Anda di halaman 1dari 14

Lampiran : Peraturan Direktur

Nomor :
Tanggal : 15 Juli 2016
Tentang :
Panduan Pasien Tahap
Terminal di RSKIA Annisa
Payakumbuh

BAB I
PANDUAN TAHAP TERMINAL

A. DEFINISI

1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi si sakit
untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.

2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/menghadapinya
seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.

B. Tujuan
Tujuan umum:
Sebagai arahan bagi perawatan pasien terminal di rumah sakit

Tujuan khusus:
1. Terlaksananya perawatan pasien terminal yang bermutu sesuai standar yang berlaku di rumah
sakit
2. Tersusunnya panduan pasien terminal
3. Tersedianya tenaga medis dan nonmedis yang terlatih.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP
a. Masalah di Akhir Kehidupan
Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien yang sekarat
sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang, percobaan
mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis. Diantara hal-hal
yang ekstrim tersebut ada banyak masalah seperti memulai atau menghentikan perawatan yang
dapat memperpanjang hidup, perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal serta
kelayakan dan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut. Dua masalah yang pantas mendapat
perhatian khusus: euthanasia dan bantuan bunuh diri.

1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksudkan untuk
mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut: subjek tersebut adalah
orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang secara
sukarela meminta hidupnya diakhiri; agen mengetahui tentang kondisi pasien dan
menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama mengakhiri hidup orang
tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas kasih dan tanpa tujuan pribadi.

2. Bantuan Bunuh Diri


Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat atau
keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling mengenai obat
dosis letal, meresepkan obat dosis letal, atau memberikannya. Euthanasia dan bunuh diri
dengan bantuan sering dianggap sama secara normal, walaupun antara keduanya ada perbedaan
yang jauh secara praktek maupun dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri dengan
bantuan secara definisi harus dibedakan dengan menunda atau menghentikan perawatan medis
yang tidak diinginkan, sia-sia atau tidak tepat ketentuan perawatan paliatif,bahkan jika
tindakan-tindakan tersebut dapat memperpendek hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebagai akibat dari rasa sakit atau
penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati dari pada
meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien menganggap mereka
mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh bantuan untuk mati. Dokter dianggap
sebagai instrument kematian yang paling tepat karena mereka mempunyai pengetahuan medis
dan akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat dan tanpa
rasa sakit. Tentunya dokter akan merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena
merupakan tindakan yang illegal di sebagian besar Negara dan dilarang dalam sebagian besar
kode etik kedokteran. Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan telah
dinyatakan kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia.
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seseorang pasien dengan segera,
tetaplah tidak etik bahwa jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang memintanya. Hal ini
tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya menghormati keinginan pasien untuk
membiarkan proses kematian alami dalam keadaan sakit terhadap terminal. Penolakan terhadap
euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak dapat melakukan apapun bagi
pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif
tidak tepat. Pada tahun-ketahun terakhir telah terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan
paliatif untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan penyakit
kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dalam pengobatan paliatif yang
memerlukan perhatian lebih adalah Kontrol rasa sakit. Semua dokter yang merawat pasien
sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam masalah ini, dan jika
mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang memberikan perawatan dengan belas
kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada pasien, wakil
pasien dalam mengambil keputusan, dan juga dokter. Kemungkinan memperpanjang hidup
dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi, prosedur radiologi, dan perawatan
intensif memerlukan keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut dan kapan
menghentikannya jika tidak berhasil. Seperti yang dibahas diatas, jika berhubungan dengan
komunikasi dan ijin, pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis
apapun walupun jika penolakan itu dapat.dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat
namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan.menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menanggapi kematian;
beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak peduli seberapapun
sakit dan menderitanya; sedang yang lain sangat ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan
yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti antibiotik untuk pneumonia
bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua
informasi tentang perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap
menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
Pengambilan keputusan di akhiri kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten memunculkan
kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas mengungkapkan keinginannya
sebelumnya seperti menggunakan bantuan seperti itu kadang sangat samar-samar dan harus
diinterprestasikan berdasarkan kondisi actual pasien. Jika pasien tidak menyatakan
keinginannya dengan jelas, wakil pasien dalam mengambil keputusan harus menggunakan
kriteria-kriteria lain untuk keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.

BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA
a. Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam
5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti: Seharusnya tidak
terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?. Beberapa orang berekasi pada fase ini
dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan
menjelang ajal).

2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang
telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien,
seperti: Mengapa hal ini terjadi dengan diriku kemarahan-kemarahan tersebut biasanya
diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien, seperti: keluarga, teman dan
tenaga kesehatan yang merawatnya.
3. Menawar/Bargaining
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan
sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. Pada pasien yang sedang dryung,
keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata: Ya Tuhan, jangan dulu saya mati
dengan segera, sebelum anak saya lulus sarjana.

4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
telah sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menanyakan reaksi-reaksi atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat,
menulis surat wasiat, dan sebagainya.

b. Type-type Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari
fase akut ke kronis.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui,biasanya terjadi pada kondisi penyakit
yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien
dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan
telah berjalan lama.

c. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointensial, ditandai: nausea, muntah, perut kembung,
obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan control spingter urinary dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.

2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:


a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.

3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital


a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.

4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang pasien tetap
sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum
meninggal.

d. Tanda-tanda klinis saat meninggal


1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

e. Tanda-tanda meninggal secara klinis


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi,
respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa
petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.
f. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa
dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan
karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawatan sering
kali dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan
sebagainya.

2. Matual Pretense /Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi


Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang
bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.

3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka


Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang
menjelang dan menerima untuk mendiskusikan, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat
akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanakan hal tersbut.

g. Bantuan yang dapat Diberikan


1. Bantuan Emosional
a. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/ perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
menanyakan tentang kondisinya atau prognisisnya dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah.
Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih merupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kematian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan
rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak
masuk akal.
d. Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
f. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-temannya
dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaannya dan perlu dilibatkan
seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya
sendiri sebatas kemampuannya.

2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis


a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kebersihan diri sebatas kemampuannya
dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit terminal,
seperti morphin, heroin, dan lainnya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat
toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena
dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah
menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi folwer akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lender perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien
yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen.
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun
dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan) untuk mencegah decubitus
dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong
tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun.
e. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltic. Dapat diberikan
anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian
makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang,
terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan kliaen sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan fases. Obat laxant perlu diberikan diberikan untuk mencegah
konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau
dipasang duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada
daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, pengheliatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan
jelas dan tidak berbisik-bisik.

3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial


Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak
sosialnya, perawatan dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga
lain.
b. Mengenali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan teman-teman terdekatnya,
yaitu dengan memberikan pasien untuk memberikan diri dan merapikan diri
d. Meminta saudar/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan
membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu membacanya.

4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


a. Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana pasien
selanjutnya menjelang kematian.
b. Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama dalam hal
untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
c. Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
d. Keyakinan spiritual mencakup prsktek ibadah sesuai dengan keyakinannya/ritual harus
diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga harus mampu memberikan ketenangan
melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan
spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.

h. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/sakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian. Respon klien
dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini memperngaruhi tingkat
kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan mendrita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang
yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan,
kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. Seseorang yang menghadapi
kamatian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidupp, merespon terhadap berbagai kejadian dan
orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada
kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan control terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri
yang menyakinkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan
orang yang dicintai
BAB IV
DOKUMENTASI

A. PENDOKUMENTASIAN
1. SPO Pasien Tahap Terminal
2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terminal
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TERMINAL

A. PENGERTIAN
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap
akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti priode sakit yang
panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua.

B. TAHAP-TAHAP BERDUKA
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentidikasi lima tahap berduka yang dapat terjadi pada
pasien menjelang ajal :
1. Denial (pengingkaran)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat menerima
informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya.
2. Anger (Marah)
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal.
3. Bargaining (tawar-menawar)
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien mencoba menawarkan waktu untuk hidup.
4. Depetion (depresi)
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan segera mati. Ia sanagat
sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance (penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan bahwa ia akan meninggal.
Ia akan berusaha keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.

PENGKAJIAN PADA PASIEN TERMINAL

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klian pada saat sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang
sama
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.

2. Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat
a. Pasien kurang rensponsif
b. Fungsi tubuh melambat
c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
d. Rahang cendrung jatuh
e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
f. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
g. Kulit pucat
h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas/ketakutan individu, keluarga yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek
negatif pada gaya hidup.
2. Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga, takut
akan hasil (kematian) dengan lingkungannya penuh dengan stres (tempat perawatan).
4. Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

C. KRITERIA HASIL
1. Klien atau keluarga akan :
a. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan
b. Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggung jawab peran
dan gaya hidup.
2. Klien akan :
a. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
b. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
c. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara berikut ini:
a. Menghabiskan waktu bersama klien
b. Mempertahankan dalam perawatan
3. Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan:
a. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
b. Mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lingkungan tempat perawatan
c. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontinius selama perawatan pasien
4. Klien akan mempertahankan praktik spiritualnya yang akan mempengaruhi penerimaan
terhadap ancaman kematian

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan (individu, keluarga) yang berhubungan dengan situasi yang tidak dikenal. Sifat
kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya hidup.
Kriteria Hasil
Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan kepastian dan kenyamanan
2. Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya
hidup.
No Intervensi Rasional
1) Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
a. Berikan kepastian dan kenyamanan
b. Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empty, jangan ,menghindari pernyataan
c. Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan
dengan pengobatannya
d. Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif. Klien yang cemas mempunyai
penyempitan lapang persepsi dengan penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas
cenderung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan
ansietas, tegang, emosional dan nyeri fisik.
2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang
beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan dengan
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat ataupun parah tidak menyerap
pelajaran.
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka,
pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberikan kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak benar.
4) Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien
untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang

Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit dan kematian yang akan dihadapi penurunan fungsi,
perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain
Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang
dibuktikan dengan cara sbb:
a. Menghabiskan waktu bersama klien
b. Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka dengan klien
c. Berpartisipasi dalam perawatan

No Intervensi Rasional
1) Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan
kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan bahwa berduka
adalah reaksi yang umum dan sehat. Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang
dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan
perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesdeihan yang dalam dan respon berduka yang
lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima
dan mengatasi situasi dan respon merka tehadap situasi tersebut.
2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan
keberhasilan pada masa lalu Strategi koping positif membantu penerimaan dan pemecahan
masalah.
3) Berikan dorongan pada klien untuk mngekpresikan atribut dari yang positif memfokuskan
pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang
terjadi.
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan
dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian
yang akan terjadi di terima.
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidaknyamanan
dan dukungan. Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai
tindakan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukan
d. Meningkatkan kenyamanan fisik (skoruka dan bonet 1982)

Diagnosa III
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan takut akan hasil
(kematian) dan lingkungan penuh stres (tempat perawatan)
Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan :
1. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. Mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lingkungan tempat perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontinyu selama perawatan klien.

No Intervensi Rasional
1) Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang
empati. Kontak yangs sering dan mengkomunikasikan sikap perhatian dan peduli dapat
membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2) Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan
kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan
kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3) Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas
yang berkaitan dengan ketidak takutan
4) Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan
informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5) Anjurkan untuk sering brkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawatan. Kunjungan dan
partisipasi yang sering dilakukan meningkatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6) Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga dengan
masalah-masalah seperti kebutuhan financial, koping yang tidak berhasil atau konflik yang
tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankan fungsi
keluarga.

Diagnosa IV
Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mempuan diri dalam menghadapi ancaman kematian, klien
akan mempertahankan praktik spiritualnya yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman
kematian.
No Intervensi Rasional
1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau
spiritual yang di inginkan bila yang member kesempatan pada klien untuk melakukannya bagi
klien yang mendapatkan nilai tinggi pada doa atau praktek spiritual lainnya, praktek ini dapat
memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2) Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius
atau spiritual klien menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien
dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
3) Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien
4) Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdoa bersama klien lainnya atau membaca buku ke
agamaan perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan
klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spiritualnya.
5) Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohanian rumah sakit untuk mengatur
kunjungan. Jelaskan ketidak sediaan pelayanan (kapel dan injil RS) tindakan ini dapat
membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikan ritual yang penting
(Carson 1989)

E. IMPLEMENTASI
Diagnosa I
1. Membantu klien untuk mengurangi ansientasnya :
a. Memberikan kepastian dan kenyamanan.
b. Menunjukan perasaan tentang pemahaman dan empati jangan menghindari pertanyaan.
c. Mendorong klien untuk mengungkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan
dengan pengobatannya.
d. Mengidentifikasi dan mendorong mekanisme koping efektif
2. Mengkaji tingkat ansientas klien, merencanakan penyuluhan tingkatnya rendah atau sedang.
3. Mendorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan atau pikiran mereka.
4. Memberikan klien dan keluarga dengan kepastian dan penguatan prilaku koping positif.
5. Memberikan dorongan pada klien untuk menggunakan teknik relaksasi seperti panduan
imajines dan pernafasan relaksasi.

Diagnosa II
1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan, diskusikan
kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan, jelaskan bahwa berduka
adalah reaksi yang umum dan sehat.
2. Memberikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti memberikan
keberhasilan pada masa lalu.
3. Memberikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut dari yang positif.
4. Membantu klien menyatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua
pertanyaan dengan jujur.
5. Meningkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan
dan dukungan.

Diagnosa III
1. Meluangkan waktu bersama keluarga / orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian
pengertian yang empati.
2. Mengizinkan keluarga klien / orang terdekat untuk mengekspresikan lingkungan dan peralatan
itu.
3. Menjelaskan lingkungan dan peralatan itu
4. Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang diperkirakan dan
memberikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5. Mengajurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan keperawatan.
6. Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber komunitas dan sumber lainnya.

Diagnosa IV
1. Menggali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktik atau ritual keagamaan atau
spiritual yang diizinkan bila ia memberikan kesempatan pada klien untuk melakukannya.
2. Mengekpresikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik
religious atau spiritual klien.
3. Memberikan privasi dan ketenangan untuk ritual, spiritual sesuai kebutuhan klien dan dapat
dilaksanakan.
4. Menawarkan untuk menghubungi religious atau rohanian rumah sakit untuk mengatur
kunjungan, menjelaskan ketersediaan pelayanan misalnya : alquran dan ulama bagi yang
beragama islam.

F. EVALUASI
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3. Klien sudah ingat kepada Allah dan selalu bertawakkal.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai