Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pakaian tradisional melayu Riau adalah salah satu khasnya budaya bangsa,
pakaian tradisional ini merupakan bagian dari nilai-nilai budaya yang
menggambarkan kepribadian masyarakat pemakainya. Adat istiadat yang berlaku di
Riau contohnya kota pekanbaru adalah adat yang bersendikan Syara penuh dengan
akidah islam.

Nilai-nilai budaya yang berkembang dimasyarakat ini perlu dipelihara,


dilestarikan dan dihidupkan dalam rangka pembangunan seni budaya yang
merupakan pilar dari pembangunan kota pekanbaru. Menjaga warisan budaya
sebagai salah satu sarana pembinaan bagi generasi bangsa untuk sekarang dan masa
yang akan datang.

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa macam pakaian adat tradisional
masyarakat pekanbaru yang dapat menambah pengetahuan pembaca dan penulis
tentang budaya masyarakat Riau.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


1) Bagaimana bentuk pakaian masyarakat melayu
2) Apa saja jenis pakaian melayu
3) Bentuk dan jenis pakaian upacara adat masyarakat melayu
4) Bentuk dan jenis pakaian upacara keagamaan masyarakat melayu
1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikiut :
1) Untuk menambah wawasan kita tentang bentuk dan jenis pakaian masyarakat
melayu
2) Mengetahui pantangan-pantangan dalam berpakaian adat melayu
3) Member gagasan kepada kita untuk lebih mengembangkan nilai-nilai yang ada
saat ini
1
BAB II PEMBAHASAN

Pakaian tradisional Melayu Riau terdiri dari berbagai macam jenis. Jenis
pakaian ini tergantung pada situasi dan kondisi si pemakai dan kegiatan yang lakukan,
misalnya untuk acara resmi atau untuk dikenakan dalam kegiatan sehari-hari..
2.1 Asal-usul
Pakaian merupakan simbol budaya yang menandai perkembangan, akulturasi,
dan kekhasan budaya tertentu. Pakaian dapat pula menjadi penanda bagi pemikiran
masyarakat, termasuk pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau. Pakaian
tradisional Riau terdiri atas pakaian harian dan pakaian resmi/pakaian adat.
Pakaian harian dipakai setiap hari, baik oleh anak-anak, dewasa, maupun orang
tua. Pakaian sehari-hari dikenakan untuk berbagai kegiatan harian, misalnya saat
bekerja di ladang, bermain, ke laut, di rumah, maupun kegiatan yang lain. Jenis
pakaian untuk perempuan dikelompokkan menjadi pakaian perempuan anak-anak dan
pakaian perempuan dewasa (O.K. Nizami Jamil, et al. 2005:15-16).
Sedangkan pakaian resmi atau pakaian adat dikenakan pada acara-acara tertentu
yang berkenaan dengan kegiatan resmi atau pada saat acara adat. Warna, bentuk, dan
model pakaian adat ditentukan berdasarkan filosofi masyarakat Melayu Riau yang
mengandung nilai-nilai tertentu.
Masyarakat Melayu Riau masih memegang adat dengan teguh. Pengaruh adat
terasa dalam sikap dan perilaku sebagian besar masyarakat, terutama di daerah
pedesaan/perdalaman. Adat Melayu Riau adalah adat yang bersendikan syariat Islam
(M.A. Effendi, 2004:9). Islam dan adat Melayu saling mempengaruhi yang kemudian
membentuk satu budaya baru, yang salah satunya tercermin dalam pakaian yang
dikenakan.
Selain itu, pakaian dan perhiasan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan atau
kegunaan estetika, namun juga mengandung semangat tertentu. Semangat tersebut
melingkupi nilai budi dan kejujuran hidup (Siti Zainon Ismail, 2004: 33).

1. Jenis Pakaian Melayu


Ungkapan adat melayu mengatakan : Adat memakai pada yang sesuai, adat
duduk pada elok, adat berdiri tahukan diri. Ungkapan ini mengandung makna yang
dalam, yang intinya memberi petunjuk bahwa setiap orang dituntut untuk
meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dalam hal berpakaian, hendaklah mengacu
kepada azas sesuai, sesuai yang memakainya, sesuai cara pemakaiannya, sesuai
tempat memakainya, sesuai pula menurut ketentuan adat yang berlaku dalam hal
ihwal berpakaian. Pakaian orang-orang Melayu daerah Riau dibedakan menjadi
beberapa jenis menurut fungsinya. Beberapa jenis pakaian Melayu menurut O.K.
Nizami Jamil, (2005: 15-108), yaitu:
a. Pakaian Harian
Pakaian harian adalah pakaian yang dikenakan ketika melakukan
kegiatan sehari-hari. Berdasarkan kelompok pemakai, pakaian harian dapat
dibedakan menjadi pakaian anak-anak, pakaian dewasa, dan pakaian orang tua
atau setengah baya.
Pakaian Anak-anak
Pakaian anak laki-laki yang masih kecil disebut baju monyet. Setelah
beranjak besar, anak laki-laki memakai Baju Teluk Belanga atau Baju Cekak
Musang. Terkadang juga memakai celana setengah atau bawah lutut, kopiah, dan
tutup kepala dari kain segi empat. Anak laki-laki juga memakai sarung ketika
pada saat mengaji dan beribadah. Sedangkan untuk anak perempuan yang belum
dewasa memakai baju kurung yang selaras dengan kain bermotif bunga atau satu
warna dengan kain tersebut.
Pakaian Dewasa
Pakaian anak laki-laki yang telah dewasa disebut Baju Kurung Cekak
Musang yang dilengkapi dengan kain samping berupa sarung perekat dan kopiah
atau ikat kepala. Sedangkan untuk perempuan memakai Baju Kurung Laboh,
Baju Kebaya Pendek, dan Baju Kurung Tulang Belut. Baju ini dipadukan dengan
kain sarung batik dan penutup kepala berupa selendang atau tudung lingkup.
Perempuan yang melakukan kegiatan di ladang atau sawah biasanya memakai
tutup kepala berupa selendang atau kain belacu yang dinamakan tengkuluk.
Pakaian Orangtua
Pakaian untuk perempuan tua setengah baya ada berbagai macam,
seperti Baju Kurung Teluk Belanga (Baju Kurung Tulang Belut), Kebaya Laboh,
dan Baju Kebaya Pendek yang biasa dipakai untuk pergi ke ladang. Kerudung
untuk menutupi kepala berupa selendang segi empat yang dibentuk segitiga
sehingga menyerupai jilbab. Sedangkan untuk laki-laki orang tua dan setengah
baya memakai Baju Kurung Teluk Belanga atau Baju Kurung Cekak Musang.
Bahan pakaian ini adalah kain katun atau kain lejo. Baju ini agak longgar
sehingga nyaman dipakai.

b. Pakaian Resmi
Pada zaman dahulu, pakaian resmi dipakai ketika menghadiri pertemuan
resmi yang diadakan oleh kerajaan. Sedangkan di masa sekarang, pakaian resmi
dikenakan dalam berbagai acara pemerintahan. Pakaian resmi untuk laki-laki
adalah Baju Kurung Cekak Musang lengkap dengan kopiah, kain samping yang
terbuat dari kain tenun Siak, Indragiri, Daik, dan daerah-daerah di Riau lainnya.
Bahan Baju Kurung Cekak Musang berupa kain sutra, kain satin, atau
kain berkualitas tinggi lainnya. Sebagai perlengkapannya antara lain kopiah dan
kain samping.

Bahan untuk kain samping adalah bahan yang terpilih, seperti kain
songket dan kain tenun lainnya. Sistem memakai kain samping ini ada dua
macam, yaitu ikat dagang dalam dan ikat dagang luar.
Pakaian resmi untuk perempuan dewasa adalah Baju Melayu Kebaya
Laboh dan Baju Kurung Cekak Musang. Bahan untuk membuat kedua baju ini
adalah kain songket atau kain terpilih lainnya seperti Tenun Siak, Tenun
Indragiri, Tenun Trengganu, dan lain-lain. Bentuk Baju Kurung atau Kebaya
Laboh ini mengikuti bentuk tubuh si pemakai, namun tidak terlalu longgar dan
tidak terlalu sempit. Panjang baju perempuan yang masih gadis adalah tiga jari
di atas lutut, sedangkan untuk orang tua panjang bajunya tiga jari di bawah
lutut.

c. Pakaian Upacara Adat


Upacara yang pada zaman dulu diadakan oleh pihak kerajaan yang ada
di Riau, kini dilanjutkan oleh Lembaga Adat Melayu Riau atau oleh pemerintah
daerah. Beberapa upacara tersebut seperti upacara penobatan raja, upacara
pelantikan, upacara penyambutan tamu, upacara penerimaan anugerah, dan lain
sebagainya. Pakaian tradisional yang dipakai pada saat upacara adat dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakaian untuk perempuan dan pakaian untuk
laki-laki.
Pakaian upacara untuk perempuan yang masih gadis berbeda dengan
pakaian untuk perempuan yang sudah menikah. Jenis pakaian yang dipakai
untuk perempuan tua adalah Baju Kurung Tulang Belut. Sedangkan untuk
perempuan setengah baya dan gadis adalah Baju Kebaya Laboh Cekak Musang
berwarna hitam yang terbuat dari bahan sutra. Warna hitam pada pakaian ini
hanya dipakai pada waktu upacara adat penobatan raja, menteri, atau datuk.
Sedangkan untuk upacara adat yang lain, semisal upacara penerimaan tamu
agung atau pun upacara penerimaan anugerah
, para perempuan memakai baju berwarna kuning.
Selain memakai baju kurung dan kebaya, perempuan Melayu yang
menghadiri upacara adat juga memakai sanggul. Sanggul tersebut berbentuk
sanggul joget, sanggul lipat pandan yang berhiaskan bunga goyang di atasnya.
Di sebelah kanan sanggul dihiasi jurai panjang dan di sebelah kiri dihiasi jurai
pendek.

d. Pakaian Upacara Perkawinan


Baju pengantin laki-laki Melayu adalah Baju Kurung Cekak Musang
atau Baju Kurung Teluk Belanga. Untuk daerah Limo Koto Kampar baju
pengantin laki-laki berbentuk jubah yang terbuat dari kain beludru. Baju Kurung
Teluk Belanga terbuat dari bahan tenunan Siak, Indragiri, Daek, maupun
Trengganu dengan warna merah, biru, kuning, dan hitam.
Selain Baju Kurung Cekak Musang, pakaian pengantin laki-laki adalah
kain samping motif yang serupa dengan celana dan baju, distar berbentuk
mahkota dipakai di kepala, sebai warna kuning di bahu kiri, rantai panjang
berbelit dua dikalungkan di leher, canggai yang dipakai di kelingking, sepatu
runcing di bagian depan, dan keris hulu burung serindit pendek yang diselipkan
di sebelah kiri.
Busana yang dikenakan pengantin perempuan berbeda-beda, tergantung
jenis upacara adatnya. Pengantin perempuan pada upacara Malam Berinai
memakai Baju Kurung Teluk Belanga. Sedangkan saat Upacara Barandam,
pengantin perempuan memakai Baju Kurung Kebaya Laboh atau Kebaya
Pendek. Kepala hanya memakai sanggul yang dihiasi dengan bunga-bunga.
Pakaian pengantin perempuan pada Upacara Akad Nikah adalah Baju Kebaya
Laboh atau Baju Kurung Teluk. Kemudian untuk pakaian pada waktu upacara
Bersanding adalah Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk Belanga.

2. Bahan dan Cara Pembuatan


Secara umum, pengrajin pakaian dan perlengkapan tradisional tidak mempunyai
persyaratan khusus. Mereka hanya membutuhkan ketekunan, kemauan, dan
ketelitian dalam mengerjakan pakaian tersebut. Membuat pakaian tradisional hanya
menjadi pekerjaan sampingan karena tidak setiap hari ada pesanan. Pakaian
tradisional hanya dipesan pada waktu-waktu tertentu (M.A Effendi, et al. 2004: 60).
Berikut ini adalah proses pembuatan pakaian tradisional Melayu di Riau:
a. Bahan
Ada beberapa jenis kain pembuat pakaian tradisional Riau dengan fungsi
masing-masing. Beberapa jenis bahan untuk membuat pakaian tradisional Melayu
daerah Riau adalah:
Kain songket untuk laki-laki dan perempuan. Kain jenis ini digunakan untuk
menghadiri acara keagamaan dan adat.
Kain satin untuk pakaian laki-laki dan perempuan. Kegunaan kain ini sama
dengan kain songket.
Kain sutra. Dipakai oleh laki-laki dan perempuan. Gunanya sama dengan kedua
jenis kain di atas serta untuk pakaian penari.
Kain poplin. Dipakai oleh laki-laki dan perempuan anak-anak maupun dewasa
untuk pakaian sehari-hari dan pakaian upacara.
Kain drill kaki. Kain jenis ini khusus untuk pakaian laki-laki khususnya untuk
baju kancing tujuh.
Kain belacu. Untuk bahan pakaian yang dipakai laki-laki dan perempuan. Juga
merupakan bahan pembuat pakaian basahan yang dipakai para petani atau
nelayan untuk bekerja di luar rumah (M.A Effendi, et.al., 2004: 64-68).
Jenis kain-kain di atas dibuat dari benang yang berbeda, misalnya benang katun,
benang emas, benang perak yang ditenun menjadi kain yang disebut kain songket.
Motif yang terdapat dalam pakaian tradisional itu adalah motif khas Riau. Nama-
nama tenun songket didasarkan pada nama daerah asalnya. Beberapa nama kain
songket dari daerah Riau adalah Songket Bukitbatu, Songket Indragiri, Songket
Tambelan, Songket Siak Sri Inderapura, dan lain sebagainya.

b. Proses Pembuatan
Cara membuat dan memilih bahan untuk membuat pakaian tradisional adalah
sebagai berikut:
Menentukan jenis upacara karena setiap kegiatan menggunakan pakaian yang
tidak sama. Mengetahui jenis upacara atau kegiatan yang akan dilakukan
berguna untuk menentukan jenis pakaian apa yang dibutuhkan.
Setelah mengetahui jenis pakaian apa yang ingin dibuat, langkah selanjutnya
adalah menentukan jenis bahan yang digunakan untuk membuat pakaian
tersebut.
Kemudian menentukan warna pakaian sesuai dengan kebutuhan. Setiap warna
yang digunakan untuk pakaian tradisional mengandung makna dan simbolisasi
yang berbeda-beda. Warna merah, misalnya, melambangkan persaudaraan
yang dikenal dengan tali darah atau tali persaudaraan. Warna hitam
melambangkan keperkasaan dan keberanian. Warna hijau melambangkan
kesuburan dan tunas baru. Warna putih bermakna kesucian atau hati yang
seputih kapas. Warna kuning menjadi lambang kekuasaan kerajaan atau kaum
bangsawan.
Setelah itu menentukan model pakaian yang ingin dibuat. Misalnya, pakaian
yang ingin dibuat adalah baju kurung. Model baju kurung ini berbeda-beda,
ada model baju kurung leher tulang belut, baju kurung leher cekak musang,
dan sebagainya.
Selanjutnya memotong bahan kain itu dan menjahitnya.
Setelah menentukan aksesori pelengkap lainnya, semisal tanjak, kain sarung
atau kain samping, dan lain sebagainya.
Langkah terakhir adalah menentukan perhiasan yang cocok dengan pakaian
yang dibuat. Perhiasan ini juga mesti sesuai dengan jenis kegiatan atau
upacara yang akan diikuti.
Dengan demikian jelaslah bahwa pakaian tradisional dalam khazanah
kebudayaan Melayu di Riau kerap dikaitkan dengan upacara adat. Upacara itu
sendiri dibagi menjadi dua, yaitu upacara jenis kegiatan dan upacara adat-
istiadat. Jenis pakaian yang dikenakan, perhiasan yang dipakai, dan warna
pakaian juga ditentukan menurut jenis upacara.

3. Fungsi
Bagi masyarakat Melayu di Riau, pakaian bukan hanya berfungsi untuk
melindungi tubuh, namun juga mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang
berhubungan dengan adat dan kepercayaan masyarakat. Beberapa fungsi
pakaian adat bagi masyarakat Melayu daerah Riau adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Budaya
Pakaian tradisional dapat menjadi ciri kebudayaan tertentu dalam suatu
masyarakat. Secara umum, fungsi pakaian untuk menutup tubuh. Namun,
kemudian muncul berbagai aksesori dan ciri khas yang membedakan antara
suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Di masyarakat Riau, pakaian
menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara atau dalam acara-
acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang berbeda yang
tentu saja juga berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.
b. Fungsi Estetik
Estetika busana Melayu Riau muncul dalam berbagai bentuk hiasan
yang terdapat dalam pakaian tersebut. Selain berbagai hiasan, warna-warna
dalam pakaian tradisional Riau juga mengandung makna-makna tertentu.
Misalnya, warna kuning mengandung arti kekuasaan. Pakaian dengan warna
seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja. Warna hitam
mengandung makna keberanian. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya
dipakai oleh para hulubalang dan para petarung yang melambangkan
ketangkasan mereka.

c. Fungsi Religius
Pakaian tradisional daerah Riau mengandung makna dan berfungsi
keagamaan. Pengaruh Islam dalam tata cara berpakaian sedikit banyak
berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di mana fungsi pakaian adalah untuk
menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan yang berbentuk baju
kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua anggota tubuhnya. Selain dari
bentuknya, fungsi religius pakaian tradisional Riau juga terlihat dari simbol
yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk bulan dan bintang. Simbol
tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi religius
busana Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka
gunakan untuk upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.

d. Fungsi Sosial
Pakaian tradisional Riau mengandung makna dan berfungsi secara
sosial. Pakaian tradisional Riau yang dipakai masyarakat, baik yang berasal
dari golongan bangsawan maupun masyarakat biasa adalah sama, yaitu baju
kurung. Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan warna yang dipilih,
dikarenakan dalam tradisi masyarakat Riau warna pakaian mempunyai
lambang dan makna tertentu.

e. Fungsi Simbolik
Pakaian tradisional mempunyai makna simbolik tertentu yang dapat
diterka lebih dahulu untuk mengetahui maknanya. Nilai-nilai simbolik yang
terkait dengan pakaian tradisional, perhiasan, serta kelengkapannya terdapat
pada kostum yang dipakai dalam upacara-upacara tradisional. Busana bukan
hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai, namun juga peralatan upacara
yang digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam busana tradisional
masyarakat Melayu Riau misalnya sirih (lambang persaudaraan dan
kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung (tempat bernaung).
Pakaian yang dikenakan orang-orang Melayu Riau memperlihatkan bahwa
hampir setiap apa yang mereka kenakan mengacu pada simbol-simbol tertentu
(M.A Effendi, et.al., 2004: 113-132).

4. Nilai-nilai
Nilai-nilai yang terkandung dalam pakaian tradisional Melayu Riau adalah
sebagai berikut:
a. Nilai Tradisi
Busana yang dikenakan dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi selama
bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari
busana adat yang dikenakan, maka dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat
yang bersangkutan.

b. Nilai Pelestarian Budaya


Pakaian merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari
semakin berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat
Melayu Riau merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan
busana tradisional tersebut sama artinya dengan melestarikan kekayaan budaya
Melayu.

c. Nilai Sosial
Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status seseorang. Selain
itu, lewat nilai-nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga bermakna sebagai
media untuk menyatukan masyarakat. Nilai-nilai sosial itu muncul karena dalam
pakaian tradisional tersebut tersemat makna-makna tertentu yang dinilai dan
ditafsirkan oleh masyarakatnya.

Foto Pakaian Adat Melayu Riau

Adat istiadat tentu tidak terlepas dari Pakain Adat, itu sebuah ciri khas suatu
daerah dengan adat istiadatnya sesuai dengan Hukum dan Norma Adat yang berlaku.
Berikut beberapa foto pakaian adat, tradisional Melayu Riau. Pakain Adat ini adalah
pakaian tradisional Riau, walaupun ada beberapa macam-macam namun hanya satu
pakaian adat untuk daerah Riau, yaitu pakaian adat Melayu Riau.
Foto / Gambar Pakaian Adat, Tradisional Melayu Kabupaten Bengkalis Riau

Gambar / Foto Pakaian Adat, Tradisional Melayu Tanjung Pinang, Kepulauan Riau
Foto / Gambar Pakaian Adat, Tradisional Melayu Batam Kepulauan Riau

Gambar / Foto Pakaian Adat, Tradisional Indragiri Riau

Gambar / Foto Pakaian Adat, Tradisional Melayu Siak Riau


Gambar / Foto Pakaian Adat, Tradisional Melayu Tanjung Pinang, Kepulauan Riau

Dan inilah foto-foto pakaian adat Melayu Riau lainnya


DAFTAR PUSTAKA

M.A. Effendi, et al. 2004. Busana Melayu, Pakaian Adat Tradisional Daerah Riau.
Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau.

O.K. Nizami Jamil et al. 2005. Pakaian Tradisional Melayu Riau. Pekanbaru: LPNU
Press dan Lembaga Adat Melayu Riau.

Siti Zainon Ismail, 2004. Busana Melayu Melaka dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan
Mohd. Nefi Imran, 2004. Busana Melaka. Bukit Peringgit: Institut Seni Malaysia
Melaka.

Anda mungkin juga menyukai