Salam.Bismillah...
Hamdalah...
Selawat ke atas Nabi Muhammad SAW.
Yang dimuliakan barisan panel hakim yang menjunjung panji keadilan dan penjaga
masa yang setia dengan masanya semoga dirahmati Allah.
Tampilnya saya di sini adalah untuk menyampaikan syarahan tafsir yang bertajuk “KISAH
MENCARI TUHAN”. Sebagaimana yang kita maklum bersama, bahawa Allah swt
berfirman di dalam Surah al-An’am ayat 74-79 yang telah menceritakan kisah Nabi Ibrahim
a.s mencari Tuhannya.
“Dan bukanlah istighfar Nabi Ibrahim bagi bapanya (dibuat) melainkan kerana adanya janji
yang dijanjikan kepadanya; dan apabila ternyata kepada Nabi Ibrahim bahawa bapanya musuh
bagi Allah, ia pun berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Nabi Ibrahim itu lembut hati lagi
penyabar.”
“dan supaya menjadilah ia dari orang-orang yang percaya dengan sepenuh-penuh yakin”. Dan
ada juga yang berpendapat, pengertian, Kami perlihatkan hal itu kepadanya supaya ia menjadi
seorang yang berpengetahuan dan yakin.
Allah berfirman di dalam ayat yang ke 76 yang bermaksud: (“Ketika malam menjadi gelap”)
iaitu malam itu menyelimuti dan menutupinya. Dia melihat sebuah bintang [lalu] ia berkata:
‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi ketika bintang itu tenggelam,”) yakni terbenam; apabila dikatakan:
kemana engkau menghilang dari kami?) yakni bermaksud (kemana engkau pergi dari kami ?).
dan Nabi Ibrahim berkata: (“"Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang”. Di dalam TAFSIR
IBNU KATHIR,Qatadah ada mengatakan: “Ibrahim mengetahui bahawa Tuhannya itu kekal
abadi dan tidak pernah lenyap.”
Kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhannya diteruskan lagi dengan Firman Allah di dalam surat Al-
an’am ayat 77, 78 dan ayat 79 yang bermaksud:
Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: "Inikah
Tuhanku?" Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, jika aku
tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang sesat"
Kemudian apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia:
"Inikah Tuhanku? Ini lebih besar"
Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: ` Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri
(bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya).
"Sesungguhnya aku hadapkan muka dan diriku kepada Allah yang menciptakan langit dan
bumi, sedang aku tetap di atas dasar tauhid dan bukanlah aku dari orang-orang yang
menyekutukan Allah (dengan sesuatu yang lain)".
Maksudnya, aku murnikan agamaku dan aku khususkan ibadahku Kepada Yang Menciptakan
langit dan bumi”) artinya yang telah menciptakan langit dan bumi tanpa adanya contoh terlebih
dahulu.
dengan cenderung pada agama yang benar”) dalam keadaanku yang hanif, yaitu menyimpang
dari kemusyrikan dan cenderung pada tauhid. Oleh karena itu ia berkata (“dan bukanlah aku dari
orang-orang yang menyekutukan Allah (dengan sesuatu yang lain”)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai konteks tersebut, apakah ungkapan Nabi Ibrahim itu
adalah dalam konteks perenungan semata atau dalam konteks perdebatan.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalan Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, “Hal itu adalah
dalam konteks perenungan.” Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, berdalil dengan firman
Allah di dalam surah al-an’am ayat 77 yang bermaksud "Demi sesungguhnya, jika aku tidak
diberikan petunjuk oleh Tuhanku”
Bagaimana mungkin Nabi Ibrahim dalam hal ini dianggap merenungkan hal tersebut,
sedangkan ia adalah orang yang Allah Ta’ala berfirman di dalam surah al-anbiya ayat 51 hingga
52 yang bermaksud :
“Dan demi sesungguhnya, Kami telah memberi kepada Nabi Ibrahim sebelum itu jalan yang
benar dalam bertauhid, dan Kami adalah mengetahui akan halnya.’
“Ketika ia berkata kepada bapanya dan kaumnya: "Apakah hakikatnya patung-patung ini yang
kamu bersungguh-sungguh memujanya?"
Jika yang demikian itu berlaku bagi seluruh mahkluk, lalu bagaimana mungkin Ibrahim –yang
oleh Allah telah dijadikan sebagai imam yang dapat dijadikan teladan, seorang yang hanif, dan
bukan dari golongan orang-orang musyrik- dalam konteks ini merenungkan [hal tersebut].
Bahkan ia adalah orang yang paling layak menyandang fitrah yang murni dan karakter yang
lurus setelah Rasulullah saw. yang tidak dapat diragukan lagi.
Sekian ,