Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tritura bermula dari aksi yang dilkukan oleh Gerakan 30 September, yang
segera diketahui oleh masyarakat bahwa PKI terlibat di dalamnya oleh karena itu
berbagai elemen masyarakat melakukan demonstrasi-demonstrasi menuntut
kepada Pemerintah untuk membubabarkan PKI beserta ormas-ormasnya. Akan
tetapi Pemerintah tidak segera mengambil tindakan yang tegas terhadap PKI yang
telah melakukan penghianatan terhadap bangsa dan negara. Apalagi kondisi
ekonomi yang memburuk, harga-harga melambung tinggi sehingga menambah
penderitaan rakyat. Hal inilah yang melatar belakangi munculnya kesatuan-
kesatuan aksi pada tanggal 25 Oktober 1965, terbentuklah Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti oleh Kesatuan-Kesatuan aksi
yang lain, misalnya Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia(KPPI), Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI), dan
Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI).

Ketika gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI semakin


keras Pemerintah tidak segera megambi tindakan. Oleh karena itu pada tanggal 10
Januari 1966 KAMI dan KAPPI memelopori Kesatuan-Kesatuan Aksi yang
tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tiga Tuntutan
Hati Nurani Rakyat yang terkenal dengan TRI TUNTUTAN RAKYAT
(TRITURA).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana reaksi Bangsa Indonesia sebagai tanggapan terhadap batalnya
pembubaran PKI ?
2. Bagaimana isi TRITURA ?

1
1.3 Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:

1. Mengetahui kenyataan bentuk sebuah bendung beserta bagian-bagiannya.


2. Memahami fungsi sekaligus mekanisme kerja sebuah bendung.
3. Mengetahui pentingnya hutan untuk ekosistem hulu dan hilir sungai.
4. Mengetahui kejadian alam yang terjadi bila ada dan dengan tidak adanya
hutan.
5. Mengetahui keadaan hilir sungai di masa yang akan datang bila erosi terus
terjadi dan membawa material-material yang akan memberikan perubahan
pada fisik hilir sungai.
6. Mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat sekitar
daerah hulu maupun hilir sungai untuk mencegah erosi agar tidak terjadi
sedimentasi pada hilir sungai.
7. Mengurangi genangan air di daerah luapan banjir pada alur Kali Babon,
sehingga kerugian akibat banjir berkurang.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Dalam makalah ini, penulis berharap kepada pembaca :


2. Agar bisa lebih mengetahui fungsi dan manfaat bendung dalam pengairan
3. Agar bisa lebih mengetahui fungsi dan manfaat ekosistem hutan dan
daerah aliran sungai.
4. Agar bisa menjaga ekosistem hutan dan lingkungan sekitar sehingga akan
selalu melindungi ekosistem tersebut.
5. Agar mempunyai pengetahuan luas tentang kejadian alam yang terjadi di
ekosisitem sekitar.
6. Agar masyarakat memahami tindakan apa saja yang harus dilakukan dan
dilarang dilakukan.

1.5 Metode dan Prosedur

Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan
Peninjauan lapangan, pengamatan, serta wawancara.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tritura

Kondisi Indonesia di tahun 1960-an sangat bergejolak. Presiden Soekarno


memposisikan Indonesia berlawanan dengan negara-negara barat. Sikap anti neo-
kolonialisme dan neo-imperialisme menyebabkan Indonesia kehilangan dukungan
dari luar negeri di bidang politik maupun ekonomi. Sejarawan Asvi Warman
Adam dalam Bung Karno Dibunuh Tiga Kali? (2010) menjelaskan, saat itu harga
membumbung tinggi.

Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Soekarno mengumumkan


perombakan kabinet. Dalam kabinet itu duduk para simpatisan PKI. Kenyataan ini
menyulut kembali mahasiswa meningkatkan aksi demonstrasinya. Tanggal 24
Februari 1966 mahasiswa memboikot pelantikan menteri-menteri baru. Dalam
insiden yang terjadi dengan Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden
Soekarno, seorang mahasiswa bernama Arif Rahman Hakim tewas tertembak.
Pada tanggal 25 Februari 1966, KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak
mengurangi gerakan-gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura).

Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti


keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (dikenal dengan nama "Supersemar")
oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada Mayor Jenderal Soeharto

3
selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk
memulihkan keamanan dan ketertiban.

2.2. Supersemar

Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat
menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden
Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi
perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan
yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.

Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari
Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah.
Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai
versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan
oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.

2.3. Doalisme Kepemimpinan Nasional

Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada
dalam kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi
mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun
ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-
kelompok politik. Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan
Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini dengan memperuncing
persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang
kala itu berniat mempersenjatai diri. Sebelum sempat terlaksana, peristiwa
Gerakan 30 September terjadi dan mengakibatkan diberangusnya Partai Komunis
Indonesia dari Indonesia. Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai
melemah.

4
2.4. Stabilitas Dan Rehabilitas Ekonomi

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan


pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:

 Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan.


Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
 MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan serta program stabilisasi dan rehabilitasi.

Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional,


terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi
ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak
terus. Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana
yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan


MPRS tersebut adalah:

 Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang


menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan
ekonomi tersebut adalah:

1. Rendahnya penerimaan negara.


2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
3. Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.

4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.


5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada
kebutuhan prasarana.

 Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian


 Berorientasi pada kepentingan produsen kecil

5
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah
Orde Baru menempuh cara:

 Mengadakan operasi pajak
 Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan
perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan
menghitung pajak orang.
 Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin),
serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
 Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.


Pemerintah Orde Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-
1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk
Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan
ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang
khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi
nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing
sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.

Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan


berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama,
Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana sosial dan
ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan
disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok
kepentingan tertentu. Dampaknya, lembaga negara tidak dapat melaksanakan
fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.

2.5. Perkembangan Politik

Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Organisasi masanya

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan,


Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan

6
kebijakanMembubarkan Partai Komunis Indonesia pada tanggal 12 Maret 1966
yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966

 Menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai partai terlarang di


Indonesia
 Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September 1965.

Penyederhanaan Partai Politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada


masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhanaan dan
penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik.
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan
ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan sosial politik itu
adalah:

 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU,


Parmusi, PSII, dan PERTI
 Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI,
Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
 Golongan Karya

Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru


dalam upaya menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan
pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi di masa Orde Lama, karena adanya
perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsi serta pemahaman
Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali


pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam
setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru,
Golkar selalu memenangkan Pemilu.[18]

7
Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde
Baru, Golkar memperoleh 74,51% dengan perolehan 325 kursi di DPR.[19] Ini
merupakan perolehan suara terbanyak Golkar dalam pemilu. [20] Adapun PPP
memperoleh 89 kursi dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara dengan
hanya mendapat 11 kursi di DPR.[21]

Kemorosotan perolehan suara PDIP disebabkan adanya konflik intern di


tubuh partai berkepala banteng tersebut. PDI akhirnya pecah menjadi PDI Suryadi
dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP. Penyelenggaraan
Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu
berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun
dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontestan
Pemilu saja yaitu Golkar. Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak
Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah yang
perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah
memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam
periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain
itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya
dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.

Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI

Menurut Connie Rahakundini Bakrie, Orde Baru menempatkan militer


sebagai pemain sentral dalam perpolitikan melalui doktrin Dwi Fungsi ABRI.
[22]
 Selain menjadi angkatan bersenjata, ABRI juga memegang fungsi politik,
menjadikannya organisasi politik terbesar di negara. Timbulnya pemberian peran
ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang
dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah
sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan
tanpa melalui Pemilu.

Dasar hukum pelaksanaan Dwifungsi ABRI di antaranya yakni Ketetapan


MPR, yaitu sejak TAP MPR(S) No. II Tahun 1969 hingga TAP MPR No. IV
Tahun 1978.[23] Selain itu, dasar hukumnya yakni Undang-Undang (UU) No. 15

8
dan 16 tahun 1969 yang diperbarui menjadi UU No. 4 dan 5 tahun 1975.
[24]
 Pengukuhan peran ABRI sebagai kekuatan sosial politik ditegaskan  dalam UU
No. 20 Tahun 1982.[25] Dalam penjelasan pasalnya disebutkan bahwa prajurit
ABRI dalam bidang sosial politik bertindak selaku dinamisator dan stabilisator.
[26]
 Peran dinamisator sebenarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang
Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan
meneruskan perjuangan, walaupun pemimpin pemerintahan telah ditahan Belanda.
Demikian juga halnya yang dilakukan Soeharto ketika menyelamatkan bangsa
dari perpecahan setelah Gerakan 30 September, yang melahirkankan Orde Baru.

Secara kekuatan, ABRI juga menjadi lemah dibandingkan negara Asia


Tenggara lainnya.[27] Saat itu, hanya ada 533.000 prajurit ABRI, termasuk Polisi
yang kala itu masih menjadi bagian dari ABRI.[27] Angka ini, yang hanya
mencakup 0,15 persen dari total populasi, sangat kecil dibanding Singapura
(2,06%), Thailand (0,46%), dan Malaysia (0,68%).[27] Pendanaan yang didapatkan
ABRI pun tak kalah kecil, hanya sekitar 1,96% dari total PDB, sementara
angkatan bersenjata Singapura mendapatkan 5,48% dan Thailand 3,26%.[27] Selain
itu, peralatan dan perlengkapan yang dimiliki juga sedikit; ABRI hanya memiliki
100 tank besar dan 160 tank ringan.

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan


mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal
dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung
pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan
konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4
secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan
membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga
dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan
terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada
dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Sehingga sejak

9
tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam
kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan
asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal
merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan
demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan
Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem
sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru,
dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama
Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri
Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Pancasila dianggap memiliki
kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.

Kembali menjadi anggota PBB

Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota
PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh
Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia
menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh
PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua
Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Dan Indonesia juga
memulihkan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia,
dan negara-negara lainnya yang sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde
Lama.

Normalisasi Hubungan dengan Negara lain

Pemulihan Hubungan dengan Singapura

Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman,


hubungan Indonesia dengan Singapura berhasil dipulihkan kembali. Pada
tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas
Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Lalu pemerintah
Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan
diplomatik dengan Indonesia.

Pemulihan Hubungan dengan Malaysia

10
Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia

Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya


perundingan di Bangkok pada 29 Mei - 1 Juni 1966 yang menghasilkan
Perjanjian Bangkok. Isi perjanjian tersebut adalah: [28]

1. Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang


telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi
Malaysia.
2. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.
3. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.

Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan


hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam
Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).

Pembekuan Hubungan dengan RRT

Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintah Republik Indonesia


membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Keputusan tersebut dilakukan karena RRT telah mencampuri urusan dalam negeri
Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada Gerakan 30 September baik
untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah
terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa
kecewa dengan tindakan teror yang dilakukan orang-orang Cina terhadap gedung,
harta, dan anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di Peking.
Pemerintah RRT juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-

11
tokoh Gerakan 30 September di luar negeri, serta secara terang-terangan
menyokong bangkitnya kembali Partai Komunis Indonesia. Melalui media
massanya RRT telah melakukan kampanye menyerang Orde Baru. Pada 30
Oktober 1967, Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Besar
di Peking.

2.6. Perkembangan Ekonomi

Kerjasama Luar Negeri

 Pertemuan Tokyo
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama
juga mewariskan utang luar negeri yang sangat besar, yakni mencapai 2,2 - 2,7
miliar, sehingga pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor untuk
dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20
September 1966 pemerintah Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-
negara kreditor di Tokyo Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa
devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang
yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini
mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun
dilanjutkan di Paris, Prancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut:

1. Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari


tahun 1970 sampai dengan 1999.
2. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang
sama besarnya.
3. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
4. Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik
terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.

 Pertemuan Amsterdam
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan
di Amsterdam, Belanda yang bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan
bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunas,
yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia).
Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi
kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi
ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan
bantuan luar negeri tersebut, pemerintah juga telah berusaha mengadakan
penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali
(rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan
tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri.

12
2.7. Perkembangan Sosial Budaya

Posisi Indonesia terletak di persimpangan dua Samudra (Hindia dan Pasifik)


dan dua Benua (Asia dan Australia), yang sejak dahulu merupakan daerah
perlintasan dan pertemuan berbagai macam agama dan ideologi serta kebudayaan.

Dalam kondisi yang demikian, maka terdapat 5 lapisan perkembangan sosial


budaya Indonesia:

1. Lapisan sosial budaya lama dan asli, yang memperlihatkan persamaan yang
mendasar (bahasa, budaya, dan adat) di samping perbedaan-perbedaan dari daerah
kedaerah. Persatuan dan kesatuan yang bersumber kepada lapisan ini tidak di
tiadakan oleh datangnya agama dan nilai-nilai baru.

2. Lapisan keagamaan dan kebudayaan yang berasal dari India, wilaya


Indonesia merupakan pusat pengembangan peradaban Hindia di pulau Jawa,
namun kesadaran akan kebersamaan tetap dijunjung tinggi (Bineka Tunggal Ika).

3. Lapisan yang datang dengan agama Islam tersebar luas di Wilayah Indonesia
yang sekaligus juga memberikan corak tata kemasyarakatan, sebagaimana halnya
agama Budha dan Hindu yang telah memberi warna pada tatanan masyarakat dan
struktur ketata Negaraan.

4. Lapisan yang datang dari Barat bersama dengan agama Kristen melengkapi
kehidupan umat beragama di Indonesia di tengah tengah pengaruh dominasi asing
yang silih berganti dari kerajaan kerajaan Spanyol, Portugis, Belanda, dan Inggris.

5. Lapisan kebudayaan Indonesia yang dimualai kesadaran bangsa. Munculnya


rasa nasionalisme yang tinggi terhadap kekuasaan asing telah memberikan
inspirasi dan tekad untuk mendorong lahirnya gerakan Budi Utomo tanggal 20
Mei 1908, kemudian disusul dengan pemantapan Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober 1928.

2.8. Perkembangan Pembangunan

Pembangunan Nasional

 Trilogi Pembangunan
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah
selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan

13
pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah
waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan
Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan
Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka
mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan
Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh
aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu:

1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia


2. Meningkatkan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial

 Pelaksanaan Pembangunan Nasional


Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan
melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan
Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima
Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam
Pelita yaitu:

o Pelita I
Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan menjadi
landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan
prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian

o Pelita II
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979. Sasaran
utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana
prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde
Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi
47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.

2.9. Penyimpangan Selama Orde Baru

14
Orde Baru merupakan salah satu era pemerintahan di Indonesia yang
berlangsung setelah masa Orde Lama pada tahun 1959 – 1965. Pada masa Orde
Lama yang juga dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin, terjadi banyak
penyimpangan dari sistem pemerintahan yang telah ditetapkan dan juga terhadap
rencana yang sudah ditetapkan. Orde Baru hadir dengan memperbaiki dan
meluruskan berbagai penyimpangan yang terjadi di masa Orde Lama dengan
dipimpin oleh Presiden Soeharto. Di masa Orde Baru yang berlangsung sejak
tahun 1965 – 1998 atau sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret 1966,
perekonomian Indonesia berkembang dengan pesat.

Ketika pertama kali Soeharto menggantikan Soekarno, ia menyataka akan


menerapkan nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai kritikan kepada Orde
Lama dengan menggunakan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Walaupun demikian, tetap saja ada
beberapa penyimpangan masa Orde Baru yang tidak dapat diabaikan, yang
membuatnya tidak jauh berbeda dengan pemerintahan pada masa Orde Lama.
Penyimpangan ini terjadi dalam berbagai bidang, termasuk pada konstitusi negara
yaitu Undang – Undang Dasar 1945. Beberapa penyimpangan pada masa Orde
Baru adalah:

1. Memusatkan kekuasaan di tangan Presiden

Adanya pemusatan kekuasaan pada Presiden di masa Orde Baru telah


menyebabkan korupsi merajalela, ditambah dengan kolusi dan nepotisme.
Akibatnya terjadi kesenjangan sosial yang semakin besar, hutang luar negeri yang
semakin membesar dan juga terjadinya krisis multi dimensi. Semua lembaga
negara yang ada dikendalikan oleh Presiden, juga tidak ada rencana suksesi
kekuasaan ke presiden selanjutnya. Kekuasaan kehakiman juga dicampuri
sehingga tidak dapat membuat keputusan sendiri.

2. Penyimpangan Pancasila

15
Adanya penafsiran terhadap Pancasila sesuai dengan kepentingan
pemerintah merupakan satu lagi penyimpangan pada masa Orde Baru. Beberapa
penyimpangan yang berkaitan dengan Pancasila yaitu:

1. Pancasila disalah gunakan sebagai simbol kekuasaan.


2. Pancasila dijadikan sebagai alat untuk menguasai rakyat sehingga
kelanggengan masa jabatan pada Orde Baru dapat dilegitimasi.
3. Nilai – nilai Pancasila menjadi kabur karena banyak praktek yang
menyimpang diklaim sebagai fungsi pokok Pancasila, sehingga siapapun
yang menentang kebijakan tersebut dianggap juga menentang Pancasila.
4. Hanya orang – orang terdekat Soeharto yang dipercaya untuk menguasai
perusahaan – perusahaan besar negara dan pengelolaan sumber daya alam
di Indonesia merupakan penyimpangan dari kelima sila Pancasila.
5. Kelompok – kelompok minoritas disingkirkan dengan menggunakan
Fungsi Pancasila sebagai alasannya.

3. Hak politik dibatasi

Penyimpangan pada masa Orde Baru lainnya adalah membatasi hak politik rakyat,
yang sebenarnya melanggar hak warga negara sebagaimana tercantum pada
Undang – Undang Dasar 1945. Pembatasan ini terlihat pada tiga partai politik
yang diizinkan oleh pemerintah yaitu PPP, Golkar dan PDIP. Kondisi ini sangat
menyimpang dari UUD 1945 mengenai hak dan kewajiban warga negara. Pemilu
bahkan tidak dilakukan secara demokratis karena hanya menjadi alat untuk
mengukuhkan kekuasaan Presiden untuk terus menerus dipilih menjadi Presiden
seterusnya.

4. Kebebasan pers dibatasi

Penyimpangan pada masa Orde Baru juga terlihat dari kebebasan pers yang
diawasi dengan ketat dan dibelenggu sehingga tidak dapat mengapresiasikan suara
rakyat atau bahkan dapat menyampaikan kritiknya kepada umum. Pada masa ini
banyak sekali koran dan majalah yang mengalami pembredelan. Pancasila juga
diberi tafsir hanya sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan –
tindakannya. Ketahui juga mengenai biografi Soeharto, biografi Habibie dan
sejarah pemilu pada masa Orde Lama.

16
5. Pembangunan tidak merata

Pemerintah memang telah merencanakan untuk membangun di daerah tertentu


tetapi di saat yang bersamaan juga tidak dilakukan secara merata. Sehingga terjadi
kesenjangan antara pembangunan di pusat dengan pusat di daerah, karena aset
berupa dana yang didapatkan dari masing – masing daerah banyak diberikan ke
pusat untuk pembangunan. Hal ini banyak menimbulkan kecemburuan sosial
antara lain yang terjadi pada penduduk pribumi dan para pendatang transmigran
yang mendapatkan tunjangan cukup besar dari pemerintah pada tahun
pertamanya. Pembangunan yang tidak merata juga menimbulkan kesenjangan
ekonomi.

6. Pelanggaran HAM

Pelanggaran hak asasi manusia banyak terjadi pada masa orde baru dengan alasan
keamanan dan terhadap pihak – pihak yang menunjukkan kritik kepada
pemerintah. Kekerasan digunakan untuk menciptakan suasana yang aman
misalnya dengan adanya ‘Penembakan Misterius’ dan penculikan yang menyasar
orang – orang yang mencoba mengeluarkan pendapatnya terhadap pemerintah.
Pelanggaran HAM juga terjadi ketika hak rakyat untuk berpendapat, berpolitik
dan berserikat ditiadakan, juga dialami oleh warga non pribumi dan warga
Tionghoa sehingga isu SARA kerap mengemuka. aa

7. Menurunnya Kualitas Birokrasi

Pada zaman orde baru terjadi penurunan pada kualitas birokrasi yang
mengutamakan prinsip ‘asal bapak senang’ sehingga banyak mengabaikan
prosedur – prosedur yang harusnya diikuti dengan benar. Penyimpangan masa
Orde Baru ini menjadi kesalahan yang sangat fatal karena tanpa adanya birokrasi
yang efektif dapat menghancurkan tatanan suatu negara. Birokrasi pada masa ini
juga kerap dikaitkan dengan korupsi, kolusi dan nepotisme dan sudah umum
diketahui oleh rakyat. Ketahui juga beberapa peristiwa terkait Orde Baru seperti
sejarah peristiwa Malari di tahun 1974, kerusuhan Mei 1998 dan sejarah Peristiwa
Trisakti.

8. Berakhirnya Orde Baru

17
Pada tahun 1997, krisis ekonomi yang melanda Thailand, mulai berdampak
pada perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mulai
merosot hingga Rp 15.000/dollar. Harga-harga kemudian melambung tinggi,
jumlah utang luar negeri mencapai 163 miliar dollar AS lebih, pengangguran dan
kemiskinan penduduk meningkat tajam, banyaknya bank bermasalah,
pertumbuhan ekonomi minus 20% – 30%, dan KKN dikalangan para pejabat
Pemerintah menyebabkan krisis kepercayaan dari masyarakat. Kondisi krisis
ekonomi dan krisis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah ini kemudian
mendorong ribuan mahasiswa turun ke jalan untuk berdemonstrasi. Tuntutan para
mahasiswa adalah sebagai berikut.

1. Pemerintah segera mengatasi krisis ekonomi.


2. Mnuntut dilaksanakannya reformasi di segala bidang.
3. Menuntut dilaksanakannya sidang istimewa MPR.
4. Meminta pertanggungjawaban presiden.

Pada 12 Mei 1998, terjadi Tragedi Trisakti, empat mahasiswa Universitas


Trisakti tewas tertembak oleh aparat keamanan saat berdemonstrasi yang
kemudian dikenal sebagai pahlawan reformasi. Keempat mahasiswa itu sebagai
berikut:

Untuk mengetahui profil pahwalan reformasi, mari kita klik tombol kuning pada
masing – masing gambar pahlawan reformasi di bawah ini.

BAB III

18
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan keterangan dan analisis yang telah dilakukan pada bab-bab


sebelumnya peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Gerakan Angkatan 1966 dilatar belakangi adanya peristiwa G30S 1965,


dengan PKI sebagai penggerak menurut versi pemerintahan Orde Baru.
2. Dengan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa sebagai bentuk provokasi
saat itu, maka mereka berhasil memancing dan menimbulkan suasana yang
memungkinkan terjadinya perubahan kekuasaan.
3. Keberhasilan gerakan Angkatan 1966 dalam mencapai tujuannya
meruntuhkan kekuasaan rezim Orde lama akan sulit tercapai tanpa adanya
kerjasama dengan pihak militer.
4. Lahirnya konsep Tritura dilatarbelakangi tiga masalah, yaitu :
 Pengaruh PKI yang berlindung di bawah kekuasaan Soekarno yang
mencoba mendominasi politik dengan berbagai cara, termasuk menindas
gerakan mahasiswa anti-PKIseperti KAMI dan menciptakan tragedy
berdarah dalam peristiwa G30S. karena itu mahasiswa menuntut
pembubaran PKI.
 Kabinet pemerintah Soekarno melibatkan banyak tokoh pro PKI yang
justru sedang terlibat konflik dengan mahasiswa dan militer. Karena itu
mahasiswa menuntut pembubaran dan perombakan kabinet.
 Keadaan ekonomi yang memburuk dan berakibat peningkatan harga
barang yang melambung, serta tingginya inflasi akibat krisis ekonomi.
Langkah Soekarno dengan memangkas nilai mata uang rupiah dan
menaikkan harga BBM yang alasannya bertujan untuk menekan inflansi
saat itu justru berakibat semakin parah. Harga-harga barang melonjak dan
tidak terjangkau. Karena itu mahasiswa menuntut agar pemerintah segera
menurunkan harga..
5. Pembersihan PKI dan Ormas-ormasnya dilakukan mahasiswa dan
ormasormas anti PKI dengan dukungan TNI-AD. Dengan wilayah

19
pembersihan meliputi instansi pemerintahan, sekolah, TNI, Kampus, dan
lingkungan masyaarakat.
6. Banyaknya aksi-aksi secara tidak terkendali yang dilakukan masyarakat
anti PKI terhadap masyarakat yang dituduh sebagai anggota PKI yang
dibunuh secara kejam. Serta terjadinya pembantaian massal yang
dilakukan masyarakat bersama dengan TNI-AD.
7. Dengan berlangsungnya pemerintahan Orde Baru, maka PKI dan
ormasormasnya ditetapkan sebagai organisasi terlarang di Indonesia

20

Anda mungkin juga menyukai