Anda di halaman 1dari 8

LK 2.1.

Artikel Genre Sastra

Tulislah sebuah artikel tentang genre sastra yang bersumber dari minimal lima sumber bacaan
sastra. Artikel tersebut secara komprehensif memuat difinisi sastra dan genrenya yaitu puisi,
prosa, dan drama.

Artikel ini merupakan salah satu tagihan yang harus Saudara kumpulkan di dalam E-Portofolio.

Petunjuk:

1. Artikel ditulis maksimal 1000 kata


2. Ditulis dengan huruf arial 11, margin atas, bawah, kanan, kiri 2.
3. Menggunakan minimal 5 sumber bacaan.
4. Kerjakan seperti format berikut.

Nama : MUSLIKHA
Instansi : SD 05 KETANGGUNGAN, BREBES
Mengajar Kelas : 01
Judul Artikel : CERPEN DAN DRAMA
Sumber Bacaan 1. P. Tukan, S.Pd. 2006. MAHIR BERBAHASA INDONESIA 2 SMA Kelas
XI Program IPA dan IPS. Jakarta: Yudistira
2. Asep Ganda, Sadikin dkk. 2002. MARI MENGANGKAT MARTABAT
BAHASA KITA BAHASA INDONESIA BUKU PELAJAR UNTUK SMU
KELAS III. Bandung: Grafindo Media Pratama
3. http://rahmaniadian.blogspot.co.id/2015/02/danau-toba-suatu
senja.html
4. Andrea Hirata. 2005. LASKAR PELANGI. Yogyakarta: Bentang
Pustaka
5. http://kumpulanpuisi-terbaik.blogspot.co.id/2013/05/puisi-chairil-anwar-
doa.html

Isi Artikel

1.Drama: Oleh Bakdi Soemanto


Majalah Dinding
Dalam drama tersebut menceritakan kisah persahabatan antar siswa sekolah yang mengalami
permasalahan dengan karikatur yang dibuat temannya terkesan mengejek seorang guru karate
yang bernama Pak Kusno. Dalam drama ini yang berjudul dikisahkan Anton sebagai pemimpin
redaksi majalah dinding sedang termenung duduk sendirian di ruang kelas sementara Rini adalah
sekertaris redaksi. Waktu itu hari minggu. Anton tampak kusut, wajahnya muram. Ia belum mandi
hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia datang terburu-buru kesekolah karena mendengar berita
dari Wilar, wakil pemimpin redaksi. Ia menyatakan bahwa majalah dinding itu diberendel oleh
Kepala Sekolah, karena semua itu gara-gara karikatur Trisno yang terkesan mengejek Pak Kusno,
guru karate.
Seorang pelajar lainnya, Kardi sedang menekuni buku. Ia adalah esais yang mulai dikenal
tulisan-tulisanya lewat majalah dinding itu. Saat itu Anton memanggil Kardi untuk meminta bantuan
meyusun surat protes. Tapi Rini tiba-tiba datang dan mengatakan kalau kita semua kalah dengan
Kepala Sekolah. Mereka saling berpendapat bahwa Kepala Sekolah mereka bukan seorang
pendidik tapi penguasa karena kepala sekolah bertindak semaunya sendiri. Rini mengajukan untuk
melakukan protes diam, karena dengan protes kepala sekolah akan bingung berbuat apa. Tapi
disisi lain Anton khawatir dengan nasib Trisno. Ia takut kalau Trisno akan celaka. Mereka bertiga
mencoba berfikir untuk mencari solusi pemecahan masalah tersebut. Anton pun bependapat untuk
membuka front terbuka dalam memecahkan masalah tersebut, tetapi Kardi tidak setuju.
Menurutnya dengan cara seperti itu akan kalah perang, hal itupun akan berbahaya jika orang luar
tahu. Tidak hanya berbahaya tetapi juga akan mencemari nama baik sekolah.
Anton benar-benar khawatir jika tidak ada jalan keluar sedangkan Kardi menyarankan untuk
tidak tergesa-gesa dalam menyelesaikan masalah tesebut. Tidak berapa lama kemudian Trisno
muncul diruang kelas dan Rini mulai bertanya pada Trisno darimana saja dia, Anton pun ikut
bertanya pada Trisno apakah dia mendatangi rumah Pak Kepala Sekolah? Sedangkan Kardi
menayakan apakah dia dimarahi oleh Pak Kepala Sekolah? Trisno menjawab dengan nada kesal
kalau dia barusan disemprot. Ekspresi Rini pada Trisno heran karena Trisno datang ke Kepala
Sekolah sedangkan ia tahu kalau dia sendiri yang membuat masalah ini terjadi. Saat Anton
mendengar penjelasan Trisno, ia sangat marah sedangkan Kardi menyarankan harusnya dia tidak
datang kesana sebelum ada keputusan bersama dengan teman-temanya. Anton dan Rini merasa
kecewa terhadap sikap Trisno yang sok jagoan.
Kardi bertanya pada Trisno tentang hal apa saja yang dikatakan Kepala Sekolah terhadapnya
tapi lagi-lagi Trisno kesal karena Pak Kepala Sekolah menyebut mereka dengan kata bodoh. Hal
itu membuat Rini tersinggung karena dia merasa cantik tapi dibilang bodoh. Kardi bertanya kembali
seolah dia belum merasa puas dengan hal tersebut, dia bertanya apakah Kepala Sekolah
mendatangi rumahnya? Sementara Anton bertanya, apakah ibunya tahu tentang soal ini? Trisno
pun menjawab pertanyaan mereka, jika kepala sekolah mendatangi rumahnya, tetapi untung ibu
Trisno sudah pergi. Anton masih terus mencecar pertanyaan pada Trisno, apakah dia didesak
Kepala Sekolah tentang siapa yang membuat ide ide tersebut? Trisno menjawab dengan
terbata-bata menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Anton. Ia menjawab jika ide itu berasal dari
dirinya sendiri. Tapi Rini bingung karena ia berfikir ide tersebut sudah mendapat persetujuan dari
pemimpin redaksi.
Trisno menyatakan bahwa pemasangan karikatur tersebut tanpa sepengetahuan Anton dan
dia akan bertanggung jawab sepenuhnya. Kardi dan Rini menyinggung Trisno sedangkan Anton
merasa bersalah dan dialah yang seharusnya bertanggung jawab serta mendapat hukuman bukan
Trisno. Ia sangat merasa sedih dan kecewa. Mereka bertiga menyarankan pada Anton untuk
bersabar dan tdak kecewa. Tapi tidak berapa lama mereka saling berdebat kemudian mereka tiba-
tiba membisu. Trisno pun meminta maaf karna dia tidak bermaksud untuk menjadi pahlawan. Dia
hanya merasa tidak tega jika sahabatnya dihukum. Dia menyatakan kalau tidak peduli jika dia
harus dimarahi atau dikeluarkan. Dan akhirnya Trisno pergi meninggalkan ruang kelas. Anton
mencoba memanggilnya tetapi Trisno tidak menghiaraukan panggilanya. Kardi mencoba untuk
menenangkan Anton untuk membiarkan Trisno pergi. Rini kecewa terhadap sikap Trisno yang
terkesan ia lebih memihak Pak Kepala Sekolah. Tapi lagi-lagi Anton marah pada Kardi dan Rini. Ia
mengusir kedua temannya dari ruang kelas.
Saat keadaan mulai hening Anton terdiam dalam kesendirianya, ia berjalan hilir mudik. Rini
mencoba masuk keruang kelas tapi Anton mengusirnya untuk pergi dari dalam kelas. Tapi rini tak
menghiraukan ucapan Anton kemudian Wilar pun masuk kedalam ruang kelas. Ekspresi Rini dan
Anton terlihat cemas dan mulai bertanya tentang kabar Pak Bambang. Wilar pun menjelaskan
bahwa Pak Bambang sebagai wali kelas akan bertanggung jawab atas perbuatan siswanya
terhadap Pak Kusno, tapi ia berpesan untuk tidak bertindak sendirian. Pak Bambang akan
menemui Kepala Sekolah dan akan menjelaskan bahwa Pak Kusno memang kurang beres.
Mendengar penjelasan Wilar, Rini memuji Pak Bambang dengan guru sejati yang mau melibatkan
dirinya pada permasalahan siswanya. Mereka berpendapat jika Pak Bambang seperti seorang ibu
yang memiliki sifat lembut dan mau melindunginya dan Pak Bambang seperti sang penyelamat.
Diakhir penyelesaian masalah tersebut Kardi merenungi semua kejadian yang telah terjadi dan dia
berkesimpulan jika suatu kreatifitas membutuhkan perlindungan.

2. Cerpen : Indra Tranggono


Surat Yang Tak Pernah Ditulis
Dalam cerita ini dikisahkan seorang gadis yang bernama Ati. Suatu hari Ati gemetar menerima
surat dari ibunya. Ia merasa heran bagaimana ibunya bisa mengetahui alamatnya? Ia merasa tidak
pernah memberi tahu kepada siapapun. Alamat tempat tinggalnya ia rahasiakan. Seingat dia, tak
ada yang tahu jika kini ia tinggal di sebuah desa, dikaki perbukitan yang tandus dan jauh. Sebuah
desa yang tidak tertera dalam peta. Desa itu hanya dihuni oleh beberapa puluh jiwa. Para
penduduk asli hidup dari bercocok tanam ala kadarnya, karna sulitnya air. Usaha mereka berupa
tegalan. Ketela atau janggung yang tumbuh ditanah itu tidak semuanya menjanjikan kenyang.
Banyak tanaman yang meranggas dipanggang matahari. Para penduduk menjadikan tegalan itu
sebagai mata pencaharian cadangan. Penghidupan pokok mereka adalah memecah batu-batu
bukit, untuk dijual kekota. Desa itu terkenal penghasil batu yang bagus untuk fondasi bangunan.
Ati merasa tertegun saat surat tersebut belum terbuka berbagai perasaan teraduk dalam
rongga dadanya. Ia penasaran dengan kedatangan surat itu. Lembaga Swadaya Masyarakat
yayasan Kartini yang menugaskan dia mengabadikan diri didesa itu dan berjanji untuk tidak
membocorkan alamatnya. Ati berfikir dalam benaknya apakah mereka berkhianat? Saat
memutuskan untuk berangkat, Ati sengaja tidak memberitahu keluarganya, bahwa ia mengabdi
didesa yang dihuni para pengusi. Alasanya sederhana, jika dia pamit keluarganya pasti tidak
mengizinkannya. Karena dorongan kemanusian lebih besar dari pada pertimbangan hidup dengan
keluarganya, ia akhirnya memutuskan untuk pergi kedesa itu.
Lamunan Ati berantakan ketika suara anak didiknya ribut. Walaupun jumlah mereka sekitar 20
orang tapi suara mereka sangat dasyat menghentak-hentak gendang telinga. Saat Ati memberikan
tugas kepada anak didiknya, Ati menyuruh salah satu anak didiknya yang bernama Amrus untuk
maju kedepan kelas dan menyuruh anak tersebut membaca karanganya tapi Amrus hanya diam
saja sehingga Ati mengulangi perintahnya. Jawaban Amrus yang setengah takut karena dia belum
membuat tugasnya. Ati merasa kesal terhadap Amrus karena dia tidak bisa membuat karangan
keluarganya. Dan Ati pun mencoba menanyakan kembali apakah dia mempuyai seorang ayah, ibu
dan saudara-saudaranya. Amrus hanya menggeleng dan mengatakan kalau dia tidak punya ayah,
ibu dan saudara-saudaranya, Ati pun merasa heran. Seluruh kelas pun tertawa sehingga Amrus
menangis. Ati pun mencoba bertanya kembali dengan siapa dia tinggal? Dimana ayah, ibu dan
saudara-saudaranya? Amrus menjawab tinggal bersama dengan neneknya sambil mengusap air
matanya. Ati memberi tugas untuk mengerjakan karangan semampuhnya tanpa harus
menceritakan tetang keluarganya. Ati tinggal disebuah barak dan menjadi seorang guru SD. Saat
itu Ati mencoba membuka surat yang dikirim ibunya dengan persaan ringan. Namun hatinya
bergetar ketika menatap tulisan tangan yang rapih, halus dan teratur. Seketika itu dia terbayang
oleh sosok wajah ibunya dengan tatapan mata tua yang teduh dan menentramkan. Sejenak
kerinduan menggedor-gedor dadanya. Ibu, ayah dan saudara-saudaranya serta kampung
halamanya. Ati terperanjat ketika melihat isi surat yang dikirim ibunya, mengatakan bahwa ibunya
menunggu untuk pulang karena ibunya sangat khawatir atas keselamatanya. Kalimat itu menjelma
gumpalan padat dan keras yang mengganjal dihulu hati Ati pulang? kata yang sederhana namun
terlalu berat untuk dijalaninya.
Dalam benaknya terbayang wajah cemas ibunya. Sekejap kemudian muncul wajah bapaknya
yang sakit-sakitan, wajah kakak dan adiknya yang merindukan kehadiranya. Namun bagaikan
seluloid, adegan itu berganti dengan wajah anak-anak yang kosong menatap masa depan. Dalam
benak Ati haruskah ku tinggalkan mereka? Perasaan haru dan sedih terasa di hati Ati yang
meyesak didadanya. Ati kembali mengenang ketika pertama kalinya menjejakan kaki didesa tandus
itu. Ia disambut puluhan anak. Mereka mengeluh-eluhkan kedatangan dirinya, ada yang bernyayi
dan menari. Sambutan itu membuat matanya berkaca-kaca. Kemudian anak-anak itu
membawanya kesebuah barak besar pengungsian. Ati disambut hangat oleh warga penduduk
desa. Ada seorang tetua disana menanyakan status Ati apakah sudah menikah atau belum?
Seorang warga penduduk berpesan kepada Ati untuk mendidik anak-anaknya supaya pintar dan
nasibnya tidak seburuk orang tuanya. Ati mersa bangga karena mendapat kepercayaan dari
warga desa. Mereka berkata pada Ati bahwa orang jawa pintar-pintar tapi Ati merendah diri jika
warga disana juga pintar-pintar bahkan banyak yang sudah jadi sarjanah dijawa.
Surat yang ada pada genggaman tangan Ati membuat Ati teringat kembali ucapan ibunya yang
begitu singkat dan pendek. Kata pulang terngiang kembali namun, Ati mencoba membiarkan kata
itu mengembara dibenaknya. Malam yang semakin larut menyodorkan kantuk kepalanya. Matanya
dirasakan berat ati membatalkan niatnya untuk kembali membaca surat ibunya. Namun kantuk
tersebut mendadak raib ketika terdengar suara deru truk. Ketika Ati membuka pintu, dalam
keremangan ia melihat anak-anak, dan ibu-ibu menangis, ada juga yang merintih menahan luka
yang terpahat disekujur tubuhnya. Orang-orang pontang panting memberikan pertolongan.
Kesibukan dadakan itu membuat para pengungsi yang sudah tertidur bangun. Mereka melakukan
apa saja yang bisa membantu pengungsi baru. Malam-malam dibarak pengungsian menjadi malam
yang panjang dan memilukan bagi Ati. Waktu terasa berhenti, kehidupan terasa ngadat, bahkan
mati. Hari memang terus berganti tetapi tidak dalam soal penderitaan. Ati terhenyak saat
memeriksa hasil karangan muridnya yang bernama Amrus, tulisan itu lebih pantas disebut surat. Ati
ingin mengungkap seluruh pengalamnya didalam surat untuk ibunya di yogya. Namun ia mendadak
membatalkan niatnya. Ia tidak ingin menambah kesedihan ibunya, bapaknya dan saudara-
saudaranya. Dan akhir dari surat itu ia harus menulis, ibu saya pasti pulang tapi entah kapan.

3. Cerpen: T. Sandi Situmorang

Danau Toba Suatu Senja

Di senja hari, Danau Toba terlihat biru dan tenang, tanpa ombak. Di atas air danau, beberapa
elang terbang dan siap memangsa ikan yang lengah. Di tengah danau, terlihat beberapa nelayan
yang sedang memasang jala untuk diambil dikemudian hari. Di tepi danau, terlihat anak-anak dan
wanita yang sedang mencuci dan mandi. Beberapa diantara mereka siap pulang dengan
membawa ember berisi air di atas kepala. Di atas perahu kecil yang bisaa disebut solu, terlihat
Todo yang terbahak riang sehingga membuat solunya sedikit oleng. Umpannya dimakan ikan lagi
dan ia berharap bukan ikan mujair lagi, karena Opungnya pernah berkata bahwa di danau itu
terdapat ikan mas, ikan gabus, dan lele. Saat ikan mulai muncul ke permukaan air, Todo merasa
kecewa karena ia pikir ikan yang ia dapat ikan mujair lagi. Tetapi setelah ikan sampai ke
permukaan air, Todo melihat ikan yang ia dapat berwarna hitam sebelah seperti sudah dibakar,
tetapi disisi lain masih mentah. Dibawanya pulang ikan ajaib itu dan meletakkannya di baskom
yang telah diisi air oleh Opungnya. Sebelumnya ikan sudah setengah pingsan. Begitu di dalam air,
ikan mengapung dan akhirnya bergerak lincah. Ikan yang ditemukan Todo itu dianggap bukan ikan
biasa oleh Opung. Opung mengatakan bahwa ikan tersebut milik penunggu danau. Opung
menyuruh Todo mengembalikan ikan itu, tetapi Todo membantah. Opung tetap memaksa.
Akhirnya Todo dan Opung pergi ke tengah danau, tempat Todo menemukan ikan itu, lalu
mengembalikannya. Setelah ikan itu ditaruh di air, ikan itu langsung berenang ke bawah. Kemudian
Opung menaruh beberapa lembar sirih, sambil memohon ampun pada penunggu danau. Setelah
itu, Opung melarang Todo memancing lagi. Todo kesal sekali. Beberapa hari kemudian Todo tetap
memancing ke danau. Awalnya Todo memancing di pinggir danau, tetapi lama tidak mendapatkan
ikan, Todo semakin ke tengah. Todo sama sekali tidak merasa khawatir, karena ia pandai
berenang. Lagi pula kalau dekat daratan, pasti bisa ketahuan Opung. Todo merasa tarikan pada
pancingnya, Todo berpikir bahwa itu ikan segar. Solu Todo sedikit oleng. Tiba-tiba angin bertiup
kencang, ombak besar bergulung-gulung mendekati solunya. Langit berubah menjadi hitam dan
petir menyambar. Ombak menerjang, dan Todo tersentak lalu terlempar ke air. Todo berudaha
berenang, tetapi ada yang menariknya ke bawah. Akhirnya, Todo samapi di pulau yang asing.
Todo duduk di atas batu besar. Di tempat itu sangat sunyi, tetapi indah. Dari belakang, Patar
menepuk pundaknya, dan mereka berbincang-bincang. Ternyata, Patar juga mengenal Opung.
Tiba-tiba air menjadi ganas, ombak bergulung-gulung, angin putar bertiup kencang, bergerak
mendekati tempat mereka duduk. Patar mengatakan kepada Todo, bahwa dia harus masuk ke
pusaran air tersebut. Tetapi Todo tidak mau masuk ke pusaran air. Patar memberikan sebuah
kalung kepada Todo dan memberi pesan mengenai kabarnya untuk disampaikan kepada Opung.
Setelah itu, Patar mendorong Todo hingga masuk ke pusaran air. Tidak lama kemudian, kepala
Todo menyembul ke permukaan danau. Akhirnya, Todo dan Kania pulang ke Medan. Di
perjalanan, saat Kania sudah tidur, Todo mengingat kejadian yang lalu. Ternyata, Patar adalah
anak sulung Opung. Kalung pemberian Patar tersebut menjadi perantara, untuk mengabarkan
pada Opung, bahwa dia baik-baik saja.
Opung menyimpan kesedihan yang dalam. Beberapa puluh tahun yang lalu, Patar sering
menjala ikan, hingga ia mendapatkan ikan yang sama seperti yang diperoleh Todo. Saat ikan
tersebut dibawa pulang, Opung menyuruhnya untuk mengembalikan ke danau karena ikan itu milik
penunggu danau. Namun Patar membantah. Saat Patar menjala ikan ke danau lagi, Patar tidak
pernah kembali ke daratan. Sesepuh desa bilang, Patar diambil penunggu danau karena telah
lancang mengambil ikan miliknya. Dia yakin, bahwa yang terjadi padanya, bukan suatu kecelakaan.
Sewaktu di sana, Todo hanya merasa suatu senja. Tetapi, ternyata lebih seminggudia dinyatakan
dilang di danau Toba.

4. Novel: Andrea Hirata


Laskar Pelangi

SD Muhammadiyah tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-


sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar
karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang
mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa
ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan
Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha
mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris
dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu,
terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah
mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin:
gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya,
jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi
sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras,
sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah
mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.Kendati demikian, keajaiban
seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh.
Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru
muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas
anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak
tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan pendidikan
sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar
tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun.
Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang
sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu
Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas muridnya. Kedua
guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi
mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika
tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas
tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang
puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika Lintang,
siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu
triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus
menghidupi keluarga, sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia.
Belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah
karena alasan biaya dan nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya
raya dengan mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali
sudah tidak bisa membiayai diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan
yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi. Akhirnya
kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada
yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu
perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa
international kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan
predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris.
Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus
dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka
sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.

5. Puisi : Chairul Anwar


Puisi DOA
Puisi Doa Chairul Anwar mengungkapkan tema ketuhanan, yang memiliki keuatan pesan religi
yang sangat kental. Puisi ini di sajikan dalam salah satu bentuk puisi religi yang cukup transparan
dengan gaya bahasa yang jelas dan mudah untuk di pahami oleh siapapun. Dalam puisi Doa
menyatakan jika kehidupan ini tidak ada solusi lain, selain mengembalikan segala permasalahan
kehidupan kepada sang pencipta. Tema pada puisi karya Chairul Anwar ini mengungkapkan
tentang ketuhanan hal ini dapat dilihat dari beberpa bukti seperti pada diksi yang digunakan sangat
kental dengan kata-kata bermakna ketuhanan. Kata Doa yang digunakan sebagai judul
menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan sang pencipta.
Kata-kata lain yang menukung tema adalah, Tuhan ku, nama- Mu, mengingat Kau, caya-Mu,
dipintu-Mu.
Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari
tidak bisa terlepas dari tuhan. Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi Doa sangat tepat
digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan
atau jiwanya Aku tidak bisa berpaling pada puisi yang bertemakan ketuhanan ini mengungkap
dialog dirinya dengan tuhan. Kata Tuhan yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti
tersebut. Seolah-olah penyair sedang berbicara pada tuhannya. Puisi Doa bernada sebuah ajakan
agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisaberpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu,
dekatkanlah diri kita dengan Tuhan, hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan
dinegeri asing. Sedangkan perasaan dalam puisi ini adalah gambaran penyair dengan perasaan
terharu dan rindu. Pesan amanat dalam puisi Doa adalah menghayati hidup dan selalu merasa
dekat dengan Tuhan. Penyair mengingatkan pada hakikatnya hidup manusia hanyalah
pengembara dinegeri asing yang suatu saat akan kembali juga.

Anda mungkin juga menyukai