Anda di halaman 1dari 9

SURAT AL BAQARAH AYAT 83, ARAB LATIN, ARTI, TAFSIR DAN KANDUNGAN

Surat Al Baqarah ayat 83 adalah ayat yang mengajarkan untuk berbuat baik (ihsan). Berikut ini arti, tafsir
dan kandungan maknanya.

Surat Al Baqarah termasuk madaniyah. Surat terpanjang dalam Al Quran ini mengatur banyak hal dalam
kehidupan masyarakat. Di antaranya melalui kisah Bani Israil. Bahkan surat ini dinamakan Al Baqarah
karena kisah Bani Israel yang diperintahkan menyembelih seekor sapi betina (baqarah).

Demikian pula ayat 83 ini juga tergolong madaniyah. Ia juga berisi kisah Bani Israil. Yakni perjanjian Bani
Israil untuk bertauhid kepada Allah dan berbuat baik (ihsan). Tak hanya untuk Bani Israil, perintah-
perintah ini juga berlaku bagi kaum muslimin.

Berikut ini Surat Al Baqarah Ayat 83 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa
Indonesia:

َّ ‫اس حُسْ ًنا َوأَقِيمُوا ال‬


‫صاَل َة‬ ِ ‫ِين َوقُولُوا لِل َّن‬ ِ ‫ْن إِحْ َسا ًنا َوذِي ْالقُرْ َب ٰى َو ْال َي َتا َم ٰى َو ْال َم َساك‬ َ ‫َوإِ ْذ أَ َخ ْذ َنا مِي َثاقَ َبنِي إِسْ َرائِي َل اَل َتعْ ُبد‬
ِ ‫ُون إِاَّل هَّللا َ َو ِب ْال َوالِدَ ي‬
َ ‫الز َكا َة ُث َّم َت َولَّ ْي ُت ْم إِاَّل َقلِياًل ِم ْن ُك ْم َوأَ ْن ُت ْم مُعْ ِرض‬
‫ُون‬ َّ ‫َوآ ُتوا‬

(Wa idz akhodznaa miitsaaqo banii isroo-iila laa ta’buduuna illallooha wabil waalidaini ihsaanaa wadzil
qurbaa wal yataamaa wal masaakiini waquuluu linnaasi husnaa wa aqiimush sholaata wa aatuz zakaata
tsumma tawallaitum illaa qoliilam minkum wa antum mu’ridluun)

Artinya:

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang
miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu
berpaling.

Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 83

Tafsir Surat Al Baqarah ayat 83 ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar
dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar ringkas dan mudah dipahami.

Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian diikuti
dengan tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.

1. Allah Mengambil Janji Bani Israel

Poin pertama dari Surat Al Baqarah ayat 83, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil janji dari Bani Israil.

‫َوإِ ْذ أَ َخ ْذ َنا مِي َثاقَ َبنِي إِسْ َرائِي َل‬


Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala (melalui Nabi-Nya) telah mengambil perjanjian
dari Bani Israil. Bahkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, Allah mengambil
sumpah Bani Israil untuk melaksanakan poin-poin isi perjanjian itu. Namun pada akhirnya mayoritas
Bani Israil mengkhianati janjinya.

Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, perjanjian Allah dengan Bani Israil ditetapkan atas
mereka di bawah bayang-bayang gunung (yang diangkat di atas mereka).

“Mereka diperintahkan untuk memegangnya teguh-teguh dan harus selalu mereka ingat. Karena
perjanjian ini mengandung kaidah-kaidah yang kokoh bagi agama Allah,” kata Sayyid Qutb.

2. Bertauhid kepada Allah

Isi perjanjian atau sumpah ini merupakan pokok-pokok agama Allah. Pertama adalah tauhid, hanya
menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

َ ‫ُون إِاَّل هَّللا‬


َ ‫اَل َتعْ ُبد‬

Janganlah kamu menyembah selain Allah,

Ibnu Katsir menjelaskan, Bani Israil diperintah untuk menyembah-Nya dan jangan menyekutukan-Nya
dengan sesuatu pun. Hal yang sama telah diperintahkan kepada seluruh manusia. Aqidah yang dibawa
oleh para Nabi dan Rasul sama dengan ini yakni tauhid.

ِ ‫ُول إِاَّل ُنوحِي إِلَ ْي ِه أَ َّن ُه اَل إِلَ َه إِاَّل أَ َنا َفاعْ ُبد‬
‫ُون‬ َ ِ‫َو َما أَرْ َس ْل َنا مِنْ َق ْبل‬
ٍ ‫ك مِنْ َرس‬

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya:
“Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
(QS. Al Anbiya:25)

َّ ‫َولَ َق ْد َب َع ْث َنا فِي ُك ِّل أُ َّم ٍة َرسُواًل أَ ِن اعْ ُبدُوا هَّللا َ َواجْ َت ِنبُوا‬
َ‫الطا ُغوت‬

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An Nahl: 36)

3. Berbuat Ihsan kepada Manusia

Setelah hak paling tinggi dan paling besar yaitu hak Allah berupa tauhid, barulah isi perjanjian berikutnya
perintah untuk berbuat baik (ihsan) kepada manusia. Dimulai dari kedua orang tua.

ِ ‫ْن إِحْ َسا ًنا َوذِي ْالقُرْ َب ٰى َو ْال َي َتا َم ٰى َو ْال َم َساك‬
‫ِين‬ ِ ‫َو ِب ْال َوالِ َدي‬

dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin,
Allah memerintahkan untuk berbuat ihsan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-
orang miskin.

Ar Raghib Al Ashfahani menjelaskan, ihsan (‫ )إحسان‬digunakan untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat
kepada pihak lain. Kedua, perbuatan baik. Menurutnya, ihsan lebih tinggi dari adil. Adil adalah
memperlakukan orang lain dengan perlakuannya kepada diri Anda. Sedangkan ihsan adalah
memperlakukan orang lain lebih baik dari perlakuannya kepada diri Anda.

Dalam hadits dijelaskan bahwa ihsan adalah beribadah yang terbaik, seakan-akan melihat Allah. Minimal
menyadari bahwa Allah selalu melihat kita.

َ ‫ َقا َل أَنْ َتعْ ُب َد هَّللا َ َكأ َ َّن‬.‫ان‬


َ ‫ك َت َراهُ َفإِنْ لَ ْم َت ُكنْ َت َراهُ َفإِ َّن ُه َي َرا‬
‫ك‬ ِ ‫اإلحْ َس‬ َ
ِ ‫َقا َل َفأ ْخ ِبرْ نِى َع ِن‬

Jibril bertanya, “terangkanlah kepadaku tentang ihsan”. Rasulullah menjawab, “engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tak bisa melihatNya, sesungguhnya Dia
melihatmu.” (HR. Muslim)

Setelah bertauhid kepada Allah, manusia diperintahkan berbuat baik kepada ibu bapaknya. Dua orang
paling berjasa yang dengan perantaraan keduanya ia lahir, tumbuh dan berkembang. Orang tua yang
membesarkan dan mendidiknya.

Ia juga harus berbuat baik kepada kerabatnya, anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Yatim (‫)اليتامى‬
adalah anak yang ditinggal ayahnya meninggal. Sedangkan miskin (‫ )المساكين‬adalah orang yang tidak
memiliki apa yang harus dibelanjakan buat diri sendiri dan keluarganya.

4. Berbicara yang baik

Selain perbuatan yang baik, Bani Israil juga diperintahkan dalam perjanjian itu untuk berbicara yang baik
kepada orang lain.

ِ ‫َوقُولُوا لِل َّن‬


‫اس حُسْ ًنا‬

serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,

Kata husna (‫ )حسنا‬mencakup “segala sesuatu yang menggembirakan dan disenangi.” Tak hanya kata-kata
indah, tetapi ia harus kata-kata yang benar. Sehingga terkandung di dalamnya perintah amar ma’ruf nahi
munkar.

Ibnu Katsir menjelaskan maksud kalimat ini: “berkatalah kepada mereka dengan baik dan lemah lembut
termasuk dalam hal ini amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang ma’ruf.”

5. Sholat dan Zakat

Isi perjanjian ini berikutnya adalah mendirikan sholat dan menunaikan zakat.
َّ ‫َوأَقِيمُوا ال‬
َّ ‫صاَل َة َوآ ُتوا‬
‫الز َكا َة‬

dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.

Sholat dan zakat adalah ibadah yang sejak awal sudah diperintahkan Allah kepada manusia. Bahkan
sejak Nabi Adam. Termasuk kepada Bani Israil hingga umat Islam hari ini. Meskipun tata cara dan
ukurannya berbeda sesuai syariat di zamannya.

6. Bani Israil Melanggar Perjanjian

Bagian terakhir dari Surat Al Baqarah ayat 83 ini menjelaskan karakter Bani Israil yang suka mengkhianati
perjanjian. Kecuali sedikit dari mereka.

َ ‫ُث َّم َت َولَّ ْي ُت ْم إِاَّل َقلِياًل ِم ْن ُك ْم َوأَ ْن ُت ْم مُعْ ِرض‬


‫ُون‬

Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu
berpaling.

Bani Israil diperintah untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun,
mereka malah menyembah patung sapi emas. Diperintahkan untuk berbuat ihsan kepada manusia,
mereka justru menzalimi orang-orang lemah di antara mereka. Diperintahkan untuk berkata yang baik
dan amar ma’ruf nahi munkar, justru banyak kata-kata negatif dan melakukan amar munkar nahi ma’ruf.
Meninggalkan sholat dan tidak mau mengeluarkan zakat. Bahkan membunuh sebagian Nabi-Nya.

“Perjanjian ini telah diikat antara Allah dengan Bani Israil, tercatat dalam Taurat, diperingatkan berulang
kali oleh Musa dan Harun lalu diteruskan Nabi Yusa’, tetapi mereka berpaling. Satu demi satu janji itu
dipungkiri,” tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

Sayyid Qutb menjelaskan, ayat ini menunjukkan sifat Bani Israil yang suka melanggar dan mengingkari
janji. Sifat ini ditunjukkan Allah kepada kaum muslimin agar mereka mewaspadai orang-orang Yahudi
dan jangan sampai menirunya. Dan ternyata kaum Yahudi di Madinah juga tak ada bedanya. Yahudi Bani
Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah semuanya berkhianat dan melanggar perjanjian.

Kandungan Surat Al Baqarah ayat 83

Berikut ini adalah isi kandungan Surat Al Baqarah ayat 83:

Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan mereka telah mensepakati untuk memenuhi isi
perjanjian itu. Berupa pokok-pokok agama yang harus diamalkan.

Kewajiban untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

Wajib berbuat baik kepada orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Wajib mengucapkan kata-kata yang baik kepada orang lain.


Wajib mendirikan sholat dan menunaikan zakat.

Perintah-perintah dalam isi perjanjian ini juga berlaku bagi kaum muslimin. Mulai dari tauhid hingga
berbuat ihsan serta mendirikan sholat dan menunaikan zakat.

Melalui ayat ini Allah mengungkap sifat Bani Israil yang suka melanggar perjanjian.

Demikian Surat Al Baqarah ayat 83 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia,
tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat mengokohkan tauhid kita, berbuat ihsan
kepada sesama manusia serta tidak mengikuti Bani Israil yang suka mengingkari janji. Wallahu a’lam bish
shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

َ ‫الذب َْح َة َو ْل ُي ِح َّد أَ َح ُد ُك ْم َش ْف َر َت ُه َو ْلي ُِرحْ َذ ِب‬


‫يح َت ُه‬ َّ ‫ان َعلَى ُك ِّل َشىْ ٍء َفإِ َذا َق َت ْل ُت ْم َفأَحْ سِ ُنوا ْالقِ ْتلَ َة َوإِ َذا َذ َبحْ ُت ْم َفأَحْ سِ ُنوا‬
َ ‫اإلحْ َس‬
ِ ‫ب‬ َ ‫إِنَّ هَّللا َ َك َت‬

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak
membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah
dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan
disembelih.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1955, Bab “Perintah untuk berbuat baik ketika
menyembelih dan membunuh dan perintah untuk menajamkan pisau”]

Penjelasan

Ibnul ‘Atthar Asy-Syafi’i rahimahullah yang makruf dengan sebutan Mukhtashar An-Nawawi—
sebagaimana julukan ini disebut oleh Ibnu Katsir—menyatakan tentang hadits Arba’in nomor urut 17 ini,
bahwa hadits tersebut termasuk hadits singkat namun sarat makna, juga berisi kaedah pokok dalam
agama ini. Hadits tersebut berisi perintah untuk berbuat baik pada diri sendiri, juga pada setiap
makhluk, sampai pada saat menyembelih dengan berbuat baik pada hewan yang akan disembelih, dan
perintah untuk menyenangkannya. (Lihat Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah karya Ibnul ‘Atthar, hlm. 112)

Yang dimaksud, membunuh dan menyembelih dengan cara yang baik adalah dilihat dari sisi cara dan
keadaan. Bentuk berbuat baik ketika membunuh misalnya ketika melaksanakan eksekusi hukum qishash
(hukum mati pada pembunuh, pen.). Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 13:98.

Yang dimaksud menyenangkan hewan yang akan disembelih ada beberapa bentuk yang dicontohkan
oleh Imam Nawawi rahimahullah:

Menajamkan pisau sehingga hewan cepat untuk menyembelih.

Dianjurkan tidak mengasah pisau di hadapan hewan yang akan disembelih.

Tidak boleh menyembelih hewan lantas ditonton oleh hewan lainnya.


Tidak boleh melewatkan hewan yang akan disembelih di tempat penyembelihannya. (Al-Minhaj Syarh
Shahih Muslim, 13:98)

Salah satu yang dimaksudkan oleh Imam Nawawi rahimahullah disebutkan dalam hadits berikut ini.

Dari Ibnu ’Abbas radhiyallaahu ’anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengamati
seseorang yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya,
sedangkan kambing itu memandang kepadanya. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

‫ك َق ْب َل أَنْ َتضْ َج َع َها‬


َ ‫أَ ُت ِر ْي ُد أَنْ َت ِم ْي َت َها َم ْو َتات َهالَ َحد َْدتَ َش ْف َر َت‬

“Apakah sebelum ini kamu hendak mematikannya dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu
diasah terlebih dahulu sebelum engkau membaringkannya.” (HR. Al-Hakim, 4: 257, Al-Baihaqi, 9: 280,
‘Abdur Razaq, no. 8608. Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits shahih sesuai syarat Al-
Bukhari. Adz-Dzahabi dalam At-Talkhis mengatakan bahwa sesuai syarat Bukhari. Ibnu Hajar dalam At-
Talkhis Al-Habir, 4: 1493 mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan secara mursal. Syaikh Al-Albani
dalam Shahih At-Targhib, no. 2265 mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Faedah Hadits

1- Hadits ini menjelaskan bahwa Allah sangat menyayangi hamba-Nya yaitu Allah menetapkan berbuat
baik pada sesama. Contoh dalam hal ini adalah memberi petunjuk jalan pada orang yang tersesat, juga
memberi makan pada orang yang butuh makan.

2- Hadits ini menunjukkan dorongan untuk berbuat ihsan pada segala sesuatu.

3- Dalam membunuh atau menyembelih diperintahkan dengan cara yang baik, yaitu dengan mengikuti
tuntunan syari’at.

4- Dalam hadits ini digunakan kata kataba atau kitabah yaitu menetapkan. Sedangkan kitabah itu
dijelaskan oleh para ulama ada dua macam yaitu kitabah qadariyyah dan kitabah syar’iyyah. Kitabah
qadariyyah adalah ketetapan yang pasti terjadi. Sedangkan kitabah syar’iyyah adalah ketetapan yang
kadang manusia kerjakan dan kadang tidak dikerjakan.

Contoh kitabah qadariyyah seperti dalam ayat,

‫ُون‬
َ ‫ِي الصَّالِح‬ َ ْ‫الذ ْك ِر أَنَّ اأْل َر‬
َ ‫ض َي ِر ُث َها عِ َباد‬ ِّ ‫الزبُور مِنْ َبعْ ِد‬
ِ َّ ‫َولَ َق ْد َك َت ْب َنا فِي‬

“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya
bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.” (QS. Al-Anbiya’: 105)

Contoh kitabah syar’iyyah seperti dalam ayat,

َ ُ‫ِين مِنْ َق ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت َّتق‬


‫ون‬ َ ‫ِب َعلَى الَّذ‬
َ ‫ص َيا ُم َك َما ُكت‬
ِّ ‫ِب َعلَ ْي ُك ُم ال‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫ِين آَ َم ُنوا ُكت‬

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
5- Wajib berbuat ihsan pada segala sesuatu dan bentuknya bermacam-macam, bisa pada amalan
seperti:

Dalam hal yang wajib yaitu menjalankan kewajiban secara sempurna sebagaimana yang dituntut.
Sedangkan berbuat ihsan dalam hal menyempurnakan yang sunnah tidaklah wajib.

Meninggalkan yang haram.

Sabar terhadap takdir yang tidak menyenangkan, tanpa menggerutu atau mengeluh pada takdir.

Berbuat baik dalam muamalah dengan manusia lainnya.

Berbuat baik ketika membunuh sesuatu yang dibolehkan untuk dibunuh.

6- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memberikan contoh dalam menjelaskan sesuatu. Dalam hadits
ini disebutkan contoh ihsan yaitu dalam hal menyembelih.

7- Bagaimana cara berbuat baik ketika menyembelih? Caranya adalah dengan mengikuti tuntunan
syari’at Islam saat menyembelih.

Aturan-aturan penting yang jadi syarat yang mesti dipenuhi:

a- Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Oleh karena itu,
tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala, seorang yang murtad (keluar dari Islam)
dan orang Majusi. Begitu pula orang yang meninggalkan shalat tidak sah dalam menyembelih qurban
karena orang yang meninggalkan shalat bukan termasuk muslim, bukan pula termasuk ahli kitab.

Sembelihan ahli kitab masih halal bagi seorang muslim sebagaimana firman Allah Ta’ala,

َ ‫ِين أُو ُتوا ْال ِك َت‬


‫اب ِح ٌّل لَ ُك ْم َو َط َعا ُم ُك ْم ِح ٌّل لَ ُه ْم‬ َ ‫َو َط َعا ُم الَّذ‬

“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
(pula) bagi mereka.” (QS. Al-Maidah: 5). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan lainnya menafsirkan
bahwa yang dimaksudkan makanan di sini adalah sembelihan mereka. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim,
3:328)

Siapakah ahli kitab?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah membawakan ayat berikut ini,

َ ‫ِين أُو ُتوا ْال ِك َت‬


‫اب‬ َ ‫َوقُ ْل لِلَّذ‬

“Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab.” (QS. Ali Imran: 20)

Lalu beliau menjelaskan, ayat ini ditujukan pada Ahli Kitab di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Padahal ajaran ahli kitab yang hidup di zaman beliau sudah mengalami naskh wa tabdiil (penghapusan
dan penggantian). Maka ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang menisbatkan dirinya pada Yahudi
dan Nashrani, merekalah ahli kitab. Ayat ini bukan khusus membicarakan ahli kitab yang betul-betul
berpegang teguh dengan Al-Kitab (tanpa penghapusan dan penggantian). Begitu pula tidak ada beda
antara anak Yahudi dan Nashrani yang hidup setelah adanya penggantian Injil-Taurat di sana-sini dan
yang hidup sebelumnya. Jika setelah adanya perubahan Injil-Taurat di sana-sini, anak Yahudi dan
Nashrani disebut ahli kitab, begitu pula ketika anak Yahudi dan Nashrani tersebut hidup sebelum adanya
perubahan Taurat-Injil, mereka juga disebut Ahli Kitab dan mereka kafir jika tidak mengimani
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat Al-Iman karya Ibnu Taimiyah, hlm. 49.

b- Menggunakan alat pemotong, baik tajam atau tumpul asalkan bisa memotong (mengalirkan darah),
baik berbahan stainless, perak, emas, tongkat atau kayu. Dalam hadits dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫الظفُ ُر َف ُمدَى ْال َح َب َش ِة‬ َ ِ‫ َو َسأ ُ َح ِّد ُث ُك ْم َعنْ َذل‬، ‫الظفُ َر‬
ُّ ‫ أَمَّا السِّنُّ َف َع ْظ ٌم َوأَمَّا‬، ‫ك‬ َ ‫ لَي‬، ُ‫ َف ُكلُوه‬، ‫َما أَ ْن َه َر ال َّد َم َو ُذك َِر اسْ ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه‬
ُّ ‫ْس السِّنَّ َو‬

“Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian
makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian
mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang (tulang tidak boleh digunakan untuk
menyembelih, -pen). Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah.”
(HR. Bukhari, no. 2488 dan lihat Fath Al-Bari, 15:447)

c- Yang dipotong adalah empat bagian yaitu dua urat leher, saluran nafas, dan saluran makan. Namun
kalau memotong dua urat leher atau saluran nafas dan saluran makan saja, tetap sah dan halal,
sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Al-Arba’in, hlm. 214.

d- Menyebut nama Allah ketika menyembelih (membaca bismillah). Allah Ta’ala berfirman,

‫َواَل َتأْ ُكلُوا ِممَّا لَ ْم ي ُْذ َك ِر اسْ ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َوإِ َّن ُه لَفِسْ ٌق‬

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am:
121)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Ada suatu kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah
sembelihan itu disebut nama Allah ataukah tidak saat disembelih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan,

ُ‫َسمُّوا َعلَ ْي ِه أَ ْن ُت ْم َو ُكلُوه‬

“Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka
sebenarnya baru saja masuk Islam.” (HR. Bukhari, no. 5507)

8- Wajib menajamkan pisau atau alat pemotong ketika menyembelih.

9- Wajib menyenangkan hewan yang akan disembelih, caranya adalah dengan mempercepat cara
menyembelih.
Di antara adab-adab yang bisa dipenuhi saat menyembelih qurban adalah sebagai berikut.

a- Membaringkan hewan di sisi sebelah kiri, memegang pisau dengan tangan kanan, dan menahan
kepala hewan ketika menyembelih. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

‫ضحِّ َى ِب ِه َف َقا َل لَ َها « َيا‬ َ ‫ظ ُر فِى َس َوا ٍد َفأُت َِى ِب ِه لِ ُي‬ ُ ‫ْش أَ ْق َر َن َي َطأ ُ فِى َس َوا ٍد َو َي ْب ُر‬
ُ ‫ك فِى َس َوا ٍد َو َي ْن‬ ٍ ‫ أَ َم َر ِب َكب‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬
‫ْش َفأَضْ َج َع ُه ُث َّم َذ َب َح ُه ُث َّم َقا َل « ِباسْ ِم هَّللا ِ اللَّ ُه َّم َت َق َّب ْل مِنْ م َُح َّم ٍد‬َ ‫ت ُث َّم أَ َخ َذ َها َوأَ َخ َذ ْال َكب‬ ُ ‫َعا ِئ َش ُة َهلُمِّى ْالم ُْد َي َة‬
ْ َ‫ َف َف َعل‬.» ‫ث َّم َقا َل « ا ْش َحذِي َها ِب َح َج ٍر‬.»
ُ ُ
‫ ث َّم ضَحَّ ى ِب ِه‬.» ‫آل م َُح َّم ٍد َومِنْ أ َّم ِة م َُح َّم ٍد‬ ِ ‫َو‬

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy (domba jantan,
gibas). Beliau berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak. Kemudian
beliau dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat qurban. Beliau berkata kepada ‘Aisyah,
“Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau.” Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu.” ‘Aisyah
pun mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau bersiap menyembelihnya,
lalu mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah qurban ini dari Muhammad, keluarga Muhammad,
dan umat Muhammad.” Kemudian beliau menyembelihnya. (HR. Muslim, no. 1967)

b- Meletakkan kaki di sisi leher hewan. Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
berkata,

‫ ِب َي ِد ِه‬T‫ َف َذ َب َح ُه َما‬، ‫ َف َرأَ ْي ُت ُه َواضِ عًا َق َد َم ُه َعلَى صِ َفاح ِِه َما ُي َسمِّى َو ُي َك ِّب ُر‬، ‫ْن‬
ِ ‫ْن أَ ْملَ َحي‬
ِ ‫ضَحَّ ى ال َّن ِبىُّ – صلى هللا عليه وسلم – ِب َك ْب َشي‬

“Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy (gibas) putih. Aku
melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca bismillah dan
bertakbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.” (HR. Bukhari, no. 5558)

c- Menghadapkan hewan ke arah kiblat. Dari Nafi’ rahimahullah, ia berkata,

‫ان َي ْك َرهُ أَنْ َيأْ ُك َل َذ ِبي َْح َة َذ ْب ِح ِه ِل َغي ِْر القِ ْب َل ِة‬
َ ‫أَنَّ ِاب َْن ُع َم َر َك‬

“Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih dengan tidak
menghadap kiblat.” (HR. ‘Abdur Razaq, no. 8585 dengan sanad yang shahih)

Semoga bermanfaat.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:

https://rumaysho.com/16305-hadits-arbain-17-berbuat-ihsan-pada-segala-sesuatu.html

Anda mungkin juga menyukai