Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakaian merupakan simbol budaya yang menandai perkembangan, akulturasi, dan


kekhasan budaya tertentu. Pakaian dapat pula menjadi penanda bagi pemikiran masyarakat,
termasuk pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau. Pakaian tradisional Riau terdiri atas
pakaian harian dan pakaian resmi/pakaian adat.

Masyarakat Melayu Riau masih memegang adat dengan teguh. Pengaruh adat terasa
dalam sikap dan perilaku sebagian besar masyarakat, terutama di daerah
pedesaan/perdalaman. Adat Melayu Riau adalah adat yang bersendikan syariat Islam. Islam
dan adat Melayu saling mempengaruhi yang kemudian membentuk satu budaya baru, yang
salah satunya tercermin dalam pakaian yang dikenakan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dapat dirumuskan seperti berikut ini.

1. Apa saja jenis-jenis pakaian melayu Riau?

2. Apa saja fungsi pakaian melayu Riau?

3. Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam pakaian melayu Riau?

4. Bagaimana tata cara mengenakan pakaian melayu Riau?

1
C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan jenis-jenis pakaian melayu Riau.

2. Mendeskripsikan fungsi pakaian melayu RIAU.

3. Mendeskripsikan nilai-nilai pakaian melayu RIAU.

4. Mendeskripsikantata cara mengenakan pakaian melayu RIAU.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelititian ini berfungsi sebagai sarana sosialisasi penggunaan pakaian melayu


Riau sehigga kita dapat menggunakan pakaian melayu sesuai dengan aturan pemakaiannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Jenis-Jenis Pakaian Melayu Riau

A. Pakaian Harian

Pakaian harian adalah pakaian yang dikenakan ketika melakukan kegiatan sehari-hari.
Berdasarkan kelompok pemakai, pakaian harian dapat dibedakan menjadi pakaian anak-
anak, pakaian dewasa, dan pakaian orang tua atau setengah baya.

a. Pakaian Anak-anak

Pakaian anak laki-laki yang masih kecil disebut baju monyet. Setelah beranjak
besar, anak laki-laki memakai Baju Teluk Belanga atau Baju Cekak Musang. Terkadang
juga memakai celana setengah atau bawah lutut, kopiah, dan tutup kepala dari kain segi
empat. Anak laki-laki juga memakai sarung ketika pada saat mengaji dan beribadah.
Sedangkan untuk anak perempuan yang belum dewasa memakai baju kurung yang selaras.

b. Pakaian Dewasa

Pakaian anak laki-laki yang telah dewasa disebut Baju Kurung Cekak Musang yang
dilengkapi dengan kain samping berupa sarung perekat dan kopiah atau ikat kepala.
Sedangkan untuk perempuan memakai Baju Kurung Laboh, Baju Kebaya Pendek, dan Baju
Kurung Tulang Belut. Baju ini dipadukan dengan kain sarung batik dan penutup kepala
berupa selendang atau tudung lingkup. Perempuan yang melakukan kegiatan di ladang atau
sawah biasanya memakai tutup kepala berupa selendang atau kain belacu yang dinamakan
tengkuluk.

c. Pakaian Orangtua

Pakaian untuk perempuan tua setengah baya ada berbagai macam, seperti Baju Kurung
Teluk Belanga (Baju Kurung Tulang Belut), Kebaya Laboh, dan Baju Kebaya Pendek yang

3
biasa dipakai untuk pergi ke ladang. Kerudung untuk menutupi kepala berupa selendang
segi empat yang dibentuk segitiga sehingga menyerupai jilbab. Sedangkan untuk laki-laki
orang tua dan setengah baya memakai Baju Kurung Teluk Belanga atau Baju Kurung
Cekak Musang. Bahan pakaian ini adalah kain katun atau kain lejo. Baju ini agak longgar
sehingga nyaman dipakai.

B. Pakaian Resmi

Pada zaman dahulu, pakaian resmi dipakai ketika menghadiri pertemuan resmi yang
diadakan oleh kerajaan. Sedangkan di masa sekarang, pakaian resmi dikenakan dalam
berbagai acara pemerintahan. Pakaian resmi untuk laki-laki adalah Baju Kurung Cekak
Musang lengkap dengan kopiah, kain samping yang terbuat dari kain tenun Siak, Indragiri,
Daik, dan daerah-daerah di Riau lainnya.

Bahan Baju Kurung Cekak Musang berupa kain sutra, kain satin, atau kain berkualitas
tinggi lainnya. Sebagai perlengkapannya antara lain kopiah dan kain samping. Bahan untuk
kain adalah bahan yang terpilih, seperti kain songket dan kain tenun lainnya. Sistem
memakai kain samping ini ada dua macam, yaitu ikat dagang dalam dan ikat dagang luar.

Pakaian resmi untuk perempuan dewasa adalah Baju Melayu Kebaya Laboh dan Baju
Kurung Cekak Musang. Bahan untuk membuat kedua baju ini adalah kain songket atau
kain terpilih lainnya seperti Tenun Siak, Tenun Indragiri, Tenun Trengganu, dan lain-lain.
Bentuk Baju Kurung atau Kebaya Laboh ini mengikuti bentuk tubuh si pemakai, namun
tidak terlalu longgar dan tidak terlalu sempit. Panjang baju perempuan yang masih gadis
adalah tiga jari di atas lutut, sedangkan untuk orang tua panjang bajunya tiga jari di bawah
lutut.

C. Pakaian Upacara Adat

Upacara yang pada zaman dulu diadakan oleh pihak kerajaan yang ada di Riau, kini
dilanjutkan oleh Lembaga Adat Melayu Riau atau oleh pemerintah daerah. Beberapa
upacara tersebut seperti upacara penobatan raja, upacara pelantikan, upacara penyambutan
tamu, upacara penerimaan anugerah, dan lain sebagainya. Pakaian tradisional yang dipakai

4
pada saat upacara adat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakaian untuk perempuan dan
pakaian untuk laki-laki.

Pakaian upacara untuk perempuan yang masih gadis berbeda dengan pakaian untuk
perempuan penikah. Jenis pakaian yang dipakai untuk perempuan tua adalah Baju Kurung
Tulang Belut. Sedangkan untuk perempuan setengah baya dan gadis adalah Baju Kebaya
Laboh Cekak Musang berwarna hitam yang terbuat dari bahan sutra. Warna hitam pada
pakaian ini hanya dipakai pada waktu upacara adat penobatan raja, menteri, atau datuk.
Sedangkan untuk upacara adat yang lain, semisal upacara penerimaan tamu agung atau pun
upacara penerimaan anugerah, para perempuan memakai baju berwarna kuning.

Selain memakai baju kurung dan kebaya, perempuan Melayu yang menghadiri upacara
adat juga memakai sanggul. Sanggul tersebut berbentuk sanggul joget, sanggul lipat pandan
yang berhiaskan bunga goyang di atasnya. Di sebelah kanan sanggul dihiasi jurai panjang
dan di sebelah kiri dihiasi jurai pendek.

D. Pakaian Upacara Perkawinan

Baju pengantin laki-laki Melayu adalah Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung
Teluk Belanga. Untuk daerah Limo Koto Kampar baju pengantin laki-laki berbentuk jubah
yang terbuat dari kain beludru. Baju Kurung Teluk Belanga terbuat dari bahan tenunan
Siak, Indragiri, Daek, maupun Trengganu dengan warna merah, biru, kuning, dan hitam.

Selain Baju Kurung Cekak Musang, pakaian pengantin laki-laki adalah kain samping
motif yang serupa dengan celana dan baju, distar berbentuk mahkota dipakai di kepala,
sebai warna kuning di bahu kiri, rantai panjang berbelit dua dikalungkan di leher, canggai
yang dipakai di kelingking, sepatu runcing di bagian depan, dan keris hulu burung serindit
pendek yang diselipkan di sebelah kiri.

Busana yang dikenakan pengantin perempuan berbeda-beda, tergantung jenis upacara


adatnya. Pengantin perempuan pada upacara Malam Berinai memakai Baju Kurung Teluk
Belanga. Sedangkan saat Upacara Barandam, pengantin perempuan memakai Baju Kurung
Kebaya Laboh atau Kebaya Pendek. Kepala hanya memakai sanggul yang dihiasi dengan

5
bunga-bunga. Pakaian pengantin perempuan pada Upacara Akad Nikah adalah Baju
Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk. Kemudian untuk pakaian pada waktu upacara
Bersanding adalah Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk Belanga.

1.2 Fungsi Pakaian Melayu Riau

1. Fungsi Budaya

Pakaian tradisional dapat menjadi ciri kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat.
Secara umum, fungsi pakaian untuk menutup tubuh. Namun, kemudian muncul berbagai
aksesori dan ciri khas yang membedakan antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang
lain. Di masyarakat Riau, pakaian menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara
atau dalam acara-acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang berbeda
yang tentu saja juga berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.

2. Fungsi Estetik

Estetika busana Melayu Riau muncul dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat
dalam pakaian tersebut. Selain berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional
Riau juga mengandung makna-makna tertentu. Misalnya, warna kuning mengandung arti
kekuasaan. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja.
Warna hitam mengandung makna keberanian. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya
dipakai oleh para hulubalang dan para petarung yang melambangkan ketangkasan mereka.

3. Fungsi Religius

Pakaian tradisional daerah Riau mengandung makna dan berfungsi keagamaan.


Pengaruh Islam dalam tata cara berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian
daerah Riau, di mana fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat
pakaian perempuan yang berbentuk baju kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua
anggota tubuhnya. Selain dari bentuknya, fungsi religius pakaian tradisional Riau juga
terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk bulan dan bintang.

6
Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi religius busana
Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka gunakan untuk
upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.

4. Fungsi Sosial

Pakaian tradisional Riau mengandung makna dan berfungsi secara sosial. Pakaian
tradisional Riau yang dipakai masyarakat, baik yang berasal dari golongan bangsawan
maupun masyarakat biasa adalah sama, yaitu baju kurung. Perbedaannya hanya terletak
pada bahan dan warna yang dipilih, dikarenakan dalam tradisi masyarakat Riau warna
pakaian mempunyai lambang dan makna tertentu.

5. Fungsi Simbolik

Pakaian tradisional mempunyai makna simbolik tertentu yang dapat diterka lebih
dahulu untuk mengetahui maknanya. Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian
tradisional, perhiasan, serta kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam
upacara-upacara tradisional. Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai,
namun juga peralatan upacara yang digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam
busana tradisional masyarakat Melayu Riau misalnya sirih (lambang persaudaraan dan
kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung (tempat bernaung). Pakaian yang
dikenakan orang-orang Melayu Riau memperlihatkan bahwa hampir setiap apa yang
mereka kenakan mengacu pada simbol-simbol tertentu.

1.3 Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pakaian Melayu Riau


1. Nilai Tradisi

Busana yang dikenakan dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi selama
bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari busana
adat yang dikenakan, maka dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat yang
bersangkutan.

7
2. Nilai Pelestarian Budaya

merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari semakin
berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat Melayu Riau
merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan busana tradisional
tersebut sama artinya dengan melestarikan kekayaan budaya Melayu.

3. Nilai Sosial

Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status seseorang. Selain itu,
lewat nilai-nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga bermakna sebagai media untuk
menyatukan masyarakat. Nilai-nilai sosial itu muncul karena dalam pakaian tradisional
tersebut tersemat makna-makna tertentu yang dinilai dan ditafsirkan oleh masyarakatnya.

1.4 Tata Cara Mengenakan Pakaian Melayu Riau

I. PAKAIAN HARIAN

a. Pakaian harian masa kanak-kanak

Pakaian harian anak waktu kecil yang kita kenal Baju Monyet yang dipakai oleh
anak-anak lelaki. Kalau dia sudah meningkat besar dia memakai baju kurung teluk
belakang atau baju kurung cekak musang dan ada kalanya memakai celana setengah lutut,
memakai kopiah atau ikat kepala dari kain empat persegi yang dilipat untuk menghindarkan
sengatan binatang yang berbisa, memakai kain samping ada yang dikenakan secara utuh,
ada pula yang dibelitkan dipinggang ataupun disandang dibahu.

b. Pakaian harian anak dewasa (Akil Baligh)

Untuk anak laki-laki dewasa dia sudah membantu orang tuanya bekerja mencari
nafkah, pakai baju Teluk Belanga Belah atau baju kurung Cekak Musang, memakai kain
samping, ikat kepala atau berkopiah. Kalau pergi ke laut atau ke ladang sering memakai

8
celana setengah lutut dengan lengan yang agak sempit supaya mudah melaksanakan
pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan keras.

Kain samping tetap dipakai terutama menjaga kesopanan dan aib dari orang dan
digunakan untuk sholat ataupun bertamu menghadapi orang tua-tua serta dapat
dipergunakan untuk mempertahankan diri. Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa
sering dipakai untuk belajar ilmu silat guna mempertahankan diri dan berkesenian; belajar
zapin, membuat kelompok Mayong, sandiwara, bangsawan, dll.

Pakaian untuk anak perempuan yang sudah baligh ini adalah baju kurung, baju
Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek. Adapun kelengkapan baju kurung ini adalah kain
Sarung Pelekat atau batik Bunga, pakai tutup kepala berupa selendang dan ditambah
dengan Kain Tudung Lingkup yang dipakai bila keluar rumah. Kain Tudung Lingkup untuk
pakaian harian digunakan kain pelekat.

C. Pakaian orang tua dan setengah baya

Pakaian perempuan tua adalah baju kurung Teluk Belanga dan pada lehernya
bersulam bernama Tulang Belut. Baju ini longgar dan lapang dipakai, ada juga Kebaya
Laboh atau Kebaya Panjang hingga dibawah lutut. Kedua bentuk baju ini memakai pesak
atau kekek. Orang tua-tua ada juga yang memakai baju Kebaya Pendek dibawah pinggul
sering dipakai untuk bekerja di rumah atau di ladang dan ke laut. Kalau perempuan
setengah baya juga memakai seperti tersebut diatas, hanya bentuk bajunya agak sempit dan
pada umumnya berupa stelan baju dengan kain yang berbunga dan ada kalanya polos.
Sebagai penutup kepala mereka memakai selendang dari drihook bersegi empat dan
kemudian dibentuk segitiga dan diletakkan diatas kepala serta ujungnya disimpulkan
dileher. Orang tua maupun perempuan setengah baha selain selendang sebagai penutup
kepala, mereka juga menggunakan Tudung Lingkup dari Kain Pelekat.

Pakaian orang tua laki-laki dan setengah baya berupa baju kurung Teluk Belanga
Bertulang Belut dan baju kurung Cekak Musang. Untuk pakaian harian baju ini terbuat dari
bahan katun dan kain samping pelekat, bentuk baju agak longgar.

9
Baju Melayu bagi orang tua sering memakai baju Melayu Dagang Luar digunakan
untuk sholat dan bertamu ke tetangga.

Jadi bentuk pakaian harian bagi orang Melayu Riau adalah:

Untuk kaum perempuan baju Kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya
Pendek.

Untuk kaum laki-laki baju kurung Teluk Belanga, baju kurung Cekak Musang, celana
setengah lutut untuk anak laki-laki.

II. Pakaian Resmi dan Setengah Resmi

Bentuk pakaian setengah resmi bagi kaum laki-laki adalah baju kurung Cekak Musang
harus dilengkapi dengan: kopiah, kain samping, sepatu atau capal.

Kain samping yang dipakai tergantung pada kemampuan seseorang; boleh kain pelekat,
kain tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.

Pakaian setengah resmi ini dipakai dalam upacara keluarga, seperti; menghadiri
perkawinan, acara keagamaan, sunnat rasul, dll. Sedangkan pakaian resmi adalah pakaian
yang dipakai waktu menghadiri undangan dari Kerajaan, dari Pemerintah atau menghadiri
jemputan resmi dari suatu kegiatan. Tidaklah sopan seandainya kita menghadiri upacara
kekeluargaan atau jemputan yang terhormat dari suatu kegiatan pemerintah yang masa
dahulunya di zaman kerajaan-kerajaan di Riau, kita memakai pakaian Melayu namun tidak
memakai kopiah dan juga kain samping, maka jelaslah kita dicap orang yang tidak tahu
adat sopan orang Melayu.

Untuk menghadiri upacara resmi seperti menghadiri jemputan dari Pemerintah, atau
menghadiri Rapat Dewan yang resmi kalau kita berpakaian Melayu harus lengkap berbaju
Melayu dengan tidak memakai kasut atau capal dan harisnya memakai sepatu kulit.

Adapun bahan baju Melayu itu sebaiknya dari bahan kain sutra atau bahan-bahan yang
bagus seperti satin, atau bahan lainnya yang berkualitas.

10
Warna baju dengan warna celana harus sewarna. Dulunya pada zaman kerajaan Melayu
pada masa jayanya, tidak dibenarkan memakai warna kuning, karena warna kuning adalah
warna kerajaan dan yang berhak memakai warna kuning adalah Sultan. Untuk para Datuk
dan Orang Besar Kerajaan dalam upacara resmi sering memakai warna hitam, sedangkan
warna kain boleh bebas kecuali warna kuning dan tidak dibolehkan memakai baju hitam
berkain hitam, pakaian demikian adalah hak pemimpin yaitu Raja (Sultan). Sedangkan
pakaian untuk orang lain boleh memakai warna apa saja sesuai dengan kemampuan dan
kemauannya juga selera, asalkan tertib cara memakainya

Cara berpakaian baju Melayu orang laki-laki adalah baju Melayu Cekak Musang yaitu
leher berkerah setinggi 2 cm yang dalamnya dilapisi kain keras supaya kerah Cekak
Musangnya kelihatan lebih rapi. Pada leher dipasang dua buah butang baju, dan 3 buah
butang baju dibagian depan keras lebih kurang 22 cm dari leher ke dada.

Perlengkapan lain memakai baju Melayu Cekak Musang adalah kopiah hitam dan tidak
memakai apa-apa di kopiah. Pada kopiah adakalanya dipakai kain putih yang dibelitkan di
kopiah pada upacara meninggalnya atau (mangkat) seorang Sultan atau Pemimpin Negeri.
Kain yang dipakai untuk mengikuti upacara resmi ini adalah kain samping yang terpilih,
seperti: tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.

Sistem memakai kain samping ini diikat di samping pinggang yang disebut ikat kain
dagang dalam, karena baju terletak diluar kain disebut ikat kain dagang luar. Mengikat kain
tidak boleh sembarangan karena sudah ada ketentuannya antara lain: tinggi kain bagi orang
dewasa hanya setinggi lutut, sedangkan orang sudah berumur, tinggi kainnya 3 jari dibawah
lutut. Kalau orang sudah lanjut usia umumnya memakai kain sering jauh dibawah lutut.

Bentuk pakaian resmi dan setengah resmi kaum perempuan adalah baju kurung Teluk
Belanga dan baju Kebaya Laboh. Bahan baju ini dibuat dari bahan sutra, satin atau bahan
brokat serta bahan yang bagus lainnya tergantung dengan kemampuan si pemakai.
Persyaratan baju Melayu kaum perempuan ini karena dia disebut Baju Kurung maka jelas
baju ini mengurung bagian aurat di badan agar tidak kelihatan, tidak terlalu sempit, tidak
terlalu tipis yang memperlihatkan kulit badan.

11
Untuk kain yang dipakai adalah kain tenunan atau kain pilihan, seperti: kain Siak,
tenunan Indragiri, tenunan Daek atau kain tenunan lain yang bercorak Melayu.

Ukuran baju resmi dan setengah resmi bagi remaja panjang baju adalah 3 jari diatas
lutut sedangkan orang tua 3 jari dibawah lutut. Untuk pemakaian kain adalah dengan cara
kepala kain diletakkan di muka.

Untuk hiasan dikepala harus memakai sanggul yang disebut sanggul Jonget, sanggul
Lintang atau sanggul Lipat Pandan. Setelah rambut disanggul kepala ditutup dengan kain
tudung yang seharusnya tidak kelihatan rambut. Kain tudung untuk pakaian resmi dan
setengah resmi ini adalah kain selendang anjang dan sekarang ini kaum wanita yang Islam
umumnya menggunakan jilbab.

Memakai perhiasan didada sesuai dengan kemampuan sipemakai. Untuk alas kaki
dipakai kasut yang dipilih sesuai selera, tidak memakai sendal jepit sebaiknya pakailah
kasut yang memakai hak rendah atau hak tinggi. Warna yang dipakai dapat dipilih sesuai
dengan selera dan juga disesuaikan dengan suasana waktu siang atau malam, agi atau sore.

III. Pakaian Upacara Adat

Yang dimaksud upacara adat adalah suatu kegiatan yang dibuat oleh Pemerintah (Kerajaan)
antara lain:

 Upacara penobatan Raja & Permaisuri,


 Upacara pemberian gelar,
 Upacara pelantikan Datuk-Datuk, Ketua Adat atau Menteri Kerajaan,
 Upacara menjunjung duli,
 Upacara menyambut tamu-tamu agung atau tamu-tamu yang dihormati,
 Upacara adat menerima anugerah dan persembahan dari rakyat atau dari negara lain
yang bersahabat.

12
Upacara seperti ini diatur oleh Kerajaan dizaman dahulunya, kalau sekarang diatur oleh
Pemerintah atau Lembaga Adat Melayu Riau. Warna baju yang dipakai untuk upacara adat
adalah warna hitam, berkain samping sesuai dengan tingkat derajatnya, stelan kuning dan
stelan hitam adalah kain yang dipakai untuk Sultan atau Pemimpin Negeri. Kalau Sultan
dalam upacara adat memakai tanjak hitam, demikian juga kalau memakai warna kuning
harus seluruhnya berwarna kuning pula.

Kalau Datuk-Datuk orang besar dalam upacara adat memakai baju berwarna hitam
berkain samping apa saja warnanya sesuai dengan seleranya, itulah sebagai pertanda
perbedaan pimpinan dan bukan pimpinan.

a. Pakaian adat untuk kaum perempuan

Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum perempuan
baik muda maupun tua sama saja. Baju yang dipakai adalah baju kurung Teluk Belanga,
baju Kebaya Laboh, bagi anak gadis baju Kebaya Laboh Cekaka Musang.

Kepala memakai tudung Mente dan memakai tudung Kain Lingkup. Tudung Kain
Lingkup apabila masuk ke ruangan kain Tudung Lingkup dilipatkan dipinggang kemudian
dijepit dipinggang.

Rambut disanggul dengan bentuk sanggul Melayu, seperti sanggul Jonget, sanggul
Lintang, dan sanggul Lipat Pandan. Perhiasan dipakai didada yang disebut dokoh dan
gelang serta anting-anting.

Warna baju yang dipakai isteri Datuk-Datuk dan Orang Besar adalah warna hitam
stelan dan berkain samping atau Tudung Lingkup yang berwarna lain. Warna kuning hanya
dipakai oleh Sultan dan Permaisuri atau Pimpinan Tertinggi di daerahnya.

b. Pakaian adat untuk kaum laki-laki

Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum lelaki adalah
baju kurung Cekak Musang, tidak dipakai baju kurung Teluk Belanga. Warna pakaian adat

13
kaum lelaki berwarna hitam dari bahan saten atau bahan sutera dilengkapi dengan
perlengkaan sebagai berikut:

 Baju stelan dengan celana panjang sampai ketumit,


 Kain samping terbuat dari tenunan sendiri, seperti; tenun Siak, Indragiri, tenunan
Daek, dll,
 Tanjak sebagai penutup kepala,
 Bengkung pengikat pinggang,
 Sebilah keris Melayu Sepukal, atau Tuasik atau Tilam Upih,
 Kasut capal atau sepatu.

Untuk Sultan atau Pimpinan Tertinggi memakai baju Cekak Musang berwarna kuning
atau hitam satu stel baju, celana dan kain samping. Stelan baju penuh dengan taburan bunga
cengkeh, bintang dari ornamen yang ditenun khusus. Sultan memakai tanjak yang bernama
Belah Mumbang atau Elang Menyongsong Angin serta bertingkat 3 atau 5.

Biasanya Sultan memakai dua keris, satu yang pendek satu yang panjang, biasanya
keris yang anjang dibawa oleh pengawalnya yang sangat dipercaya. Pakaian adat dipakai
pada upacara adat seperti penobatan Raja-Raja, emberian gelar, penyambutan tamu agung,
musyawarah besar adat dan upacara adat yang digelar oleh Kerajaan atau Pemerintah.

Memakai Bengkung tergantung tingkat seseorang dalam jabatannya dimasyarakat adat


atau jabatan dalam struktur Kerajaan, seperti: Orang Besar Kerajaan, Putera Mahkota,
angeran, kaum bangsawan, Datuk-Datuk, Datuk Bendahara, Datuk Laksemana, Datuk
Panglima, Penghulu, Batin, Tongkat (wakil Batin) dan para pengawal.

Yang memakai selempang dari kanan ke kiri adalah Sultan berwarna kuning, sedangkan
para pengawal memakai warna merah diujung lengan dan bengkung serta ikat kepala
berwarna merah. Kecuali para pengawal yang mendampingi Sultan kemana saja adalah
Hulubalang yang tangguh memakai pakaian hitam berkain samping kain Lejo dan memakai
bengkung warna kuning dan memakai les merah.

14
IV. Pakaian Upacara pengantin
a. Pakaian pengantin laki-laki

Bentuk pakaian pengantin laki-laki orang Melayu Kepulauan atau Pesisir serta orang
Melayu Daratan tidaklah berbeda jauh bentuk bajunya berupa baju kurung Cekak Musang
atau baju kurung Teluk Belanga, kecuali di daerah Lima Koto Kampar baju pengantinnya
berbentuk jubah yaitu baju terusan panjang hingga kebawah menutup mata kaki.

Perlengkapan pakaian laki-laki sebagai seorang pengantin Melayu adalah:

Baju kurung Cekak Musang dari bahan tenunan satu stelan baju dan celana sama warnanya,

Dikepala memakai Destar berbentuk mahkota dan adakalanya pengantin memakai tanjak,

 Memakai Sebai disebelah bahu kiri,


 Memakai kain samping dengan bunga kain kedepan,
 Pakai Bengkung,
 Pakai Keris,
 Pakai kalung panjang dilehernya pertanda ikatan keluarga,
 Membawa Sirih Lelat,
 Pakai kasut capal atau sepatu kulit.

Pakaian ini dipakai ada upacara langsung dimana pengantin laki-laki turun dari rumah
ayah dan bundanya menuju kerumah pengantin perempuan. Untuk mengikuti acara akad
nikah dan acara lainnya pengantin laki-laki memakai baju kurung Cekak Musang yang
lengkap dengan memakai kopiah, kadang-kadang kopiah dihias dengan permata, kalau
Orang Besar Kerajaan dan orang Bangsawan memakai lambang Kerajaan.

b. Pakaian pengantin perempuan

Pakaian upacara adat perkawinan bagi pengantin perempuan dalam masyarakat Melayu
Riau terdapat beberapa bentuk tergantung pada kegiatan yang akan dilaksanakan, seperti :
acara malam berinai, uacara akad nikah, acara bersanding, acara mandi damai serta acara
berandam.

15
Pakaian pengantin perempuan dalam upacara malam berinai memakai pakaian Kebaya
Laboh atau baju kurung Teluk Belanga, memakai hiasan dan pperhiasan serta memakai
sanggul Melayu.

Pakaian pengantin pada upacara berandam hampir sama dengan memakai pakaian
Melayu harian; Kebaya Laboh atau Kebaya Pendek atau baju kurung Teluk Belanga.
Rambut disanggul dengan sanggul Lipat Pandan atau sanggul Siput Jonget dihiasi dengan
bunga-bunga hidup seperti cempaka, bunga melur dan bunga tanjung. Muka pengantin
dibersihkan dan dicukur bulu romanya, dan dihias bulu keningnya. Setelah berandam
dimandikan dengan air tujuh bunga serta memakai kain kemban didada.

Pengantin pada acara akad nikah berpakaian baju kurung Teluk Belanga atau baju
kurung Kebaya Laboh, kepala ditutup dengan hiasan serta memakai tudung Mente.
Sedangkan dada diberi perhiasan Dokoh bertingkat, pakai Pending, pakai Sebai dikanan
dan duduk dikamar pengantin.

Pakaian pengantin pada upacara langsung atau bersanding : pengantin perempuan


memakai akaian Melayu Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga lengkap dengan
atributnya kepala memakai pekakas andam dan dikening diletakkan Ramen perhiasan emas
atau dibuat dari tekatan bedang emas, dada dihiasi dengan Dokoh bertingkat, lengan diberi
gelang berkepala naga, dilengan bawah memakai gelang patah semat, sedangkan dikaki
bergelang kaki berlipat rotan emas.

Dibahu kanan memakai sebai bertekat emas berjurai kelengan, pada pinggang memakai
pending emas, dijari pakai canggai. Canggai hanya terlekat di ibu jari dan dijari kelingking
(kedua belah jarinya). Kaki dipakai sepatu tertutup jari berwarna sesuai dengan kehendak
pengantin berhak sedang yang disebut selepa. Pakaian waktu mandi damai berpakaian baju
kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh atau baju Kebaya Pendek yang dibuat khusus
untuk upacara mandi damai. Upacara mandi damai adalah suatu upacara untuk menyatakan
syukur bahwa pengantin telah bersatu.

16
V. Pakaian Upacara Keagamaan (Ritual)

Pakaian acara keagamaan ini disesuaikan pemakaiannya pada acara kegiatan


keagamaan yang akan kita laksanakan atau yang akan kita hadiri.

Bagi Pembesar Agama seperti Qodhi, Imam Mesjid memakai jubah berwarna hitam,
panjang jubah sampai dimata kaki, kepala memakai terbus dan dibelit dengan kain tipis
berwarna putih, biasanya dibuat berwarna merah. Bilal :biasanya memakai jubah berwarna
hijau lumut disebelah luarnya sedangkan didalam tetap memakai baju kurung Cekak
Musang dan juga memakai terbus dibalut kain putih tipis. Gharin Mesjid memakai baju
Melayu Dagang Luar dengan memakai kopiah hitam atau kopiah haji dan memakai kain
samping pelekat.

Sedangkan orang biasa dalam acara agama ada terbagi dua:

 Kalau acara resmi dalam rangka kegiatan Hari Raya, pada hari-hari besar agama
memakai pakaian baju Melayu lengkap seperti baju Melayu Cekak Musang atau
baju Melayu Teluk Belanga, yang disebut baju Melayu Dagang Dalam.
 Untuk pergi sholat Jum’at biasanya boleh memakai baju Melayu harian atau baju
Melayu Dagang Luar dengan memakai kain samping kain pelekat dan pakai kopiah,
pada umumnya kalau sudah pernah menunaikan ibadah haji bisa memakai kopiah
haji.

17
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut, Pakaian harian dipakai setiap hari, baik oleh
anak-anak, dewasa, maupun orang tua. Pakaian sehari-hari dikenakan untuk berbagai
kegiatan harian, misalnya saat bekerja di ladang, bermain, ke laut, di rumah, maupun
kegiatan yang lain. Jenis pakaian untuk perempuan dikelompokkan menjadi pakaian
perempuan anak-anak dan pakaian perempuan dewasa Sedangkan pakaian resmi atau
pakaian adat dikenakan pada acara-acara tertentu yang berkenaan dengan kegiatan resmi
atau pada saat acara adat. Warna, bentuk, dan model pakaian adat ditentukan berdasarkan
filosofi masyarakat Melayu Riau yang mengandung nilai-nilai tertentu.

Selain itu, pakaian dan perhiasan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan atau
kegunaan estetika, namun juga mengandung semangat tertentu. Semangat tersebut
melingkupi nilai budi dan kejujuran hidup.

1.2 Saran

Pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau merupakan salah satu kekayaan nasional yang
wajib dilestarikan. Masyarakat Riau sendiri sadar bahwa busana tradisional ini suatu ketika
akan punah bila tidak dilestarikan.

18
DAFTAR PUSTAKA

M.A. Effendi, et al. 2004. Busana Melayu, Pakaian Adat Tradisional Daerah Riau.
Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau.

O.K. Nizami Jamil et al. 2005. Pakaian Tradisional Melayu Riau. Pekanbaru: LPNU Press
dan Lembaga Adat Melayu Riau.

Siti Zainon Ismail, 2004. “Busana Melayu Melaka” dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan
Mohd. Nefi Imran, 2004. Busana Melaka. Bukit Peringgit: Institut Seni Malaysia Melaka.

19

Anda mungkin juga menyukai