Anda di halaman 1dari 7

Khutbah Idul Adlha

1444 H/2023
Meneladani Keshalihan Keluarga Nabi Ibrahim
Oleh: Nur Rohmad[1]

ً َ ‫ه‬ َ ْ َ ‫ه‬ َ ‫َ َ َْ ه‬ ْ ‫ه‬ َ ْ َ ‫َه‬


Khutbah I
‫ه‬ َ ْ َ ‫َه‬ ‫ه‬ َ ْ َ ‫َه‬
ُ،‫ب ُك ّبريا‬ ُ ‫اّلل ُأك‬ ُ ُ ،‫ّلل ُاْلمد‬ ُّ ّ ‫) ُو‬x3(ُ ‫ب‬ ُ ‫اّلل ُأك‬ ُ ُ ) x3 ( ُ ‫ب‬ ُ ‫اّلل ُأك‬ ُ ُ)x3(ُ ‫ب‬ ُ ‫اّلل ُأك‬ ُ
‫ُه‬،‫اّلل‬ َ َ ََ َ ْ َ ‫َ َ ْ ه ْ َ ً ََ ً َ َ ْ َ ه‬ َ َ ْ ‫َ َْ ْ ه َ َ ً َ ه‬
ُ‫ل‬ ُ ّ‫ل ُإ‬ ُ ّ‫ل ُإ‬ ُ ُ‫ن‬ ُ ‫ ُونشه ُد ُأ‬،‫لل ُو ِّبم ّدهُّ ُبكر ُة ُوأ ّصيًل‬ ُّ ‫ان ُا‬ ُ ‫ ُوسبح‬،‫ّلل ُك ّثريا‬ ُّ ّ ُ ‫واْلم ُد‬
َ ‫َ َ َ ْ ه ه َ َ ه َ َ ْ َ ه َ َ ِّ َ َ َ َ َ َ ه َ َ ً َ ه ه َ َ َ ْ َ ه ْ ْ ه‬ َ
ُ ‫ ُ َص‬،‫ْحته ُه ُال همه َداة‬
ُ‫ّل‬ ‫ ُور‬،‫اّلل‬ ّ ُ ‫ول‬ ُ ‫ن ُس ّيدنا ُون ّب ُينا ُُممدا ُرس‬ ُ ‫ ُونشه ُد ُأ‬،‫ل ُ ّإياه‬ ُ ‫ل ُنعب ُد ُ ّإ‬ ُ‫و‬
َ.‫ن‬ ْ َ َ ْ ِّ َ َ ْ َ ََ َ ْ َ َ َ‫َعُ َسيِّدنَاُ هُم‬ََ َ َ ََ ََ َ َ ‫َه‬
ُ ‫ْيُالطا ّه ّري‬ ُ ‫آلُوأصحابّ ُّهُالط ّي ّب‬ َ ُّ ّ ُ‫َع‬ُ ‫ُو‬،‫ْي‬ ‫م‬
ّ ‫األ‬ ُ ‫د‬
ُ ‫م‬ ّ ُ ُ‫ك‬
ُ ‫اّللُوسل ُمُوبار‬ ُ
ّ ّ
َ َ ْ َْ ‫ه‬ ‫ه‬ َ ‫َ َْه‬ َ
ُ‫ف ُ ّكتَابّ ُّه‬ ُ ُّ‫ل‬ ُّ ّ‫ ُالقائ‬،‫الع ّظيْ ّم‬ َ ُ‫ل‬ ُّ ُ ‫س ُبّتَق َوى‬
َ ُ ‫اّلل‬
ُِّّ ّ ‫الع‬ ُ ّ ‫وصيْك ُْم ُ َونف‬ ّ ‫ ُفأ‬،‫أما ُبعد‬
َ
)‫ُ[ (الكوثر‬٣]ٓٓࣖ ‫ت‬ ُٓ َ ْ‫كٓه َُٓوٓ ْ َاْلب‬ َٓ َ‫[ ِا َٓنٓ َشا ِنئ‬٢]ٓ‫اْن ْٓر‬ َٓ ‫[ فَ َص ِٓلٓ ِل َرب‬١]ٓ‫كٓ ْال َك ْوث ََٓر‬
َ ْ ‫ِكٓ َو‬ َٓ ٓ‫ُ ِاّنَٓآ َاع َْط ْين‬:‫الك ّريْ ُّم‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbhah id pada pagi hari yang penuh keberkahan ini,
khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi
untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita
kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kapan pun dan di mana pun kita
berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang
bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan
menjauhi segala larangan Allah ta’ala.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Di pagi hari raya kurban ini, khatib akan menyampaikan khutbah
mengenai keshalihan Nabi Ibrahim dan keluarganya, seorang Nabi yang
kisah keteladanan hidupnya selalu diceritakan setiap kali kita merayakan
idul adlha.
Hadirin rahimakumullah,
Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang shalih. Sang ayah,
yaitu Ibrahim, serta istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-
hamba yang shalih. Shalih artinya memenuhi hak Allah dan hak sesama

[1]
Oleh: al faqir Nur Rohmad, Katib Syuriyah MWCNU Dawarblandong, Kab. Mojokerto dan
Pengasuh Majelis Ilmu & Dzikir NURUL FALAH, Mojokerto. No. wa: 0815-15-785-373

1
hamba. Keshalihan tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan amal.
Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai
tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan diri
kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi
yang shalih.
Ada banyak sekali sisi keshalihan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat
kita teladani. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut.
Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegangteguh akidah dan
syariat.
Allah ta’ala berfirman:
ُ:‫ي ُ(آل ُعمران‬ ِ ْ ‫َْصا ِن ًيا ٓ َولٓ ِك ْٓن ٓ ََٓك َٓن ٓ َح ِن ْيفًا ٓ ُّم ْس ِل ًمآ ٓ َو َما ٓ ََك َٓن ٓ ِم َٓن ٓالْ ُم‬
َٓ ْ ‫ْش ِك‬ َ ْ ‫َم َاَك َٓن ٓ ِا ْبٓر ِه ُْٓي َٓيَ ُ ْو ِد ًّٓي ٓ َو َْٓل ٓن‬
)٦٧
Maknanya: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang
Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang memegangteguh Islam. Dia
bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik.” (QS Ali ‘Imran: 68)
Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma’shum
(selalu dijaga oleh Allah) dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-
dosa kecil yang menunjukkan kehinaan jiwa, baik sebelum maupun
setelah diangkat menjadi nabi.
Nabi Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah.
Beliau tidak pernah menyembuh selain Allah, tidak pernah menyembah
bulan, bintang dan matahari. Nabi Ibrahim tidak pernah menjual berhala
bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah memintakan ampunan dosa
kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim tidak
pernah meragukan sifat qudrah (Mahakuasa) Allah ta’ala. Beliau juga
tidak pernah berdusta dalam setiap ucapannya.
Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah.
Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk
masuk ke dalam agama Islam sebagaimana diceritakan dalam QS al-
An’am: 41 s.d 44. Nabi Ibrahim dengan menjaga adab seorang anak
kepada orang tuanya menjelaskan dengan santun kepada ayahnya yang
menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa
penyembahnya dan tidak dapat melihat penyembahnya. Yang demikian
itu, bagaimana mungkin ia dapat memberi manfaat kepada
penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya. Ibrahim

2
mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya
Tuhan yang berhak dan wajib disembah.
Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar ma’ruf nahi
mungkar dengan penuh keberanian.
Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta’ala
sehingga selalu dapat mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh
musuh-musuh Islam ketika berdebat. Allah ta’ala berfirman:
)٨3ُ:‫لٓ ُح َج ُتنَٓا آآتَيْ ٓنَٓا آ ِا ْب ٓر ِه َْٓيٓعَلٓٓقَ ْو ِمهُٓ(األنعام‬
َٓ ْ ِ‫َوت‬
Maknanya: “Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya.” (QS al-An’am: 83)
Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil
membungkam para penduduk daerah Harraan yang menganggap bulan,
bintang dan matahari sebagai tuhan. Ibrahim menjelaskan kepada
mereka bahwa bulan, bintang dan matahari tidak layak disembah karena
mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu
tenggelam. Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang
lain pasti bukan tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti
membutuhkan kepada yang mengubahnya. Sesuatu yang membutuhkan
kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu yang lemah tidak
mungkin disebut tuhan yang layak disembah. Perkataan Nabi Ibrahim
kepada kaumnya: ‫ هذاُريب‬seperti dikisahkan dalam QS al An’am ayat 76 s.d
78 adalah dalam konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa
bulan, bintang dan matahari tidak layak disembah. Perkataan tersebut
tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan, bintang dan matahari sebagai
tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase kebingungan
mencari-cari Tuhan. Sebelum perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat
menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan meyakini bahwa satu-satunya
Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-satunya
Pencipta segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala
sesuatu dan yang berbeda dengan segala sesuatu. Allah ta’ala berfirman:
)٥١ُ:‫يُ(األنبياء‬
َٓ ْ ‫َول َ َق ْٓدٓآتَيْنَٓا آ ِا ْبٓر ِه َْٓيٓ ُر ْشدَ هٓٓ ِم ْٓنٓقَ ْب ُٓلٓ َو ُكنَآبِهٓٓعٓ ِل ِم‬
Maknanya: “Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan kepada
Ibrahim petunjuk sebelum masa kenabiannya (bahkan sejak ia masih kecil)
dan Kami telah mengetahui dirinya.” (QS al-Anbiya’: 51)

3
Perkataan Nabi Ibrahim: ‫ هذا ُريب‬ketika melihat bulan, bintang dan
matahari adalah bermakna istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada
kaumnya dengan maksud mengingkari bukan dengan tujuan
menetapkan: “Inikah Tuhanku?”. Seakan-akan beliau ingin mengatakan:
“Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka?. Ini jelas
bukan tuhanku karena ia berubah, terbit lalu terbenam.” Demikianlah
yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah seorang nabi yang
ma’shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi.
Keempat, dalam berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang
perlu ditakuti dan dikhawatirkan. Rezeki telah diatur. Ajal sudah
termaktub.
Hal itu dibuktikan ketika Raja Namrud hendak melemparkannya ke
dalam api yang berkobar-kobar, Nabi Ibrahim tidak gentar sedikit pun. Ia
yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang
memperjuangkan agama-Nya.
Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan
ikhtiar.
Hal itu tercermin pada peristiwa di mana Ibrahim meninggalkan
Hajar dan Isma’il yang masih bayi di Makkah yang tandus dan tiada
sumber air. Karena takwa dan tawakal yang tertanam kuat di hati Ibrahim
dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya karena menjalankan
perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu.
Keenam, Bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan
sebesar apapun resikonya.
Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah
mengaruniakan kepada Ibrahim seorang putra yang kemudian diberi
nama Isma’il. Putra yang sangat dicintainya itu setelah tumbuh menjadi
seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya.
Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera
menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra
juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada
protes sepatah kata pun. Ma sya Allah!. Sebuah potret keluarga shalih
yang lebih mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan apa pun
selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk
melaksanakan perintah Allah. Dialog indah antara keduanya terekam
dalam al-Qur’an sebagaimana dikisahkan oleh Allah:

4
ٓ‫َٓافْ َع ْٓلٓ َمآت ُْؤ َم ُٓرٓ َس َت ِجدُ ِ ْآنٓ ِا ْٓن‬ َٓ ‫نٓ ِا ِ ْآنٓ َآرىٓ ِ ٓفٓالْ َمنَا ِٓمٓ َا ِ ْآنٓ َا ْذ َ َُب‬
ِٓ َ ‫كٓفَان ُْظ ْٓرٓ َما َذآتَٓرىٓٓقَا َٓلٓ آَّيب‬ َٓ َ ُ‫قَا َٓلٓيٓب‬
)١02ُ:‫اللٓ ِم َٓنٓالصٓ ِ ِِبْي َٓنُ(الصافات‬ ُٓ ٓ‫َشآ َٓء‬
Maknanya: “..... Ibrahim berkata: “Duhai putraku, sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa
pendapatmu?”ُ (QS ash-Shaffat: 102)
Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu.
Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada putranya, “Maka pikirkanlah
apa pendapatmu?,” bukanlah permintaan pendapat kepada putranya
apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah
sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui
kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu wa
ta’ala.
Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Isma’il
menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya
kepada Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:
)١02ُ:‫اللٓ ِم َٓنٓالصٓ ِ ِِبْي َٓنٓ(الصافات‬
ُٓ ٓ‫َٓافْ َع ْٓلٓ َمآت ُْؤ َم ُٓرٓ َس َت ِجدُ ِ ْآنٓ ِا ْٓنٓ َشآ َٓء‬
ِٓ َ ‫قَا َٓلٓ آَّيب‬
Maknanya: “Isma’il menjawab: “Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, in sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar” (QS ash-Shaffat: 102)
Jawaban Isma’il yang disertai “In sya Allah” menunjukkan
keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi
dengan kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah pasti terjadi,
dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim
lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis

َ َْ ََ ََ‫ْ َ َْ ْ ه َْ َ َ ه‬
terharu dan mengatakan kepada Isma’il:
ُّ ‫نّعمُالعونُأ ُنت ُُياُبَنَُعُأم ّر‬
‫ُاّلل‬
“Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah,
duhai putraku.”
Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher
Isma’il. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher isma’il.
Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa
ta’ala. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta
5
terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah
ta’ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat,
keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadirin yang berbahagia,
Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang
ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Isma’il serta Hajar, Allah kemudian
memberikan jalan keluar dan mengganti Isma’il dengan seekor domba
jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari
surga. Hal itu dikisahkan dalam QS ash-Shaffat: 106-107.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menganugerahkan kepada kita
kekuatan untuk meneladani keshalihan Nabi Ibrahim dan keluarganya.

‫َهْه َْ ْ َ ََ ْ َْ ه َ ْ ََ ه‬
Amin Ya Rabbal ‘alamin.
َ ُ‫ُإنَ هُهُ هه َُوُالْ َغ هف ْو هُر‬،‫اس ُتَ ْغف هر ْو هه‬
‫ه‬.‫الر ّحيْ ُم‬ ْ َ‫ُف‬،‫ك ْم‬ ‫لُول‬
ُ ّ ُ‫الل‬
ُ ُ‫لُهُذاُوأستغ ّف ُر‬
ُ ّ ‫أقو ُلُقو‬
ّ ّ

ْ َ َ ‫ه َ َْه‬ ْ َ ‫َه‬ ْ َ ‫َه‬


Khutbah II
‫ه‬.‫اْل َ ْم ُد‬ ُ‫ّلل‬
ُّ ّ ‫بُو‬ ُ ‫اللُأك‬ ُ )x3(ُ‫ب‬ ‫ه‬ َ
ُ ‫اّللُأك‬ ُ ُ)x3(ُ‫ب‬ ‫ه‬ َ
ُ ‫اّللُأك‬ ُ
َ َ َ ْ َ َ ِّ َ َ َ ‫َ َ َ ه َ َ َ ه َ َ ه‬ َ ْ ‫للُال‬ ‫ْ ه‬
ُ َ ‫ُ َو‬،‫دلُ َعدنان‬
ُ‫َع‬ ُّ ‫َعُُممدُ ُس ّي ُّدُو‬ ُ ُ ‫ُوالصًل ُةُوالسًل ُم‬،‫ان‬ ّ
َ‫ادلي‬ َ ُ‫ك‬ ُ ّ ّ ُّ ُ‫اْلَم ُد‬
‫ل‬ ‫م‬
‫لُه‬ َ َ ْ َ َ ‫ه َ ْ َه‬ َ َ َ ْ َ ‫ََ ْ َ ه‬ َ ‫الز‬
َ ُ ‫َع ُ َم ُِّر‬ ََ ْ ََ ْ َ َ
ُ ُ‫ك‬ ُ ‫َشي‬ ّ ُ ُ
‫ل‬ ُ ُ
‫ه‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫و‬ ُ ُ
‫الل‬ ُ ُ
‫ل‬ ‫إ‬ ُ
ّ ّ ُ
‫ل‬ ‫إ‬ ُ ُ
‫ل‬ ُ ُ
‫ن‬ ‫أ‬ ُ ُ
‫د‬ ‫ه‬ ‫ش‬ ‫أ‬ ‫و‬ ُ ، ‫ان‬ّ ‫م‬ ّ ُ ُ ‫ل ُوصح ّب ُّه ُوتابّ ّعي ُّه‬ ُّ ّ ‫آ‬
َ َ‫َ ه‬ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ ْ ْ َ‫ال ْ همن‬
ُ‫ن ُ َس ّيِّ َدنا ُُم َم ًدا ُعبْ هد هُه‬ ُ ‫ ُ َوأش َه هُد ُأ‬،‫ان ُ َوال َمَك ّن‬ ُّ ‫الز َم‬ َ ‫اْل َه ُّة ُ َو‬
ّ ‫و‬ ُ ُ
‫ة‬ ‫ي‬
ّ ّ ّ ّ ‫م‬ ‫س‬ ‫اْل‬ ُ ُ
‫ن‬ ‫ع‬ َ ُ ‫ـزهُه‬
َ
‫َ َ ه ْهه َ ْ َ َ ه هَ ه ْه ْ ه‬
ُ .‫آن‬ ُ ‫نُخلق ُهُالقر‬ ُ ‫يَُك‬ ُ ‫َّل‬ ّ ‫لُا‬ ُ ‫ورسو‬
َ َ َ َ َ ‫َ ََ َ ََ َه‬ ْ َْ ‫ه‬ ‫ه‬ َ ْ َ
ُ‫ف ُهذا‬ ُ ‫الل ُت َع‬
ُ ّ ُ ‫ال‬ ُ ُ ‫ل ُ َواتقوا‬ ُ ‫اّلل ُع ُز ُوج‬ ُّ ُ ‫س ُبّتَق َوى‬ ُ ّ ‫ ُفأ ْو ّصيْك ُْم ُ َونف‬،‫أ َما ُ َبع هد‬
ِّ َ ََ َ َ َ َ َ ْ ‫َ ْ َه ْ َ َ َ ََ َه ْ َْ َ ْ ََ َه‬ َ ْ‫ْاْلَ ْومُُّال‬
ُ‫َعُن ّب ّي ُّه‬ ُ ُُّ‫ُأمرك ُمُبّالصًل ُّةُوالسًلم‬،‫اللُأمرك ُمُبّأمرُُع ّظيم‬ ُ ُ‫ن‬ ُ ‫ُواعلمواُأ‬،‫يم‬ ّ ‫ظ‬ّ ‫ع‬
ُّْ َ ْ ‫َ َ ه ه َ ُّ َ َ َ َ ِّ َ َ ُّ َ َ َ َ ه‬ َ َ َ ََ َ َ ََ ْ َ ْ
ُ‫ين ُآمنوا ُصلوا‬ ُ ‫اَّل‬ّ ُ ‫ ُيا ُأيها‬،‫َع ُانل ّ ّب‬ ُ ُ ‫ون‬ ُ ‫اّلل ُومًلئّكت ُه ُيصل‬ ُ ُ‫ن‬ ُ ّ‫ ُإ‬:‫ال‬ ُ ‫الك ّري ُّم ُفق‬
َ َ‫ه‬ َ َ َ ْ َ َ ْ ِّ َ َ ِّ َ َ ‫َ ه‬ ً ‫َعلَيْ ُه ُ َو َسلِّ هموا ُت َ ْسل‬
ُ‫آل‬
ُّ ّ ُ ‫َع‬ ُ َ ‫َع ُ َس ّيِّ ّدنا ُ َون ّب ِّّينَا ُُم َمدُ ُ َو‬ ُ َ ُ‫ك‬ ُ ‫ار‬ّ ‫ب‬ ‫و‬ ُ ُ
‫م‬ ‫ل‬
ّ ‫س‬ ‫و‬ ُ ُ
‫ل‬ ّ ‫ص‬ ُ ُ
‫م‬ ‫ه‬ ‫الل‬ ،‫ا‬ ‫يم‬ ّ ّ
َ ْ‫ه‬ ‫ه‬ ْ َ ََ‫ه‬ ْ َ َ ْ َ َ ْ ِّ َ ْ
ُ ‫ب ُبَكرُ ُ َوع َم َُر ُ َوعث َم‬
ُ‫ان‬ ُ ّ ‫ ُأ‬،‫ين‬ َ ‫الراش ّد‬
ّ َ ُ ‫ن ُاْللفا ُّء‬ ُ ّ ‫ض ُالل هه َُم ُ َع‬ ُ ‫ار‬ ‫ ُو‬،‫ْي‬ ُ ‫َو َصح ّب ُّه الط ّي ّب‬
َ ‫الص‬ َ ُ‫الص َحابَ ُة‬ َ ُ‫نُ َسائ ُر‬ َ ٍّ َ َ
ُ ُ،‫اْلْي‬ ّ ّّ ُْ ‫ُ َوع‬،‫لَع‬ ّ ‫و‬

6
‫حيَا ُّء ُمنْ هه ُمُْ‬ ‫َْ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ ْه ْ َ َ ْه ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ه‬ ‫َه َ ْ ْ ْه ْ َ َ ْ‬
‫ّ‬ ‫ْي ُوالمؤ ّمنا ّت‪ُ ،‬األ‬ ‫ات‪ُ ،‬والمؤ ّم ّن ُ‬ ‫ْي ُوالمس ّلم ّ‬ ‫الله ُم ُاغ ّف ُر ُلّلمس ّل ّم ُ‬
‫ََ َ َ َ َ ًَ‬ ‫َه َ ْ َْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ َْْ‬
‫ل ُ ّعيدنا ُهذا ُسعاد ُةُ‬ ‫ات‪ُ ،‬الله ُم ُاجع ُ‬ ‫يب ُادلعو ّ‬ ‫ُم ُ‬ ‫ك ُس ّميعُ ُق ّريبُ ُ ّ‬ ‫ات‪ّ ُ ،‬إن ُ‬ ‫واألمو ّ‬
‫اء ُ َو َُمَ َب ًة‪َ ُ ،‬وأَع ْد هُه ُ َعلَيْ ُناَُ‬ ‫َ‬ ‫ه َ ًَ َهَْ ً َ َ‬ ‫ْ‬ ‫َْ‬ ‫َس ًُة ُ َوتَ َر ه ً‬ ‫ًل ه ً‬ ‫ََ َ‬
‫ّ‬ ‫اْحا‪َ ُ ،‬و ّزدنا ُ ّفي ُّه ُطمأنّين ُة ُوألفة‪ُ ،‬وهن ُ‬
‫ً‬ ‫ْحا‪َ ُ ،‬و َم َ َ‬ ‫وت‬
‫َ ه َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َْ ْ َ‬ ‫َ ْ ه ْ َ َْ َ َ‬ ‫الر َ َ‬
‫ري ُ َو َ‬ ‫ْ‬
‫اْل َ ْ‬
‫اسُ‬‫ري ُلّلن ّ ُ‬ ‫ل ُالمود ُة ُ ّشيمتنا‪ُ ،‬وبذ ُل ُاْل ُّ‬ ‫بَك ّت‪ُ ،‬الله ُم ُاجع ُّ‬ ‫ن ُوال‬ ‫ات‪ُ ،‬واْلم ُّ‬ ‫ّ‬ ‫ْح‬ ‫ُ‬
‫ّ‬ ‫بّ‬
‫ف ُأَ ْهليناَُ‬ ‫َ‬ ‫هه َ َ َْ ْ‬ ‫َ َ ََ ََ َ َ َ َ ْه َْ ْ َ َ‬ ‫َََْ َه َ َ‬
‫ف ُبيوتّنا‪ُ ،‬واحفظنا ُ ّ ُ ّ‬ ‫ش ُاْلهج ُة ُ ّ ُ‬ ‫َع ُوط ّننا‪ُ ،‬وان ُّ‬ ‫دأبنا‪ُ ،‬الله ُم ُأ ّدمُّ ُالسعاد ُة ُ ُ‬
‫َ‬ ‫ُّ ْ َ َ َ َ ً‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُّ ْ َ َ ْ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ََ ْ َ َ ََ ْ ْ‬
‫فُ‬ ‫ف ُادلنيا ُحسنة‪ُ ،‬و ّ ُ‬ ‫ف ُادلنيا ُواْل ّخر ّة‪ُ ،‬ربنا ُآتّنا ُ ّ ُ‬ ‫كُّ ُ‬ ‫وأرحا ّمنا‪ُ ،‬وأك ّرمنا ُ ّبكر ّم ُ‬
‫ار‪.‬ه‬ ‫ْ َ َ َ َ ً َ َ َ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ه َ َ َ‬
‫يزُياُغف ُ‬ ‫ار‪ُ،‬ياُع ّز ُ‬ ‫ار‪ُ،‬وأد ّخلناُاْلن ُةُم ُعُاألبر ّ‬ ‫ابُ ْانل ّ‬
‫اْل ّخر ُّةُحسنة‪ُ،‬وقّناُعذ ُ‬
‫َ‬ ‫ْه ْ َ َْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ‬ ‫َ َ َ هه َْ ْ َ ْ ْ‬ ‫َ‬
‫نُ‬ ‫ه ُع ُّ‬ ‫ب ُوين ُ‬ ‫ان‪ُ ،‬و ّإيتا ُّء ُ ّذي ُالقر ُ‬ ‫َ‬
‫الل ُيأم ُر ُبّالعد ُّل ُواْلحس ّ‬ ‫إن ُ ُ‬ ‫لل‪ُ ُ ،‬‬ ‫اد ُا ّ‬ ‫ّعبَ ُ‬
‫َ ْ‬ ‫ه ه َ َ ه ََ َ َ َ ه‬ ‫َ ْه ْ َ َ َ ْ‬ ‫َ ْ َ‬
‫الل ُال َع ّظيْ َُمُ‬ ‫ْغ‪ُ ،‬يَ ّعظك ُْم ُل َعلك ُْم ُتذك هر ْون‪ُ ،‬فاذك هروا ُ ُ‬ ‫ّ‬ ‫اْل‬‫و‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ر‬ ‫ّ‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ء‬‫ّ‬ ‫ا‬‫ش‬ ‫الفح‬
‫ْ‬ ‫َ ْ َ ه ْ َ ْ َ ه ُّ َ َ َ ْ ه ْ َ‬ ‫ه‬ ‫َْ هْ ه ْ ََ ْ‬
‫ري ُ‬
‫كَُعمُُوأنت ُمُ ِّب ُ‬ ‫للُأكب‪ّ ُ،‬عيدُُس ّعيدُُو ُ‬ ‫َّلك ُرُا ُّ‬ ‫يذكرك ُمُو ّ‬
‫‪Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur,‬‬
‫‪Anggota Dewan Pakar PERGUNU Kab. Mojokerto dan Dosen STAI Al-‬‬
‫‪Azhar, Gresik‬‬

‫‪7‬‬

Anda mungkin juga menyukai