Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

BMR
PAKAIAN ADAT KAMPAR

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Devi Oktriana
Fani Aulia
Mila Sartika
Morajulu Marbun
Putri Rahayu

Kelas Xl MIPA 4

SMAN 1 PINGGIR
TP. 2021/2022
PAKAIAN ADAT KAMPAR

Kebaya Labuh dan Teluk Balangga adalah baju adat dari Kepri. Berasal dari
Sumatera, pakaian adat ini merupakan sebuah kekayaan lokal yang ditetapkan oleh
pemerintah Kepulauan Riau sebagai ikon pakaian adat dari daerah ini. Hal ini berdasarkan
pada keunikan dan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh pakaian ini sehingga merupakan
nilai tambah tersendiri sebagai ciri khas kekayaan budaya Kepulauan Riau. Salah satu unsur
budaya lokal Sumatera yang masih tetap eksis adalah baju adat. Setiap wilayah di Sumatra
punya ciri khas tersendiri. Pakaian adat ini terdiri atas dua jenis pakaian adat untuk laki-laki
dan wanita, yaitu Kebaya Labuh dan Teluk Balangga. Kedua baju adat ini merupakan
warisan kebudayaan yang berasal dari masa kejayaan Islam di Riau. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, kedua pakaian adat ini banyak digunakan oleh seluruh masyarakat Riau
dan menjadi bagian dari pakaian adat dari Kepulauan Riau.

Sejarah

Kebaya Labuh merupakan pakaian adat wanita yang biasa dikenakan pada saat upacara adat.
Selain itu pakaian ini juga digunakan pada banyak kesempatan acara-acara resmi. Pakaian ini
bisa digunakan pada saat upacara pernikahan. Di Riau, busana untuk wanita dikenal dengan
sebutan Kebaya Labuh. Jenis pakaian adat Kebaya Labuh merupakan salah satu jenis busana
kurung yang banyak dipakai oleh masyarakat suku Melayu seperti halnya di Riau ini. Ciri
khas baju kurung adalah rancangan yang longgar pada lubang lengan, perut, dan dada. Pada
saat dikenakan, bagian paling bawah baju kurung berada pada posisi sejajar dengan pangkal
paha. Namun ada juga yang berbeda, yaitu untuk kasus yang jarang ada pula yang
memanjang hingga sejajar dengan lutut.[3] Baju kurung tidak pula berkerah, tiap ujungnya
direnda. Beberapa bagiannya sering dihiasi sulaman berwarna keemasan.Pakaian ini konon
menjadi jenis baju kurung tertua yang masih ada hingga saat ini. Bentuk kebaya labuh sekilas
hampir sama seperti kebanyakan kebaya. Akan tetapi bagian bawah Kebaya Labuh ini dibuat
menjuntai sampai menutupi bagian lutut penggunanya. Sama halnya dengan kebaya pada
umumnya, kedua sisi depan kebaya labuh ini dikaitkan dengan 3 kancing. Sehingga bagian
bawah kebaya terlihat terbuka dan melebar.

Pada awalnya, baju kurung atau Kebaya Labuh ini digunakan untuk upacara
kebesaran Melayu. Di kala itu biasanya kaum perempuanlah di lingkungan kerajaan yang
bisa menggunakan baju tersebut. Biasanya pakaian ini dipakai bersamaan dengan kain
songket untuk dijadikan sebagai bawahan sarungnya, lalu juga dilengkapi dengan aneka
perhiasan emas, dan dipadu padan dengan sebuah tas ataupun kipas. Hal ini berkaitan dengan
kebudayaan masyarakat Melayu yang memeluk Islam, banyak perempuan yang
menggunakan padu padan baju kurung dengan penutup kepala seperti halnya jilbab. Namun
ada juga yang tidak menggunakannnya bersamaan dengan jilbab.[3] Kini baju kurung banyak
dipakai oleh masyarakat biasa. Banyak masyarakat menggunakannya di antaranya adalah
digunakan anak-anak untuk mengaji, atau ibu-ibu untuk ke pasar, tanpa disertakan pernak-
pernik yang terkesan mewah.

Sebuah catatan dari Tiongkok yang menyebutkan bahwa pada abad ke 13, masyarakat
Melayu, laki-laki ataupun perempuan, hanya menggunakan penutup tubuh bagian bawah.
Baru beberapa saat kemudian, para wanita Melayu menggunakan penutup atas tubuhnya
dengan melilitkan sarung di sekeliling dada. Di saat itu celana juga sudah mulai banyak
digunakan, yaitu dengan model gunting Aceh yang merupakan model celana yang
panjangnya hanya sedikit di bawah lutut.[3][4]

Namun kemudian kegiatan perdagangan membawa pengaruh budaya asing yaitu


berupa barang-barang dari Tiongkok, India, dan Timur Tengah mulai berdatangan. Selain
perniagaan, hal ini juga membuat masyarakat Melayu mulai terpapar dengan cara berpakaian
orang-orang asing tersebut. Orang Melayu juga mengadopsi Islam sebagai agama mereka,
dan ini memengaruhi cara berpakaian karena di dalam agama baru ini terdapat kewajiban
untuk menutup aurat baik bagi perempuan maupun laki-laki. Puncaknya adalah di sekitar
tahun 1400. Pada saat itu pakaian Melayu digambarkan dengan jelas dalam karya
kesusasteraan Sejarah Melayu atau Malay Annals. Di sinilah kita dapat melihat kemunculan
baju kurung. Di kala itu sudah mulai biasa bagi orang Melayu untuk memakai pakaian
dengan model tunik untuk menutupi tubuh mereka.[3] Baju kurung sebenarnya merupakan
jenis pakaian yang dipakai oleh laki-laki maupun perempuan. Namun sekarang ini ada
kecenderungan untuk baju kurung hanyalah digunakan oleh kaum perempuan.

Pasangan dari pakaian Kebaya Labuh ini adalah busana Teluk Balangga. Beberapa
daerah di Indonesia juga memiliki baju adat pria dengan jenis yang sama. Jambi, Riau, dan
Pontianak merupakan tiga daerah yang memiliki pakaian adat ini. Ketiganya memiliki
kesamaan namun tetap ada ciri khasnya masing-masing, utamanya jika meninjau kesamaan
budaya dari ketiga provinsi tersebut. Kalau di Pontianak laki-laki dan perempuan
menggunakan baju Teluk Balangga. Untuk bajunya disebut dengan baju Teluk Balangga laki
dan Teluk Balangga perempuan. [5]Nama lain dari Teluk Balangga ini adalah baju kurung.
Banyak nilai-nilai keislaman dan filosofi yang tercermin pada baju adat Teluk Balangga ini.

Ciri Khas

Kebaya Labuh adalah pakaian adat Kepulauan Riau untuk wanita yang berbentuk
kebaya dengan panjang hingga sebawah lutut. Kebaya Labuh juga digunakan untuk acara-
acara resmi seperti upacara adat dan perkawinan. Kebaya Labuh dipadukan dengan kain batik
sebagai bawahan. Ciri khas dari baju adat Kebaya Labuh dan Teluk Belangga adalah panjang
kebaya hingga menutupi lutut dengan bentuk kebaya tampak melebar dan terbuka, Kebaya
Labuh dipadukan dengan kain batik semisal kain cual.

Teluk Belanga adalah pakaian adat Kepulauan Riau untuk pria yang berwarna polos.
Teluk Belanga dipadukan dengan celana panjang yang sewarna dan sarung yang dipakai
sebatas lutut yang berfungsi sebagai selendang. Pakaian adat Kebaya Labuh memiliki bentuk
dengan ciri khas yang khusus. Pakaian adat ini memiliki 3 buah kancing. Bagian bawah dari
kebaya ini memiliki potongan yang lebih panjang dibandingkan dengan kebaya yang lainnya.
[4] Pakaian adat ini secara umum terbuat dengan menggunakan bahan kain sutera Cina, kain
broklat. Sedangkan untuk sarungnya menggunakan bahan dari kain songket. Kebaya Labuh
memiliki bentuk sama halnya dengan kebanyakan kebaya lainnya, tetapi ada 3 buah kancing.
Yang membedakannya dengan berbagai jenis kebaya yang lain adalah bagian bawah dari
Kebaya Labuh ini lebih panjang. Kebaya Labuh ini memiliki dua jenis yaitu Kebaya Labuh
Nyonya dan Kebaya Labuh Pendek.

Untuk pernikahan, pengantin laki-laki mengenakan penutup kepala yang disebut


Tanjak. Tanjak adalah kain songket yang berbentuk persegi empat dan kemudian dilipat
sehingga menjadi ikat kepala. Ciri khas dari baju adat Teluk Balangga adalah berwarna polos
yang dipadukan dengan celana panjang yang memiliki warna senada, sarung yang dipakai
sebatas lutut yang berfungsi sebagai selendang, ikat kepala yang terbuat dari kain songket
yang disebut tanjak.Karena merupakan pasangan dari pakaian adat Kebaya Labuh, busana
Teluk Balangga hanya dikenakan oleh para pria saja. Pakaian ini terdiri dari atasan yang
berlengan panjang. Bagian bawah dari pakaian ini menggunakan celana panjang dan
dilengkapi sarung berukuran pendek. Busana Teluk Balangga memiliki motif yang cukup
sederhana. Warna yang digunakan biasanya menggunakan warna hitam, abu-abu, ataupun
berbagai warna yang netral.

Pada sebuah baju Teluk Balangga, terdapat penggunaan kancing yang telah baku.
Sebuah baju teluk boleh memilih menggunakan satu kancing atau tulang belut, tiga kancing
dan lima kacing atau cekak musang. Ketiganya punya arti masing-masing. Satu kancing
bermakna tauhid, tiga kancing biasa dimaknai Allah, Muhammad, Adam dan lima kancing
dimaknai sebagai rukum islam.

Anda mungkin juga menyukai