Anda di halaman 1dari 2

ASAL MULA PADI

Menurut cerita orang –orang tua, pada zaman dahulu ditanah karo sama sekali tidak terdapat
padi. Pada masa itu, makanan penduduk Sehari – hari hanyalah berbagai macam buah kayu

Pada masa suatu hari, ketika beberapa orang anak –anak sedang bermain, secara kebetulan
mereka menemukan satu buah yang besar sekali. Mereka semua heran sekali melihat buah yang
besar itu karena tak seorang pun di antara mereka yang mengetahui buah apa itu. Kemudian,
mereka bawa buah yang besar dan aneh itu kepada orang tua mereka. Namun, orang tua mereka tak
seorang pun yang tahu buah apa itu. Oleh karena itu, orang tua anak – anak tersebut membawa
buah yang besar itu kepada raja. Ternyata raja juga tidak tahu buah apa itu.

Di kemudian hari, raja menyuruh semua penduduk berkumpul untuk menanyakan apakah ada di
antara penduduk yang mengetahui buah apa yang ditemukan oleh anak –anak itu. Ternyata, semua
penduduk merasa heran melihat buah yang sangat besar itu, karena tak seoranng pun di antara
mereka yang mengetahui buah apa itu. Pada waktu penduduk yang berkumpul itu asyik
memperhatikan buah apa itu dengan perasaan takjub, tiba – tiba terdengar suara yang tidak
dikrtahui dari mana asalnya. Suara itu mengatakan. “ Buah yang besar itu adalah penjelmaan si Beru
Dayang yang diturunkan ke bumi. Kalian potong – potonglah buah itu sampai halus dan tanamlah
potongan – potongan yang halus itu. Kalau nanti Si Beru Dayang sudah tumbuh dan berbuah berilah
dia makanan!”

Suara itu berasal dari dewa yang menurunkan Si Baru Dayang dari langit ke bumi. Kemudian,
menjelkannya menjadi buah yang sangat besar, setelah mendengar suara itu, penduduk segera
memotong – motong buah yang besar itu sampai halus. Kemudian, potong - potongannya yang halus
itu mereka tanam. Beberapa waku kemudian, potonga – potongannya yang mereka tanam itu
tumbuh menjadi padi.

Ketika padi itu mulai mengeluarkan buahnya, orang – orang menamakannya Si Beru Dayang
Kumarkar. Pada waktu buah padi itu mulai berisi cairan, mereka menamakannya Si Beru Terhine –
hine.

Setelah buah padi mulai mengeras, setiap orang yang menanamnya membawa tepak ke ladang
tempat padi itu tumbuh. Tepak tersebut berisi sirih dan telor ayam yang dipersembahkan untuk
makanan padi tersebut. Kemudian, orang yang membawa tepak itu mencabut tiga bulir buahnya.
Ketiga rumpun padi tersebut diikat menjadi satu kemudian diletakkan diatas tepak tempat sirih.
Kemudian sirih yang terdapat didalam tepak di makan oleh orang yang membawanya. Setelah
selesai makan sirih berkatalah orang – orang kepada padi yang tumbuh di sekeliling mereka.
“Sekarang engkau kami beri nama Si Beru Dayang Pamengken!”

Setelah mengucapkan kata – kata itu pulanglah mereka kerumah masing – masing sambil
membawatepak sirih dan tiga rumpun padi yang sudah terikat itu.

Pada waktu menjelang menuai padi, orang – orang lebih dahulu menyelenggarakan makan
bersama di desa tempat tinggal mereka. Upacara tersebut merupakan upacara memberi makan
padi. Setelah selesai makan bersama, beberapa orang tua pergi keladang padi yang akan dituai oleh
penduduk. Mereka berjalan mengelilingi ladang tersebut sambil berseru, “Makanlah kalian wahai
padi, makanan untuk kalian sudah kami sediakan. Sekarang kalian kami namakan Si Beru Dayang
Patrunggungken!”

Setelah menyerukan kata – kata itu, beberapa kali orang – orang tua tersebut pulang ke desa.
Kemudian, mereka berembuk dengan penduduk desa untuk menentukan hari dimulainya menuai
padi.

Ketika hari yang ditentukan sudah tiba, mereka pun pergi beramai – ramai keladang untuk
menuai padi. Sebelum mereka mulai menuai padi, beberapa orang tua lebih dahulu berseru kepada
padi yang mereka akan tuai, “sekarang kami akan menuai kalian, dan kalian kami namakan Si Beru
Dayang Pepulungken!”

Selesai mereka meyerukan kata – kata itu, orang – orang pun mulai menuai padi beramai –
ramai.

Setelah padi selesai dituai, beramai –ramai pula meeka mengiriknya. Padi yang sudah selesai
diirik dikumpulkan dan orang – orang tua berseru kepada padi yang sudah terkumpul itu dengan
mengatakan, “Sekarang kalian sudah kami kumpulkan, bertambah banyaklah kalian sampai
menggunung dan sekarang kalian kuberi nama Si Beru Dayang petambunen!”

Selesai mengucapkan kata – kata itu, padi yang sudah di kumpulkan mulai diangin untuk
menyisihkan padi yang hampa dan padi yang berisi. Kemudian, smua padi yang berisi dibawa pulang
ke desa oleh anak – anak gadis dan para pemuda. Setelah padi yang diangkut oleh anak – anak gadis
dan para pemuda itu sampai di rumah pemiliknya masing – masing, padi itu dinamakan Si Beru
Dayang Pasinteken.

Demikianlah cerita asal mulanya di Tanah Karo. Pada zaman dahulu, bibit padi yang akan
ditanam dinamakan Si Beru Dayang. Padi yang baru berumur seminggu dinamakan Si Beru Dayang
Merengget-engget. Kalau padi sudah berusia satu bulan dinamakan Si Beru Dayang Burnis.

Pada zaman dahulu, yang melakukan penanaman bibit padi di ladang ialah anak-anak gadis
dan pemuda. Anak-anak gadis yang akan menanam bibit padi di ladang membawa air yang dicampur
dengan dua macam daun-daunan yang masing-masing bernama Simalem-malem dan Kalinjuang.
Para pemuda juga membawa air. Kalau bibit padi sudah dimasukkan ke dalam tanah anak gadis
memercikkan air ke atasnya sambil berkata, “ Wahai Beru Dayang, bangun dan tumbuh suburlah
engkau!” Kalau padi sudah tumbuh orang-orang senantiasa menghormatinya dan memeliharanya
dengan baik. Mereka percaya bahwa padi adalah penjelmaan Si Beru Dayang yang diturunkan dewa
agar dapat menjadi bahan makanan bagi manusia.

Kesimpulan

cerita asal mula padi ini adalah mitos. Cerita ini disebut mitos karena pada masa dahulu orang Karo
percaya bahwa cerita ini memang terjadi. Di samping itu, didalam cerita ini terdapat tokoh dewa
yang menurunkan Si Beru Dayang ke atas dunia yang menjelmakannya menjadi agar dapat
dipergunakan manusia sebagai bahan makanan.

Anda mungkin juga menyukai