُر (‪ُ )×٣‬هللا َاْك َبُر (‪َ )×٤‬و ِهلل ْالَح ْم ُد‬
‫َاْلَح ْم ُد ِهّٰلِل اَّل ذي َو َك َفى‪َ ،‬و ُأَص ِّلْي َو ُأَس ِّلُم َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد اْلُم ْص َطَفى‪َ ،‬و َع َلى آِل ِه‬
‫َو َأْص َح اِبِه َأْهِل الِّص ْد ِق اْلَو َفا‪َ .‬أْش َهُد َأْن اَّل إٰل َه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِرْيَك َل ُه‪َ ،‬و َأْش َهُد َأَّن‬
‫َس ِّيَد َنا ُمَح َّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه َأَّم ا َبْعُد ‪،‬‬
‫َفَيا َأُّيَها اْلُم ْس ِلُم ْو َن ‪ُ ،‬أْو ِص ْيُك ْم َو َنْفِسْي ِبَتْقَو ى ِهللا اْلَع ِلِّي اْلَعِظ ْيِم َو اْع َلُم ْو ا َأَّن َهللا َأَم َر ُك ْم‬
‫ِب َأْم ٍر َع ِظ ْيٍم ‪َ ،‬أَم َر ُك ْم ِبالَّص اَل ِة َو الَّس اَل ِم َع َلى َنِبِّي ِه اْلَك ِرْيِم َفَق اَل ‪ِ :‬إَّن َهللا َو َم اَل ِئَكَت ُه‬
‫ُيَص ُّلوَن َع َلى الَّنِبِّي ‪َ ،‬يا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َص ُّلوا َع َلْيِه َو َس ِّلُم وا َتْس ِليًم ا‪َ ،‬الّٰل ُهَّم َص ِّل َع َلى‬
‫َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد َو َع َلى آِل َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد َك َم ا َص َّلْيَت َع َلى َس ِّيِد َنا ِإْب َر اِهْيَم َو َع َلى آِل َس ِّيِد َنا‬
‫ِإْبَر اِهْيَم َو َباِرْك َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد َو َع َلى آِل َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد َك َم ا َب اَر ْك َت َع َلى َس ِّيِد َنا‬
‫ِإْبَر اِهْيَم َو َع َلى آِل َس ِّيِد َنا ِإْبَر اِهْيَم ‪ِ ،‬فْي اْلَع اَلِم ْيَن ِإَّنَك َح ِم ْيٌد َم ِج ْيٌد ‪.‬‬
‫َالّٰل ُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْس ِلِم ْيَن َو اْلُم ْس ِلَم اِت واْلُم ْؤ ِمِنْيَن َو اْلُم ْؤ ِم َن اِت اَأْلْح َي اِء ِم ْنُهْم َو اَأْلْم َو اِت‪،‬‬
‫اللهم اْدَفْع َع َّنا اْلَباَل َء َو اْلَغاَل َء َو اْلَو َباَء َو اْلَفْح َش اَء َو اْلُم ْنَك َر َو اْلَبْغ َي َو الُّس ُيْو َف اْلُم ْخ َتِلَف َة‬
‫َو الَّش َد اِئَد َو اْلِمَح َن ‪َ ،‬م ا َظَه َر ِم ْنَه ا َو َم ا َبَطَن ‪ِ ،‬م ْن َبَل ِد َنا َه َذ ا َخاَّص ًة َو ِم ْن ُبْل َد اِن‬
‫اْلُم ْس ِلِم ْيَن َع اَّم ًة‪ِ ،‬إَّنَك َع َلى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر ِع َباَد ِهللا‪ ،‬إَّن َهللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اإْل ْح َس اِن‬
‫َو ِإْيَت اِء ِذ ي اْلُق ْر َبى وَيْنَهى َع ِن الَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ِر َو الَبْغ ِي ‪َ ،‬يِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َت َذَّك ُرْو َن ‪.‬‬
‫َفاذُك ُروا َهللا اْلَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبُر‬

Anda mungkin juga menyukai