Analitik 2.1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KLOR DALAM BAHAN PEMUTIH (KIMIA ANALITIK )

MARET 14, 2016TIF4 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA TINGGALKAN KOMENTAR


A. Tujuan Percobaan

1. Mempelajarai metode analissi volumetri tittrasi redoks iodo-iodimetri


2. Menentukan kadar klor aktif (OCl-) dalam bahan pemutihDasar Teori
B. Dsar Teori

Zat yang akan ditentukan kadarnya sendiri disebut dengan titrasi (titran ) dan biasanya
diletakkan didalam tabung erlenmeyer, sedangkan zay yang diketahui konsentrasinya disebut
sebagai titer dan biasanya didalam bentuk larutan. Suatu peneraan stoikiometri
dilaboratorium adalah analisa untuk unsur guna menentukan komposisinya penguraian yang
dilakuakan atau yang didasarakan volumetrinya dan pengukran yang dilakukan dinamakan
volumetri atau titrasi (Keenan, 1982).

Pada saat terjasi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna saat
ttik ekuivalen. Untuk mengetahui titik ekuivalen, digunakan indikator. Saat perubahan warna
terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).

Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada
analisa volumetri. Ada dua cara menstandarisasikan larutan yaitu :

1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat
tertentu, kemudian diencerkab sampai memperoleh volume tertentu secara tepat.
Larutan ini disebut dengan larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan
disebut standar primer.
2. Larutan yang konsentasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimang zat
kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat
distandarkan dengan larutan standar primer, disebut dengan larutan standar
sekunder.
Zat yang dapat digunakan larutan standar primer harus memenuhhi syarat:

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui
konsentrasinya kemurniannya
2. Pengotor tidak melebihi 0,01 sampai 90,02 %
3. Harus stabil (Sukmariah, 1990)
Diantara sekin banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara
melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung
disebut iodometri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang
dapat dioksidasi secara kuantitaif pada titik ekuivalennya). Namun, metode iodonetri ini
jarang dilakukan mengingan iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan
cara yang tidak langsung iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan
ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara
kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit ( Basset,
1994)
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dapat
ditentukan ddengan cara ini. Namun demikian , agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik,
maka persyaratan harus dipenuhi:

1. Harus tersedia pasangan elektron bebas yag sesuai sehingga terjadi pertukaran
secara stoiiometri
2. Rekasi redoks harus berjalan cukup cepat dan secara teratur
3. Karus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai (Rivai, 2006:76)

Dalam proses-proses analitik, iodin digunakan dalam agen pengoksidasi (iodometri) dan ion
iodida digunakan sebagai agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya ada
sedikit substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin
karena itu jumlah dari penentu-penentu iodometri adalah sedikit. Namun demikian, banyak
agen pengoksidasi ynag sedikit ditentukan / membebaskan iodin yang kemudian dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi anatara Iodin dengan Natrium tiosulfat berlansung
sempurna. Banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat dianalisa dengan menambahkan
Kalium Iodida berlebih dan menintrasi Iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen
pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium
tiosulfat biasanya digunakan sebagai itrannya (Underwood, 2000:298).

I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relatif meruapakn oksidator lemah.
Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan (KI3). Oleh karena itu:

I2 (S) + 2E- > 2 i e=6,21

adalah reaksi dalam oermulaan reaksi. Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut
dalam KI dan harus disimpan dalam temmpat yang dingin dan gelap (Khopkhar, 1990:54)

Larutan standar yang digunakan dalam kebnayakan proes iodometri adalah natrium tiosulfat.
Ggaram ini biasa dibentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O . Larutan ini tidak boleh
distansarisasikan dengan penimbanan langsung, tetapi harus distandarisasikan dengan larutan
standar primer. Larutan Natrium Tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga
boraks atau Natrium karbonat sering kali ditambahkan sebagi pengawet. Iodin mengoksdasi
tiosulfat menjadi tetrationat:

I2 + 2 S2O32- > 2 i- + S4O6^2-

Rekaisnya berjalan secara cepat sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat
ekuivalen dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekulnya 248,17 karena satu elektron persatu
molekul hilang. Jika pH larutan diatas 9 tiosulfat secara parsial menjadi sulfat:
4 I2 + S2O3^2- + 5 H2O > 8 I- + 2 SO4 ^2- + 10 H+

Dlam larutan yang netral atau sedikit alkalin oksida menjadi sulfat tidak muncul, terutama
jika dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksidasi kuat seperti garam permanganat,
garam dikromat, dan garam serum (IV) mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun
reaksinya tidak kuantitatif. Dalam standarisasi larutan-larutann tiosulfat sejumlah substansi
dapat digunakan stanar-srtandar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah
standar yang paling jelas namun, jarang digunakan karena kesulitan dalam penanganan dan
penimbangan yang lebih sering dpergunakan adalah standar-standar yang terbuat dari suatu
agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodon dari iodida, sebuah iodometrik.
Kalium iodat dan kalium bromat mengioksidasiiodi dair iodida secara kuantitatif menjadi
odin dalam larutan asam.

IO3-+ 5 I+ 6 H+ - > 3I2+ 3 H2O

Br O3- +6 I- + 6 H+ - > 3I2+ Br-+ 3 H2O

Reaksi iodatnya berlangsung cukup cepat, reaksi ini hanya membutuhkan sedikit kelebihan
ion hidrogen untuk menyelesaikan reeksi. Reaksi bromat berjalan lebih lamat namun
kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion Hidrogen dalam jmlah
kecil ammonium molibda ditambah sebagai katalis. Kerugian utama dari garam ini sebagai
standar primer adala bahwa ekuivalen mereka kecil (Khopkar, 2002)

Kanji atau amilum sebagai indikator dalam titrasi dengan larutan I2 karena dapat memberikan
warna biru dari amilosa I3-.

Amilosa + I3 > amilosa I3-

I3- meruaoakan indikator I2 dalam KI. Klemahan indikator amilum iaah :

1. Karena amilum itu karbohidrat, maka daat rusak oleh kerja bakteri dalam
erhari=hari
2. Kepekaannya kurang dalam pemanasan
3. Geatin, alkohol, glidserol menghambat adsobsi ion iodida oleh kanji/\.
4. Kpekaannya berkurang pada lngkuangan asam keras
Larutan baku Iod dibuat dari unsur murninya. Standarisasinya yang dilakukan dengan sasam
arsenait (H3AsO3) sebagi standar murninya ( Ibnu, 2005:114)
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya
sendiri. Iodium juga memberi warna merah ungun utau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hali ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir itasi. Tetapi lebih umum digunakan suatu larutan
(dispersi koloid) kanji, karena biru tua kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium, kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada
larutan netral dan lebih luas.

Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan Natrium
Tiosufat maka:

I3- + 2S2O3^2- > 3I- +S4O6^2-

Selama reaksi, zat antara S2O3^2- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai :

S2O3^2- + I3- > S2O3I- + 2I-

Yang mana terus berjalan menjadi:

S2O3I- + S2O3^2- > S4O6 ^2- + I3-

(Khopkhar, 2002)

Pada analisis iodium selalu melibatkan garam KI, oleh karenanya garam ini harus bebas dari
iodat. Ion Iodat (IO3-) dengan iodida (I0) dalam suasana asam akan membebaskan iodium
(I2) menurut reaksi:

IO3- + 5 I- + 6H+ > I2 + 3H2O

Oleh karena itu garam KI harus bebas dari ion iodat, adanya ion iodat dapat mempengaruhi
hasil penetapan.

Dalam hal ini, larutan Na3S2O3 yang terlibat dalam analisis iodium, padatannya nberair
kristal sebagai Na2S2O3.5H2O. Ketika pembuatan laruan (saat larutan) terjai reaksi (jika ada
CO2 dalam larutan ):

Na2S2O3 (aq)+CO2 (g)+ H2O(l) - NaHCO3 (aq) + NaHSO3(aq) + S(aq)

Larutan yang diperoleh karenanya menjadi lemah, namun lartan ini akan jernih oleh
mengendapnya belerang kedasar bejana (didekantasi). Efek reaksi penguraian Na2S2O3
dengan adanya CO2 akan meningkatkan konsentrasi larutan.
Disamping itu [ula Na2S2O3 juga teroksidasi dengan adanya O2 dari udara

2 Na2S2O3 (aq) + O2 (g) > 2 Na2SO4 (aq)+ 2S (s)

Olwh kareanitu, larutab harus dijaga agar pengaruh udara (O2 dan CO2) dan pelarut
sebaiknya menggunakan akuades yang telah didihkan (Mulyono, 2002).

C. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam prcobaan analisis klor dalam bahan pemutih ini antara lain
erlenmeyer 125 ml, buret 25 ml, gelas beker 50ml, geelas beker 100ml,m labu ukur 50ml,
pipet ukur 10ml, pipet volume 5ml, pipet ukur 1ml, bola hisap , corong gelas, akuades, statif
dan klem , label, pipet tetes, dan botol akuades.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah larutan KI 1N, larutan
K2Cr2O7 0,1N, larutan HCl 1M, larutan amilum, larutan Na2S2O3 0,1M, larutan H2SO4 2,5
M, larutan bayclin, dan akuades.

D. Cara kerja

Pada percobaan analisis klor dalam bahan pemutih menggunakan dua tahapan, yaitu tahap
standarisasi lartan Na2S2O3 dengan larutan K2Cr2O7 secara iodo-iodimetri dan tahap
penentu kadar klor aktif dalam bahan pemutih. Pada tahap pertama yaitu standarisasi larutan
Na2S2O3 dengan larutan K2Cr07 secara iodo-iodimetri dengan langkah, pertama
dimasukkan 4ml larutan KI 1N, dan 5ml K2Cr07 0,1N kedalam erlenmeyer, lalu
ditambahkan 1ml HCl 1M , yang nati akan terbentuk warna coklat kemerahan. Selanjutnya
larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1M yang telah diisi didalam buret, hingga terjadi
perubahan warna larutan cokat kemerahan pekat menjadi coklat kemerahan sedikit bening.
Titrasi dihentikan sebentar, lalu ditambahkan 2 tetes indikator amilum, yang kemudian
terbentuk warna biru kehitaman. Lalu titrasi dilanjutkan sampai warna larutan biru tua
menghilang dan muncul warna hijau kebiruan. Percibaan dilakukan 3 kali dan dicatat volume
titrasi yang dihasilkan. ,

Pada tahap kedua ialah penentuan kadar klor aktif dalam bahan pemutih langkah yang
dilakukan yaitu diambil 5 ml bahan pemutih, dimasukkan kedalam labu ukur 50ml, ang
kemudian ditimbang dan dikonversikan dalam gram, kemudian dicatat masaa larutan bahan
pemutih it. Setelah dicatat, lalu diencerkan bahan pemutih hingga tsnda, dengan labu takar
50ml. Kemudian diambil 10ml aliqout dari larutan pemutih yang telah diencerkan , kemudian
dimasukkan kedalam erlenmeyer. Setelah itu, ditambahkan 5ml H2SO4, 4 ml larutann KI dan
8ml akuades. Lalu ditambahkan indikator amilum sebanyak 2ml maka terbentuklah warna
biru kehitaman. Lalu dititrasi dengan larutan tersebut dengan larutan Na2S2O3 sampai warna
biru kehitaman menghilang dan muncul warna hijau bening. Percobaaan ini dilakukan tiga
kali dan dicatat volume titrasi yang dihasilkan.
1. Data Hasil Pengamatan
2. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan K2CrO7 secara Iodo-iodimetri
No Perlakuan Pengamatan

1 4ml larutan KI Warna putih menjadi kuning

Warna coklat kemerahan


2 Ditambahkan HCl 1M 1ml sedikit pekat

Larutan dititrasi dengan larutan Warna coklat kemerahan


3 Na2S2O4 0,1M sedikit bening

Ditambahkan 2 ttes indikator


4 amilum Warna biru kehitaman

Warna hijau kebiruan


V1=5,25 ml, V2=5,20 ml,
V3=5,25ml, V4=5,25ml
5 Titrasi dilanjutkan

2. Penentuan kadar Klor aktif dalam bahan pemutih


No Perlakuan Pengamatan

1 Pengenceran 5ml bahan pemutih Putih dan berbau

10ml larutan ditambahkan 5ml


H2SO4 ditambahkan 4ml larutan
2 KI ditambahkan akuades Putih berubah menjadi coklat

Ditambahkan indikator amilum


3 2ml Warna biru kehitaman

Warna hijau bening


V1= 17,70 ml

V2= 17,50 ml

V3= 17,60ml

V4= 17,20 ml
Dititrasi larutan dengan larutan
4 Na2S2O3

Berat gelas beker = 42,12 gram


Gelas beker+pemutih = 47,4 gram

Berat pemutih = 5,28 gram

Didapatkan dari hasil perhitungan :

1. Normalitas Na2S2O3 = 0,192 N atau M Na2S2O3 =0,092 M


2. Kadar OCl- = 1,64%
E. Pembahasan

Percobaan yang berjudul analisi klor dalam bahan pemutih yang bertujuan mempelajarai
metode analissi volumetri tittrasi redoks iodo-iodimetri dan menentukan kadar klor aktif
(OCl-) dalam bahan pemutih. Prinsip kerja yang digunakan dalam percobaan ini adalah titrasi
redoks iodo-iodimetri yaitu dengan penambahan indikator amilum dengan titran NaS2O3
untuk mengetahui Normalitas dari standarisasi volume hasil titrasi. Percobaan ini dilakukan
dengan dua tahap standarisasi larutan Na2S203 dengan larutan K2CrO7 secara iodo-iodimetri
dan penentuan kadar klor aktif dalam bahan pemutih.

Tahap pertama diawali dengan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan K2CrO7 yang
dilakukan dengan titrasi iodo-iodimetri. Larutan baku yang digunakan pada stamdaisaso
Na2S2O3 adalah K2CrO7. Garam Na2S2O3 ini mudah diperoleh dalam keadaan murni,
namun kandungan air kristalnya tidak selalu tetap, sehingga garam itu tidak termasuk zat
standar primer. Ion tiosulfat sebagai reduktor yang akan teroksidasi menjadi ion tetrationat.
Reaksinya:

2S2O3- (s) - > S4O6- (s) +Ie-

Larutan tiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan stndar dalam proses iodometri, larutan
tersebut perlu distandarisasi. Karena konsentrasi belum diketahui dan belum didapatkan
secara murni, maka perlu distandarisasi dengan K2CrO7 sebagai larutan standar primer. Pada
awalnya 4ml KI ditambah K2CrO7 0,1N. Fungsi penambahan KI larutan itu agar membentuk
iodium warna menjdi kuning. Kemudian ditambahkan HCl 1ml 1M, warnanya menjadi coklat
kemerahan. Fungsi pene=ambahan HCl pekat kareana untuk memberikan suasana asam
karena pada KI dan K2CrO7 itu suasananya netrl , jadi diberikan suasana asam agar mudah
dititrasi dengan Na2S2O3.

-Reaksi ketika Iodium dibentuk dari KI:

I2(aq) + 2e- - > 2I-

-Reaksi ketika K2CrO7 ditambahkan HcCl :

CrO7^2- (aq) + 14 H+ + 6e- - > 2Cr 3+ (aq) +7H2O(l)

-Reaksi K2CrO7, KI dan HCl


k2Cr2O7 + 6 KI (aq) +14 HCl > 8KCl (aq) + 2CrCl3(aq) + 3I2 (aq) + H2O (l)

Larutan itu kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 hingga terjadi warna coklat
kemerahannyasedikit. Maka diperlukan indikator untuk mengetahui yitik akhir titrasi.
Indikator yang ditambaham ialah amilum. Fungsi penambahan amilum ialah agar tidk
membungkus iod, karena akn menyebabkan amilum sukae untuk kembali kesenyawa semula.
Karena pereaksi Na2S2O3 lebih kuat dibandingkan amilum yang mengakibatkan titrasi harus
dmungkin, karena akn menimbulkan perubahan warna yang tidak siggnifikan. Dikarenakan
juga I2 mudah menguap. Karena kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil
dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Warna biru kehitaman
tersebut terbentuk. Titrasi dilanjutkan kembali hingga warna hijau kebiruan muncul. Warna
hijau kebiruan itu menandakan Cr2+ sudah terbentuk. Warna biru itu berasal dari amilum.
Reksi yang terjadi adalah reaksi redoks.

Reduksi Cr2O72+ +14H+ +6e- - > 2Cr2+ +7H2O (x1)

Oksidasi 2I- > I2+2e- (x3)

Reduksi I2 +2e- 2I-

Oksidasi S2O3^2- +H2O - > S2O4^2- + 2H+ + 2e-

Total: I2+S2O3^2- +H2O - > 2I- +S2O4^2- + 2H+

Selama titrasi, CrO7^2+ itu menghilang, terbentuklah Cr3+ dari reaksi Cr2+ dengan I2. Maka
perubahan warna ketika dititrasi CrO7^2- teroksidasi oleh S2O3^2-. Titrasi dilakukan 4kali.
Reaksinya I2 +2Na2S4O6 > 2Na2S4O6 +2NaI

Fungsi standarisasi ini ialah untuk mengetahui normalitas Na2S2O3 yang didapatkan volume
titrasi V1=5,2, V2=5,20 ml, V3=5,25ml, DAN V4=5,25ml. Berdasarkan perhitungan
menghasilkan molaritas sebesar 0,57 M dan Normalitas 0,096 N. Dibandingkan dengan
normalitas sebelumnya yaitu 0,1 N , titrasi yang dihasilkan lebih sedikit daris ebelum titrasi.
Hal tersebut dikarenakan penentuan pemberhentian titrasi perubahan warna yang kurang
tepat.
Tahap kedua adalah penentuan kadar klor aktif dalam bahan pemutih. Pengenceran dilakukan
untuk memperkecil konsentrasi dan larutan bahan pemutih menjadi keruh dan ada sedikit
endapan. Hal ini karena terjadinya hidrolisis pada larutan tersebut. Karena bahan pemutih itu
biasanya terdapat klor aktif yang terbentuk dari Cl2 yang dilarutkan dalam air, reaksi yang
terjadi:

Cl2+H2O - > H+ + Cl-

HOCl itu diuraikan menjadi:

HOCl > H+ + Ocl-

Pengenceran dilakukan agar menurunkan harga konsentrasi larutan. Lalu larutanditambahkan


dengan H2SO4 yang bertujuan untuk menambahkan suasana asam. Reaksinya :

Ocl- +2I+2 H+ > I2 +Cl-+H2O

Setelah itu dimbahkan larutan KI yang berfungsi supaya membentuk iodium yang kemudian
ditambahkan larutan akuades berubah warna dari coklat menjadi biru kehitaman. Warna biru
kehitaman merupakan warna khas amilum. Fungsi penambahan amilum ialah agar nanti saat
dititrasi akan berperan sebagai petunjuk, sudahkan sampai pada titik ekuivalennya yang
ditandai dengan perubahan warna. Larutan itu setelah dititrasi warnanya menjadi hijau
kebeningan. Titrasi ini dilakukan segera mungkin, karena warnanya cepat menghilang
menjadi putih. Reaksi yang terjadi:

I2+2Na2S2O3 > Na S2O6 +2NaI

I2 +S2O3= S4O6- +2H+

Dari titrasi ini didapat volume hasil titrasi anatara lain, V1= 17,70 ml, V2= 17,50 ml,
V3=17,60ml dan V4= 17,20 ml. Volume tersebut digunakan untuk menentukan kadar klor
aktif dalam bahan pemutih. Berdasarkan pad perhitungan, molaritas ClO- adalah 0,336 M,
normalitasnya adalah 0,336 N dan kadarnya = 1,64 %

Kesimpulan
1. Metode analisis volumetri titrasi iodo-iodimetri ialah suatu analisa metode
penentuan kuantitatif yang mana menggunakan reaksi resoks. Jika iodometri ialah
oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dan
dititrasi dengan Na2S2O3 standar. Sedangkan iodimetri adalah laritan iodium
mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik
ekuivalennya menggunakan indikator amilum dan dititrasi dengan larutan
Na2S2O3.
2. Penentuan klor aktif dalam bahan pemutih ditentukan melalaui titrasi iodo-
iodimetri. Kadar klor aktif yang diperoleh adalah 1,64%

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Kimia Kuantitatif . Anorganik . Buku Ajar Vogel. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC

Ibnu, Sodiq.2005. Kimia Analitik I. Malang :UM Press


Keenan, 1982. Kimia Untuk Univesitas I. Jakarta : erlangga

Khopkar. S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta :UI Press

Mulyono. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakaerta: Bumi Aksara

Rivai, H. 2006. Asas Pemerikasaan Kimia I. Jakarta :UI Press

Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2, Jakarta : Bumi Aksara

Underwood, A.L. 1986. Analisis Kimia Kuntitatif . Jakarta :Erlangga

LAMPIRAN

Perhitungan

1. Standariasasi larutan Na2S2O3 dengan K2CrO7


Reaksi:

K2CrO7 +6KI +14HCl > 8KCl +2CrCl3 +3I2 +7H2O

Mol K2CrO7 = V K2CrO7 x N K2CrO7


= 5ml x 0,1 N (0,0167 M)

= 0,0835 mmol

Mol I2 =koefisien I2 x mol K2CrO7

=3 x 0,0835 mmol

=0,2505 mmol

Reaksi:

I2+2Na2S2O3 > Na2S4O6 +2NaI

Mol I2 = 0,2505mmol

Nol Na2S2O3 = 2 x 0,2506 mm0l

= 0,501mmol

V Na2S2O3 =( 5,2+5,20+ 5,25 +5,25)ml / 4

=5,24ml

M Na2S2O3 = mol Na2S2O3 / V Na2S2O3

= 0,096 M

N Na2S2O3 = M Na2S2O3 x 2

=0,192 N

2. Penentuan kadar klor aktif dalam bahan pemutih


V Na2S2O3 = (17,70 + 17,50 +17,60+17,20)ml / 4

= 17,5 ml

N ClO- = (Vt x Nt ) / V ClO-

=(17,5ml x 0,192 N) / 10ml


=0,336N

M ClO- = N/n

=0,336/ 1

0,336M

Massa ClO- =mol x Mr x M gram

= M .V x 5,45 gram x 0,005

=0,0864 gram

Kadar %= (massa ClO- (g) / massa sampel (g) ) x 100%

=0,0864 gram / 5,28 gram x 100%

=1,64%

Anda mungkin juga menyukai