Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agamarohmatan Lilalamin yang dibawa oleh Nabi Muhammad
Saw mengandung sebuah misi dakwah yang harus disebarkan kepada seluruh
manusia.Ini terbukti dengan adanya sebuah peradaban dan sejarah yang cemerlang
dimasa lalu. Kita dapat melihat bagaimana perjuangan Nabi Muhammad Saw dan para
sahabatnya dalam melakukan ekspansi atau perluasan wilayah yang begitu hebat dalam
penyebaran agama islam, sehingga peradaban Islam dimasa lalu sangat maju dan pesat.

Diantara perluasan wilayah yang pernah ditaklukan dan diislamisasikan oleh islam
adalah kawasan Asia Timur dan Asia Selatan, Negara-negara yang termasuk kedalam
kawasan Asia Timur adalah Cina, Korea dan Jepang. sedangkan Negara-negara yang
termasuk dalam Asia Selatan diantaranya adalah India, Pakistan, Sri Langka, Maladewa
dan Bangladesh. Islam diperkenalkan diwilayah ini dalam bentuk sebuah peradaban
yang telah berkembang yang diwarnai dengan budaya pertanian, perdagangan dan
keagamaan yang terorganisir secara mapan. Islam bukan kekuatan pertama yang dapat
menguasai dua kawasan ini, tetapi dengan masuk dan berkuasanya islam diwilayah
tersebut selama tiga berabad-abad lamanya, ternyata islam mampu memberikan
kontribusi bagi kebudayaan setempat. Karena dua wilayah ini terdiri dari berbagai
macam ras, keturunan, dan golongan sehingga mengakibatkan wilayah ini mudah untuk
dikuasai oleh kekuatan dari luar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan agama Islam di Cina?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan agama Islam di Jepang?

3. Bagaimana sejarah dan perkembangan agama Islam di Korea?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan agama Islam di Cina

2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan agama Islam di Jepang

3. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan agama Islam di Korea


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan perkembangan islam di China


Islam sampai ke Cina melalui dua jalur perdagangan, pertama-tama melalui jalan laut,
dan kemudian melalui jalur darat. Komunitas Muslim Cina telah meningkat terus-
menerus bertahun-tahun melalui imigrasi, perpindahan agama dan perkawinan.

Sumber-sumber Cina Kuno melaporkan bahwa ekspedisi Arab datang ke Cina di tahun
kedua pemerintahan Kaisar Yung Way dari Dinasti Tang; yaitu pada 31 H (651 M) di
masa pemerintahan Khalifah Utsman. Orang-orang Muslim Cina percaya bahwa para
anggota delegasi ini, yang berjumlah 15 orang, adalah orang muslim pertama yang
memasuki Cina. Mereka percaya bahwa ekspedisi itu di bawah Saad Ibn Abi Waqqas,
salah seorang sahabat Nabi. Delegasi datang ke Cina melalui laut, mendarat ke Kanton,
kemudian melalui darat pergi ke ibukota Shang-An (sekarang Sian) di mana mereka
disambut oleh Kaisar dan diizinkan membangun sebuah masjid. Masjid ini diyakini
sebagai masjid pertama di Cina, yang masih berdiri sampai sekarang. Ada juga sebuah
masjid di Kanton, di atas kuburan Saad, ketua ekspedisi itu. Namun cerita ini belum
diuji dengan sumber-sumber Arab, dan dapat dipastikan bahwa Saad Ibn Abi Waqqas
meninggal di Madinah. Ini berarti bahwa ketua ekspedisi itu pasti Saad yang lain.

Tentara Muslim mencapai perbatasan Cina pertama kali melalui darat di masa Khalifah
Walid dari Bani Umayyah. Al Hajjaj Ibn Yusuf Al Tsaqafi, Gubernur Irak pada waktu
itu mengirim tentara Muslim di bawah pimpinan Qutaibah Ibn Muslim Al Bahili ke
perbatasan Cina. Tentara itu meninggalkan Samarkand (Uzbekistan) pada 93 H (711 M)
dan memasuki Kashgar (Singkiang) pada 96 H (714 M). Kaisar Cina kemudian setuju
membayar upeti kepada orang-orang Muslim sebagai tanda kesetiaan kepada Negara
Muslim.

Hubungan perdagangan meningkat dengan pesat antara bangsa Muslim dan Cina.
Perdagangan dijalankan pertama dengan jalur laut, kemudian ketika Kasghar menjadi
bagian dari bangsa Muslim, melalui jalur darat. Kebanyakan pedagang adalah Muslim,
dan umumnya dari Arabia dan Persia. Hubungan antara Cina dan bangsa Muslim di
masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah terus menerus bersifat ramah dan hangat, saling
tukar-menukar kedutaan dan delegasi. Pada 138 H (755 M) Kaisar Cina meminta
pertolongan dari bangsa Muslim untuk memadamkan pemberontakan An-Lu-Chan.
Khalifah memenuhi dengan mengirim pasukan terdiri dari 4.000 orang tentara Muslim
yang berhasil mengalahkan pemberontak dan menetap di tanah Cina. Mereka
mengawini wanita Cina, membangun keluarga Muslim, sehingga memberikan dukungan
demografik yang kuat kepada komunitas Muslim pertama di Cina.[1]

Selama Dinasti Tang, orang-orang Muslim hidup makmur dan dihormati di Cina,
banyak Kaisar yang memberikan perlakuan istimewa kepada mereka. Pemberian hak
istimewa ini meningkat di bawah Dinasti Siung. Ada 86 delegasi dari Negara Muslim ke
China antara 31 H (651 M) dan 604 H (1207 M). Sepanjang Dinasti Siung pos baru
diciptakan, yaitu Direktur Jendral Laut di Kanton selalu dijabat oleh soerang Muslim.
Sepanjang periode yang sama, penduduk Muslim meningkat dan terjadi perpindahan
agama secara massal Suku Hsiung Nu.

Orang-orang Mongol di bawah Chingis Khan menyerbu China dan meruntuhkan Dinasti
Siung. Kubilay Khan, anak Chingis membanagun Dinasti Yuan. Pada waktu itu tentara
Mongol menaklukkan sebagian besar bagian Asia dari dunia Islam dan menghancurkan
kekhalifahan Abbasiyah dan ibu kota Muslim, Baghdad. Namun akibat sampingnya
adalah Pax Mongolica yang meliputi bagian-bagian dunia Islam dan China dalam satu
unit tunggal. Situasi ini membantu terjadinya perpindahan agama secara massal ke
Islam, terutama para pembesar Mongol. Akhirnya orang-orang Muslim menjadi kelas
terkemuka di seluruh Negara Mongol. Di periode ini pengembara Maroko Ibn Batutah
mengunjungi China. Ia melaporkan bahwa tiap kota China mempunyai kota Muslim di
mana hanya hidup orang-orang Muslim, dalam kota-kota ini ada masjid dan lembaga-
lembaga lain. Orang-orang Muslim sangat dihormati.

(PUNCAK KEJAYAAN) Dinasti Mongol (Yuan) jatuh pada 1368 M, diganti oleh
Dinasti Ming sampai 3 abad sampai tahun 1644 M. Muslim memencapai puncak
kemakmuran pada periode ini. Pengaruh Islam pada Dinasti Ming pernah lebih besar
dari Dinasti Mongol. Kaisar pertama dinasti itu, Ming Tsai Tsu, dan Kaisar wania
diperkirakan telah menjadi Islam. Kaisar Yung Lu (1405-32 M) menggunakan kalender
Hijriyah sebagai kalender resmi China dan mengirim Duta Besar Muslim, Chung Hu, ke
beberapa Negara Muslim untuk membangun hubungan yang hangat dengan mereka.
Kebanyakan pejabat tinggi Dinasti Ming juga Muslim.[2]

Dinasti Ming dijatuhkan oleh Manchu yang membangun Dinasti Ching. Kebijakan
opsesif (menekan) Dinasti Mancu, yang didirikan pada abad ke-17, mengakibatkan
timbulnya banyak pemberontak Muslim. Pemberontakan yang sangat hebat terjadi di
Propinsi Yunan dan Kansu. Haulung (1871) mampu menguasai wilayah yang sangat
luas, sementara Yaqub Beg (1820-1877) berhasil membentuk pemerintahan yang
memperoleh pengakuan saat kekuatan kerajaan China pulih kembali. Di Honan muncul
perjuangan yang berakhir pada tahun 1953 dengan tujuan untuk mendirikan sebuah
pemerintahan Islam yang merdeka.

Rezim peerintahan republic yang baru, yang bermula pada awal abad ke-20. Dalam
pemerintahan Republik Rakyat Cina orang Muslim tidak diperlakukan sebagai satu
kelompok masyarakat. Hanya kelompok etnik yang terdapat dalam komunitas Muslim
yang memperoleh pengakuan langsung. Mereka dinyatakan sebagai warga Negara
minoritas.[3] Tekanan dan kedzaliman yang dilakukan oleh pemerintah Cina semenjak
tahun 1911 1949 dalam pemerintahan Republik Cina dan 1949 sekarang oleh RRC
membuat muslim uighur maupun muslim hui menjadi sangat gerah. Di Xinjiang,
walaupun daerah tersebut sangat kaya dengan minyak dan pariwisatanya, namun
penduduk uighur hidup dalam kemiskinan dan tekanan dalam ibadah mereka.
Pemerintah Cina seolah-olah ingin mengatakan Kami mau harta di Xinjiang tetapi
tidak menginginkan orang-orang uighur. Akumulasi tekanan dan penindasan inilah
yang menjadi cikal bakal kerusuhan-kerusuhan di Xinjiang, termasuk terakhir yang
terjadi 5 Juli 2009 lalu.

Tercatat sekitar 184 orang meninggal 1434 orang dipenjara dan 1680 lainnya terluka
dalam bentrok aparat dengan muslim uighur. Dan yang lebih parah lagi, setelah kejadian
itu, pemerintah Cina seolah membiarkan ketika kejadian ini berganti menjadi kerusuhan
etnis. Setelah pemerintah dan aparat keamanan yang menghabisi etnis uighur, giliran
suku Han yang dipancing untuk menghabisi etnis uighur, dan ini dibiarkan begitu saja
oleh pemerintah Cina. Lebih menuakitkan lagi, sampai sekarang aparat Cina mengepung
kota Urumqi dengan tentara yang sangat banyak dan melarang shalat jumat bagi orang
muslim uighur.[4]

B. Sejarah dan perkembangan islam di Jepang


Pada tahun 1890 terjadi peristiwa penting yang mempertemukan Jepang dan
Islam. Peristiwa ini dikenal dengan Kapal Entragul. Sebuah kapal Turki singgah di
Jepang dalam urusan diplomatic. Akan tetapi selama perjalanan pulangnya kapal
tersebut karam. Dari 600 penumpang hanya 69 orang yang selamat. Pemerintah
bersama-sama rakyat berusaha menolong penumpang yang selamat. Dan mengadakan
upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal. Kemudian yang selamat
kembali ke Turki. Pada tahun 1891, dikirimlah utusan dari Turki ke Jepang dan
terjalinlah hubungan yang baik antara Turki dan Jepang. Hal ini sangat menguntungkan
bagi Jepang dalam melawan Rusia. Pada saat armada kapal Rusia melintasi laut Baitik,
Turki memberitahukannya kepada Jepang. Sehingga Jepang memperoleh kemenangan
dalam melawan Rusia.[5]

Islam diperkenalkan di Jepang sekitar pergantian abad yang lalu oleh orang Tartar
Muslim dari Imperium Rusia. Salah seorang pendakwah pertama, Abdul Rashid Ibrahim
datang di Jepang pada tahun 1909. Setelah itu lebih banyak Muslim Tartar datang lebih
banyak, kemudian orang Jepang pindah agama ke Islam.[6] Orang Jepang yang pertama
kali masuk Islam adalah Torajiro Yamada. Kemudian disusul oleh Mitsutaro Takaoka
pada tahun 1909, yang kemudian mengganti namanya menjadi Omar Yamaoka setelah
pulang dari ibadah haji. Kemudian Bunpachiro Ariga tahun 1946, yang kemudian
berganti nama menjadi Achmad Ariga, seorang pedagang yang mendapat pengaruh
Islam dalam perjalanan ke India. Kemudian ada lagi nama Hilal Torajiro 1957, Yarullah
Tanaka Ippei 1934, dan lain-lain.

Islam di Jepang berkembang pesat saat berkecamuknya Perang Dunia II, kemudian satu
lagi pada saat terjadi krisis minyak dunia. Islam mencapai puncak kejayaannya di
Jepang pada tahun 1973, namun perkembangan Islam di Jepang tidak sama halnya
dengan perkembangan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah yang berada di Timur
Tengah. Islam di Jepang hanyalah Islam yang bersifat minoritas semata, jauh berbeda
dengan Islam di Timur Tengah. Kalau pada masa Dinasti Abbasiyah, agama Islam
berkuasa secara penuh dikarenakan semua penduduk menganut agama Islam, lain
halnya dengan Islam yang ada di Jepang yang hanya sebagian kecil penduduknya yang
menganut agama Islam.

Setelah usainya krisis minyak dunia Islam pun kembali mulai dilupakan oleh
masyarakat Jepang. Setelah itu agama Islam seolah-olah sulit berkembang di negara ini.
Hal ini disebabkan oleh ketaatan masyarakat Jepang pada agama Shinto dan Budha.

Perkembangan agama Islam di Jepang pada saat ini sudah mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Berdasarkan perkiraan Islamic Centre, jumlah pnganut agama Islam
di Jepang sudah mencapai 70.000 sampai dengan 200.000 orang. Penganut Islam
terbanyak adalah berasal dari luar Jepang. Menurut Michael Penn, dari total keseluruhan
penganut Islam di Jepang hanya sekitar 10% yang merupakan berasal dari penduduk asli
Jepang. Sedangkan 90% merupakan penduduk pendatang dari luar Jepang. Sebagian
besar pemeluk agama Islam di Jepang adalah para pelajar dan para imigran dari negara-
negara Asia Tenggara dan Timur Tengah. Mereka tersebar di banyak tempat, seperti di
Tokyo, Nagoya, Osaka, Kobe, dan tempat-tempat lainnya. Salah satu sebab agama Islam
bisa berkembang di Jepang adalah karena bagusnya iklim toleransi yang ada di
masyarakat Jepang. Dan adanya jaminan kebebasan beragama oleh pemerintah Jepang.
Toleransi penduduk asli terhadap agama baru sangat tinggi. Misalnya saja: pada jamuan
makan/minum selalu ditanyakan apakah ada yang berpantang terhadap daging atau
minuman yang mengandung alkohol.

Di Jepang terdapat ratusan masjid, jumlah masjid yang terbanyak berada di daerah
Tokyo.[7] Masjid pertama yang dibangun oleh orang Muslim di Jepang adalah Masjid
Kobe, yaitu pada tahun 1935. Kemudian pada tahun 1938 mereka membangun masjid
Tokyo. Saat ini ada sekitar sepuluh asosiasi Muslim mengumpulkan komunitas di kota-
kota sebagai berikut: Tokyo,Kyoto, Kobe, Naruta, Tokoshima, Sendai, Nagoya,
Kamizawa.[8] Masjid terbaru sekarang adalah Masjid Gitu yang terletak di daerah
provinsi Aichi.
Dakwah-dakwah dilakukan secara individual kepada keluarga. Dakwah-dakwah
dilakukan secara rutin terhadap komunitas-komunitas muslim di sini. Di negara ini
terdapat beberapa organisasi Islam, diantaranya Japan Muslim Asociation dan Japan
Islamic Congres. Negara ini pernah menyelenggarakan seminar internasional yang
diselenggarakan oleh JIC (Japan Islamic Congres). Dengan adanya organisasi ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan agama Islam di Jepang. Organisasi ini
menyediakan markas kegiatan sosial pendidikan dan markas sosial keagamaan.
Organisasi keagamaan juga menyelenggarakan acara bersama dan juga diskusi untuk
menambah pengetahuan keislaman. Selain itu acara ini juga efektif dalam membina
persaudaraan sesama Muslim. Dengan adanya organisasi keagamaan ini merupakan
salah satu upaya yang mendorong pengembangan agama Islam serta mengenalkan
agama Islam secara lebih luas pada masyarakat Jepang dan cosmopolitan.[9]

Di masa kini ketika Jepang menjadi salah satu tujuan pendidikan, usaha dan wisata yang
populer, banyaknya pekerja, pelajar dan wisatawan muslim turut mempengaruhi
perkembangan Islam disana. Minister Sato, Wakil Duta Besar untuk Indonesia
menyatakan: "Di Jepang pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan (1930-an), hanya
ada dua masjid, namun saat ini sudah terdapat lebih dari seratus masjid. Masyarakat
Islam yang ada di Jepang, paling banyak orang Indonesia, kemudian orang Pakistan,
Bangladesh, dan Iran. Pusat Islam dan Asosiasi Muslim Jepang di Tokyo menjadi pusat
studi Islam dan Bahasa Arab bagi warga Jepang, yang banyak menarik perhatian warga
muda Jepang. Saya percaya, akumulasi dari berbagai usaha yang kecil seperti ini, dapat
memberi andil bagi dunia yang lebih damai."

Bandara-bandara internasional di Jepang berusaha menjadi lebih ramah kepada umat


Islam dengan menyediakan fasilitas dan ruang ibadah di tengah kenaikan tajam
pengunjung dari dunia Islam menyusul kelonggaran dari pemerintah Jepang tentang
peraturan untuk mengeluarkan visa pada Juli 2013.

Kyoto, juga berencana menjadi kota yang ramah terhadap muslim. Pasca pembebasan
visa pada Juli 2013, jumlah pengunjung muslim asal Malaysia ke Jepang meningkat dan
mendorong pemerintahan di Kyoto mencari cara untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kyoto memiliki kelompok studi dibawah Asosiasi Muslim Kyoto. Asosiasi yang berdiri
sejak tahun 1987 ini mengusahakan agar muslim dapat mengunjungi masjid dan
beribadah di dalamnya, menyediakan ruangan dengan petunjuk arah kiblat, juga
memberikan informasi terkait tempat-tempat makan halal yang di Kyoto.[10]

C. Sejarah dan perkembangan islam di Korea


Selama pertengahan abad ke-7, pedagang Muslim telah melintasi Asia Timur
sejak Dinasti Tang dan membentuk kontak denganSilla, salah satu dari Tiga Kerajaan
Korea Pada tahun 751 M, seorang jenderal Cina keturunan Goguryeo, Gao Xianzhi,
memimpinPertempuran Talas untuk Dinasti Tang terhadap kekhalifahan
Abbasiyah namun dikalahkan. Referensi paling awal ke Korea dalam kerja geografis
non-Asia Timur muncul dalam General Survey of Roads and Kingdoms oleh Ibnu
Khurdadbih pada pertengahan abad ke-9.

Kehadiran pertama Islam dapat diverifikasi di Korea berawal dari abad ke-9 selama
periode Silla Bersatu dengan kedatangan pedagang dan
navigator Persia dan Arab. Menurut banyak geografer Muslim, termasuk penjelajah dan
ahli geografi Muslim Persia abad ke-9 Ibnu Khurdadbih , banyak dari mereka menetap
secara permanen di Korea, mendirikan desa-desa Muslim. Beberapa catatan
menunjukkan bahwa banyak dari pemukim berasal dari Irak. Catatan lain menunjukkan
bahwa sejumlah besar dari Syiah faksi Alawi menetap di Korea. Selanjutnya yang
menunjukkan adanya masyarakat Muslim Timur Tengah di Silla adalah patung-patung
wali kerajaan dengan karakteristik khas Persia. Pada gilirannya, umat Islam banyak
kemudian menikah dengan wanita Korea.
Beberapa asimilasi ke Buddhisme dan Shamanisme terjadi, karena isolasi geografis
Korea dari dunia Muslim.

Hubungan perdagangan antara dunia Islam dan semenanjung Korea dilanjutkan dengan
kerajaan Goryeo sampai abad ke-15. Akibatnya, sejumlah pedagang Muslim dari Timur
Dekat dan Asia Tengah menetap di Korea dan mendirikan keluarga di sana. Setidaknya
satu klan utama Korea, keluarga Chang keluarga dengan tempatnya di desa Toksu,
mengklaim keturunannya dari keluarga Muslim. Beberapa Muslim Hui dari Cina juga
tampaknya telah tinggal di kerajaan Goryeo. Pada 1154, Korea termasuk dalam atlas
dunia geografer Arab Muhammad al-Idrisi, Tabulla Rogeriana. Peta tertua dunia
Korea, Kangnido, menarik pengetahuan dari Kawasan Barat dari karya geografi Islam.

Kontak kecil dengan masyarakat mayoritas Muslim, khususnya Uighur, berjalan terus
dan semakin dekat. Satu kata untuk Islam dalam bahasa Korea, hoegyo berasal
dari huihe, nama Bahasa Tionghoa tua untuk Uyghur. Selama akhir periode Goryeo, ada
masjid di ibukota Gaeseong. Selama kekuasaan Mongol di Korea, Mongol sangat
bergantung pada Uyghur untuk membantu mereka menjalankan kerajaan besar mereka
karena keaksaraan Uighur dan Uighur berpengalaman dalam mengelola jaringan
perdagangan yang diperluas. Setidaknya dua orang Uighur duduk di Korea secara
permanen dan menjadi nenek moyang dari dua klan Korea.

Pada periode awal Joseon, penanggalan Islam berfungsi sebagai dasar untuk kalender
karena reformasi untuk akurasi yang unggul di atas kalender Cina yang sudah
ada. Penerjemahan Korea dari Huihui Lifa, sebuah teks yang
menggabungkan astronomi Cina dengan astronomi Islam, dipelajari di Korea di
bawah Dinasti Joseon di masa Sejong yang Agung pada abad ke-15. Tradisi astronomi
Cina-Islam bertahan di Korea sampai awal abad ke-19.

Namun, karena isolasi politik dan geografis Korea selama periode Joseon, Islam harus
menghilang di Korea yang pada saat itu diperkenalkan kembali pada abad ke-20. Hal ini
diyakini bahwa banyak praktik-praktik keagamaan dan ajaran tidak dapat bertahan.
Namun, pada abad ke-19, pemukim Korea di Manchuria melakukan kontak kembali
dengan Islam, ini menjadi Muslim Korea pertama pada zaman modern.

Catatan paling awal dari Muslim asli Korea berawal dari abad ke-19, ketika ada sebuah
komunitas Muslim yang signifikan yang menempatkan dirinya di Manchuria. Kelompok
ini meliputi keturunan pedagang Asia Tengah yang telah menetap di kota-kota
Manchuria. Di sanalah warga Korea asli pertama kali datang untuk menerima Islam
sebagai agama mereka. Namun, itu hanya setelah Perang Korea bahwa Islam mulai
tumbuh secara signifikan di Korea. Islam diperkenalkan ke Korea oleh Brigade
Turki yang datang untuk membantu Korea selama perang. Sejak itu, Islam telah terus
tumbuh di Korea dan diadopsi oleh kalangan penduduk asli Korea yang cukup
signifikan.

Pada tahun 1962, pemerintah Malaysia menawarkan hibah sebesar US$ 33.000 untuk
sebuah masjid yang akan dibangun di Seoul. Namun, rencana itu gagal karena inflasi.
Tidak sampai 1970-an, ketika hubungan ekonomi Korea Selatan dengan banyak negara
Timur Tengah menonjol, menunjukkan bahwa minat terhadap Islam mulai bangkit
kembali. Beberapa warga Korea yang bekerja di Arab Saudi masuk Islam, ketika
mereka menyelesaikan masa tugas kerja mereka dan kembali ke Korea, mereka
didukung sejumlah Muslim penduduk asli. Masjid Pusat Seoul akhirnya dibangun di
Seoul lingkungan Itaewon pada tahun 1976. Saat ini ada juga masjid
di Busan, Anyang, Gwangju, Jeonju dan Daegu. Menurut Lee Hee-Soo (Yi Hui-su),
Presiden Korea Islam Institute, ada sekitar 40.000 Muslim yang terdaftar di Korea
Selatan, dan sekitar 10.000 diperkirakan penganut yang sangat aktif.

Korea Muslim Federation (KMF) mengatakan akan membuka sekolah dasar Islam
pertama bernama SD Pangeran Sultan Bin Abdul Aziz pada Maret 2009 dengan tujuan
membantu belajar tentang agama mereka melalui kurikulum sekolah resmi. Rencana
sedang dilakukan untuk membuka sebuah pusat budaya, sekolah menengah dan bahkan
universitas. Abdullah Al-Aifan, Duta BesarArab Saudi di Seoul, menyerahkan $500.000
untuk KMF atas nama pemerintah Arab Saudi.

Jauh sebelum dibentuknya sekolah formal berupa SD, sebuah madrasah bernama
Madrasah Sultan Bin Abdul Aziz, telah berfungsi sejak tahun 1990 dan di situlah anak-
anak diberi kesempatan untuk belajar bahasa Arab, budaya Islam, dan Inggris. Banyak
Muslim Korea yang mengatakan gaya hidup mereka yang berbeda membuat mereka
lebih menonjol daripada yang lain dalam masyarakat. Namun, kekhawatiran terbesar
mereka adalah prasangka yang mereka rasakan setelah serangan 11 Septemberpada
tahun 2001.[11]
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Islam datang ke Cina di tahun kedua pemerintahan Kaisar Yung Way dari
Dinasti Tang; yaitu pada 31 H (651 M) di masa pemerintahan Khalifah Utsman.
Muslim memencapai puncak kemakmuran pada masa Dinasti Ming. Kaisar pertama
dinasti itu, Ming Tsai Tsu, dan Kaisar wania diperkirakan telah menjadi Islam.
Namun, pada rezim pemerintahan republik yang baru, yang bermula pada awal abad
ke-20. Dalam pemerintahan Republik Rakyat Cina orang Muslim tidak diperlakukan
sebagai satu kelompok masyarakat. Hanya kelompok etnik yang terdapat dalam
komunitas Muslim yang memperoleh pengakuan langsung. Mereka dinyatakan
sebagai warga Negara minoritas.

Islam diperkenalkan di Jepang sekitar pergantian abad yang lalu oleh orang
Tartar Muslim dari Imperium Rusia. Salah seorang pendakwah pertama, Abdul
Rashid Ibrahim datang di Jepang pada tahun 1909. Setelah itu lebih banyak Muslim
Tartar datang lebih banyak, kemudian orang Jepang pindah agama ke Islam. Orang
Jepang yang pertama kali masuk Islam adalah Torajiro Yamada. Kemudian disusul
oleh Mitsutaro Takaoka pada tahun 1909, yang kemudian mengganti namanya
menjadi Omar Yamaoka setelah pulang dari ibadah haji. Kemudian Bunpachiro
Ariga tahun 1946, yang kemudian berganti nama menjadi Achmad Ariga, seorang
pedagang yang mendapat pengaruh Islam dalam perjalanan ke India. Kemudian ada
lagi nama Hilal Torajiro 1957, Yarullah Tanaka Ippei 1934, dan lain-lain.

Kehadiran pertama Islam dapat diverifikasi di Korea berawal dari abad ke-9
selama periode Silla Bersatu dengan kedatangan pedagang dan
navigator Persia dan Arab. Menurut banyak geografer Muslim, termasuk penjelajah
dan ahli geografi Muslim Persia abad ke-9 Ibnu Khurdadbih , banyak dari mereka
menetap secara permanen di Korea, mendirikan desa-desa Muslim. Beberapa catatan
menunjukkan bahwa banyak dari pemukim berasal dari Irak. Catatan lain
menunjukkan bahwa sejumlah besar dari Syiah faksi Alawi menetap di Korea.
Selanjutnya yang menunjukkan adanya masyarakat Muslim Timur Tengah di Silla
adalah patung-patung wali kerajaan dengan karakteristik khas Persia. Pada
gilirannya, umat Islam banyak kemudian menikah dengan wanita Korea.
Beberapa asimilasi ke Buddhisme dan Shamanisme terjadi, karena isolasi geografis
Korea dari dunia Muslim.

B. SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya
makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritikan dan masukan
bermanfaat dari para pembaca sekalian. Semoga makalah yang sederhana ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua. Amin
DAFTAR PUSTAKA

[1] M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005),

hlm. 121-122.

[2] M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005),

hlm. 124-126.

[3] Akbar S. Ahmed, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 2007),

hlm. 121.

[4] http://felixsiauw.com/home/islam-in-china/, diakses pada Jumat 24/10/2014 pukul 11:33WIB.

[5] http://suryaputraalhikmah.blogspot.com/2012/03/islam-di-asia-timur-cina-dan-jepang.html,

diakses pada Jumat 24/10/2014 pukul 11:33WIB.

[6] M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005),

hlm. 226.

[7] http://suryaputraalhikmah.blogspot.com/2012/03/islam-di-asia-timur-cina-dan-jepang.html,

diakses pada Jumat 24/10/2014 pukul 11:33WIB.

[8] M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005),

hlm. 226.

[9] http://suryaputraalhikmah.blogspot.com/2012/03/islam-di-asia-timur-cina-dan-jepang.html,

[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Jepang,

[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Korea

http://afiarti.blogspot.co.id/2014/12/perkembangan-agama-islam-di-asia-timur.html

Anda mungkin juga menyukai