Anda di halaman 1dari 11

BELAJAR DARI NABI IBRAHIM AS: 4 PRINSIP YANG TERDAPAT

DALAM AL QUR’AN

Al-qur’an yag kita imani sebagai petunjuk dan pedoman kita, yaitu
mempunyai 4 prinsip, antaranya Prinsip Aqidah, Prinsip Syari’at dan
Prinsip Ahklaqul Karimah (Tauladan) dan Kisah-kisah al-qur’an.
Kenapa setelah membahas aqidah, syari’at dan akhlaqul karimah.
kemudian timbul stanmen Allah tentang kisah-kisah Al-qur’an?
Jawabannya adalah karena kita tidak mungkin bisa mempelajari
aqidah yang kuat tampa contoh, tidak mungkin bisa kita mempelajri
syari’at yang baik tampa figur dan tidak mungkin kita bisa belajar
akhlaquk karimah yang tepat tampa suritauladan. Sehingga seseorang
sudah belajar kesempurnaan agama ini wajib punya contoh, wajib
punya figur dan wajib punya suritauladan yang baik. Dan Allah SWT
menampilkan suritauladan itu dengan munculnya manusia-manusia
terbaik dimuka bumi ini yang kemudian disebut dengan Ambiya’
walmursalin yan konon dalam siroh jumlahnya 124 ribu nabi dan rasul.
Sebagian disebutkan dalam Al-Qur’an dan sebagian tidak disebutkan
dalam Al-Qur’an. Dan al-qur’an menyebutkan figur-figur terbaik itu
yang wajib kita ketahui dan kita imani yaitu 25 nabi dan rasul.
Bagaimana cara mengimani para nabi dan rasul? yaitu harus tahu
namanya, tahu sejarahnya dan mengambil hikmah dari sejarah
kehidupannya.
Dari 25 nabi dan rasul ini, Allah pilih lagi yang terbaik yaitu ada 5 nabi
dan rasul terbaik yang kita sebut Ulul Azmi yaitu Nuh, Ibrahim, Musa,
Isya dan Muhammad SAW. Dari 5 Nabi dan Rasul terbaik ini Allah pilih
lagi yang paling terbaik dan ketemulah 2 manusia yang terbaik yaitu
Ibrahim As (Khalilullah) dan Muhammad SAW (Habibullah).
Apa bedanya Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim? Kita sepakat
bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah sebai-baik manusia
(Khairul Anam, khairul bariyyah) dan tidak hanya itu, Nabi Muhammad
adalah pemimpin para Nabi dan rasul (Syaidul Ambiya Wai
walmursalin). Cuma tidak semua manusia sepakat dan yakin dengan
itu buktinya Yahudi, Nasrani tidak meyakini Rasulullah SAW. Tetapi
Nabi Ibrahim AS semua manusia mengakui kebaikannya, Yahudi
mengakui kebaikan Ibrahim, nasranipun mengakui kebaikan Ibrahim
apalgi Muslim pasti mengakui kebaikan Ibrahim AS. Bahkan tidak
hanya sekedar mengakui, bahkan Yahudi mengklaim Ibrahim adalah
Nabinya, Nasripun mengklaim Ibrahim adalah Nabinya. Hal tersebut
dijawab langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an

‫ان م َِن‬ َ ‫ان إِب َْراهِي ُم َيهُو ِد ًّيا َواَل َنصْ َرا ِن ًّيا َو ٰ َل ِكنْ َك‬
َ ‫ان َحنِي ًفا مُسْ لِمًا َو َما َك‬ َ ‫َما َك‬
‫ِين‬ َ ‫ْال ُم ْش ِرك‬

(Nabi) Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang


Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang Muslim yang lurus lagi
berserah diri (kepada Allâh) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik. [Ali Imran/3:67]

Ma’syiral muslimin Rahimakumullah

Bahkan Allah SWT secara spesifik memuji Ibrahim As tidak hanya


sebagai manusia terbaik tetapi paling baik Agamanya. Hal ini
dijelaskan oleh Allah SWT dan firmanya:

‫ۗ َوا َّت َخ َذ‬ ‫َو َمنْ أَحْ َسنُ دِي ًنا ِممَّنْ أَسْ َل َم َوجْ َه ُه هَّلِل ِ َوه َُو مُحْ سِ نٌ َوا َّت َب َع ِملَّ َة إِب َْراهِي َم َحنِي ًفا‬
‫هَّللا ُ إِب َْراهِي َم َخلِياًل‬

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allâh, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allâh
mengangkat Ibrahim menjadi Kekasih-Nya. [An-Nisa’/4:125]

Julukan sang kekasih dimuka bumi ini hanya disandangkan oleh Allah
SWT hanya untuk 2 manusia terbaik yaitu Rasulullah dengan julukan
Habibullah dan Ibrahami As dengan julukan Khalillullah.

Ibrahim adalah Ahsanu diinan (Terbaik Agamanya), Aslama Wajhu


Lillah( Paling Ikhlas dan paling pasrah hidupnya), Wahuwa Muhsin
(yang terpuji akhlaknya). Semua kebaikan hidup, disandang oleh
Ibrahim As. Saking baiknya nama Ibrahim sampai-sampai setiap
sholat kita sebut nama indahnya bersanding dengan nama Rasulullah
SAW yang sangat mashur Allahumma......
Hadirin Jama’ah Sholat Idul Adha Rahimakumullah

Setidaknya ada 3 Prinsip yang perlu kita ambil pelajaran dari Nabi
Ibarhim As dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan Al-Qur’an.
1. PRINSIP AQIDAH (TAUHID)
Sebagimana kita ketahui Nabi Ibrahim AS adalah seorang putra
dari tokoh pemahat patung terkenal di masa kekuasaan raja
Namrudz. Ibrahim AS dilahirkan saat ayahnya berusia 75 tahun.
Seorang ayah yang bernama Azar seorang pemahat Berhala dan
ibu yang bernama Umaelah, sebagian menyebutnya Amilah. 

Hal ini bermula ketika Ibrahim telah beranjak dewasa. Ia merasa


kehilangan sosok yang sebelumnya memberinya makan dan
perlindungan. Terlebih, ia mendapati banyak orang yang menjadi
penyembah berhala. Tetapi Ibrahim mengingkari anggapan bahwa
patung berhala adalah dewa; sehingga Ibrahim berniat untuk
mencari Tuhan yang sesungguhnya.

Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan sebagian kisah tentang


pencarian Ibrahim mengenai Tuhannya, seperti yang tertuang
dalam Al-quran surat Al-An'am ayat 76 hingga 78:
"Ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia
berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia
berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." (QS. Al-
An'am:77).
"Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah
Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu,
pastilah aku termasuk orang yang sesat." (QS. Al-An'am:78).

"Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia berkata: "Inilah


Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu
terbenam, Dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yang kamu persekutukan." (QS. Al-An'am:78)
Ketika berada di Bait al-Maqdis, Ibrahim berdakwah kepada
kaumnya agar menyembah Allah SWT di tengah masyarakat yang
saat itu menyembah patung berhala. Patung berhala tersebut
diproduksi oleh ayahnya sendiri yaitu Azar. Masyarakat memiliki
bermacam-macam patung untuk disembah, diantaranya
patung personifikasi rasi bintang-bintang di langit.

Keadaan seperti inilah yang menyemangati beliau mengajak


kaumnya agar bertauhid kepada Allah SWT. Tetapi kaumnya tetap
membangkang dan terus menyembah patung-patung yang
diciptakan sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-
Anbiya ayat 52:

َ ُ‫إِ ْذ َقا َل أِل َ ِبي ِه َو َق ْو ِمهِۦ َما ٰ َه ِذ ِه ٱل َّت َماثِي ُل ٱلَّت ِٓى أَن ُت ْم َل َها ٰ َع ِكف‬
‫ون‬

"(ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan


kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat
kepadanya?" (QS. Al-Anbiya: 52).
Mendengar pernyataan bahwa kelak para penyembah berhala
akan celaka, mereka tidak serta merta menyerah dan mengakui
dosa. Justru mereka hendak membunuh dan membakar Ibrahim.
Para penyembah berhala itu beramai-ramai mengumpulkan kayu
bakar untuk sebuah perapian besar. Dalam Al-Qur’an dijelaskan: 

"Mereka berkata: "Bakarlah Dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu,


jika kamu benar- benar hendak bertindak." (QS. Al-Anbiya': 68).
"Mereka berkata: "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar)
Ibrahim; lalu lemparkanlah Dia ke dalam api yang menyala-nyala
itu." "Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, Maka
Kami jadikan mereka orang-orang yang hina." (QS. As-Saffat: 97-
98).

"Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan:


"Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari
api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman."
(QS. Al-Ankabut: 24).

Kemudian Namrud, orang yang telah mengajak seluruh penduduk


negeri agar menyembah berhala, menyatakan secara angkuh: "Hal
ini akan menjadi bukti, siapa raja dan dewa di muka bumi ini, serta
siapa yang manusia biasa. Kalian akan menyaksikan pada hari ini
bahwa orang itu dilenyapkan di perapian akibat berani menyatakan
bahwa kelak Tuhannya membakar kaum kita; maka biarlah
Tuhannya yang menyelamatkan orang itu, sementara akulah dewa
yang menyelamatkan kalian, bukan orang itu!"

Ketika Ibrahim hendak dilempar ke perapian, sesosok malaikat


hadir untuk menawarkan pembebasan untuk Ibrahim supaya dapat
melarikan diri menghadapi hukuman kaumnya, namun Ibrahim
berkata: "Cukuplah Yang Maha Melindungi yang memberi
keselamatan kepada diriku." lalu malaikat tersebut beranjak pergi.

Tatkala Ibrahim melompat ke perapian yang membara, seketika


Allah berfirman kepada perapian supaya menjadi keselamatan
terhadap Ibrahim:
Kami berfirman:
"Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim." Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka
Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. (QS.
al-Anbiya': 69-70).

Maka api dari Allah hadir untuk melindungi Ibrahim supaya dapat
berjalan dalam keadaan selamat dari tengah-tengah perapian.

Mendapati Ibrahim selamat dari tengah-tengah perapian yang


membara, sebagian besar orang berpegang pada pendapat
masing-masing serta tidak mengakui satu sama lain. Bahkan
mereka enggan mengakui Allah.
Walaupun orang-orang tersebut mengakui kebenaran ajaran
Ibrahim di dalam hati, mereka memiliki kedengkian serta tidak mau
menanggung rasa malu. Ibrahim maju seraya menyatakan bahwa
ia hanya beriman kepada Allah; juga ia hanya berserah diri kepada
Kehendak Allah.

2. PRINSIP SYARI’AT
Ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah SWT untuk
meninggalkan anak dan istrinya di tengah gurun pasir yang tandus
nan gersang. Tidak ada tumbuh pepohanan, tidak ada makanan
dan minuman, maka terbesit didalam hati dan fikiran Nabi Ibrahim
AS akan rezeki yang Allah berikan kepada anak dan istrinya. Maka
sekitaka Allah memerintahkan Ibrahim nenecahkan sebuah batu.
Ketika dipecah batu pertama ibrahim tidak menemukan apa-apa,
ketika dipecah batu untuk kedua kalinya Ibrahim pun tidak
menemukan apapun. Namun ketika Ibrahim memecah batu untuk
ketiga kalinya, ia melihat didalam batu yang amat keras hiduplah
seekor ulat yang mempunya badan yang begitu lunat dan kulit
begitu lembut. Maka disanalah semakin yakin Ibrahim AS akan
janji Allah di dalam Al-Qur’an
“Wamamin dabbatin Fil Ardhi Illa ‘alallahi risquha”.

Hadirin Jamaah yang berbahagia

Setelah berhari-hari di padang pasir yang tandus, Siti Hajar


kehabisan makanan dan minuman untuknya serta Ismail. Ismail
kecil menangis kehausan ingin menyusu.
Siti Hajar lalu berlari ke sana ke mari mencari air untuk putranya.
Dia berlari di antara dua bukit, Shafa dan Marwah. Kisah inilah
menjadi asal mula rukun ibadah haji yang dikenal dengan Sa'i atau
berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan
Marwah.

Saat Siti Hajar kelelahan, dia mendengar suara yang


memanggilnya untuk membawa Ismail ke tempat tersebut.
Setibanya di tempat itu, Siti Hajar meletakkan Ismail yang
kemudian menghentakkan kakinya. Dari hentakan kaki itu, muncul
air jernih yang kini dikenal sebagai sumur Zamzam.

Siti Hajar meminumkan air itu kepada Ismail. Sumber air itu
membuat Suku Jumhur berbondong-bondong mendatangi lokasi
tersebut. Dalam beberapa tahun, Lembah Bakkah berkembang
menjadi tempat yang ramai penduduk.

Hadirin Jamaah ID Adha yang berbahagia


Apakah sudah berakhir ujian yang diberikan oleh Allah kepada
Nabi Ibrahim AS? Ternyata belum hadirin. Sebagaimana yang kita
ketahui Setelah titel Al-khalil diberikan oleh Allah SWT yang
disandang Ibrahim AS, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya
Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai
kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan
keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim
ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal
bhaktinya!”Kemudian Allah SWT mengizinkan para malaikat
menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata,
kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam
taatnya kepada Allah.

Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi


Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100
ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim
mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di
zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari,
Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?”
maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku.
Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya.
Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku,
niscaya akan aku serahkan juga.

Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anu ‘adzim mengemukakan


bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan
bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim
melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang
kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat
lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan
menggunakan tangannya sendiri.
Nabi Ibrahim mengatakan bahwa Allah memerintahkannya untuk
menyembelih Ismail. Ibrahim lalu meminta pendapat Ismail.

"Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku


menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" kata Ibrahim.
Lantas, dengan gagah berani, Ismail meminta Ayahnya untuk
melakukan perintah Allah itu.

"Hai bapakku, kerjakan lah apa yang diperintahkan kepadamu;


insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar," kata Ismail. Percakapan ini terdapat dalam Alquran surat
As-Saffat ayat 102.

Dengan penuh ketaatan, Ibrahim melaksanakan perintah Allah.


Ismail meminta ayahnya untuk mengikatnya dengan tali dan
menajamkan pisau agar tidak meronta dan kesakitan saat
disembelih. Ismail juga meminta agar pakaiannya diberikan kepada
Siti Hajar sebagai kenang-kenangan.

Sebelum penyembelihan, Ismail dan Ibrahim berpelukan penuh


haru. Ibrahim pun memulai proses penyembelihan dengan
menyebut nama Allah. Namun, pisau tajam yang digunakannya
ternyata tak bisa menyembelih Ismail.
Ismail pun meminta ayahnya untuk menyembelihnya tanpa melihat
wajahnya. Namun, tetap saja pisau Ibrahim tak bisa menyembelih
sang anak. Saat itu, Allah berfirman bahwa perintahnya merupakan
ujian keimanan untuk Ibrahim dan Ismail. Allah lalu mengirimkan
seekor kambing untuk disembelih, pengganti Nabi Ismail.

"Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar,"
bunyi terjemahan surat Ash-Shaffat ayat 107.

Peristiwa penyembelihan ini merupakan asal mula ibadah kurban


yang disunahkan atau sangat dianjurkan bagi orang yang mampu
di hari raya Idul adha.

Saat Ismail beranjak dewasa, ia bersama ayahnya kembali


mendapat perintah dari Allah untuk membangun Ka'bah di dekat
sumur Zamzam. Ismail dan Ibrahim membangun Ka'bah dengan
penuh doa. Allah lalu mengajarkan Nabi Ibrahim dan Ismail
beribadah di Baitullah, yang kemudian menjadi asal mula ibadah
haji yang terus dijalankan dari Umat Nabi Ibrahim hingga Nabi
Muhammad SAW.

3. PRINSIP SURI TAULADAN


Salah satu yang amat kita butuhkan dalam menjalani kehidupan
yang baik adalah keteladan dari sosok orang yang bisa diteladani.
Dengan adanya keteladanan, kita memiliki tolak ukur untuk menilai
apakah perjalanan hidup kita sudah baik atau belum.  Karena itu,
pada bulan Zulhijah ini, kita kenang kembali manusia agung yang
diutus oleh Allah swt untuk menjadi nabi dan rasul, yakni Nabi
Ibrahim as beserta istrinya, Siti Hajar, dan putarannya Ismail as.
Keagungan pribadinya membuat kita semua mesti mengambil
keteladanan darinya sebagaimana Allah swt sebutkan dalam
Alquran,

َ ‫ت َل ُك ْم أُسْ َوةٌ َح َس َن ٌة فِي إِب َْراهِي َم َوالَّذ‬


‫ِين َم َع ُه‬ ْ ‫َق ْد َكا َن‬
“Sesungguhnya, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS Al
Mumtahanah: 4).
Tiga Pelajaran Berharga Dari sekian banyak hal yang mesti kita
teladani dari Nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya serta
mengambil hikmah dari rekam jejak perjalanan hidupnya,
sedikitnya ada tiga pelajaran berharga yang menjadi isyarat bagi
kita untuk mewujudkannya dalam kehidupan ini. 
Sebagaimana keinginan Nabi Ibrahim as yang tecermin dalam
doanya, "Ya, Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan
masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh dan
jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang
datang) kemudian.” (QS As Syu’ara: 83—84)

Anda mungkin juga menyukai