Anda di halaman 1dari 17

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

SEPULUH SIFAT TELADAN NABI IBRAHIM SEPANJANG MASA


)RENUNGAN PASCA IBADAH HAJI DAN QURBAN (
Oleh: Faqih Aulia (14.3887)
MUQADDIMAH:
Di Bulan Dzulhijjah ini, kita baru saja menunaikan dua ibadah yang agung, yakni ibadah haji dan qurban
dengan segala rangkaiannya. Kedua ibadah tersebut bersumber dari sosok teladan Nabiyullah Ibrahim Alaihi
salam. Sebagai kekasih Allah, Nabi Ibrahim Alaihi salam mewariskan sifat-sifat teladan yang layak menjadi
acuan bagi generasi mendatang, yang disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
)109( ‫يم‬ ِ ‫) سالم علَى ِإبر‬108( ‫اآلخ ِرين‬
‫اه‬ ِ ‫وَتر ْكنَا علَي ِه يِف‬ 
َ َ ْ َ ٌ َ َ َْ َ َ
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (yaitu)
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. (QS As-Shaffat [37]: 108-109)
Keterangan:
Menurut para mufassir, ayat di atas menegaskan bahwa umat manusia dari berbagai agama samawi (Islam,
Nasrani dan Yahudi), mereka mencintai Nabi Ibrahim sepanjang masa. Bahkan kaum musyrik Arab pun
mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Nabi Ibrahim Alaihi salam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan penghargaan kepada Nabi Ibrahim dengan memberikan salam
sejahtera kepadanya. Salam sejahtera itu terus berlangsung lestari hingga saat ini di tengah-tengah umat
manusia, bahkan juga di kalangan para malaikat.
Begitulah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ganjaran yang terus-menerus mengalir kepada hamba-
hamba-Nya yang berbuat kebaikan. Semua ganjaran itu sebagai balasan atas ketaatan dan keikhlasan dalam
melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dorongan iman yang kuat. Bagi umat Islam, Nabi
Ibrahim Alaihi salam senantiasa kita sebut dalam shalat, yaitu dalam doa tahiyat akhir sebelum salam.
Ibrahim Alaihi salam adalah suri tauladan abadi. Ketundukannya kepada nilai-nilai dan tata aturan ilahiah selalu
menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. Nama Ibrahim disebut sebanyak 69 kali di 24 surat dalam Al-
Quran. Nama Ibrahim juga diabadikan menjadi nama sebuah surat dalam Al-Quran, yaitu surat ke-14. Ibrahim
adalah Bapak Para Nabi (Abul anbiya), karena sebanyak 19 keturunannya menjadi rasul, dari 25 rasul yang
disebut dalam Al-Quran.
Al-Quran banyak sekali menerangkan tentang keluhuran dan keistimewaan pribadi Nabi Ibrahim Alaihi salam.
Di bawah ini disebutkan sepuluh keistimewaan Nabi Ibrahim yang dapat dijadikan pedoman sepanjang masa
yaitu:
PERTAMA: MENJADI PRIBADI TANGGUH DENGAN TAUHID.
Tauhid yang kuat akan membentuk seseorang menjadi manusia yang tangguh. Nabi Ibrahim Alaihi salam dalam
melaksanakan tugas dakwah tidak pernah patah semangat. Meskipun ia harus dihadapkan dengan orang-orang
yang gencar menghalanginya seperti ayahnya sendiri, bahkan Raja Namrud sekalipun.
Cemoohan, ancaman, bahkan pembakaran dirinya dalam api yang menyala tidak melemahkan ketangguhan
Ibrahim. Belum lagi ketika Nabi Ibrahim menyembelih anaknya Ismail semakin terlihat kesabaran dan
ketangguhan jiwa keduanya.
Tauhid juga menjadi sumber ketenangan dan ketenteraman bagi manusia, karena tauhid memenuhi hati dengan
rasa aman dan tenang. Tidak ada ditakuti selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tauhid telah menutup pintu-pintu
rasa takut terhadap berbagai kekurangan dan bahkan kematian. Ketenangan itu didapatkan dengan ikhlas
beribadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mencampur-adukan ketauhidan dengan perbuatan
syirik.

1
ِ ٍ ِ‫ض اَل ٍل ُمب‬ ‫هِل‬ ِ ِ ِ ‫وِإ ْذ قَ َ ِإ‬
‫ك نُ ِري‬ َ ‫) َو َك َذل‬74( ‫ني‬ َ ‫ك يِف‬ ْ ‫يم َأِلبِي ه َآز َر َأَتتَّخ ُذ‬
َ ‫َأص نَ ًاما آ َ ةً ِإيِّن ََأر َاك َو َق ْو َم‬ ُ ‫ال ْب َراه‬ َ
َ َ‫) َفلَ َّما َج َّن َعلَْي ِه اللَّْي ُل َرَأى َك ْو َكبً ا ق‬75( ‫ني‬
‫ال‬ ِِ ِ ِ ِ ‫ات واَأْلر‬ ِ ِ ‫ِإ‬
َ ‫ض َوليَ ُك و َن م َن الْ ُم وقن‬ ْ َ ‫الس َم َاو‬ َّ ‫وت‬ َ ‫يم َملَ ُك‬ َ ‫ْب َراه‬
‫ال ه َذا ريِّب َفلَ َّما َأفَ ل قَ َ ِئ‬ ِ ‫) َفلَ َّما َرَأى الْ َقم ر بَا‬76( ‫ني‬ ِ‫ب اآْل فِل‬ ِ ‫ال اَل‬ َ َ‫َه َذا َريِّب َفلَ َّما َأفَ َل ق‬
ْ‫ال لَ ْن مَل‬ َ َ َ َ ‫ق‬
َ ‫ا‬ ‫غ‬
ً ‫ز‬ َ َ َ ُّ ‫ُأح‬
َ َ‫س بَا ِز َغ ةً ق‬ ِّ ِ‫يه ِديِن ريِّب َأَل ُك ون َّن ِمن الْق و‬
‫ت‬ ْ َ‫ال َه َذا َريِّب َه َذا َأ ْكَب ُر َفلَ َّما َأَفل‬ َ ْ ‫م‬ ‫الش‬
َّ ‫َأى‬ ‫ر‬َ ‫ا‬ ‫م‬
َّ ‫ل‬
َ ‫ف‬
َ )77 ( ‫ني‬
َ ‫ل‬ ‫َّا‬
‫الض‬ ‫م‬ َْ َ َ َ َْ
‫ض َحنِي ًف ا َو َم ا َأنَا‬ ِ َّ ‫) ِإيِّن و َّجهت وج ِهي لِلَّ ِذي فَطَر‬78( ‫ال يا َقوِم ِإيِّن ب ِريء مِم َّا تُ ْش ِر ُكو َن‬
َ ‫اَأْلر‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ َ َ َْ ُ ْ َ ٌ َ ْ َ َ َ‫ق‬
ِ ِ
)79( ‫ني‬ َ ‫م َن الْ ُم ْش ِرك‬
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-
berhala sebagai tuhan- tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.”
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami) di langit dan di bumi, dan
agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah
bintang (lalu) berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi tatkala bintang itu lenyap, dia berkata, "Saya tidak suka
kepada yang lenyap.” Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah
bulan itu terbenam, dia berkata, "Sesungguhnnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku
termasuk orang-orang yang sesat." Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar." Maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata, "Hai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku
kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Q.S. Al-An’am {6}: 74-79)
Keterangan:
Kini diberikan contoh pengalaman Nabi Ibrahim dalam mengajarkan tauhid kepada kaumnya yang musyrik.
Dan ingatlah serta jelaskanlah ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya yang bernama atau bergelar Azar,
"Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala yang engkau buat sendiri itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku
melihat dan menilai engkau, wahai orang tuaku, dan melihat juga kaummu yang sama-sama menyembah
berhala itu sungguh dalam kesesatan yang nyata."
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar mengingatkan orang-orang musyrik kepada kisah nenek
moyangnya yang mereka muliakan, yaitu Nabi Ibrahim agar mereka mengikuti agama nenek moyang mereka.
Ibrahim mengajak manusia untuk beragama tauhid dan menghentikan perbuatan syirik.
Dalam kisah ini diungkap kembali percakapan antara Nabi Ibrahim dengan bapaknya Adzar. Nabi Ibrahim
menanyakan kepada bapaknya dan kaumnya apakah pantas mereka itu menjadikan berhala-berhala, yang
mereka buat sendiri sebagai tuhan? Mengapa mereka tidak menyembah Allah yang menciptakan mereka dan
menguasai berhala-berhala itu. Semestinya mereka tahu bahwa Allah-lah yang berhak disembah. Itulah
sebabnya maka Nabi Ibrahim menegaskan bahwa dirinya betul-betul mengetahui bahwa bapak dan kaumnya
terjerumus ke dalam lembah kesesatan yang nyata, jauh menyimpang dari jalan yang lurus.
Perbuatan mereka jelas tersesat dari ajaran wahyu dan menyimpang dari akal yang sehat, karena berhala-berhala
itu tidak lain hanyalah patung-patung hasil pahatan yang dibuat dari batu, kayu atau logam, dan lain-lain.
Semestinya berhala lebih rendah derajatnya dari pemahatnya. Mereka seharusnya mengerti bahwa berhala-
berhala itu bukanlah Tuhan, akan tetapi merekalah yang menjadikannya sebagai Tuhan. Oleh sebab itu tidak
masuk akal apabila ada manusia yang menyembah sesama makhluk padahal makhluk itu tidak sanggup
menguasai jagat raya dan segala isinya, apalagi yang disembah itu patung yang tak dapat berbuat apa-apa.
Apa yang disampaikan Nabi Ibrahim sedemikian kukuh sebagai buah dari keyakinannya yang lurus dan
bimbingan Allah. Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan Kami yang terdapat di
langit dan di bumi agar semakin mantap keyakinannya dan semakin kuat argumennya, dan agar dia termasuk

2
orang-orang yang semakin kukuh ke-yakin-annya, bahwa tiada Pencipta dan Pengatur di alam raya ini selain
Allah.
Allah memberikan penjelasan, bagaimana Dia menampakkan keagungan ciptaan-Nya di langit dan di bumi, tata
susunannya ataupun keindahan tata warnanya. Allah menampakkan kepada Ibrahim benda-benda langit yang
beraneka ragam bentuk dan susunannya, serta beredar menurut ketentuannya masing-masing secara teratur.
Bumi yang terdiri dari lapisan-lapisan yang banyak mengandung barang tambang dan perhiasan, sangat berguna
bagi kepentingan manusia.
Kesemuanya itu menjadi bukti adanya kekuasaan Allah, yang dapat dipahami oleh manusia jika mereka mau
berpikir sesuai dengan fitrahnya.
Allah menjelaskan pula tujuan dari pengenalan Ibrahim terhadap keindahan ciptaan-Nya yaitu agar Ibrahim
benar-benar mengenal hukum alam yang berlaku di dunia ini, dan kekuasaan Allah yang mengendalikan
hukum-hukum itu, agar dapat dijadikan bukti ketika menghadapi orang-orang musyrik yang sesat, dan menjadi
pegangannya agar termasuk orang yang betul-betul meyakini keesaan Allah.
Ayat ini dan juga selanjutnya adalah gambaran bagaimana Nabi Ibrahim dalam mengajarkan tauhid. Ketika
malam telah menjadi gelap, dia, Ibrahim, melihat sebuah bintang yang memancarkan cahaya dengan terang lalu
dia berkata, "Inilah dia Tuhanku yang selalu aku cari." Maka ketika bintang itu terbenam dan tidak tampak lagi,
dia berkata, "Aku tidak suka menyembah dan bertuhan kepada yang terbenam yang pada akhirnya akan lenyap."
Allah menjelaskan proses pengenalan Ibrahim secara terperinci. Pengamatan pertama Nabi Ibrahim tertuju pada
bintang-bintang, yaitu pada saat bintang nampak bercahaya dan pada saat bintang itu tidak bercahaya, dilihatnya
sebuah bintang yang bercahaya paling terang. (Yaitu planet Yupiter (Musyatari) dan ada pula yang mengatakan
planet Venus (Zahrah) yang dianggap sebagai dewa oleh pemuja bintang yang biasa dilakukan oleh orang-orang
Yunani dan Romawi kuno, sedang kaum Ibrahim juga termasuk pemujanya).
Maka timbullah pertanyaan dalam hatinya. "Inikah Tuhanku?" Pertanyaan ini adalah merupakan pengingkaran
terhadap anggapan kaumnya, agar mereka tersentak untuk memperhatikan alasan-alasan pengingkaran yang
akan dikemukakan.
Tetapi, setelah bintang itu tenggelam dan sirna dari pandangannya, timbul keyakinan bahwa yang tenggelam
dan menghilang tidak bisa dianggap sebagai Tuhan.
Ini sebagai alasan Nabi Ibrahim untuk mematahkan keyakinan kaumnya, bahwa semua yang mengalami
perubahan itu tidak pantas dianggap sebagai Tuhan. Kesimpulan Ibrahim itu merupakan hasil pemikiran dan
pengamatan yang benar dan sesuai dengan fitrah. Siapa yang melakukan pengamatan serupa itu, niscaya akan
berkesimpulan yang sama. Sementara itu sebagian mufassir seperti Ibnu Katsir mengatakan bahwa pengamatan
Nabi Ibrahim terhadap bintang, bulan dan matahari bukanlah pengamatan pertama, tetapi merupakan taktik
Nabi Ibrahim untuk mengajak kaumnya agar tidak menyembah sesuatu benda yang timbul tenggelam. Akan
tetapi hendaklah mereka menyembah Zat Yang Kekal dan Abadi yaitu Allah.
Setelah terbukti bahwa bintang yang cahayanya sangat kecil dalam pandangan mata telanjang manusia di bumi
ini tidak wajar dipertuhankan, lalu ketika dia, Ibrahim, mengalihkan pandangannya dengan melihat bulan terbit
yang cahayanya lebih terang, dia berkata, "Inilah Tuhanku yang kucari." Tetapi ketika bulan itu terbenam, dia
pun berkata, "Sungguh, jika Tuhanku yang telah membimbingku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah
aku termasuk orang-orang yang sesat karena menyembah yang bukan Tuhan serta mengabdi kepada selain-
Nya."
Seirama dengan ayat yang lalu Allah menjelaskan pula pengamatan Nabi Ibrahim terhadap benda langit yang
lebih terang cahayanya dan lebih besar kelihatannya yaitu bulan.
Setelah Ibrahim melihat bulan tersembul di balik cakrawala, dengan cahaya yang terang benderang, timbullah
kesan dalam hatinya, untuk mengatakan, "Inikah Tuhanku?" Perkataan Ibrahim seperti itu adalah pernyataan
yang timbul secara naluriah seperti juga kesan yang didapat oleh kaumnya tujuan pertanyaan itu sebenarnya
adalah pernyataan untuk mengingkari kesan pertama yang menipu pandangan mata dan untuk membantah
keyakinan kaumnya seperti pernyataannya dalam ayat yang lalu. Pengulangan berita dengan memberikan
kenyataan yang lebih tandas adalah untuk menguatkan pernyataan yang telah lalu. Kemudian setelah bulan itu
terbenam dari ufuk dan lenyap dari pengamatan, dia pun memberikan pertanyaan agar diketahui oleh orang-
orang musyrik yang berada di sekitarnya.
3
Ibrahim berkata, "Sebenarnya jika Tuhan tidak memberikan kepadaku petunjuk ke jalan yang benar untuk
mengetahui dan meyakini keesaan-Nya, niscaya aku termasuk dalam golongan yang tersesat, yaitu orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dan tidak mengikuti petunjuk Tuhan, serta menyembah tuhan-tuhan selain
Allah. Mereka lebih senang memperturutkan hawa nafsunya dari pada melakukan perbuatan yang diridai
Allah." Sindiran ini adalah merupakan sindiran yang tegas bagi kaumnya yang tersesat dan sekaligus
merupakan petunjuk bagi orang yang berpegang kepada agama dan wahyu. Sindiran yang bertahap ini bertujuan
untuk mematahkan pendapat-pendapat kaumnya. Sindiran yang pertama lunak, kemudian diikuti dengan
sindiran yang kedua yang tegas, adalah untuk menyanggah pikiran kaumnya secara halus agar mereka keluar
dari belenggu hatinya untuk memahami kebenaran yang sebenar-benarnya.
Matahari yang sinarnya lebih terang menjadi tujuan proses pencarian selanjutnya. Kemudian ketika dia,
Ibrahim, melihat matahari terbit pada pagi hari, dia berkata, "Inilah Tuhanku yang kucari, ini lebih besar dan
lebih terang sinarnya." Tetapi ketika matahari terbenam pada sore hari dan dia menyimpulkan sebagaimana
kesimpulannya ketika melihat bintang dan bulan, dia pun berkata, "Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri
dari penyembahan bintang, bulan, matahari, dan apa saja yang kamu persekutukan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, Tuhan yang sebenarnya.
Allah mengisahkan sindirannya yang lebih tajam yaitu pengamatan Nabi Ibrahim terhadap matahari, benda
langit yang paling terang cahayanya menurut pandangan mata, yang merupakan rentetan ketiga dari
pengamatan-pengamatan Ibrahim yang telah lalu, yaitu setelah Ibrahim melihat matahari terbit di ufuk dia pun
berkata: "Yang terlihat sekarang inilah Tuhanku." Ini lebih besar daripada bintang dan bulan. Akan tetapi
setelah matahari itu tenggelam dan sirna dari pandangan, beliau pun mengeluarkan peringatan: "Wahai kaumku
sebenarnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."
Sindiran ini adalah sindiran yang paling tajam untuk membungkamkan kaumnya agar mereka tidak mengajukan
alasan lain untuk mengingkari kebenaran yang berhasil dibuktikan oleh Ibrahim.
Sesungguhnya aku hadapkan wajahku, yakni seluruh jiwa raga dan totalitas hidupku, kepada Tuhan, Zat yang
menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya termasuk bintang, bulan, dan matahari, dengan penuh
kepasrahan mengikuti agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
Allah mengisahkan ketidakterlibatan Nabi Ibrahim dari kemusyrikan kaumnya, dan kelanjutan dari
ketidakterlibatannya itu dengan menggambarkan sikap Ibrahim dan akidah tauhidnya yang murni, yaitu Ibrahim
menghadapkan dirinya dalam ibadah-ibadahnya kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi.
Dia pula yang menciptakan benda-benda langit yang terang benderang di angkasa raya dan yang menciptakan
manusia seluruhnya, termasuk pemahat patung-patung yang beraneka ragam bentuknya.
Ibrahim cenderung kepada agama tauhid dan menyatakan bahwa agama-agama lainnya adalah batil, dan dia
tidak termasuk golongan orang-orang yang musyrik. Dia seorang yang berserah diri kepada Allah semata.
Firman Allah: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada
Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? (an-Nisa'/4: 125)
Firman-Nya: Dan barang siapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka
sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh. (Luqman/31: 22)
KEDUA: SELALU MENYEMPURNAKAN JANJI.
Nabi Ibrahim Alaihi salam dikenal sebagai sosok yang selalu menunaikan janji-janjinya. Salah satu kisah yang
fenomenal adalah kesediaannya menunaikan nazar (janji) untuk mengorbankan sesuatu yang paling ia sayangi,
yaitu menyembelih putra kesayangannya, Ismail Alaihi salam.
Sifat itu pun diwarisi oleh putranya, Ismail, hingga kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam.
Sebelum menerima wahyu dan diangkat menjadi Rasul, beliau sudah dikenal oleh masyarakat Arab sehingga
mendapat gelar Al-Amin (seorang yang terpercaya).
 )37( ‫يم الَّ ِذي َوىَّف‬ ِ ‫ِإ‬
َ ‫َو ْبَراه‬
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji  . (Q.S. An-Najm [53]: 37)

4
Keterangan:
Pada ayat ini dijelaskan tentang ketentuan-ketentuan syariat Ibrahim yang telah melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya, telah menyampaikan risalahnya menurut semestinya, sebagaimana yang dimaksud oleh
ayat: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan
sempurna. Dia (Allah) berfirman, "Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh
manusia." (al-Baqarah/2: 124)
Ibnu 'Abbas menyatakan, Ibrahim telah menjalankan semua gagasan Islam yang tiga puluh macam banyaknya
yang tidak pernah dijalankan oleh nabi yang lain, yaitu sepuluh gagasan tersebut dalam Surah at-Taubah/9 ayat
111 dan 112. Dalam ayat pertama tersebut hanya satu macam gagasan, yaitu berperang pada jalan Allah lalu ia
membunuh atau terbunuh, sedang pada ayat kedua disebutkan sembilan macam, yaitu orang yang bertobat, yang
beribadah, yang memuji (Allah), yang mengembara (demi agama Islam), yang rukuk, yang sujud, yang
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Sepuluh
di Surah al-Ahzab/33, pada ayat 35, yaitu laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang
mukmin, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah. Enam macam dalam Surah al-Mu'minun/23 dari ayat 2 sampai dengan
ayat 9, yaitu: orang yang khusyu' dalam salat, orang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, orang yang menunaikan zakat, orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka
atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari
yang di balik itu, mereka adalah orang yang melampaui batas, dan orang yang memelihara amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya, orang yang memelihara salatnya. Empat macam dalam Surah al-Ma'arij/70, yaitu
mulai dari ayat 26 sampai dengan ayat 33; orang yang mempercayai hari Pembalasan, orang yang takut
terhadap azab Tuhannya, karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari
kedatangannya), orang yang memelihara kemaluannya, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak-budak yang
mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu,
maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dikhususkan Ibrahim dengan sifat-
sifat tersebut, karena beratnya cobaan yang telah dialaminya ketika terjadi perintah menyembelih putranya
Ismail yang sudah jelas ceritanya. Adapun sebab menyebutkan syariat dua Nabi ini saja, karena orang musyrik
mengaku bahwa mereka adalah pengikut Ibrahim, sedangkan Ahli Kitab mengaku bahwa mereka pengikut
Taurat dan lembaran-lembarannya yang masih dekat masanya dengan mereka. Kemudian Allah menyatakan isi
dari kedua syariat tersebut dalam ayat 38 dan 39 berikut.
KETIGA: SENANTIASA PASRAH TOTAL (TAWAKAL) KEPADA ALLAH.
Berkat tawakkal dan tauhidnya yang mantap, Nabi Ibrahim Alaihi salam mendapatkan pertolongan dari Allah.
Itulah buah kepasrahan dan tauhid dengan penuh pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kepasrahan Nabi Ibrahim Alaihi salam tampak dalam berbagai ujian yang dihadapi. Mengutip dari buku Kisah
Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam Hingga Isa karya Prof. Dr. Abdul Hayyi al-
Famawi dikatakan, ketika Nabi Ibrahim Alaihi salam berada di atas tungku api, Malaikat Jibril datang dan
menawarkan bantuan. Jibril berkata, “Wahai Ibrahim, apakah engkau perlu bantuan?” Lalu Ibrahim Alaihi
salam memberi jawaban, “Kalau kepadamu, aku tidak butuh bantuan apapun.”
Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku di atas, sebagian ulama menyebutkan bahwa di saat genting tersebut,
Nabi Ibrahim Alaihi salam mengucapkan doa yang tertulis dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 173, yang
berbunyi:
( ‫اخ َش ْو ُه ْم َف َز َاد ُه ْم ِإميَانً ا َوقَ الُوا َح ْس ُبنَا اللَّهُ َونِ ْع َم الْ َوكِي ُل‬ َّ ‫ال هَلُم النَّاس ِإ‬ ِ َّ‫ال‬
ْ َ‫َّاس قَ ْد مَجَعُ وا لَ ُك ْم ف‬
َ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ُ ُ َ ‫ق‬
َ ‫ين‬
َ ‫ذ‬
)173
5
(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan,
"Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada
mereka," maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." 

Keterangan:
Orang-orang yang mendapat pahala besar adalah orang-orang yang menaati Allah dan Rasul. Mereka memenuhi
perintah Allah untuk berjuang yang ketika ada sekelompok orang-orang munafik yang loyal kepada kaum
musyrikin mengatakan kepadanya dengan nada mengejek dan meniupkan rasa ketakutan terhadap orang-orang
mukmin,"Orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu dengan jumlah pasukan
yang lebih besar dan persiapan lebih matang, karena itu takutlah kepada mereka." Ternyata ucapan mereka itu
tidak membuat orang-orang mukmin gentar dan takut, justru menambah kuat iman mereka dan mereka
menjawab dengan teguh dan mantap, "Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dalam melawan setiap
musuh dan Dia sebaik-baik pelindung yang selalu melindungi dari setiap penyerang, dan membela dari setiap
penyerbu, karena kami adalah tentara Allah."
Turunnya ayat ini berhubungan dengan Abu Sufyan panglima perang kaum musyrikin Mekah dan tentaranya,
yang sudah kembali dari Perang Uhud. Mereka setelah sampai di suatu tempat bernama Ruha, mereka menyesal
dan bermaksud akan kembali lagi untuk melanjutkan perang. Berita ini sampai kepada Rasulullah, maka beliau
memanggil kembali pasukan Muslimin untuk menghadapi Abu Sufyan dan tentaranya. Kata Rasulullah saw,
"Jangan ada yang ikut perang hari ini kecuali mereka yang telah ikut kemarin, sedang tentara Islam pada waktu
itu telah banyak yang luka-luka. Tapi akhirnya Allah swt menurunkan rasa takut pada hati kaum musyrikin dan
selanjutnya mereka pulang kembali.
Para mujahidin ditakut-takuti oleh sebagian musuh (munafik), dengan menyatakan bahwa musuh telah
menghimpun kekuatan baru guna menghadapi mereka. Tetapi para mujahidin tidak merasa gentar karena berita
itu, bahkan bertambah imannya dan bertambah tinggi semangatnya untuk menghadapi musuh Allah itu dengan
ucapan, "Allah tetap akan melindungi kami dan kepada Allah kami bertawakal."
KEEMPAT: KEBERANIAN MENGHADAPI TIRAN.
Ibrahim muda dikenal sebagai sosok yang berani menghadapi segala macam bentuk penyimpangan. Sahabat
Ibnu Abbas mengatakan, Allah tidak mengutus seorang nabi melainkan masih berusia muda, dan tidaklah
seseorang dianugerahi ilmu melainkan selagi ia masih berusia muda.
Kala itu, usia Ibrahim masih 16 tahun. Beliau sudah melakukan hal spektakuler, yakni menghancurkan patung-
patung berhala yang ada di kampungnya.
Suatu malam menjelang hari raya yang dinantikan para penduduk Babilonia, Ibrahim muda secara diam-diam
menghancurkan berhala yang ada di tempat persembahan dengan sebuah kapak. Setelah hancur, kapak itu
diletakkannya di patung yang paling besar yang sengaja disisakan.
Keesokan paginya, Ibrahim dituduh sebagai pelaku perusakan itu. Dengan kecerdasannya, Nabi Ibrahim
menjawab, “Bukan aku yang melakukannya, lihatlah kapak itu dipegang patung yang paling besar.”
Para pembesar mengatakan, tidak mungkin patung besar itu bisa menghancurkan patung lainnya karena ia tidak
bisa berbuat sedikitpun. Di sinilah Ibrahim muda menimpali, jika memang tidak bisa berbuat sedikitpun,
mengapa mereka memyembahnya.
Nabi Ibrahim melanjutkan pertanyaannya, “Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang menganiaya diri
sendiri. Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu buat sendiri? Apakah berhala-berhala itu
mendengar doa kalian? Dapatkah mereka memberi kebaikan kepadamu atau justru mudharat?”
Keberanian Nabi Ibrahim dalam melawan segala bentuk tiran, hingga akhirnya beliau menerima hukuman
dibakar hidup-hidup dikisahkan Allah dalam Al-Quran surah Al-Anbiya [21] ayat 60-70.

6
ِ ‫قَالُوا مَسِ عنا َف ي ْذ ُكرهم ي َق ُ ِإ‬
‫) قَالُوا‬61( ‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْش َه ُدو َن‬ ْ ‫) قَالُوا فَْأتُوا بِ ِه َعلَى‬60( ‫يم‬
ِ ‫َأعنُي ِ الن‬ ُ ‫ال لَهُ ْبَراه‬ ُ ْ ُ ُ َ ‫ْ َ ىًت‬
)63( ‫وه ْم ِإ ْن َك انُوا َيْن ِط ُق و َن‬ ِ ِ ‫َأَأنْت َفع ْلت ه َذا بِآهِل تِن ا ي ا ِإب ر‬
ُ ُ‫اس َأل‬
ْ َ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ‫ه‬
َ ‫م‬ ‫ه‬
ُ
ْ ُ ‫ري‬ ‫ب‬ ‫ك‬
َ ‫ه‬
ُ ‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫ف‬
َ
َ َْ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫ال‬َ ‫ق‬
َ ) 62 ( ‫يم‬ ‫اه‬
ُ َ ْ َ ََ َ َ َ َ
ِ ‫وس ِهم لََق ْد علِمت م ا ه‬
‫الء‬ ِ ‫) مُثَّ نُ ِكس وا علَى رء‬64( ‫َفرجع وا ِإىَل َأْن ُف ِس ِهم َف َق الُوا ِإنَّ ُكم َأْنتُم الظَّالِمو َن‬
‫َ ْ َ َ َ ُؤ‬ ْ ُُ َ ُ ُ ُ ْ ْ َُ َ
‫ُأف لَ ُك ْم َولِ َم ا َت ْعبُ ُدو َن‬
ٍّ )66( ‫ض ُّر ُك ْم‬ ِ ِ ‫ال َأَفَتعب ُدو َن ِمن د‬
ُ َ‫ون اللَّه َم ا اَل َيْن َفعُ ُك ْم َش ْيًئا َوال ي‬ ُ ْ ُ ْ َ َ‫) ق‬65( ‫َيْنط ُقو َن‬
ِ
ِِ ‫هِل‬ ِ ِ ِ ِ
‫) ُق ْلنَ ا يَ ا نَ ُار ُك ويِن‬68( ‫ني‬َ ‫ص ُروا آ تَ ُك ْم ِإ ْن ُكْنتُ ْم فَ اعل‬ ُ ْ‫) قَ الُوا َحِّرقُ وهُ َوان‬67( ‫م ْن ُدون اللَّه َأفَال َت ْعقلُ و َن‬
)70( ‫ين‬ ‫ر‬ِ ‫س‬ ‫األخ‬ ‫م‬ ‫اه‬ ‫ن‬
َ ‫ل‬
ْ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ف‬
َ ‫ا‬ ‫د‬
ً ‫ي‬ ‫ك‬
َ ِِ‫) وَأرادوا ب‬69( ‫بردا وسالما علَى ِإبر ِاهيم‬
‫ه‬
َ َ ْ ُ َ ُ َ ْ ََُ َ َ ْ َ ً َ َ ً َْ
Mereka berkata, "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama
Ibrahim.” Mereka berkata,  "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak agar
mereka menyaksikan.” Mereka bertanya, "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan
kami, hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab, "Sebenarnya patung yang besar itu yang melakukannya, maka
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.” Maka mereka telah kembali kepada kesadaran
mereka dan lalu berkata, "Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang menganiaya  (diri
sendiri)." Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (dan berkata), "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah
mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” Ibrahim berkata, "Maka mengapakah kalian
menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi
mudarat kepada kalian?” Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian
tidak memahami.” Mereka berkata, "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar
hendak bertindak.” Kami berfirman, "Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,
"mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling
merugi.
Keterangan:
Tindakan Ibrahim menghancurkan patung-patung itu dilihat dan didengar oleh mereka. Oleh karena itu, di
antara mereka ada yang berkata, “Kami mendengar dari beberapa sumber yang meyakinkan, ada seorang
pemuda nekat yang mencela dan menghancurkan berhala-berhala ini, namanya Ibrahim.”
Allah menerangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang yang berada di dekat penyembahan patung-patung itu
menjawab pertanyaan di atas dengan mengatakan bahwa mereka mendengar seorang pemuda yang bernama
Ibrahim telah menghancurkan berhala-berhala itu.
Dari sini kita pahami pada saat itu Ibrahim masih sebagai seorang pemuda (± 16 tahun), dan belum diutus Allah
menjadi Nabi dan Rasul-Nya. Maka tindakannya dalam membinasakan patung-patung itu bukan dalam rangka
tugasnya sebagai Rasul, melainkan timbul dari dorongan kepercayaannya kepada Allah, berdasarkan petunjuk
kepada kebenaran yang telah dilimpahkan Allah kepadanya, sebelum ia diangkat menjadi Rasul.
Mendengar laporan masyarakat ini, pemerintah Babilonia bersikap tegas. Mereka berkata dan memerintahkan
kepada penegak hukum, “Kalau demikian, bawalah dia, pemuda nekat yang bertindak subversif ini ke pusat
kota dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka melihat wajahnya dan menyaksikan hukuman
yang akan dijatuhkan kepadanya.”
Ayat ini menjelaskan bahwa setelah mereka mendapat jawaban bahwa yang merusakkan patung-patung itu
adalah seorang pemuda yang bernama Ibrahim, maka mereka menyuruh agar pemuda itu dihadapkan kepada
orang banyak, dengan harapan kalau-kalau ada orang lain yang menyaksikan pemuda tersebut melakukan
pengrusakan itu, sehingga kesaksian itu akan dapat dijadikan bukti.
Hal ini memberikan pengertian bahwa di kalangan mereka pada masa itu sudah berlaku suatu peraturan, bahwa
mereka tidak akan menindak secara langsung seseorang yang dituduh sebelum ada bukti-bukti, baik berupa
persaksian dari seseorang, maupun berupa pengakuan dari pihak yang tertuduh.

7
Dalam pengadilan terbuka, penegak hukum mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Ibrahim. Mereka
bertanya, “Apakah engkau, yang melakukan penghancuran ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?”
Pada ayat ini diterangkan bahwa setelah Ibrahim mereka hadapkan kepada orang banyak, maka mereka
mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan terhadapnya dengan mengajukan pertanyaan, apakah betul dia yang
melakukan pengrusakan terhadap berhala-berhala itu. Pertanyaan ini mereka ajukan dengan harapan bahwa
Ibrahim akan mengakui bahwa dialah yang melakukan pengrusakan itu. Pengakuan itu akan mereka jadikan
alasan untuk menghukum Ibrahim.

Ibrahim menjawab dengan jawaban yang mengejutkan untuk memberi pelajaran kepada mereka. Beliau
berpura-pura tidak mengaku dirinya yang merusak patung-patung itu. Dia menjawab, “Sebenarnya patung besar
itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” Melalui jawaban ini
pemuda Ibrahim menyadarkan mereka bahwa patung itu tidak patut disembah.
Diterangkan dalam ayat ini jawaban Ibrahim atas tuduhan itu. Dimana jawaban Ibrahim ternyata sangat
mengagetkan mereka, sebab tidak sesuai dengan harapan mereka, karena Ibrahim tidak memberikan pengakuan
bahwa ia yang melakukan pengrusakan, tetapi ia mengatakan bahwa yang melakukan pengrusakan terhadap
patung-patung itu justru adalah patung terbesar yang masih utuh.
Jawaban semacam itu dimaksudkan Ibrahim untuk mencapai tujuannya, yaitu untuk menyadarkan kaumnya
bahwa patung-patung itu tidak patut untuk disembah, karena ia tidak dapat berbuat apa-apa. Apalagi untuk
membela dirinya.
Jelas bahwa kaumnya tidak akan percaya bahwa patung terbesar itulah yang melakukan pengrusakan terhadap
patung-patung yang lain. Sebab, mereka menyadari bahwa hal itu mustahil akan terjadi, karena patung tidak
dapat berbuat apa pun, sebab dia adalah benda mati. Jika mereka telah menginsafi hal tersebut, sudah
sepatutnya mereka berhenti menyembah patung.
Pada akhir ayat ini disebutkan ucapan Ibrahim selanjutnya terhadap kaumnya, yang menyuruh mereka
menanyakan kepada patung-patung itu sendiri, siapakah yang telah merusak mereka.
Ucapan ini menyebabkan kaumnya semakin terpojok, karena seandainya mereka bertanya kepada patung-
patung itu, niscaya mereka tidak akan memperoleh jawaban, sebab patung-patung tersebut tidak mendengar dan
tidak dapat berbicara. Kalau demikian keadaannya, patutkah patung-patung itu disembah? Jika masih ada orang
yang menyembahnya, pastilah orang tersebut tidak mempergunakan pikirannya yang sehat.
Mereka menyesali kesalahan dan kebodohan mereka, menyembah patung-patung yang tidak bisa berbicara.
Kemudian mereka pun menundukkan kepala, merenung, dan menyesali perbuatan bodoh mereka. Setelah
mendapat bisikan setan, mereka lalu mengangkat kepala dan berkata, “Mengapa engkau, Ibrahim menyuruh
kami bertanya kepada patung besar itu, engkau pasti tahu bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara?
Kami mengetahui patung-patung itu tidak dapat berbicara, tetapi kami menyembahnya karena ini keyakinan
kami."
Pada ayat ini diterangkan keadaan mereka setelah menyesali kesalahan dan kebodohan diri mereka. Mereka lalu
menekurkan kepala dan berdiam diri. Pada saat itulah setan kembali menggoda mereka, sehingga kesadaran
mereka yang tadinya telah mulai bersemi lalu lenyap dan mereka kembali kepada kepercayaan semula, dan
ingin membela patung-patung yang menjadi kepercayaan mereka. Oleh sebab itu mereka lalu berkata kepada
Ibrahim, "Mengapa Ibrahim menyuruh mereka bertanya kepada patung-patung ini, padahal dia sudah
mengetahui bahwa patung-patung itu tidak dapat berbicara."
Ucapan ini merupakan pengakuan mereka bahwa mereka pun mengetahui bahwa patung-patung itu tidak dapat
mendengar, berpikir dan berbicara, akan tetapi mereka tetap menyembah dan mempertuhankannya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Ibrahim, berkata di depan para pembesar Kota Ur, Kaldea, Babilonia,
Mesopotamia Selatan, “Mengapa kamu sekalian menyembah tuhan selain Allah, yang tidak dapat memberi
manfaat sedikit pun dengan menyembahnya, dan tidak pula mendatangkan mudarat kepada kamu dengan tidak
menyembahnya?" Ibrahim kemudian menegaskan tanggapannya, "Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah
selain Allah di dunia dan di akhirat! Apakah kamu tidak memikirkan, apakah kamu akan terus menyembah
patung-patung itu atau berhenti?”
8
Allah menerangkan dalam ayat ini, bahwa setelah mereka mengakui bahwa patung-patung itu tidak dapat
mendengar, berpikir dan berbicara, maka Ibrahim segera menjawab dengan mengatakan mengapa mereka
menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun, dan tidak pula dapat
mendatangkan mudarat kepada mereka, bahkan ia tidak dapat berbicara dan mempertahankan diri.
Dalam ayat ini disebutkan lanjutan dari ucapan Ibrahim kepada mereka, bahwa mereka akan celaka bersama
patung-patung yang mereka sembah selain Allah. Apakah mereka tidak memahami keburukan dan kesesatan
perbuatan mereka?
Ucapan itu telah menyebabkan para penyembah patung itu sungguh-sungguh terpojok, dan mengobarkan
kemarahan mereka yang amat sangat.
Tanggapan Ibrahim yang tegas dan lugas tersebut direspon oleh para pembesar Kota Ur, Kaldea dengan sangat
marah. Mereka berkata, “Bakarlah dia, Ibrahim, hidup-hidup di tengah alun-alun, dan bantulah tuhan-tuhan
kamu dengan menyiapkan kayu bakar yang cukup untuk membakar dia selama satu bulan, jika kamu benar-
benar hendak berbuat untuk tuhan kamu.”
Pada ayat ini diterangkan bahwa setelah mereka kehabisan akal dan alasan untuk menjawab ucapan Ibrahim,
dan kemarahan mereka memuncak, maka mereka sepakat untuk membakar Ibrahim, dan membela tuhan-tuhan
mereka, jika mereka benar-benar ingin balas dendam.
Dengan demikian mereka memutuskan untuk membinasakan Ibrahim, tindakan itu mereka pandang sebagai
cara yang terbaik untuk membela kehormatan tuhan-tuhan mereka, dan untuk melenyapkan rintangan yang
menghalangi mereka dalam menyembah patung-patung. Mereka memilih cara yang paling kejam untuk
membinasakan Ibrahim, yaitu dengan membakarnya dalam sebuah api unggun. Dengan cara ini Ibrahim dapat
dilenyapkan, agar mereka dapat mencapai kemenangan untuk harga diri dan tuhan-tuhan mereka.
Orang-orang kafir di Kota Ur dan Kaldea melemparkan Ibrahim ke dalam api yang menyala, namun Allah
berkehendak menyelamatkan Ibrahim dengan mengubah sifat api. Kami, berfirman kepada api, “Wahai api!
Jadilah kamu dingin,” api dikecualikan dari sifatnya yang alamiahnya yang panas dan membakar, tetapi bukan
dingin yang membahayakan. Allah melanjutkan firman-Nya kepada api, “Dan jadilah kamu penyelamat bagi
Ibrahim dengan menjadi sejuk!”
Dalam ayat ini dijelaskan tindakan Allah untuk melindungi dan menolong Ibrahim dari kekejaman kaumnya,
yaitu membakar Ibrahim dalam api yang sedang berkobar-kobar.
Sebagaimana diketahui bahwa Allah telah memberikan sifat-sifat tertentu bagi setiap mahluk-Nya. Sifat itu
tetap berlaku baginya sebagai Sunnah Allah di dunia. Antara lain ialah api, yang bersifat panas dan membakar,
sehingga logam-logam yang amat kuat pun dapat dicairkan dengan api, apalagi tubuh manusia. Maka Allah
melindungi Ibrahim dari panas api tersebut dengan cara mencabut sifat panas dan membakar, dari api yang
sedang menyala sehingga Ibrahim tidak merasa panas ketika dibakar dan tidak terbakar dalam api unggun yang
menyala-nyala.
Allah berfirman, "Hai api, jadilah engkau dingin, dan memberi keselamatan bagi Ibrahim." Dengan adanya
perintah Allah kepada api tersebut, maka sifatnya berubah dari panas menjadi dingin, dan tidak merusak
terhadap Ibrahim sampai api itu padam. Ini menambah bukti tentang kekuasaan Allah yang seharusnya disadari
oleh orang-orang kafir.
Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu 'Abbas disebutkan bahwa ketika Nabi Ibrahim
dilemparkan ke dalam api, ia membaca: "Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik
pelindung." (Riwayat al-Bukhari)
Demikianlah pertolongan dan perlindungan yang biasa diberikan Allah kepada para nabi, wali-wali dan hamba-
hamba-Nya yang saleh. Walaupun pada waktu itu Ibrahim belum menjadi nabi dan rasul, namun ia tetap
merupakan seorang hamba Allah yang saleh.
Patut kiranya diingat bahwa Nabi Muhammad juga mengalami makar dari kaum kafir Quraisy yang berusaha
untuk membinasakannya, seperti peristiwa sebelum dan sesudah hijrah. Akan tetapi walaupun mereka telah
membuat rencana yang rapi untuk mencapai maksud tertentu, namun pelaksanaannya tidaklah membawa hasil
seperti yang mereka harapkan, karena Allah telah memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya kepada
Rasul-Nya, sebagai pelaksanaan dari janji-Nya: Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. (al-
Ma'idah/5: 67)
9
Raja Namrud dan seluruh rakyat Babilonia, Mesopotamia Timur, mengumpulkan kayu bakar dan membakar
Ibrahim hidup-hidup karena mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim. Ini disebabkan keberanian Ibrahim
menghancurkan patung dan menyadarkan mereka bahwa menyembah patung itu sesat. Ketahuilah, maka Kami,
menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi, baik di dunia karena tidak bisa berpikir jernih, mengikuti
akal sehat dan nurani, maupun di akhirat karena mendapatkan murka Allah dan kekal di dalam neraka.
Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa makar yang dilaksanakan kaum musyrik terhadap para nabi untuk
membinasakannya, telah menimbulkan akibat yang sebaliknya, yaitu menyebabkan mereka itu menjadi orang-
orang yang paling merugi.

Dengan ucapan dan perbuatan itu, mareka ingin memadamkan cahaya kebenaran yang disampaikan Ibrahim,
dengan cara menyalakan api unggun untuk membinasakannya. Tetapi akhirnya api yang mereka nyalakan itulah
yang padam tanpa menimbulkan bekas apa pun terhadap Ibrahim a.s., berkat perlindungan Allah Yang
Mahakuasa. Hal ini menunjukkan dengan jelas batilnya kepercayaan yang mereka anut, dan jahatnya cara yang
mereka tempuh untuk mencapai kemenangan. Sebaliknya Ibrahim berada pada pihak yang benar, karena ia
menyampaikan patunjuk Allah untuk membasmi kebatilan dan kezaliman.
KELIMA: MEMILIKI KETAJAMAN ARGUMENTASI.
Ketika menjelaskan surah al-Baqarah ayat 258, para ulama mengatakan, suatu hari, Nabi Ibrahim Alaihi salam
datang menghadiri jamuan makan yang digelar Namrud. Para tamu undangan memilih berbagai menu yang
terjamu di meja makan. Namrud bertanya pada tiap tamunya tentang siapakah tuhan mereka. Hampir tiap
hadirin yang ia tanya menjawab, Namrud lah tuhan mereka.
Tiba giliran Ibrahim Alaihi salam mendapat pertanyaan serupa dan beliau menjawab, “Allah”. Maka terjadilah
adu argumen antara keduanya. Betapa kagetnya Namrud mendapat jawaban yang tak biasa. “Tuhanku yang
menghidupkan dan mematikan,” kata Ibrahim.
Merasa dipermalukan, Namrud pun tidak mau kalah. Ia membantah argumentasi Ibrahim dan tetap bersikeras
bahwa dirinya juga bisa menghidupkan makhluk atau mematikannya. Untuk membuktikan hal itu, Namrud
kemudian mendatangkan dua orang tahanan. Satu tahanan dibunuh dan satunya lagi dibiarkan hidup.
Melihat jawaban Namrud, Ibrahim Alaihi salam mengutarakan argumentasi berikutnya tentang keberadaan
Allah sebagai Tuhan semesta alam. Ibrahim menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mampu
mendatangkan matahari dari ufuk timur lalu menenggelamkannya di belahan barat. “Bisakah engkau melakukan
sebaliknya wahai Namrud?” tanya Ibrahim kepada Namrud.
Sang Diktator pun tak bisa berkutik dan kehabisan akal untuk kembali menyanggah pernyataan Ibrahim. Ia
terdiam seribu bahasa. Merasa kalah, ia lantas memerintahkan pengawalnya untuk mengambil makanan yang
telah diambil Nabi Ibrahim Alaihi salam.
Menurut Ibnu Katsir, Nabi Ibrahim Alaihi salam telah dianugerahi bimbingan sebelumnya, yaitu semenjak dia
masih kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan kepadanya kebenaran dan hujjah untuk melawan
kaumnya. Sedangkan menurut Quraish Shihab, Allah telah menganugerahkan kepada Nabi Ibrahim Alaihi
salam hidayah-Nya yang sempurna sehingga beliau memperoleh kematangan daya pikir, kecerdasan serta
kejernihan hati.
Sementara menurut tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah oleh Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, (professor
fakultas Al-Quran Universitas Islam Madinah), bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi Nabi Ibrahim
Alaihi salam argumen-argumen dan bukti-bukti yang dipakai untuk mendebat kaumnya, sehingga ia dapat
mengalahkan mereka. Dan Allah telah memberinya ilmu, hikmah, dan keyakinan. Allah Maha Bijaksana dalam
pengaturan-Nya.
ِ ِ ِ ‫ال ِإب ر‬ ‫ك ِإ‬ ِِّ‫اج ِإب ر ِاهيم يِف رب‬ ِ َّ‫َأمَل َت ر ِإىَل ال‬
‫ال َأنَ ا‬َ َ‫يت ق‬ ُ ‫يم َريِّبَ الَّذي حُيْيِي َومُي‬
ُ َ‫اه‬ ْ َ ‫ق‬
َ ‫ذ‬
ْ َ ‫ل‬
ْ ‫م‬
ُ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ ‫ه‬
ُ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫اه‬
ُ ‫ت‬
َ ‫آ‬ ‫ن‬
ْ ‫َأ‬ ‫ه‬ َ َ َ ْ َّ ‫ح‬َ ‫ي‬ ‫ذ‬ َ ْ
ِ ‫ب َفب ِه‬ ِ ‫ِ ِ هِب‬ ِ ِ ‫ال ِإبر ِاهيم فَِإ َّن اللَّه يْأيِت بِالشَّم‬ ِ
ُ‫ت الَّذي َك َف َر َواللَّه‬َ ُ ِ ‫س م َن الْ َم ْش ِرق فَْأت َا م َن الْ َم ْغ ِر‬ ْ ََ ُ َ ْ َ َ‫يت ق‬ ُ ‫ُأحيِي َوُأم‬ ْ
ِِ ِ
)258( ‫ني‬ َ ‫اَل َي ْهدي الْ َق ْو َم الظَّالم‬
10
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah
telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah
Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim
berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat." Lalu
terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-
Baqarah {2}: 258)

Keterangan:
Tidakkah kamu memperhatikan keadaan yang sangat menakjubkan dari peristiwa orang yang mendebat Ibrahim
mengenai keesaan dan kekuasaan Tuhannya dalam memelihara makhluk-Nya, karena Allah telah memberinya
kerajaan atau kekuasaan, dan ia sombong dengannya. Kekuasaan itu membuatnya merasa wajar menjadi Tuhan
menyaingi Allah. Kekuasaan memang seringkali menjadikan orang lupa diri dan Tuhannya. Kekuasaan itu
seharusnya disyukuri, tetapi dengan angkuh ia malah bertanya kepada Ibrahim, "Siapa Tuhanmu?" Ketika
Ibrahim berkata," Tuhanku ialah Yang menghidupkan dengan meniupkan roh ke dalam tubuh dan mematikan
dengan cara mencabutnya." Dia berkata dengan nada mengejek, "Aku pun dapat menghidupkan dan
mematikan," yakni membiarkan hidup atau membunuh seseorang. Untuk menyudahi perdebatan, Ibrahim
menunjukkan bukti kekuasaan Allah dengan berkata, "Allah menerbitkan matahari dari timur, maka
terbitkanlah ia dari barat." Maka bingunglah orang yang kafir itu dan tidak mampu menjawab tantangan itu.
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim dan menolak mengikuti kebenaran.
Pada ayat ini dicontohkan keadaan dan sifat keangkuhan raja Namrud dari Babilonia, ketika berhadapan dengan
Nabi Ibrahim sebagai rasul Allah. Raja Namrud telah dikaruniai Allah kekuasaan dan kerajaan yang besar,
tetapi dia tidak bersyukur atas nikmat tersebut, bahkan menjadi seorang yang ingkar dan zalim. Rahmat Allah
yang seharusnya digunakannya untuk menaati Allah, digunakannya untuk mendurhakai-Nya, dengan
melakukan perbuatan yang tidak diridai-Nya.
Namrud yang telah mengambil setan sebagai pemimpin dan pelindungnya itu, dengan sikap congkak berkata
menentang Nabi Ibrahim, "Siapakah Tuhanmu yang kamu serukan agar kami beriman kepadanya?" Ibrahim
menjawab, "Tuhanku adalah Allah yang kuasa menciptakan makhluk yang semula tidak ada, atau
menghidupkan orang yang tadinya sudah mati". Maka Namrud menjawab, "Kalau begitu, aku pun dapat pula
menghidupkan dan mematikan." Maksudnya, membiarkan hidup atau tidak membunuh seseorang yang
seharusnya dia bunuh; dan dia sanggup mematikan seseorang, yaitu dengan membunuhnya. Sedang yang
dimaksudkan oleh Ibrahim ialah bahwa Allah swt menciptakan makhluk hidup yang tadinya belum ada, yaitu
dengan menciptakan tulang-tulang, daging dan darah, lalu meniupkan roh ke dalamnya, atau dari makhluk yang
telah mati, kemudian Allah mengembalikannya menjadi hidup; pada Hari Kebangkitan kelak. Allah kuasa pula
mematikan makhluk yang hidup, tidak dengan membunuhnya seperti yang dilakukan oleh manusia, melainkan
dengan mengeluarkan roh makhluk tersebut dengan datangnya ajal atau dengan terjadinya hari kiamat kelak.
Maka jawaban Namrud yang disebutkan dalam ayat ini adalah olok-olokan belaka, tidak sesuai dengan apa
yang dimaksudkan oleh Ibrahim a.s.
Oleh karena jawaban Namrud itu tidak ada nilainya, maka Nabi Ibrahim tidak mengindahkan jawaban itu. Lalu
dia berkata, "Tuhanku (Allah) kuasa menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah olehmu matahari itu
dari barat." Namrud tidak dapat menjawab. Sebab itu dia bungkam, tidak berkutik.
Di sini dapat dilihat perbedaan antara Nabi Ibrahim dan Namrud. Nabi Ibrahim sebagai rasul Allah yang
beriman dan taat kepada-Nya, senantiasa memperoleh petunjuk-Nya, sehingga dia tidak kehilangan akal dan
dalil dalam perdebatan itu, bahkan dalilnya yang terakhir tentang bukti kekuasaan Allah dapat membungkam
raja Namrud. Sebaliknya Raja Namrud yang ingkar dan durhaka kepada Allah, benar-benar tidak mendapat
petunjuk-Nya, sehingga dia kalah dan tidak dapat berkutik lagi untuk menjawab tantangan Nabi Ibrahim. Itulah
akibat orang yang mengambil setan sebagai pemimpin dan pelindung mereka.
KEENAM: NABI YANG PALING PANJANG MELAKUKAN PERJALANAN HIJRAH DAN
DAKWAH.
11
Imam Ath Thabari dalam kitabnya, Tarikh al Umam wa al Muluk mengisahkan perjalanan Nabi Ibrahim dalam
hijrahnya menempuh jarak sekurangnya 1.500 kilometer dengan dipandu Malaikat Jibril.
Setelah kejadian pembakaran oleh Namrud, yakni pada 1922 SM, Ibrahim meninggalkan negerinya, Ur,
Babilonia (sekarang wilayah Turki). Ia pergi dari negerinya menuju Kan’an (Palestina). Di sanalah Ibrahim
kemudian menikah dengan Sarah. Wilayah Palestina yang ditempati oleh keluarga Ibrahim sekarang bernama
Hebron (Al-Khalil).
Karena terjadi kekeringan yang panjang di wilayah Palestina, maka Ibrahim kemudian hijrah ke Mesir pada
masa raja Ru`at (Hyksos). Ketika itu, Sarah dibawa ke Mesir dan raja tertarik kepadanya. Namun Allah
menyelamatkannya dari kedzaliman raja Mesir.
Oleh raja Mesir, Ibrahim diberi hadiah yaitu Hajar. Lalu, Ibrahim, Sarah dan Hajar keluar dari Mesir kembali
menuju ke Palestina dan menetap di sana.
Nabi Ibrahim kemudian menikahi Hajar dan dikarunia seorang putra laki-laki bernama Ismail. Ketika itu,
Ibrahim berusia 86 tahun. Atas perintah Allah, Ibrahim bersama istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail yang masih
kecil, melakukan perjalanan dari Hebron ke Mekkah (berjarak ±1.500 km).
Setelahnya, Ibrahim beberapa kali melakukan perjalanan dari Palestina ke Mekkah untuk menemui anak dan
istrinya.
ِ ‫ت مِل َتعب ُد م ا اَل يس مع وال يب‬ ِ ِ َ َ‫) ِإ ْذ ق‬41( ‫اب ِإب ر ِاهيم ِإنَّه َك ا َن ِص دِّي ًقا نَبِيًّا‬ ِ
‫ص ُر‬ ُْ َ ُ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ‫ال ألبِيه يَا َأب‬ ُ َ َ ْ ِ َ‫َواذْ ُك ْر يِف الْكت‬
‫) يَا‬43( ‫ك فَاتَّبِ ْعيِن َْأه ِد َك ِصَراطًا َس ِويًّا‬
َ ِ‫ت ِإيِّن قَ ْد َجاءَيِن ِم َن الْعِْل ِم َما مَلْ يَْأت‬ِ ‫) يا َأب‬42( ‫ك َشيًئا‬
َ َ ْ َ ‫َوال يُ ْغيِن َعْن‬
‫اب ِم َن‬ ِ ِ ِ َّ ‫ت اَل َت ْعبُ ِد‬ِ ‫َأب‬
ٌ ‫ك َع َذ‬َ ‫اف َأ ْن مَيَ َّس‬ َ ‫) يَ ا َأبَت ِإيِّن‬44( ‫الش ْيطَا َن َك ا َن لل رَّمْح َ ِن َعص يًّا‬
ُ ‫َأخ‬ َّ ‫الش ْيطَا َن ِإ َّن‬ َ
‫َّك و ْاه ُج ْريِن‬ ِ ‫اغب َأنْت عن آهِل يِت ي ا ِإب ر ِاه ِئ‬ ِ َ َ‫) ق‬45( ‫ان ولِيًّا‬ ِ َّ ِ‫الرَّمْح ِن َفتَ ُك و َن ل‬
َ َ ‫ألرمُجَن‬
ْ ‫يم لَ ْن مَلْ َتْنتَ ه‬
ُ َ ْ َ َ ْ َ َ ٌ ‫ال ََأر‬ َ َ‫لش ْيط‬ َ
ِ ‫) و َْأعتَ ِزلُ ُكم وم ا تَ ْدعو َن ِمن د‬47( ‫ك ريِّب ِإنَّه َك ا َن يِب ح ِفيًّا‬
‫ون‬ ِ ‫ال س الم علَي ك س‬ ِ
ُ ْ ُ ََ ْ َ َ ُ َ َ َ‫َأس َت ْغف ُر ل‬ ْ َ َ ْ َ ٌ َ َ َ‫) ق‬46( ‫َمليًّا‬
)48( ‫اللَّ ِه َو َْأدعُو َريِّب َع َسى َأال َأ ُكو َن بِ ُد َع ِاء َريِّب َش ِقيًّا‬
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah
seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, "Wahai
bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong
kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang
tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai
bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha
Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.” Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku,
hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam dan tinggalkanlah aku buat waktu
yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun
bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri dari kalian
dan dari apa yang kalian seru selain dari Allah; dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku
tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.” (Q.S. Maryam {19}: 41-48)
Keterangan:
Selesai dari penuturan kisah Nabi Isa, Allah beralih menceritakan kisah Nabi Ibrahim yang mengajak kaumnya
bertauhid. Wahai Nabi Muhammad, dan ceritakanlah kepada umatmu kisah Ibrahim di dalam Kitab Al-Qur’an
yang Kami wahyukan kepadamu bahwa sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan, di mana
sikap, ucapan, dan perbuatannya selalu dalam kebenaran. Dia pun seorang nabi yang diutus untuk menuntun
kaumnya ke jalan Allah. Dakwah tauhid Nabi Ibrahim diawali dengan mempertanyakan akidah ayahnya.
Ingatlah ketika dia dengan lembut dan santun berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, mengapa engkau
menyembah sesuatu yang tidak mendengar, seperti berhala dan patung itu, yang juga tidak dapat melihat apa
12
pun di sekitarnya, dan tidak pula dapat menolongmu dari segala mudarat atau mendatangkan manfaat sedikit
pun kepadamu?”
Pada ayat-ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar ia menerangkan kepada kaum musyrik Mekah
kisah Nabi Ibrahim yang mereka anggap sebagai bapak bangsa Arab. Mereka sendiri menganggap diri mereka
anak cucunya dan mendakwahkan bahwa mereka adalah pengikutpengikut agamanya. Padahal Nabi Ibrahim
adalah seorang mukmin seorang kekasih Allah dan seorang Nabi penyembah Tuhan Yang Maha Esa bukan
seorang musyrik penyembah berhala. Allah memerintahkan kepada Muhammad agar dia menceritakan kepada
mereka ketika Nabi Ibrahim melarang kaumnya menyembah berhala dan mengatakan kepada bapaknya sebagai
berikut, "Mengapa engkau menyembah berhala-berhala yang tidak dapat mendengar pujian penyembahnya
ketika disembah, tidak dapat melihat bagaimana khusyuknya engkau menyembahnya, tidak dapat menolong
orang yang menyembahnya dan memberikan manfaat barang sedikit pun dan tidak dapat menolak bahaya bila si
penyembah itu meminta tolong kepadanya."
Dengan kata-kata yang lemah lembut dan dapat diterima akal Nabi Ibrahim menyeru bapaknya kepada tauhid
dan meninggalkan penyembahan berhala benda mati yang tidak berdaya. Sedangkan manusia saja yang dapat
mendengar dan melihat serta dapat memberikan pertolongan, tidaklah patut disembah, apalagi benda mati yang
kita buat sendiri, bila kita hendak merusaknya atau menghancurkannya dia tidak berdaya apa-apa untuk
mempertahankan dirinya. Benda yang demikian halnya yang tidak mungkin memberikan manfaat atau
pertolongan kepada manusia, tidaklah patut menjadi sembahan manusia. Hal ini sesuai dengan perumpamaan
yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya: "Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka
dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun,
walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak
akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah."
(al-hajj/22: 73)
Untuk lebih meyakinkan ayahnya bahwa berhala tidak layak disembah, Ibrahim berkata dengan santun, “Wahai
ayahku, sungguh telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, yaitu tentang tauhid
atau keyakinan kepada Tuhan yang layak disembah, maka ikutilah aku dengan penuh keikhlasan dan
berimanlah kepada Allah Yang Esa, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus, yaitu jalan
yang akan membawamu menuju kebenaran dan kebahagiaan.”
Selanjutnya Nabi Ibrahim a.s. mengatakan kepada bapaknya bahwa dia telah diberi ilmu oleh Allah yang belum
diketahui oleh bapaknya. Dengan ilmu itu Ibrahim dapat memimpin manusia kepada jalan yang lurus dan
membebaskannya dari perbuatan yang merendahkan derajatnya seraya membawanya kepada kebahagiaan dunia
dan akhirat. Meskipun ia adalah anaknya dan jauh lebih muda tetapi Allah telah menurunkan rahmat-Nya
kepada Ibrahim dengan memberikan ilmu itu. Ibrahim sangat ingin agar bapaknya mengikutinya, dengan
demikian ia dapat membawa ayahnya ke jalan yang lurus.
Nabi Ibrahim menerangkan betapa tidak bermanfaatnya ibadah ayahnya selama ini. Dia berkata, “Wahai
ayahku, janganlah engkau menyembah setan, yaitu patung dan berhala itu atau lainnya, dan jangan engkau ikuti
bisikan makhluk pengingkar itu. Setan selalu ingin manusia tersesat dan mengingkari Allah. Sesungguhnya
setan itu sejak dulu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. Memperingatkan orang tuanya, Nabi Ibrahim
berkata, “Wahai ayahku, aku sungguh khawatir bila engkau terus menyembah berhala dan tidak bertobat serta
beribadah kepada Allah, engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah
menganugerahkan rahmat dan kasih-Nya kepada kita, sehingga karena siksa-Nya yang pedih itu engkau
menjadi teman bagi setan di neraka dan kekal di dalamnya.”
Wahai bapakku, janganlah engkau mengikuti ajaran setan yang membawamu kepada menyembah berhala,
karena setan itu selalu memperdayakan manusia agar ia tersesat dari jalan yang benar. Sesungguhnya setan itu
adalah makhluk yang durhaka kepada Tuhannya makhluk yang sangat sombong dan takabur, karena itu Allah
melaknatinya dan menjauhkannya dari rahmat-Nya. Karena setan itu telah dimurkai oleh Allah dia bertekad
akan selalu berusaha menyesatkan manusia. Janganlah bapak termasuk golongan orang-orang yang terkena tipu
daya setan dan masuk ke dalam perangkapnya. Aku khawatir sekiranya bapak tetap mengikuti ajarannya bapak
akan ditimpa kemurkaan Allah seperti kemurkaan yang telah menimpa setan itu dan tentulah bapak akan
termasuk golongannya.
13
Peringatan Ibrahim yang disampaikan dengan lembut, santun, dan berkali-kali tetap tidak mampu menyadarkan
ayahnya. Karena keyakinan salah itu sudah mendarah daging pada diri ayahnya, dia berkata dengan kesal,
“Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim, sehingga engkau terus mengajakku meninggalkan
sesembahan itu dan memintaku beribadah hanya kepada Tuhan Yang Esa? Jika engkau tidak berhenti dari
permintaanmu dan tetap mencela tuhanku, pasti engkau akan kurajam, kulempari dirimu dengan batu sampai
mati. Bila engkau tidak ingin hal ini terjadi, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama agar amarahku
reda dan engkau tidak lagi mencela sesembahanku.”

Bapak Nabi Ibrahim menolak ajakan anaknya yang diucapkan dengan nada lemah lembut itu dengan kata-kata
yang keras dan tajam yang menampakkan keingkaran dan kemarahan yang amat sangat. Bapaknya berkata,
"Apakah engkau membenci berhala-berhala yang aku sembah, yang aku muliakan dan yang aku agungkan hai
Ibrahim? Apakah engkau tidak menyadari kesalahan pengertianmu? Bukankah berhala-berhala yang aku
sembah itu sembahan semua kaummu? Bukankah tuhan-tuhan yang aku muliakan itu sembahan nenek
moyangmu sejak dahulu kala? Apakah engkau telah gila atau kemasukan setan dengan dakwahmu bahwa
engkau telah mendapat ilmu dari Tuhan sesungguhnya? Jika engkau tidak menghentikan seruanmu itu, aku akan
melemparimu dengan batu sampai mati, atau pergilah engkau dari sisiku bahkan dari negeri ini dan tidak usah
kembali lagi." Mendengar bantahan dan jawaban yang amat keras itu hancur luluhlah hati Ibrahim karena dia
sangat sayang dan santun kepada bapaknya dan sangat menginginkan agar dia bebas dari kesesatan menyembah
berhala dan menerima petunjuk ke jalan yang benar, serta mau beriman kepada Allah Yang Maha Esa dan
Mahakuasa. Dia ingin agar dengan beriman itu bapaknya akan mendapat karunia dan rahmat dari Tuhannya.
Tetapi apa yang akan dilakukan dan dikatakannya, sedang bapaknya sudah kalap dan mengusirnya dari rumah
dan kampung halamannya bahkan tidak menginginkan kembalinya seakan-akan dia bukan anaknya lagi.
Mendapat ancaman itu Ibrahim sadar ayahnya sudah tidak dapat diperingatkan. Dengan tetap santun, dia
berkata, “Selamat berpisah, ayah tercinta. Semoga keselamatan selalu dilimpahkan kepadamu. Ketahuilah
bahwa aku akan terus memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku Yang Maha Pengampun. Sesungguhnya
Dia sangat baik kepadaku dan mengabulkan doaku.
Tak ada jawaban dari Ibrahim terhadap bentakan-bentakan bapaknya yang kasar itu kecuali mengucapkan,
"selamat sejahtera atasmu." Aku berdoa agar bapak selalu berada dalam sehat dan afiat. Aku tidak akan
membalas kata-kata yang kasar itu dengan kasar pula karena engkau adalah bapakku yang kucintai. Aku tidak
akan melakukan sesuatu pun yang merugikan atau mencelakakan bapak, biarlah aku pergi dari negeri ini
meninggalkan bapak, meninggalkan rumah dan kampung halaman. Aku meminta kepada Tuhan agar bapak
diampuni-Nya dan selalu berada dalam naungan rahmat-Nya, mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus yang
membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan. Memang Nabi Ibrahim a.s. telah mendoakannya sebagaimana
tersebut dalam firman Allah: "Dan ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang sesat," (Asy-
Syu'ara/26: 86)
Nabi Ibrahim a.s. yakin bahwa Tuhan akan mengabulkan doanya karena biasanya di masa lalu doanya selalu
dikabulkannya. Nabi Ibrahim berdoa untuk bapaknya karena dia telah menjanjikan kepadanya akan beriman
sebagaimana tersebut dalam firman Allah: Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk
bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas
bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (at-Taubah/9: 114)
Wahai ayah, aku akan pergi dan aku akan menjauhkan diri darimu, dan dari kaum penyembah berhala serta dari
apa saja yang engkau sembah selain Allah, dan aku akan terus berdoa kepada Tuhanku agar petunjuk- Nya
terlimpah kepadamu. Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku. Aku yakin Dia
Maha Pemurah dan mengabulkan doa hamba-Nya.”
Selanjutnya Ibrahim berkata kepada bapaknya, "Aku akan pergi meninggalkanmu, meninggalkan kaummu,
meninggalkan berhala-berhala yang kamu sembah. Aku akan pergi dari sini agar aku bebas beribadat kepada
Tuhanku yang akan menolongku dan melepaskan aku dari bahaya yang menimpaku, karena semua petunjuk dan
nasehatku kamu tolak mentah- mentah bahkan mengancamku dengan ancaman yang mengerikan. Aku akan
menyembah dan berdoa hanya kepada Tuhanku saja dan sekali-kali aku tidak akan menyembah selain Dia."
14
Menurut riwayat, Ibrahim hijrah ke negeri Syam dan di sana dia menikah dengan Siti Sarah. Ia berharap dengan
berdoa dan menyembah Tuhan, ia tidak akan menjadi orang yang kecewa seperti ayahnya yang selalu
menyembah dan berdoa kepada berhala-berhala itu, tetapi ternyata berhala-berhala itu tidak dapat berbuat
sesuatu apapun apalagi akan melaksanakan apa yang diminta kepadanya.
KETUJUH: SOSOK YANG SANGAT PEDULI DENGAN KETURUNANNYA.
Bagi Ibrahim, anak bukanlah sekadar pelanjut keturunan, namun sekaligus pewaris risalah tauhid. Sejarah
membuktikan bahwa Ibrahim Alaihi salam berhasil menjadikan dan mengarahkan anaknya sebagai sarana
meningkatkan takwa dan cinta kepada Allah. Dalam silsilah rasul, 19 dari 25 rasul adalah keturunan Nabi
Ibrahim Alaihi salam.
Nabi Ibrahim dan kedua istrinya selaku orang tua, telah membuktikan bahwa mereka serius mendidik anak dan
menjadikannya shaleh, beriman dan bertakwa. Ismail dan Ishaq menjadi sosok nabi dan rasul. Dari Ishaq lahir
para nabi dan rasul keturunan Bani Israel (Ya’kub Alaihi salam). Demikian pula dengan Ismail sehingga Allah
memilih jalur keturunannya terlahir rasul paling mulia, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam.
Kesholehan Ishaq dan Ismail bukan diperoleh secara instan atau tiba-tiba. Kehebatan keduanya adalah buah dari
pendidikan dan bimbingan orangtuanya, yaitu Nabi Ibrahim dan Hajar serta Sarah. Doa Nabi Ibrahim untuk
keturunannya diabadikan dalam Al-Quran:
)40( ‫الة َو ِم ْن ذُِّريَّيِت َربَّنَا َوَت َقبَّ ْل ُد َع ِاء‬
ِ ‫الص‬
َّ ‫يم‬ ِ ‫ب اجع ْليِن م‬
َ ُ َ ْ ِّ ‫َر‬
‫ق‬
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami,
perkenankanlah doaku.” (Q.S. Ibrahim [14]: 40)
Keterangan:
Nabi Ibrahim melanjutkan doanya, "Ya Tuhanku Yang Maha Pemurah, jadikanlah aku dan anak cucuku sebagai
orang yang secara tetap dan konsisten melaksanakan dan mendirikan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah
doaku kepada-Mu.
Pada ayat ini dilukiskan lagi pernyataan syukur Ibrahim pada Allah atas segala rahmat-Nya. Ia bertambah
tunduk dan patuh kepada Allah, dan berdoa agar Allah menjadikan keturunannya selalu mengerjakan salat,
tidak pernah lalai mengerjakannya sedikit pun, sempurna rukun-rukun dan syarat-syaratnya, dan sempurna pula
hendaknya mengerjakan sunah-sunahnya dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan.
Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya selalu mengerjakan salat, karena salat itu adalah pembeda antara
mukmin dan kafir dan merupakan pokok ibadah yang diperintahkan Allah. Orang yang selalu mengerjakan
salat, akan mudah baginya mengerjakan ibadah-ibadah lain dan amal-amal saleh. Salat dapat mensucikan jiwa
dan raga karena salat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah swt:
dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah)
mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (al-Ankabut/29: 45)
Ibrahim a.s. memohon kepada Allah swt agar menerima ibadah-ibadahnya. Keinginan beribadah kepada Tuhan
ini lebih diutamakannya dari keinginan mengikuti kehendak bapaknya, sebagaimana firman Allah swt: Dan aku
akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada
Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku." (Maryam/19: 48)
Yang dimaksud dengan doa dalam ayat ini adalah ibadah. Rasulullah saw menyatakan bahwa doa itu adalah
ibadah. Kemudian beliau membaca firman Allah swt: Sesungguhnya orang-orang yang ada di sisi Tuhanmu
tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka
bersujud. (al-Araf/7: 206)
KEDELAPAN: MEMIKIRKAN KESEJAHTERAAN KETURUNANNYA.
Nabi Ibrahim Alaihi salam juga mendoakan agar anak keturunannya dikaruniai rizki yang melimpah guna
menopang ibadah mereka. Hal itu diabadikan dalam Al-Quran:

15
.…ۖ ‫ات َم ْن َآم َن ِمْن ُه ْم بِاللَّ ِه َوالَْي ْوِم اآْل ِخ ِر‬
ِ ‫ب اجعل ٰه َذا بلَ ًدا ِآمنًا وارز ْق َأهلَه ِمن الثَّم ر‬
ََ َ ُ ْ ُْ َ َ َ ْ َ ْ ِّ ‫يم َر‬
ِ ‫وِإ ْذ قَ َ ِإ‬
ُ ‫ال ْبَراه‬ َ
)١٢٦ :]٢[ ‫(البقرة‬
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan
hari kemudian….” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 126)
Keterangan:
Ada yang menarik dari ayat di atas, Nabi Ibrahim berdoa supaya keturunannya diberi rizki berupa buah-buahan.
Pertanyaannya, mengapa tidak meminta gandum atau makanan pokok lainnya?. Prof. Quraisy Syihab
menjelaskan, buah-buahan adalah simbol seseorang dapat memenuhi kebutuhan gizi yang cukup. Jika seseorang
mampu membeli buah-buahan, secara otomatis makanan pokoknya sudah terpenuhi.
KESEMBILAN: SANGAT LEMBUT HATINYA.
Nabi Ibrahim alaihi salam adalah sosok yang begitu lembut hatinya lagi penyantun. Sifat lembutnya itu
terwujud salah satunya dalam sikap dan caranya menyampaikan dakwah kepada ayahandanya Azar, seorang
pembuat, penjual, sekaligus penyembah patung berhala.
ِ ٓ ِ َ َ‫ِإ ْذ ق‬
ِ ‫ت مِل َتعب ُد ما اَل يسمع واَل يب‬
َ ‫ص ُر َواَل يُ ْغىِن َع‬
)٤٢ :]١٩[ ‫نك َشْيـًٔا (مرمي‬ ُْ َ ُ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ‫ال َأِلبِيه ٰيََأب‬
“Wahai Bapakku tersayang, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan
tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” (Q.S. Maryam [19]: 42)
Keterangan:
Mengutip buku berjudul “Kisah Bapak dan Anak dalam Al-Quran” oleh Adil Musthafa Abdul Halim, Nabi
Ibrahim alaihi salam terus mengulangi kata-kata nasihat itu dengan cara yang lembut. Beliau tidak pernah
mencap bapaknya sebagai orang yang bodoh lantaran menyembah berhala.
Nabi Ibrahim tak lantas marah ketika ayahanda menolak dakwahnya. Dengan kelembutan, Ibrahim berkata, “…
aku akan memohon kepada Allah, agar Dia mau memberikan hidayah kepadamu, serta mau mengampuni dosa-
dosamu, Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam [19]: 47).
KESEPULUH: SANGAT SENANG MENERIMA TAMU.
Memberi jamuan kepada tamu, merupakan kebiasaan mulia yang sudah berkembang sejak sebelum risalah Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa salam diturunkan. Orang yang pertama kali melakukan perbuatan yang mulia
ini, ialah Nabi Ibrahim Alaihi salam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
‫ف اِْبَر ِاهْي ُم‬
َ ‫الضْي‬
َ ‫ف‬ َ َّ‫ضي‬
َ ‫ َكا َن ََّأو َل َم ْن‬ 
“Orang yang pertama kali memberi suguhan kepada tamu adalah Ibrahim.” [Ash-Shahîhah, 725].
Keterangan:
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Sesungguhnya memberi jamuan kepada tamu (dhiyâfah) termasuk
sunnah (tradisi) Nabi Ibrahim yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan umatnya untuk mengikuti millah (ajaran) beliau. “
Dalam kitab “Nashoihul Ibad” dijelaskan, Nabi Ibrahim Alaihi salam tidak pernah makan (siang atau malam)
kecuali ada tamu yang menemaninya. Beliau rela berjalan hingga dua mil (±3 km) untuk mencari tamu agar
dapat makan bersamanya. Dari sifat mulia itulah, Allah memberi gelar kepada Ibrahim sebagai Khalilullah
(kekasih Allah) salah satunya adalah kegemarannya memuliakan tamu.

َّ ِ‫َواهللُ َأ ْعلَ ُم ب‬
ِ ‫الص َو‬
‫اب‬

16
SAUDARA KU…
PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH,
MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU
MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI
HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA
AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

17

Anda mungkin juga menyukai