Anda di halaman 1dari 6

Teluk Belanga dan Kebaya Labuh

Masyarakat Melayu Riau masih memegang adat dengan teguh. Pengaruh adat terasa dalam
sikap dan perilaku sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan/perdalaman. Adat
Melayu Riau adalah adat yang bersendikan syariat Islam.

Islam dan adat Melayu saling mempengaruhi yang kemudian membentuk satu budaya baru,
yang salah satunya tercermin dalam pakaian yang dikenakan.

A. Teluk Belanga (Pakaian Adat Pria)


Baju ini memiliki motif polos, berwarna tidak terlalu mencolok, meskipun terkadang
berwarna kuat seperti merah atau biru tetapi tetap terlihat teduh. Warna yang dipilih senada
dengan celana yang dipakai.

Di antara baju dan celana panjang, dikenakan kain sarung yang diikat biasa setinggi lutut.
Terkadang kain sarung difungsikan seperti semacam selendang.

Pada bagian kepala mengenakan ikat kepala yang terbuat dari kain persegi empat yang diikat
sedemikian rupa, ikat kepala tersebut disebut tanjak. Tanjak biasanya terbuat dari kain
songket.

Penggunaan tanjak sekarang ini hanya dipakai ketika menghadiri acara-acara resmi seperti
kenduri pernikahan atau acara adat lainnya. Untuk pemakaian sehari-sehari, kaum lelaki
lebih memilih menggunakan songkok atau peci sebagai penutup kepala.
Teluk Belanga merupakan pakaian adat tertinggi dalam susunan adat Melayu Kepulauan Riau

B. Kebaya Labuh (Pakaian Adat Wanita)


Kebaya labuh berbentuk semacam kebaya pada umumnya, namun bagian bawahnya
menjuntai hingga menutupi lutut. Cara pemakaiannya biasanya dipadukan dengan kain batik
sebagai bawahan. Terkadang ditambahkan dengan selendang sebagai tambahan aksesoris.

Sebagaimana kebaya pada umumnya, dua sisi bagian depan kebaya labuh dikaitkan dengan
tiga buah kancing, pada jaman dahulu menggunakan peniti, sehingga bagian bawah kebaya
labuh tampak melebar dan terbuka.

Kebaya labuh berbahan kain, baik itu sutera cina, broked, dan lain-lain. Untuk acara-acara
formal, biasanya perempuan Melayu Kepulauan Riau menggunakan bahan sutera Cina yang
halus dan sarung songket sebagai bawahan.

Kebaya labuh juga biasa digunakan sebagai pakaian mempelai perempuan ketika sedang
melangsungkan akad nikah. Umumnya hanya mengenakan sanggul lipat pandan yang dihiasi
dengan kembang goyang atau bisa juga menggunakan kerudung.

Kebaya Labuh merupakan salah satu jenis baju kurung yang tersebar di masyarakat etnik
Melayu. Konon pakaian ini merupakan jenis tertua yang masih ada hingga sekarang.

Sebagai jenis pakaian tertua, tentunya banyak busana yang merupakan variasi dari kebaya
labuh, diantaranya: kebaya labuh nyonya dan kebaya pendek.

Kebaya Labuh Nyonya merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh perempuan etnik Cina
yang bedara di kawasan Melayu. Bentuk dan bahannya tidak jauh berbeda dengan kebaya
labuh, hanya saja pada bagian depan kebaya labuh nyonya terkadang disematkan sapu tangan.

Kebaya pendek yang tersebar hampir di seluruh bagian barat Indonesia juga merupakan
variasi dari kebaya labuh, bagian bawahnya pendek hanya menutupi bagian pinggul
pemakainya.
Awalnya kebaya pendek juga dipakai oleh keturunan Cina, namun pada perkembangannya
kebaya pendek ini meluas dari segi pengguna maupun dari motifnya. di kawasan melayu,
kebaya pendek sering disebut sebagai kebaya labuh modern

Awalnya Teluk Belanga maupun Kebaya Labuh merupakan identitas muslim Melayu, tetapi
sekarang pemakai kedua pakaian tersebut tidak terbatas pada masyarakat Melayu muslim saja

Teluk Belanga dan Kebaya Labuh sebetulnya bukan satu-satunya pakaian adat Kepulauan
Riau yang dapat kita temukan. Ada banyak jenis pakaian daerah lainnya yang akrab dengan
budaya masyarat kepulauan Riau. Beberapa di antaranya yaitu baju kurung keke, baju
gunting cina, baju telepuk, dan lain sebagainya.

C. Fungsi Pakaian Adat Riau


Bagi masyarakat Melayu di Riau, pakaian bukan hanya berfungsi untuk melindungi tubuh,
namun juga mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang berhubungan dengan adat dan
kepercayaan masyarakat. Beberapa fungsi pakaian adat bagi masyarakat Melayu daerah Riau
adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Budaya
Pakaian tradisional dapat menjadi ciri kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara
umum, fungsi pakaian untuk menutup tubuh.

Namun, kemudian muncul berbagai aksesori dan ciri khas yang membedakan antara suatu
masyarakat dengan masyarakat yang lain.

Di masyarakat Riau, pakaian menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara atau
dalam acara-acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang berbeda yang tentu
saja juga berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.

2. Fungsi Estetik
Estetika busana Melayu Riau muncul dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat dalam
pakaian tersebut. Selain berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional Riau juga
mengandung makna-makna tertentu.

Misalnya, warna kuning mengandung arti kekuasaan. Pakaian dengan warna seperti ini
biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja. Warna hitam mengandung makna keberanian.

Pakaian dengan warna seperti ini biasanya dipakai oleh para hulubalang dan para petarung
yang melambangkan ketangkasan mereka.

3. Fungsi Religius
Pakaian tradisional daerah Riau mengandung makna dan berfungsi keagamaan. Pengaruh
Islam dalam tata cara berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di
mana fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat.

Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan yang berbentuk baju kurung, kerudung, dan
menutupi hampir semua anggota tubuhnya. Selain dari bentuknya, fungsi religius pakaian
tradisional Riau juga terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk
bulan dan bintang.

Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi religius busana
Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka gunakan untuk upacara,
misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.

4. Fungsi Sosial
Pakaian tradisional Riau mengandung makna dan berfungsi secara sosial. Pakaian tradisional
Riau yang dipakai masyarakat, baik yang berasal dari golongan bangsawan maupun
masyarakat biasa adalah sama, yaitu baju kurung.

Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan warna yang dipilih, dikarenakan dalam tradisi
masyarakat Riau warna pakaian mempunyai lambang dan makna tertentu.
5. Fungsi Simbolik
Pakaian tradisional mempunyai makna simbolik tertentu yang dapat diterka lebih dahulu
untuk mengetahui maknanya. Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian tradisional,
perhiasan, serta kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam upacara-upacara
tradisional.

Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai, namun juga peralatan upacara
yang digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam busana tradisional masyarakat
Melayu Riau misalnya sirih (lambang persaudaraan dan kehormatan), bibit kelapa (simbol
keturunan), payung (tempat bernaung).

D. Nilai-Nilai Pakaian Adat Riau


Nilai-nilai yang terkandung dalam pakaian tradisional Melayu Riau adalah sebagai berikut:

1. Nilai Tradisi
Busana yang dikenakan dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi selama bertahun-
tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari busana adat yang
dikenakan, maka dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat yang bersangkutan.

2. Nilai Pelestarian Budaya


Pakaian merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari semakin
berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat Melayu Riau merupakan
warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan busana tradisional tersebut sama
artinya dengan melestarikan kekayaan budaya Melayu.

3. Nilai Sosial
Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status seseorang. Selain itu, lewat
nilai-nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga bermakna sebagai media untuk
menyatukan masyarakat.
Nilai-nilai sosial itu muncul karena dalam pakaian tradisional tersebut tersemat makna-makna
tertentu yang dinilai dan ditafsirkan oleh masyarakatnya.

Sumber :
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1086/kebaya-labuh-dan-teluk-belanga
http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-kepulauan-riau.html
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2663/pakaian-tradisional-melayu-riau

Anda mungkin juga menyukai