Anda di halaman 1dari 181

TIGA TAHUN

SEKOLAH JURNALISME INDONESIA


Kutipan Pasal 44 ayat 1 dan 2 Undang-Undang
Republik Indonesia tentang HAK CIPTA:

Tentang Sanksi Pelanggaran Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang


HAK CIPTA, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun
1987 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1997, bahwa:

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau mem-
perbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan
pidanapenjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian


atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
TIGA TAHUN
SEKOLAH JURNALISME INDONESIA

Disusun oleh Tim SJI-PWI:


Marah Sakti Siregar
Encub Soebekti
Artini Suparno
TIGA TAHUN SEKOLAH
JURNALISME INDONESIA

Disusun oleh Tim SJI-PWI:


Marah Sakti Siregar
Encub Soebekti
Artini Suparno

Pewajah Isi
Apat (apat_022002@yahoo.com)

Desain Sampul
Junaidi Munaf

Cetakan I, Februari 2013


ISBN: 978-602-898668-1-0
Hak Cipta pada Sekolah Jurnalisme Indonesia
dan Persatuan Wartawan Indonesia

Diterbitkan oleh:
Penerbit RMBOOKS
PT. Wahana Semesta Intermedia
Anggota IKAPI
Graha Pena Jakarta, Lt.1
Jln. Kebayoran Lama No.12 Jakarta Selatan 12210
Telp. 021-53651495, Fax. 021-53671716
Bekerjasama dengan:
Panitia Hari Pers Nasional (HPN) 2013
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat

Dicetak Oleh:
PT. Semesta Rakyat Merdeka
Hak cipta dilindungi undang-undang
All Rights Reserved
Sambutan

BUKU:
Membangkitkan Energi Bangsa

HARI Pers Nasional (HPN) adalah cetusan kehendak


masyarakat pers untuk menetapkan satu hari yang bersejarah
guna memperingati peran dan keberadaan pers secara
nasional.HPNlaluditetapkandiselenggarakansetiaptanggal9
FebruariberdasarkanKeputusanPresidenRINo.5tahun1985.
Pelaksanaannya dilaksanakan di berbagai ibukota provinsi
secara bergiliran.
Seperti komponen bangsa lainnya, pers Indonesia ingin
berkontribusi terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Melalui
HPNini,persIndonesiaberusahamengkomunikasikanberbagai
momentumkeberhasilanjugakritikataskegagalankontribusi
pers terhadap kemajuan bangsa.

vii
Pers sudah saatnya memberi hasil yang nyata bagi
kehidupan bangsa. Pers tidak boleh hanya hidup dan
berkembang hanya semata-mata untuk pers. Pers harus eksis
dan berkembang untuk kemajuan bangsa. Karena itu, pers
harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya agar mampu
mengimbangi dinamika masyarakat dan terus menjalankan
fungsinya menjaga energi bangsa menuju era emas Indonesia.
Buku adalah produk intelengensia yang mampu membuka
pikiran manusia. Melalui buku, manusia mampu melewati
batas-batas ruang dan waktu untuk mencari kesempurnaan
dirinya sebagai khalifah di muka bumi. Melalui buku pula kita
dapat bercermin terhadap langkah-langkah yang sudah kita
lakukan, sekaligus melakukan pembelajaran terhadap langkah-
langkah yang akan kita siapkan untuk masa depan.
Buku-buku karya jurnalis yang khusus diterbitkan dalam
rangka HPN 2013 ini mencoba menjawab tantangan tersebut.
Buku-buku ini mencoba menjawab tantangan-tantangan yang
sedang dihadapi bangsa ini dari perspektif pers. Berbicara
tentangbangsa tentunya tidak sama dengan berbicara tentang
pemerintah. Bangsa bagi pers adalah seluruh umat manusia
dari pengemis sampai presidenyang punya komitmen, dalam
berbagai bentuknya masing-masing, tentang negaranya.
Berkontribusi bagi kemajuan bangsa tentunya bukan
berarti harus selalu memberikan pujian terhadap apa yang
sudah dilakukan berbagai elemen bangsa ini. Kritikyang
terpedas sekalipunadalah ungkapan perhatian dan kecintaan
dari pers demi kemajuan bersama. Melalui pujian dan kritik,
kami juga ingin membangkitkan energi bangsa.
Kami tahu Indonesia punya potensi sebagai bangsa yang

viii
besar, seperti diramalkan banyak pihak, bahwa Indonesia
akan menjadi kekuatan ekonomi no.7 terbesar dunia tahun
2030. Maka, kami merasa punya kewajiban untuk memberikan
warisan terbaik bagi anak-anak dan cucu-cucu kita di masa
depan.

Jakarta, 9 Februari 2013

Muhamad Ihsan
Ketua Panitia Pelaksana HPN 2013

ix
Prakata

BUKU TIGA TAHUN


SEKOLAH JURNALISME INDONESIA

Alhamdulillah. Dengan memanjatkan rasa syukur yang tiada


putuskehadiratTuhanYangMahakuasa,kamipersembahkan
bukukecilini:TigaTahunSekolahJurnalismeIndonesia,untuk
semua insan pers dan anak bangsa Indonesia.
Melalui buku ini, secara tidak langsung, kami ingin
melaporkan kepada publikterutama komunitas wartawan
serta mediaberkaitan dengan telah terselenggaranya tiga
tahunprogrampelatihanjurnalistikwartawanprofesional:SJI.
SJI atau Sekolah Jurnalisme Indonesia adalah program
kerjasama PWI Pusat-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-
UNESCO-Pemerintah Provinsi (yang diawali oleh Pemrov
Sumatera Selatan) dalam wujud program pelatihan intensif
bagi para wartawan. Program ini dimulai dengan peresmian
SJI yang dilaksanakan bertepatan dengan puncak peringatan
HariPersNasionalpadatanggal9Februari2010diPalembang,
Sumatera Selatan.

xi
Tak kurang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut
menyambut gembira dimulainya program pendidikan dan
latihan wartawan profesional itu. Ia secara khusus bahkan
sempat memberikan Kuliah Umum Perdana untuk 30 orang
wartawan yang menjadi siswa peserta pelatihan SJI Angkatan
Pertama.
Di tengah ratusan undangan yang terdiri atas wakil
komunitas pers dari seluruh Indonesia, Presiden SBY
memaparkan materi kuliahnya bertajuk: Mengapa Indonesia
Harus Berhasil. Topik kuliah itu pada intinya mengajak para
wartawan, komunitas pers, dan segenap anak bangsa untuk
tetap optimistis menghadapi semua tantangan masa depan.
Ada banyak masalah dan ujian yang dihadapi bangsa Indonesia
dalam sepuluh tahun terakhir ini (1998-2008). Tapi, apa pun
masalah itu, bangsa Indonesia, kata Presiden, telah berhasil
lulus mengatasinya. Dia menekankan, dalam bentuk apa pun
tantangan di masa depan, bangsa Indonesia juga harus mampu
menghadapinya guna menuju Indonesia yang lebih maju di
abad ke-21.
Kuliah perdana Presiden itu, selain membesarkan hati
kami, juga telah ikut memotivasi pengelola SJI untuk bergerak
mengejar sasaran peningkatan kompetensi dan profesionalitas
wartawan kita, yang harus diakui jujur, relatif masih rendah
terutama di berbagai pelosok tanah air.
Medan yang mau ditangani SJI memang luar biasa
besar dan berat. Penelitian yang dikutip Dewan Pers tahun
2001 menyebutkan, dari semua media yang eksis saat ini,
diketahui hanya 30 persen saja yang sudah sehat secara usaha
dan redaksional. Kalau data itu dikonversikan ke komunitas

xii
wartawan, maka baru 30 persen saja sebenarnya wartawan
Indonesia yang memiliki kompetensi dan profesionalitas yang
cukup. Jika, anggota PWI tahun 2010 tercatat sekitar 14.000,
maka paling banyak baru 4.200 wartawan anggota PWI yang
sudah profesional. Sisanya, kurang lebih 9.800 wartawan
yang tersebar di 34 cabang PWI, tentulah belum profesional.
Mereka itulah sasaran atau bidikan SJI. Tak begitu banyak yang
faham dan peduli dengan urusan ini. Kami bersyukur akhirnya
bisa berdialog dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Prof Dr. Ir. M. Nuh, dan juga Gubernur Sumatera Selatan Ir
Alex Noerdin. Dari dialog dengan kedua pejabat itulah, kami
kemudian mendapat komitmen partisipasi dan akhirnya
diwujudkan dalam kesepakatan (MOU) untuk mendirikan SJI.
Agar tujuan pembelajaran SJI bisa lebih mengenai sasaran,
kami pun mengajak UNESCO, badan PBB yang mengurusi ihwal
pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dalam suatu
MOU yang ditandatangani bersama di depan Presiden SBY
beberapa saat sebelum peresmian SJI.
Puji syukur, kerjasama itu berjalan lancar. Selama tiga tahun
ini, secara bertahap SJI bisa didirikan dan membuka pelatihan
di sembilan kota provinsi. Yaitu: Palembang, Semarang,
Samarinda, Bandung, Banjarmasin, Bandar Lampung, Jambi,
Banjarmasin, Makassar dan Palangkaraya. Secara keseluruhan
semua SJI itu telah melaksanakan 23 kali pelatihan jurnalistik
dan mendidik 812 wartawan/peserta. Dari jumlah itu, 632
siswa/wartawan telah dinyatakan lulus dan mendapat sertifikat
profesional dari SJI-PWI. (Lihat: Tiga Tahun SJI, Harapan Baru
Profesionalitas Wartawan).
Secara kuantitas hasil itu masih sangat kecil. Tapi, terus

xiii
terang, kami, dan para pengajar lain ingin tahu juga apakah
ada pengaruh hasil pelatihan SJI terhadap para wartawan
yang sudah mengikuti program ini? Adakah juga pengaruhnya
di media tempat mereka bekerja? Di buku kecil ini, kami
memaparkan hasil survei sederhana yang telah disusun dan
diolah Artini Suparmo, salah seorang pengajar SJI dan juga
dosen di STIKOM London School of Public Relations Jakarta. Dia
telah membagikan lembar kuisioner pada para alumni SJI, para
redaktur media dan juga komunitas pers lainnya. Hasil survei
itu ikut dipaparkan di dalam buku ini.
Pembaca,
Untuk melengkapi informasi tentang aktivitas SJI, kami juga
menyertakan di buku ini catatan tulisan beberapa personalia
yang terlibat dalam kegiatan SJI sejak awal berdiri. Mereka
adalah;
*Artini Suparmo. Wartawati senior LKBN Antara ini adalah
pengajar tetap sejak awal berdiri SJI. Dia kini dosen tetap di
STIKOM London School of Public Relations, Jakarta. Pengajar
materi Feature Writings di SJI ini rajin dan tekun belajar sampai
bisa menyelesaikan kuliah S2 di Universitas Indonesia dan
S3 di Universitas Negeri Jakarta ini. Pernah memenangkan
lomba penulisan Feature Adinegoro, Artini aktif mengikuti
perkembangan SJI. Dia dekat dengan murid-muridnya. Pengajar
yang sedang mengupayakan gelar profesornya ini, amat antusias
ketika diminta melakukan survei terbatas tentang manfaat SJI
bagi wartawan/siswa SJI dan media. Selain menurunkan laporan
hasil survei berjudul: Kontribusi Pelatihan SJI Bagi Alumni dan
Media, dia juga menuliskan pandangan pribadinya tentang SJI
berjudul:Makna SJI dan Wartawan Masa Depan.

xiv
*Arya Gunawan. Mantan wartawan senior dan kini menjadi
staf UNESCO di Teheran, Iran. Pernah bekerja sebagai jurnalis di
Kompas, BBC dan kini bekerja di UNESCO, Arya sering terlibat
aktif dalam diskusi mengenai pers dan upaya untuk memperbaiki
mutu dan kinerja jurnalis Indonesia. Mewakili UNESCO, dia kerap
bertemu dengan para wartawan senior dan tokoh media serta
para akademisi bidang Komunikasi/Jurnalisme terutama ketika
mendapat tugas menyosialisasikan kurikulum model UNESCO
2007. Kurikulum ini kemudian diadopsi SJI untuk jadi panduan
materi pelatihannya. Arya terlibat sejak awal dalam diskusi
penggodokan SJI bersama sejumlah rekan wartawan senior
lainnya. Berkat kegigihannya juga kerjasama PWI-UNESCO bisa
dipadukan dalam SJI. Dari Teheran, dia menuliskan catatannya
berjudul:Merayakan Tiga Tahun Sekolah Jurnalisme Indonesia
(SJI); Memetakan Tantangan dan Peluang.

*Ashadi Siregar. Pensiunan dosen UGM dan pernah sangat


populer sebagai penulis novel Cintaku Di Kampus Biru.Pengajar
senior ini lama mengajar sambil menjadi pelatih dalam pelatihan
jurnalistik. Ia bersama tema-temannya pernah menggagas
lahir lembaga pendidikan dan pelatihan wartawan namanya
Lembaga Pendidikan Pers Yogyakarta (LP2Y). Melalui lembaga
ini, dia aktif melatih para wartawan dalam bidang jurnalistik.
Ashadi adalah pengajar SJI sejak awal berdiri dan hingga kini
menjadi pengajar tetap. Sejak awal kariernya, ia memang
menyukai dunia pendidikan. Ranah ini terus digelutinya meski
sudah resmi pensiun sebagai dosen. Selain mengajar, dia aktif
menjadi pembicara dalam berbagai forum seminar dan diskusi.
Ayah dua anak ini senantiasa antusias jika diajak berdiskusi soal

xv
pendidikan wartawan. Ia menulis catatannya bertajuk: Mencari
Jurnalis yang Kompeten.

* Encub Subekti. Wartawan senior ini pernah bekerja di


harian KAMI dan harian Terbit, Jakarta. Sejak awal kariernya
di dunia pers, dia sudah aktif mengajar. Dimulai sejak menjadi
mahasiswa dia aktif dalam kegiatan Ikatan Pers Mahasiswa
Indonesia (IPMI ) Jakarta. Subekti atau biasa dipanggil juga
Encub, sejak awal ikut dalam perintisan pendirian SJI. Direktur
Program Pendidikan PWI Pusat ini juga adalah Pelaksana Harian
SJI Pusat. Dialahsambil ikut juga mengajaryang selalu
berada di tempat pelatihan SJI, mulai dibukanya pelatihan
sampai dengan wisuda. Motor penggerak SJI ini menurunkan
laporan panjang tentang perkembangan SJI selama tiga tahun
dalam tulisannya berjudul:Tiga Tahun Sekolah Jurnalisme
Indonesia: Harapan Baru Profesionalisme Wartawan.

* Iman Handinan. Pemimpin redaksi surat kabar Berita


Pagi di Palembang. Posisinya sejak awal berdiri SJI adalah
Kepala Sekolah SJI Palembang. Dia dipercaya teman-temannya
Pengurus PWI Sumatera Selatan menjadi kepala sekolah karena
sosoknya yang mengayomi, sabar, tekun dan gigih. Itu semua
dibuktikan Iman tatkala merintis pendirian SJI Palembang.
Ia mencarikan ruang untuk belajar, mengatur admistrasi
pembelajaran, menyeleksi siswa, melayani keperluan pengajar,
sampai membereskan semua fasilitas belajar mengajar. Iman
bersemangat dan bertekad agar SJI yang dipimpinnya di
Palembang bisa mengemuka dibanding SJI lain yang terus
bermunculan. Dia menuliskan semua suka duka pengalaman

xvi
dan harapannya pada SJI dalam tulisan bertajuk:Tiga Tahun SJI:
Tantangan dan Harapan.

* Marah Sakti Siregar. Wartawan senior ini cukup lama


malang melintang di majalah berita: Tempo, Editor dan Tajuk di
Jakarta. Ia terakhir bekerja di Tempo sebagai redaktur Ekonomi
Bisnis (1987), lalu redaktur eksekutif Majalah Berita Editor
sampai majalah ini dibreidel bersama Tempo dan Tabloid Detik
(Juni 1994). Ia kemudian memimpin majalah Tiras, pengganti
Editor, sebelum kemudian memimpin Majalah Berita Investigasi
dan Entertainmen Tajuk. Aktif di PWI, posisi terakhir Ketua
Bidang Pendidikan PWI Pusat, Marah menjadi bidan yang
melahirkan SJI dan sampai kini ikut menjadi pengajar tetap.
Dia kini menjadi Dewan Redaksi dan Penasihat Ahli di Bintang
Group, grup media infotainmen yang didirikannya bersama
Ilham Bintang. Marah menurunkan tulisannya berjudul:Banjir
Wartawan, Banjir Informasi, dan Tantangan Baru Wartawan
Profesional.
Kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
tiada terhingga kepada semua pihak yang selama ini telah ikut
membantu dan berpartisipasi dalam semua kegiatan SJI.Baik
yang berada di pusat maupun di berbagai daerah. Semoga buku
ini dapat menjadi perantarapenghubung yang baik dan akrab
antar kita. Antara kami, pengelola SJI dan Anda semua. Selamat
membaca. Dirgahayu SJI dan Dirgahayu Pers Nasional.

Marah Sakti Siregar


Ketua Umum Yayasan SJI

xvii
Sekapur Sirih

Ketua Umum PWI Pusat H. Margiono

SELAMATulangtahunSJI.Dirgahayupersnasional.Ucapan
ini rutin kita sampaikan setiap tanggal 9 Februari. Tahun ini,
tatkala kita berkumpul merayakan puncak Hari Pers Nasional
di Manado, secara bersamaan sekolah wartawanSekolah
JurnalismeIndonesia(SJI)memasukiyangketiga.
Alhamdulillah, saya senang mengikuti perkembangan
sekolah wartawan kita. Sebab, berkat kerja keras para
pengelolasekolahdanparapengajarnya,SJIdalamtigatahun
ini,sudahberhasilmerampungkan23kalipelatihanjurnalistik
di sembilan kota provinsi. Dalam pelatihan itu, sekolah
wartawan ini sudah melatih secara intensif sebanyak 812
wartawan/siswaSJI.Sebanyak635wartawandinyatakanlulus
danmendapatsertifikatsebagaiwartawanprofesional.Cukup
banyak wartawan yang tidak lulus, menunjukkan SJI bukan
sekolah atau pelatihan seremonial. Ia merupakan program
pendidikandanpelatihanyangterkonsepbaikdenganpengajar
pilihan yang sengaja dilaksanakan untuk bisa menjadikan

xix
pesertanya menjadi wartawan profesional.
Langkah untuk mendidik dan melatih wartawan profesional
memang sudah digaungkan sejak pengurus baru PWI Pusat
(1998-2013) mulai bekerja. Kami mengumumkan Bidang
Pendidikan menjadi motor bagi program utama organisasi. Dan
SJI menjadi salah satu pilarnya dalam rangka mengentaskan
kompetensi sekitar 14.000 wartawan anggota PWI yang tercatat
sampai tahun 2010.
Pada tahun itu pula, sama waktunya dengan puncak
peringatan Hari Pers Nasional kali ini, SJI diluncurkan di
Palembang. Waktu itu, saya, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Prof. Dr. Ir. M. Nuh, Wakil Direktur UNESCO Mr.
Robert Lee, Gubernur Sumatera Selatan Ir. Alex Noerdin sama-
sama menandatangani memorandum kesepakatan kerja sama
untuk SJI di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden cukup memahami masalah kekurangprofesionalan
wartawan, menyambut gembira kerja sama dan sekaligus
peluncuran SJI. Beliau kemudian bersedia tampil sebagai
pengajar pertama, yang memberi kuliah umum perdana kalau
tak salah berjudul: Mengapa Indonesia Harus Berhasil atau
dalam bahasa Inggris: Failure is not An Option.
Kuliah itu berisi ajakan bagi para siswa angkatan pertama
SJI dan juga kita semua, agar tetap optimis menghadapi masa
depan. PWI menyikapi ajakan itu dengan ikhtiar yang tak
kunjung putus. Kami terus bergerak menggencarkan program
pendidikan buat para wartawan yang mayoritas memang masih
lemah kompetensi profesionalnya. Mengutip lagi penelitian
Dewan Pers tahun 2001: hanya 30 persen saja dari wartawan
yang ada di Indonesia, sudah bisa dianggap kompeten dan
profesional.
xx
Selebihnya, harus diakui, banyak wartawan masih bekerja
amatiran. Mereka inilah yang kemudian kerap menimbulkan
kecemasan kolektif pada publik. Itu tentu karena kinerja mereka
yang seadanya dan seenaknya. Antara lain, sering melanggar
kode etik jurnalistik, norma hukum, bahkan tata nilai yang
berlaku di masyarakat.
Di tengah iklim kemerdekaan pers nyaris tak terbatas, dan
di tengah meruaknya digitalisasi media yang pada akhirnya
menimbulkan tumpah ruahnya informasi saat ini, ihwal
kelemahan kompetensi wartawan, merupakan masalah serius
yang perlu segera diatasi. Sebab, kalau tidak, ia secara pasti
akan dapat menjatuhkan kredibilitas pers dan wartawan secara
keseluruhan di depan publik. Dan pers bakal sepenuhnya
kehilangan kekuatannya sebagai wahana pembentuk dan
pengelola pendapat publik.
Terus terang, kondisi itulah yang menyebabkan PWI segera
menyusun program pendidikan intensif buat wartawan,
bekerjasama dengan mitra kerjanya. Apa pun tantangannya,
program pendidikan lewat SJI dan juga lewat program lainnya,
seperti Safari Jurnalistik, harus terus jalan.
Memang, capaian program itu jika dilihat dari angka, belum
begitu maksimal jika dikomparasikan dengan beban target.
Namun, itulah kemampuan dan itulah juga keterbatasan PWI,
terutama dalam anggaran. Tapi, dari pada cuma menggerutu
melulu, toh, Safari Jurnalistik dengan dukungan mitra kerja
seperti PT Nestle Indonesia dan PT Astra international, Tbk, tiap
tahun bisa melatih sekitar 500 wartawan di berbagai pelosok
tanah air.
Kami tetap berpandangan seperti yang sering kami utarakan

xxi
dalam berbagai forum, bahwa kemerdekaan pers yang
membuncah di alam demokrasi kita sekarang mesti disikapi
dengan mengedepankan etika profesional dan tanggung jawab
profesional. Pers Indonesia tidak boleh menjadi masalah. Pers
Indonesia harus menjadi pers yang cerdas dan mencerdaskan.
Karena itu, ia juga harus terus disekolahkan. Dengan kata lain,
pers Indonesia juga harus terus belajar.
Puji syukur, maksud dan langkah kami mendapat sambutan
dan dukungan kuat dari teman-teman seprofesi, yaitu para
wartawan senior, para pemimpin redaksi, para akademisi, dan
mitra kerja di seluruh Indonesia. Berkat dukungan kuat mitra
kerja utama seperti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
UNESCO, dan pemerintah provinsi di seluruh Indonesia, kami,
Insya Allah akan meneruskan program SJI. Sebab, dari masukan
langsung yang kami terima dan juga Survei sederhana yang
baru dibuat Pengelola SJI, terbukti bahwa program ini baik, dan
amat bermanfaat bagi siswa peserta dan juga media tempat
mereka bekerja.
Sesuai rencana, Insya Allah program SJI tahun 2013 tetap bisa
diteruskan. Kami memang harus mengakui karena terbatasnya
anggaran, belum bisa memenuhi permintaan beberapa cabang
PWI yang ingin di kota mereka dibuka SJI. Pengurus PWI dan
Yayasan SJI sedang berusaha untuk mendapatkan bantuan
dari mitra kerja swasta, agar program SJIdan jargon semua
wartawan Indonesia: profesional, berwawasan, dan beretika-
-dapat disebarluaskan juga ke cabang-cabang yang belum
punya SJI.
Akhirnya, melalui penerbitan buku: Tiga Tahun SJI ini, kami
ingin mengucapkan apresiasi dan terima kasih kepada Yayasan

xxii
SJI, Pengelola SJI di pusat dan daerah, para pengajar, mitra kerja
utama, para gubernur dengan staf di berbagai daerah, dan
semua wartawan baik yang sudah ikut maupun yang belum ikut
SJI, atas segala perhatian, bantuan dan kerjasamanya selama
ini dalam membantu kegiatan SJI.
Semoga semua menjadi amal ibadah buat kita semua. Dan
semoga SJI serta program PWI lainnya, dapat dilaksanakan
menjadi semakin berarti buat masyarakat pers dan semua anak
bangsa. Dirgahayu SJI! Dirgahayu Pers Nasional!

Jakarta, 17 Januari 2013

H. Margiono

xxiii
DAFTAR ISI

SAMBUTAN KETUA PANITIA PELAKSANA HPN 2013 ..... vii

PRAKATA: BUKU TIGA TAHUN SEKOLAH


JURNALISME INDONESIA ............................................. xi

SEKAPUR SIRIH DARI KETUA UMUM PWI PUSAT ....... xxiii

DAFTAR ISI ................................................................ xix

Makna SJI dan Wartawan Masa Depan


Oleh Artini Suparmo .................................................. 1
Merayakan Tiga Tahun SJI: Memetakan Tantangan dan
Peluang
Oleh Arya Gunawan Usis .......................................... 17
Mencari Jurnalis yang Kompeten
Oleh Ashadi Siregar ................................................. 29
Tiga Tahun SJI, Mengabdi Publik
Oleh Encub Soebekti ................................................ 37

xxiv
Tiga Tahun SJI-PWI: Haarapan Baru Profesionalisme
Wartawan
Oleh Iman Handiman .............................................. 83
Banjir Wartawan, Banjir Informasi dan Tantangan
Baru Wartawan Profesional
Oleh Marah Sakti Siregar ....................................... 93
Kontribusi Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Terhadap
Profesionalisme Wartawan dan Penampilan Media
Oleh Tim Lembaga Riset Artini Suparmo ................ 108
Daftar Alumni Sekolah Jurnalisme Indonesia ........... 127

xxv
Makna SJI
dan Wartawan Masa Depan

Oleh Artini Suparmo


Instruktur SJI

TULISAN ini merupakan hasil renungan terhadap


pendidikan dan pelatihan yang diikuti sejumlah wartawan di
Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) di beberapa daerah. Bukan
suatu hasil riset ilmiah, oleh sebab itu nada tulisan ini lebih
menekankan pada hasil pengamatan dan pengalaman sebagai
pengajar di SJI dan di kampus, serta sebagai praktisi wartawan,
sehingga menjadi suatu renungan mendalam.
Lazimnya suatu pendidikan, apa pun tingkatan dan
modelnya, tentulah mengandung suatu harapan tertentu di
baliknya, baik oleh peserta didik, pengajar atau instruktur dan
masyarakat pers.
Bagi wartawan peserta, mengikuti SJI berarti ingin menjadi

1
wartawan profesional. Mereka ingin berkarir sebagai wartawan
secara utuh. Namun, setiap kali pendidikan di setiap angkatan
SJI, maka ada saja wartawan yang tidak lulus dengan berbagai
alasan. Dari hasil pre-test dan post-test pada setiap materi ajar,
menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Bahkan untuk
pre-test saja, ada kecenderungan pengajar untuk memberi nilai
berdasarkan upah menulis saja, karena peserta belum atau tidak
tahu sehingga jawabannya asal-asalan. Sedih memang, namun
itulah faktanya. Setelah mengikuti pelatihan, lalu melakukan
tugas dan menjawab post-test, barulah tampak perubahannya
meski tidak semuanya dapat berhasil gemilang. Ini artinya,
wartawan itu dengan kesadaran sendiri perlu mengubah sikap
untuk terus belajar.
Di sisi lain, secara statistik dokumentasi, perjalanan SJI
cukup sukses, terbukti dari lembaran hasil kuesioner penilaian
siswa terhadap pengajar yang rata-rata mencapai nilai 3,5 ke
atas yang artinya bagus. Di mata peserta, wartawan senior yang
menjadi pengajar di kelas SJI, agaknya adalah segala-galanya.
Apa yang disampaikan guru di kelas, itulah yang benar, sehingga
jarang sekali ada kritikan terhadap pengajar.
Selama tiga tahun menjadi instruktur dengan power point
warna-warni, maka terasa sekali proses belajar mengajar di
kelas yang terjalin seolah-olah hanya sepihak. Dimulai dari
masuk kelas, peserta duduk diam menunggu, lalu mereka pun
mulai mencatat-catat ketika pengajar mulai menyampaikan
materi. Padahal, di depan mereka sudah ada makalah dan
power point yang nantinya bisa dikopi. Dari sini saja, peserta
tidak memposisikan dirinya sebagai wartawan. Bahwa mereka
adalah peserta yang berbeda, yakni wartawan, bukan murid

2
di kelas konvensional. Mengapa mereka tidak seperti seorang
wartawan yang sedang mengikuti jumpa pers yang dengan
suara lantang dapat mengajukan pertanyaan dan pernyataan
yang mengeritik sumber.
Beberapa narasumber, menurut peserta, ada yang berhasil
membuat kelas menjadi hidup, sehingga waktu belajar yang
hanya dua sesi terasa cepat sekali. Di kelas penulisan features,
misalnya, mereka menyebut beberapa nama narasumber
tersebut sebagai favorit mereka untuk menjadi topik tulisan
profil. Ini tentu saja menggembirakan, karena kelas-kelas
pendidikan yang dinilai berhasil, menurut pakar pendidikan Prof.
Dr. Arif Rachman, adalah kelas di mana pengajarnya berhasil
membangun suasana gembira dan menyenangkan selama
proses belajar mengajar. Materi yang disampaikan tidak perlu
banyak dan berat seolah-olah semuanya perlu ditumpahkan di
kelas, karena kuncinya adalah cukup sedikit materi, tetapi sarat
makna bagi peserta didik.

3
Itu sebabnya, Zulkarimen Nasution, pengajar UI, ketika
awal pembahasan kurikulum SJI lebih menekankan unsur do
and dont dalam setiap materi, sehingga peserta benar-benar
mendapatkan inti atau hakiki setiap materi belajar. Pengajar
diminta membuat silabus lengkap dengan pembagian waktu
belajar dari menit ke menit. Dalam konteks ini, lagi-lagi
terasa sekali bahwa kurikulum yang disusun waktu itu lebih
menekankan aspek teknis ketrampilan, sehingga wartawan
benar-benar memiliki skill jurnalistik dalam tugasnya sebagai
wartawan.
Apakah dengan skill tersebut, wartawan mampu berdialog
dengan masyarakat melalui medianya masing-masing, dan
bagaimana hati nurani wartawan dalam menyikapi suatu
masalah? Inilah dimensi penting yang disampaikan setiap
pengajar di kelas di SJI, karena yang duduk di depannya adalah
orang-orang yang dapat mempengaruhi publik lewat pilihan
kata dan kalimat dalam tulisan berita dan artikel serta foto-foto
jurnalistik di medianya masing-masing.

Makna Pendidikan
Dari sisi jumlah peserta, alumni SJI mencapai 600 lebih
selama kurun tiga tahun, dan banyak di antaranya berhasil
meningkatkan posisi dari wartawan di lapangan menjadi
redaktur, bahkan ada yang berhasil mencapai posisi penting
dalam manajemen media. Biasanya, kenaikan posisi seorang
wartawan di media akan berkorelasi juga dengan tingkat
kesejahteraannya. Dalam konteks ini, secara statistik kuantitatif
atau dalam hitungan angka, SJI dinilai berhasil meningkatkan
taraf profesionalitas wartawan.

4
Lalu, apa tolok ukur untuk menilai kualitas program
pendidikan di SJI? Apakah SJI berhasil memberikan makna
tersendiri bagi wartawan, terutama wartawan muda dalam
menghadapi situasi masa depan? Berbicara mengenai
pendidikan atau pelatihan, maka program yang dirancang
seyogianya tidak hanya untuk hari ini atau kebutuhan sekarang
saja, tapi juga mampu menyiapkan peserta menghadapi situasi
masa depan. Inilah yang namanya pendidikan antisipatoris
yakni model pendidikan yang mampu menyiapkan peserta
menghadapi masa depan.
Sekarang saja, wartawan sudah dihadapkan pada pelbagai
masalah berat, baik di medianya maupun dalam masyarakat.
Media massa kini sudah tumbuh menjadi industri dengan target
profit dan wartawan yang ditugaskan dalam suatu liputan tidak
hanya dapat membuat berita layak siar, tapi juga laku dijual.
Bahkan ada wartawan yang ditugaskan cari berita sekaligus
iklan. Persoalan dalam masyarakat juga demikian rumitnya,
mulai dari ketidakadilan sampai tindak kekerasan dan konflik
berkepanjangan yang menuntut wartawan tidak boleh hanya
jadi corong saja, tapi harus arif dalam pilihan kata dan kalimat,
sehingga dapat ikut memecahkan persoalan. Bukan jadi
kompor.
Kurikulum SJI sudah dirancang sedemikian rupa dan
sedemikian padat. Selain berangkat dari pengalaman para
pengajar, rata-rata wartawan senior, juga mengacu pada
kompetensi yang harus dimilliki seorang wartawan profesional.
Artinya, secara konseptual dan faktual, maka kualitas pendidikan
di SJI dapat dilihat pada efek atau dampak yang ada sebagai
hasil pendidikan.

5
Untuk melihat efek atau makna hasil pendidikan dan
pelatihan di SJI, dapat digunakan pendekatan dengan model
komunikasi Harold D. Lasswell yakni:

Dengan formula tersebut kita dapat menggunakan lima


unsur penting dalam menggambarkan efek suatu pembelajaran
di SJI, yaitu (1) komunikator yakni para guru dan lembaga
pendidikan, (2) pesan atau materi yang disampaikan, (3) siapa
para peserta didik yakni wartawan, (4) saluran yang digunakan
termasuk metode belajar serta (5) efek apa yang dihasilkan.
Unsur pertama, adalah apakah SJI dan siapa komunikator
(who) di SJI? Tahap awal, perlu dikaji lebih dulu posisi SJI,
sebagai lembaga pendidikan formal atau informal, klinik
pelatihan, kursus atau politeknik dengan tekanan materi
ketrampilan. Yang jelas, SJI dikelola oleh sebuah yayasan di
PWI Pusat. Dengan nama sekolah, maka tentu akan membawa
konsekuensi tersendiri terutama dalam proses belajar
mengajar. Komunikator SJI adalah para instruktur/guru/sebagai
unsur paling menentukan dalam menilai sukses tidaknya suatu
program pendidikan. Di SJI, para komunikator yang menjadi
pengajar adalah dosen di perguruan tinggi, wartawan senior
di media, pimpinan lembaga pers, peneliti media serta praktisi
lapangan, dan ada juga mantan pejabat.
Ada tiga tolok ukur untuk melihat kualitas pengajar ini.
Pertama, prestasi akademik (academic achievement) yakni
bagaimana tingkat pendidikan dan prestasi serta karir jurnalistik
mereka selama ini, serta apa saja pengalaman berharga serta
prestasi yang pernah dicapai. Itu sebabnya, dalam pertemuan

6
awal dengan peserta, maka narasumber secara singkat perlu
menjelaskan CV, sehingga dia patut menjadi narasumber yang
kredibel. Bahkan, ada peserta yang langsung mengecek profil
narasumber di internet.
Oleh sebab itu, faktor prestasi akademik ini juga penting
karena mereka adalah narasumber di kelas yang tentunya
harus memiliki pengetahuan luas dan komprehensif. Mereka
berhadapan dengan peserta yang rata-rata sudah sarjana.
Dalam konteks ini, para komunikator ini sudah langsung
dipercaya oleh pimpinan SJI sebagai narasumber kredibel
karena perekrutan pengajar juga berdasarkan pengalaman,
kompetensi serta pendidikan mereka juga. Materi yang
disampaikan juga berdasarkan pengalaman serta kebolehan
para pengajar dengan menugaskan para pengajar membuat
silabus dan soal pre-test dan post-test. Di sisi ini, SJI boleh
dibilang sudah berhasil menyusun tim pengajar melalui seleksi
internal. Bagi peserta, makna narasumber berkualitas dengan
pengetahuan luas adalah pencerahan, sehingga dapat menjadi
contoh dalam meniti karirnya.
Kedua, ketrampilan berkomunikasi (communication skills)
yakni bagaimana pengajar menyampaikan materi dan gaya
penyajian kepada peserta didik. Dengan beragam latar belakang
pendidikan dan pekerjaannya, maka bentuk materi dan teknik
penyajian para pengajar pun juga berbeda. Sebagai dosen,
agaknya sudah terbiasa dengan iklim kampus, padahal para
peserta didik SJI dan suasana kelasnya pun berbeda dengan
kampus.
Beberapa materi dinilai peserta terlalu berat dan sangat
serius, mirip materi kuliah di perguruan tinggi. Dan menurut

7
beberapa peserta, kondisi ini membuat kelas menjadi tegang,
sehingga waktu dua sesi terlalu lama dan terasa berat, terutama
bagi peserta yang pendidikannya setingkat SLTA atau diploma.
Dalam konteks ini, maka SJI perlu meninjau ulang materi
serta gaya penyajian para pengajar berdasarkan penilaian
para peserta didik serta masukan dari berbagai pihak. Di sini
tampak ada kaitan antara latar belakang pengajar dengan gaya
komunikasi dalam penyajian serta isi materi belajar. Seorang
peserta mengungkapkan bahwa dia dan teman-temannya
seringkali juga stress dengan narasumber yang ketinggian
pendidikan dan pengalamannya, sehingga mereka memilih
pasif ketika ada narasumber yang marah-marah di kelas.
Di sini, agaknya dosen perlu menerapkan komunikasi
interpersonal di dalam kelas dengan cara berusaha
juga memposisikan diri sebagai peserta dengan segala
keterbatasannya. Dengan gaya kelas teacher-centered, maka
sulit untuk mendorong partisipasi peserta.
Kelas SJI perlu menerapkan student-centered yang
menekankan peserta aktif dan ikut berperan serta. Kelas
features, misalnya, perlu merancang tugas penulisan features
dengan mendorong diskusi kelas lebih dulu untuk suatu topik
tertentu. Atau meminta kepada pimpinan sekolah setempat
agar menugaskan para peserta lebih dulu membuat paper
mengenai topik tertentu sebagai tema features. Atau bisa
juga meminta peserta untuk saling mengoreksi hasil tugas
temannya. Bentuk partisipasi kelas juga bisa dimulai dari pre-
test dan dengan cepat menugaskan peserta mengoreksi sendiri
lembaran jawabannya setelah dibahas di kelas.
Ketiga, motivasi mengajar (motivation for teaching)

8
juga menjadi faktor penting, karena akan terefleksi di
kelas. Komunikasi verbal dan nonverbal seorang pengajar
akan mencerminkan bagaimana motivasi pengajar untuk
mendorong peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan
di SJI. Ini artinya, pengajar SJI dengan berbagai latar belakang
perlu memiliki semangat sendiri untuk menunjukkan cara-cara
serta kompetensi yang perlu dimiliki guna mewujudkan cita-
cita wartawan masa depan. Kelas features, misalnya, untuk
membangkitkan semangat menulis, maka langsung mendorong
peserta membuat tulisan untuk ikut memperebutkan hadiah
Adinegoro. Hadiahnya itu yang sangat menggiurkan, Rp50 juta.
Wah, peserta jadi bersemangat. Dari uraian ini, para pengajar
agaknya dapat lebih dulu menilai performance atau penampilan
sendiri dengan mengukur pengetahuan serta kompetensinya.
Kualitas pengajar dalam sistem pendidikan apa pun
merupakan kunci penentu dalam upaya mencapai hasil
belajar. Prestasi akademik, gaya komunikasi atau ketrampilan
berkomunikasi serta motivasi tinggi dalam mengajar merupakan
tolok ukur performance staf pengajar SJI dan ketiga faktor ini
merupakan unsur yang harus dipenuhi seorang pengajar SJI.
Sekarang ini, SJI belum melakukan test untuk para pengajar, dan
juga belum melakukan evaluasi secara menyeluruh mengenai
performance para pengajar. Untuk sementara dipakai kuesioner
atau lembar penilaian pengajar yang diisi oleh peserta SJI dan
untuk sementara pula hasil evaluasi atau penilaian peserta
terhadap pengajar menunjukkan nilai dalam rentang skala
bagus dan sangat bagus.
Unsur kedua adalah pesan atau materi pembelajaran
yang disampaikan. Selama dua minggu sekolah, materi yang

9
disampaikan cukup banyak, rata-rata dua sesi atau empat
jam pelajaran, mulai jam 8 pagi sampai 17.00. Bagaimana
menilai kualitas pesan yang diberikan pengajar. Menurut
pakar pendidikan Prof. Dr. Mochtar Buchori, setiap pendidikan
seyogyanya bersifat antisipatoris, artinya pesan atau materi
pembelajaran ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik
menghadapi masa depan. Maka, materi atau pesan pendidikan
di SJI bukan hanya untuk kebutuhan sekarang saja. Bukan
hanya menyiapkan peserta piawai dalam membuat berita atau
features, tapi juga membantu wartawan lebih peka terhadap
pelbagai masalah dalam masyarakat.
Sekolah yakni SJI harus melakukan pembinaan kognitif,
afektif dan konatif secara simultan. Dalam konteks ini, materi
kurikulum harus dapat menetapkan mana teori utama dan
mana teori pendukung, agar materi dan relevansi materi
dalam proses belajar dapat menjadi faktor berpengaruh
terhadap profesionalitas wartawan. Menurut Buchori, perlu
suatu usaha untuk mengoreksi cara-cara kerja profesional
yang sudah terasa ketinggalan zaman, termasuk jurnalisme.
Ada kesenjangan besar mutu sebagian besar harian dan
majalah di negeri ini dengan harian dan majalah di luar negeri.
Karena itu perlu dipikirkan kembali mengenai cara-cara kerja
serta kebiasaan-kebiasaan profesional di kalangan wartawan
Indonesia. Tugas wartawan sekarang ini berlapis-lapis, mulai
dari mencari informasi untuk berita, membangun jaringan dan
juga mendapatkan iklan.
Unsur ketiga yakni peserta didik SJI yang ditunjuk oleh
media masing-masing. Sebagai tahapan awal belum ada
persyaratan khusus bagi peserta, namun semuanya adalah

10
wartawan. Ada yang dibebaskan dari media untuk konsentrasi
di kelas SJI, tapi juga ada yang masih merangkap. Di tengah
jam belajar, ada peserta yang sakit atau anaknya yang sakit,
sehingga sulit berkonsentrasi pada pelajaran. Ada juga yang
hanya masuk hari pertama saja, lalu hilang.
Dalam pengamatan, banyak peserta yang memilih sikap
diam, yang dapat diinterpretasikan mereka cukup mengerti, atau
tidak mengerti sama sekali. Ada hal yang unik di kelas features,
misalnya, banyak peserta yang benar-benar memposisikan
dirinya sebagai anak didik. Dengan manja, mereka memanggil-
manggil guru di kelas tersebut untuk menilai tugas yang dibuat.
Wah, senangnya berhadapan dengan peserta didik yang akrab.
Sinar mata mereka menunjukkan betapa mereka sangat
mengharapkan suatu pencerahan, dan sekolah ini menjadi
jembatan harapan masa depan. Terasa sekali, mereka berharap
benar-benar diakui sebagai wartawan, dan dengan ikut SJI
berarti langkah nyata untuk mewujudkannya.
Tapi juga ada peserta yang sangat pragmatis, dan langsung
menyampaikan keinginannya agar materi yang disampaikan
benar-benar nantinya dapat menghadapi Uji Kompetensi
Wartawan (UKW). Tampak ada ketakutan tersendiri di kalangan
peserta sehingga melihat makna bahan ajar di SJI hanya untuk
kepentingan sesaat yakni bagaimana bisa lulus UKW. Namun
di sisi lain, ada juga fakta yang menggembirakan, terutama
peserta yang benar-benar ingin belajar.
Mereka langsung membawa hasil karya di media masing-
masing, lalu ketika jam istirahat langsung meminta penilaian
dari guru kelas. Di samping itu, khusus kelas features, sampai
sekarang masih banyak peserta yang belajar jarak jauh. Mereka

11
mengirim tulisan-tulisannya lalu meminta penilaian dan
masukan. Wah, ini peserta yang benar-benar memanfaatkan
kedekatan dengan staf pengajar untuk mendapat nilai tambah
dalam karirnya.
Catatan penting adalah bagaimana daya serap peserta.
Dengan latar belakang pendidikan yang beragam, maka
memang sulit untuk mencapai nilai hasil rata-rata. Dari
lembaran tugas, menunjukkan betapa sebagian besar peserta
masih sangat pas-pasan dalam bahasa dan logika. Sebagian
lagi menunjukkan bahwa mereka adalah wartawan yang punya
gigi di daerah, bukan wartawan sembarangan dan karena itu
pengajar hendaknya juga menghormati dia.
Potret wartawan semacam ini selalu ada di daerah-
daerah sebagai bentuk penampilan mereka, misalnya dengan
membuat pernyataan yang nyeleneh dan berbeda dengan
kelas atau temannya yang lain. Pokoknya, ingin tampil beda
agar mungkin bisa mendapat simpati atau nilai bagus dari staf
pengajar. Dalam dunia pendidikan, kondisi ini agaknya sudah
biasa, ada saja peserta yang kurang dan ada yang lebih. Namun
yang penting adalah apakah mereka dapat menarik makna
dalam pembelajaran untuk peningkatan karirnya sekarang dan
masa depan.
Unsur keempat yakni saluran penyampaian pendidikan dan
metode pembelajaran di kelas SJI. Model kelas di SJI agaknya
masih konvensional di mana narasumber masih menjadi pusat
belajar, apalagi model duduk peserta yang rata-rata model
panggung dan model segi empat, juga menunjang kondisi
seolah-olah staf pengajar adalah segala-galanya. Kondisi ini di
satu sisi cukup menguntungkan peserta, namun di sisi lainnya

12
membuat banyak peserta akhirnya tenggelam, karena posisi
duduk demikian membuat mereka tidak terlalu kelihatan kalau
hanya diam saja.
Kalau saja kelas dibuat dengan model partisipatif antara
lain model melingkar, atau kelas kelompok diskusi kecil,
maka peserta dapat lebih menonjolkan dirinya karena akan
kelihatan kalau mereka diam-diam saja. Metode pembelajaran
dalam kelas tinggi yang dinilai berhasil, menurut Prof. Dr. Arif
Rachman, adalah menyusun komposisi kegiatan belajar antara
pengajar dan peserta didik yakni 30 berbanding 70. Artinya,
dari narasumber hanya 30 persen saja mengambil alokasi
kegiatan belajar mengajar, dan selebihnya adalah peserta,
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta karena
mereka lebih aktif dan berperan serta dalam kelas.
Dari hasil suatu survei pendidikan, kelas akan memberi
kebanggaan dan makna tersendiri jika peserta didik dapat
menunjukkan aktualisasi diri mereka dalam kelas. Dengan
materi yang cukup padat pada setiap sesi di SJI, maka perlu
dipikirkan bagaimana komposisi ceramah, diskusi dan tugas di
kelas.
Model peserta duduk, diam, lalu mencatat, agaknya bukan
kelas SJI, karena hanya akan membuat peserta mendapat
pengalaman belajar yang biasa-biasa saja. Tapi bagaimana,
agar ada satu pola belajar yang bisa melekat dalam pikiran dan
perasaan mereka, misal dengan membuat kelompok-kelompok
FGD (Focus Group Discussion), atau meminta salah satu peserta
justru menjadi sumber utama yang lalu dilanjutkan dengan
pembahasan. Model partisipatif lainnya adalah membagi kelas
menjadi dua kelompok besar yang secara bergiliran menjadi

13
kelompok sumber dan kelompok penyanggah. Model lainnya
adalah membuat tugas sederhana. Sekadar satu contoh saja,
kelas features, misalnya, peserta benar-benar diminta membuat
pola segitiga besar sebagai model dasar features murni dalam
satu halaman, lalu membaginya untuk lead, body dan ending
dan mengisi bagian itu dengan pengetahuan mereka sendiri.
Sederhana memang, tapi pola segitiga itu akan melekat ketika
mereka akan menulis features. Begitu juga dengan materi
lainnya, perlu pola belajar sendiri, karena peserta ini pada
hakikatnya sudah membuatnya sendiri di media masing-
masing.
Hanya untuk catatan saja, bahwa model kelas apa pun yang
akan diterapkan, kunci utama adalah bagaimana narasumber
membangun iklim kelas menjadi hangat dan akrab sehingga
peserta tidak merasa ada jarak dan dapat menarik makna
mendalam dari setiap materi.
Unsur kelima adalah efek atau hasil belajar sesuai dengan
visi dan misi SJI yakni menyiapkan wartawan berkualitas
sesuai Kode Etik Jurnalistik. Kode etik adalah pegangan
seorang profesionalitas. Untuk mengukur hasilnya, dapat
dilihat dari post-test yang disampaikan di kelas dan lembar
penilaian kuesioner yang diisi peserta pada jam terakhir. Untuk
mengetahui bagaimana hasil atau efek belajar secara signifikan,
dapat dilakukan dua hal.
Pertama, melakukan survei dengan teknik analisis isi
(content analysis) dengan memilih berita atau tulisan lainnya
yang dibuat peserta setelah lulus SJI dalam periode tertentu
sebagai unit analisis. Apakah berita yang dibuat sudah
memenuhi syarat layak siar, komprehensif atau ekslusisf.

14
Kedua, bisa meminta data di redaksi media masing-masing,
mengenai produktivitas wartawan serta perubahan yang
terjadi sebelum dan sesudah mengikuti SJI secara kuantitatif
dan kualitatif. Secara kuantitatif, apakah ada peningkatan karya
wartawan alumni SJI dan secara kualitatif untuk nengetahui
bagaimana perubahan perilaku mereka.
Kelima unsur ini saling terkait sehingga peserta benar-
benar mendapat makna dari pendidikan dan latihan di SJI.
Sebagai suatu proses belajar, tentu saja ada keterbatasan,
misalnya komposisi peserta yang tidak seragam atau pengajar
yang belum pernah mendapat Akta IV atau Akta V sebagai SIM
mengajar. SJI agaknya perlu melakukan kerja sama dengan
lembaga pendidikan untuk melatih para narasumber di SJI agar
juga menjadi staf pengajar SJI yang profesional.
Menyiapkan wartawan menjadi lebih profesional maka staf
pengajar juga harus lebih profesional dalam mengelola kelas
belajar, agar peserta benar-benar mendapat makna belajar.

15
Merayakan 3 Tahun Sekolah Jurnalisme Indonesia
Memetakan
Tantangan dan Peluang
Oleh Arya Gunawan
Advisor for Communication and Information,
UNESCO Tehran Cluster Office (mencakup Iran,
Pakistan, Afghanistan, dan Turkmenistan). Mantan
penanggungjawab program pemberdayaan media
UNESCO Jakarta (mencakup Indonesia, Malaysia,
Filipina, Brunei Darussalam, dan Timor Leste),
Oktober 2000 - Agustus 2010. Mantan wartawan
Kompas (1987-1995) dan mantan wartawan BBC
di London (1995-2000).

SAAT para tokoh pers dan pegiat pers berkumpul dalam


suasana sukacita dalam puncak perayaan Hari Pers Nasional di
Manado, 9 Februari 2013 ini, maka persis pada tanggal itu pula
Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) genap berusia tiga tahun.
Tanggal 9 Februari 2010, saat berlangsung perayaan HPN di
Palembang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan
kelahiran SJI sekaligus menyampaikan kuliah perdana secara
langsung di hadapan 25 peserta pendidikan SJI Palembang

17
angkatan pertama. Saat itu, para siswa SJI Palembang ini hadir
sebagai bagian dari sekitar 1.500 undangan yang memeriahkan
acara puncak HPN.
SJI telah berkembang pesat. Data-data berikut ini adalah
bukti nyata dari perkembangan pesat SJI. Tahun 2010 lalu, tak
lama setelah peresmian SJI Palembang sebagai sang pionir,
tiga tempat lagi menyusul langkah Palembang untuk menjadi
tuan rumah kehadiran SJI, yakni Semarang, Samarinda, dan
Bandung. Di tahun kedua, 2011, jumlah SJI kembali bertambah
dengan kehadirannya di Bandar Lampung, Jambi, dan Makassar.
Tahun 2012 Banjarmasin dan Palangkaraya juga tak hendak
ketinggalan. Keberadaan sembilan SJI di berbagai provinsi
hingga tutup tahun 2012 ini, agaknya akan segera bertambah
lagi di tahun 2013 tergantung dari keputusan Kementerian
Pendidikan Nasional sebagai penyandang danadengan
Medan, Banda Aceh, Denpasar dan Ambon.
Perkembangan SJI yang menggembirakan ini juga ikut
membuat bahagia UNESCO. Seperti yang pernah saya sebutkan
dalam catatan menyambut setahun kehadiran SJI di tahun
2011 lalu. SJI memang dikelola secara langsung oleh Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI), dengan dukungan pendanaan dari
Kementerian Pendidikan Nasional dan pemerintah masing-
masing provinsi dimana SJI berada. Namun tak berlebihan
jika disebutkan juga bahwa UNESCO menempati posisi cukup
khusus dalam perjalanan SJI, karena UNESCO ikut terlibat
sejak di masa-masa menjelang SJI dilahirkan: pembahasan dan
perencanaan kurikulum SJI menggunakan buku Model Curricula
for Journalism Educationyang disusun dan diterbitkan oleh
UNESCO tahun 2007 lalu sebagai rujukan utama.

18
Kita semua tahu, bagi setiap proses pendidikan, kurikulum
adalah tulang punggung penentu mutu pendidikan dan sekaligus
mutu lulusan yang akan dihasilkan. Dan buku UNESCO tentang
panduan kurikulum jurnalisme ini menyediakan ruang yang luas
dan fleksibel bagi proses penyusunan kurikulum yang mengacu
pada standar dan nilai dasar yang berlaku universal di dunia
jurnalistik. Itu sebabnya kurikulum SJI yang penyusunannya
dimotori Zulkarimein Nasutionpengajar senior di Departemen
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia (FISIP-UI) yang juga seorang mantan wartawan
dengan melibatkan para pengajar senior SJI, terbilang cukup
komprehensif dan menjawab tuntutan zaman baru.
Pada tahun kedua perjalanan SJI ini, UNESCO juga boleh
berlega hati karena telah membayar tunai sejumlah tugas yang
diletakkan ke pundak UNESCO berdasarkan Nota Kesepahaman
(Memorandum of Understanding) antara UNESCO dan PWI

19
yang ditandatangani dalam acara puncak HPN di Palembang
tahun 2010. Hutang yang telah dilunasi UNESCO ini
mencakup kegiatan-kegiatan berikut: a) mendatangkan pegiat
pers sekaligus pengajar jurnalisme dari luar negeri untuk
bertukar pandangan dan gagasan dengan para siswa, alumni
dan pengajar SJI; b) menyusun dan menerbitkan dua buku,
masing-masing berisi daftar rujukan tentang jurnalisme yang
ditulis oleh orang Indonesia, dan kumpulan karya jurnalistik
dari sejumlah wartawan kawakan Indonesia; dan c) pembuatan,
pengembangan dan pemeliharaan situs web SJI yang akan diisi
berbagai bahan berguna untuk proses pendidikan di SJI secara
khusus, dan pendidikan jurnalisme secara umum, misalnya
bahan pengajaran, informasi mutakhir terkait dengan dunia
jurnalisme, dan forum untuk bertukar pendapat.
Untuk kegiatan butir a) di atas, pakar yang datang ke
Indonesia adalah Yvonne Chua, di pertengahan September
2011. Mantan pegiat dan pelatih di Philippines Centre for
Investigative Journalism (PCIJ) yang juga mengajar jurnalisme di
satu perguruan tinggi di Filipina ini, juga terlibat dalam sejumlah
pelatihan untuk wartawan Indonesia tak lama setelah awal era
reformasi. Dalam kedatangannya untuk SJI/PWI ini, Yvonne
menjadi narasumber utama dari diskusi di Jakarta dengan para
anggota PWI, dan dilanjutkan dengan ceramah di hadapan
sejumlah pengajar dan alumni SJI serta sejumlah wartawan di
Palembang.
Kedua buku yang telah disebutkan dalam butir b) di
atas, juga telah diterbitkan lewat upaya tim yang dipimpin
oleh Zulkarimein Nasution, dan didukung sejumlah pengajar
senior SJI, khususnya Tribuana Said. Kedua buku tersebut telah

20
disebarluaskan kepada pihak-pihak yang relevan. Akan halnya
situs web SJI, kendati produk awalnya sudah diselesaikan
oleh PWI, namun masih diperlukan sejumlah langkah untuk
menyempurnakannya agar benar-benar dapat berfungsi sebagai
wadah pertukaran informasi, gagasan dan pengetahuan, bukan
hanya bagi kalangan PWI dan SJI, melainkan bagi siapa saja
yang menaruh minat pada bidang jurnalisme.

***

Di samping kisah sukses yang dibeberkan di atas, SJI


juga berhadapan dengan sejumlah persoalan sepanjang tiga
tahun kehadirannya dalam peta perkembangan jurnalisme
di Indonesia. Persoalan sempat diamati oleh penulis antara
lain termasuk membangun harmoni dan komunikasi yang
kondusif di kalangan para pengurus, maupun antara pengurus
dengan para pengajar. Selain itu, para pengelola SJI perlu terus
memikirkan sekaligus mengantisipasi berbagai hal yang terkait
dengan pendanaan di masa datang, termasuk juga menjaga
agar para pendukung utama dana operasional SJI dapat terus
mewujudkan komitmen mereka untuk tak surut langkah dalam
membesarkan SJI.
Selain itu, ada juga sejumlah persoalan yang belum begitu
tampil secara nyata saat ini, namun bukan tak mungkin akan
berkembang menjadi serius dalam waktu-waktu mendatang.
Saya kira, saat merayakan ulang tahun yang ketiga di tahun
2013 ini SJI seyogyanya pula mengambil jarak sekejap untuk
melakukan refleksi, dan mempertimbangkan hal-hal berikut
ini:
Sedapat mungkin dan sekuat upaya SJI hendaknya menjaga

21
jarak dan mengawal independensi dari para pihak yang selama
ini telah bersedia mengulurkan bantuan. Tiada salahnya SJI
senantiasa berlaku waspada terhadap kemungkinan adanya
campur-tangan maupun pengaruh dari para pihak ini, yang
bisa muncul dalam berbagai bentuk mulai dari bisikan agar
para peserta pendidikan dan para lulusan SJI tidak mengambil
posisi sangar dan garang dalam memberitakan hal-hal
yang menyangkut kepentingan publik yang terjadi di lembaga-
lembaga yang telah memberikan dukungan kepada SJI, sampai
kepada bujukan untuk mengerahkan dukungan lewat media,
bagi calon tertentu dalam proses pemilihan pejabat di tingkat
lokal.
Memastikan proses pengelolaan SJI bisa berjalan mulus,
di tengah begitu tingginya animo dari berbagai daerah yang
menginginkan kehadiran SJI. Jumlah SJI yang kian bertambah
pastilah akan menguras pikiran, energi, waktu, dan terutama
juga ide dari para pengelola SJI. Para pengelola SJI bukan mustahil
akan kekeringan ide-ide baru sehingga proses pendidikan
menjadi jalan di tempat dan miskin dari pembaruan (padahal
jurnalisme bukanlah makhluk yang stagnan, melainkan sebuah
profesi yang bergerak secara cepat, terutama dipacu oleh
perkembangan pesat di bidang teknologi komunikasi-informasi,
termasuk kemunculan berbagai media baru). Jika langkah SJI
tak lagi sejalan dengan kemajuan pesat di dunia jurnalisme ini,
maka itu adalah lonceng tanda bahaya.
Harus ada pengurus SJI, atau satu tim khusus yang
dibentuk oleh pengurus SJI, yang diberi tugas dan kepercayaan
untuk terus memikirkan dengan sungguh-sungguh proses
perencanaan, pengembangan dan pemutakhiran kurikulum.
Kurikulum bukanlah sesuatu yang diperlakukan secara kaku,

22
melainkan harus dimutakhirkan dari waktu ke waktu, seiring
dengan perubahan di berbagai bidang yang berlangsung begitu
cepat. Hanya dengan cara ini maka bahan-bahan pelajaran
yang diberikan para pengajar dan dimamah oleh para peserta
ajar benar-benar relevan bagi tugas sehari-hari para wartawan
yang tengah menjalani pendidikan di SJI. Akan lebih baik lagi
apabila para peserta pendidikan SJI mendapatkan keyakinan
baru bahwa memang SJI tampil beda, bukan lembaga yang
mudah dicari bandingannya.
Terkait dengan dua hal yang sudah disebutkan di atas, sudah
sepatutnya pengelola SJI juga melakukan proses regenerasi
pengajar secara berkala. Para wartawan dari generasi muda
yang dianggap memiliki reputasi yang menjanjikan, sudah
waktunya untuk dirangkul dan mulai diberikan kepercayaan
untuk menjadi bagian dari tim pengajar SJI, memperkuat
para pengajar terdahulu yang selama dua tahun ini telah
memberikan sumbangsih nyata bagi perjalanan SJI. Kebutuhan
akan para pengajar baru jelas tak dapat terhindarkan. Ia adalah
kebutuhan yang nyata seiring dengan bertambahnya jumlah SJI,
dan seiring dengan rencana untuk mengembangkan pendidikan
di setiap SJI ke jenjang yang lebih tinggi. Yang juga tak dapat
dielakkan adalah perlunya para pengajar ini juga mengikuti
proses pengajaran, dengan cara mencarikan kesempatan
bagi mereka untuk menjadi peserta di berbagai acara yang
terkait dengan jurnalisme dan pendidikan jurnalisme. Atau
juga dengan cara mendatangkan pakar dari luar negeri untuk
berdiskusi dengan para pengajar SJI, sebagaimana yang telah
dilakukan September 2011 lewat kehadiran Yvonne Chua
seperti disebutkan terdahulu. Hanya dengan cara ini ilmu
dan informasi yang dimiliki oleh para pengajar akan terus

23
bertambah, sehingga akan menambah kharisma dan bobot
mereka saat menyampaikan materi di hadapan para siswa SJI.
Terus mengupayakan untuk membangun sinergi dengan
lembaga-lembaga pendidikan jurnalisme lainnya, terutama
yang telah lebih dulu hadir. Kelahiran SJI sebetulnya merupakan
fenomena menarik, bahkan mungkin juga unik, karena tidak
banyak contoh dimana di setiap daerah ada satu lembaga
pendidikan jurnalisme yang dikelola dengan pendekatan serius.
Fenomena ini sekaligus juga menghadirkan kenyataan bahwa
pusat bisa jadi akan kehilangan peran karena peran tersebut
telah diambil alih oleh daerah. Harus dicarikan rumusan yang
tepat agar bisa terjalin sinergi yang kuat antara daerah dan
pusat ini. Misalnya saja perlu dipikirkan sinergi yang kokoh
antara SJI dan Lembaga Pendidikan Dokter Soetomo (LPDS)
lembaga yang disebutkan terakhir berlokasi di Jakarta dan
sudah malang melintang dengan reputasinya selama lebih dari
dua dasawarsa ini.
SJI sendiri harus terus didorong sebagai tempat untuk
melahirkan wartawan-wartawan tangguh di daerah, yang
akan menjadi andalan untuk ikut mengawal jalannya proses
demokrasi dan pembangunan di tingkat daerah. Jika kelak
sebagian dari mereka akan mendapatkan tempat/media baru
atau dipromosikan bekerja di luar daerah asal mereka, maka di
tempat baru ini mereka tetap berkarya dengan dengan prestasi
yang juga patut dibanggakan.
Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa Bob Woodward
adalah wartawan yang mengawali karirnya dari daerah, di
sebuah koran mingguan, Montgomery Sentinel. Setahun
bekerja di koran yang berlokasi di pinggiran kota Washington

24
DC dengan tiras yang tak besar itu (sampai sekarang koran ini
masih terbit, dan tetap dengan tiras yang kecil), barulah Bob
Woodward mengadu nasib di The Washington Post, tahun 1971.
Setahun setelah itu, lahirlah karya monumentalnya berupa
laporan investigatif yang digarapnya selama lebih dari dua tahun
bersama-sama rekannya, Carl Bernstein, yang menguliti skandal
Watergate yang tersohor itu karena menjungkalkan Presiden
Richard Nixon dari jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat
di tahun 1974. Bob Woodward kemudian mematerikan dirinya
sebagai salah seorang dari sedikit legenda di dunia jurnalistik,
khususnya untuk liputan investigatif. Hingga kini, dalam usia
yang sudah 70 tahun, Bob Woodward dikenal sebagai seorang
penulis buku yang produktif, dengan belasan karya yang juga
ditulis menggunakan pendekatan jurnalisme investigatif, dan
hampir semuanya masuk dalam jejeran buku terlaris.
Melaksanakan survei untuk melihat seberapa jauh relevansi
dan manfaat kehadiran SJI, baik dalam proses pembangunan
secara umum terutama di setiap daerah yang menjadi tuan
rumah SJI, maupun secara khusus dalam sumbangsihnya
terhadap kemajuan dunia jurnalisme. Survei ini hendaknya bias
dilakukan dengan komprehensif, termasuk dalam hal materi
yang diberikan, metodologi yang digunakan, sampai kepada
penilaian terhadap para pengajar. Data yang diolah dari survei
ini, meskipun mungkin saja mengandung kritik, pastilah akan
sangat berfaedah untuk membenahi program-program SJI di
masa sekarang sekaligus dalam menyusun rancangan program-
program SJI di masa datang.
Mencari sumber-sumber baru untuk pendanaan,
terutama dari pihak-pihak yang mempersyaratkan ketentuan

25
yang tidak mengikat, sehingga prinsip utama kemandirian dan
kemerdekaan yang sudah disebutkan terdahulu tetap dapat
terus tegak dengan kokoh.

Tahun 2012 lalu, puncak perayaan HPN dipusatkan di


Jambi. Bagi saya, perayaan HPN tahun lalu itu memiliki makna
yang sangat istimewa, setidaknya dalam dua hal. Pertama,
karena Jambi adalah kota kelahiran saya dan kota tempat saya
dibesarkan hingga menamatkan SMA. Saat hadir di sana tahun
lalu, saya sekaligus menikmati semacam perjalanan nostalgia,
termasuk juga menikmati kulinernya yang kaya dalam hal
ragamnya dan lezat dalam hal rasanya. Saya kira rombongan
delegasi HPN yang berasal dari luar Jambi, tidak akan
memperdebatkan pernyataan saya barusan. Kedua, yang juga
tak kalah membuat saya bahagia adalah bahwa saat perayaan
HPN 2012 itu berlangsung, Jambi selaku tuan rumah juga telah
memiliki SJI.
Manado selaku tuan rumah perayaan HPN tahun 2013
tentulah juga memiliki berbagai kekayaan lokal yang akan
dengan mudah pula membuat para peserta HPN tertambat
hatinya. Mulai dari kekayaan alam, termasuk tentu saja taman
laut Bunaken yang sudah termasyhur di tingkat dunia dan bisa
dijangkau dengan sangat mudah dari Manado (sekitar setengah
jam dari pelabuhan Manado, menggunakan transportasi laut),
hingga ke kekayaan kulinernya, seperti halnya Jambi di tahun
lalu.
Kekayaan lainnya yang tentu saja ditawarkan oleh Manado
adalah kenyataan sejarah bahwa keberadaan Provinsi Sulawesi
Utara pada umumnya, dan Manado pada khususnya, telah ikut

26
memberikan sumbangsih nyata dalam perjalanan sejarah pers
Indonesia, termasuk dan terutama Mendur bersaudara (Frans
dan Alex Mendur) yang merintis pendirian IPPHOS (Indonesian
Press Photo Service) di tahun 1946, dengan menghasilkan
berbagai foto jurnalistik yang ikut membantu menjaga tegak
kokohnya Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara
berdaulat yang baru pada masa-masa awal kemerdekaaan
itu. Rencana peresmian museum Mendur bersaudara yang
dimasukkan sebagai bagian dari acara perayaan HPN 2013 ini,
tentulah sebuah langkah yang sangat tepat.
Memang amatlah beralasan jika PWI Pusat memutuskan
untuk menjadikan Manado sebagai tuan rumah. Ini juga
sebuah langkah yang baik dan jitu, karena perayaan HPN 2013
ini berlangsung beberapa bulan lebih awal dari acara lainnya
yang juga akan membuat Manado semakin berbangga, yaitu
Asia Media Summit ke-10, yang akan diselenggarakan di akhir
Mei 2013 ini. Jadi, di tahun yang sama ini Manado menjadi tuan
rumah untuk dua acara penting di bidang media/jurnalisme/
komunikasi-informasi.
Perhelatan HPN 2013 ini tentulah akan terasa lebih komplit
lagi apabila SJI pun telah hadir pula di Manado, seperti halnya
Jambi saat menjadi tuan rumah HPN tahun lalu. Namun kendati
di Hari Pers Nasional 2013 ini SJI belum menjadi bagian dari
Manado, tentu tak salah apabila kita berharap bahwa kehadiran
SJI di Manado ini hanya tinggal perkara waktu.

Selamat merayakan HPN 2013. Selamat pula untuk Manado


dan provinsi Sulawesi Utara.***

27
Mencari Jurnalis
yang Kompeten

Oleh Ashadi Siregar

JURNALISME dalam kegiatan keredaksian (newsroom)


adalah mengolah fakta menjadi informasi. Ia dapat ditempatkan
dalam dua tingkat. Pertama: level teknikalitas dengan
kemampuan menemukan dan menuliskan fakta sesuai format
dan struktur teks berita. Biasa disebut sebagai proses reportase/
liputan berita (news reporting/covering) fakta mengandung
kepentingan publik (public interest) dan kepentingan manusiawi
(human interest).

29
Kedua, dalam level analisis dengan kemampuan menulis/
membentuk teks sesuai dengan wacana (discourse) yang
memiliki makna publik (public meaning), disebut sebagai
proses analisis berita (news analysis). Teks jenis kedua ini biasa
diproses dalam liputan mendalam (in-depth reporting) dalam
berbagai format seperti berita investigatif dan interpretatif.
Untuk mendukung kerja ini, setiap pelaku profesi media
jurnalisme dituntut dalam kapasitas empat hal: pertama:
preferensi/sikap (termasuk cita rasa/taste) dalam menghadapi
fakta dan informasi yang disiapkannya. Preferensi atau
kecenderungan dalam memilih fakta ada yang bertolak dari visi
dan misi media tempatnya bekerja, dan ada yang bersifat otentik
sesuai dengan pilihan yang dikembangkan dari kesadaran self-
esteem (harga diri) jurnalis.
Kedua: kesadaran etika tentang kepantasan sosial dan
keberadaan profesinya. Kesadaran akan keterhormatan dan
martabat profesi dan medianya merupakan tujuan yang terus-
menerus diperjuangkan seorang jurnalis. Ketiga: pengetahuan
sesuai dengan bidang informasi yang dikerjakannya. Seorang
jurnalis bermula dari pengetahuan bersifat generalis, untuk
kemudian berkembang dengan spesialisasi yang diperlukan
dalam peningkatan dimensi kerja keredaksian.
Keempat: kemampuan metode kerja bersifat teknis
(technicalities) untuk mencari dan menyiapkan informasi. Untuk
mencari materi materi informasi berupa pengidentifikasian
dan pencatatan fakta diperlukan kemampuan observasi dan
wawancara. Sedangkan dalam penyiapan informasi seorang
jurnalis memiliki kemampuan mewujudkan teks dalam berbagai
format sesuai dengan keperluan media.

30
Tuntutan kapasitas ini melahirkan kompetensi yang sesuai
dengan bidang dan level kerja keredaksian. Kompetensi jurnalis
pada hakikatnya dimaksudkan membangun kualitas media
jurnalisme. Adapun kualitas suatu media pers dapat dirumuskan
dengan berbagai parameter teknis manajemen (efektivitas dan
efisiensi kinerja dan output personel yang dapat dikuantifikasi).
Tetapi di luar itu, seluruh upaya dalam membangun kualitas
pers sebagai institusi sosial bermuara pada kredibilitas.
Kata kunci dari kredibilitas adalah kepercayaan (trust). Pada
tahap pertama, sang jurnalis dapat merasakan bahwa publik
mempercayai medianya. Kredibilitas diperoleh dari interaksi
bertahun-tahun dengan publik. Dia dibangun secara sosiologis,
sekaligus menjadi landasan keberadaan media jurnalisme
sebagai sumber kebenaran bagi warga di ruang publik (public-
sphere).
Karakteristik ini menjadikannya sebagai institusi sosial.
Kualitas media pers dibangun melalui substansi teks, sebab dari
sinilah kredibilitas disentuh. Ini berkaitan dengan kebenaran
yang terdiri atas kebenaran faktual/empiris (biasa dilihat
memenuhi azas faktualitas dan obyektivitas) dan kebenaran
makna publik (public meaning).
Dengan kebenaran empiris, substansi fakta identik dengan
teks. Untuk mencapai kebenaran ini, media jurnalisme dicapai
dengan kinerja dan output pemberitaan dalam azas kecermatan
faktual (accuracy), keseimbangan/ketidak-berpihakan (balance/
impartiality), dan kepantasan (fairness). Melalui ketiga aspek
A-B-F inilah kredibilitas media pers sebagai institusi sosial
diwujudkan sehingga publik menghargai media persnya.

31
Kebanggaan atas profesi bersumber dari self-esteem
jurnalis dan keterhormatan media di tengah masyarakat. Dalam
dinamika manajemen boleh jadi keberhasilan ekonomi media
menjadi parameter. Sebagai institusi bisnis, parameter ini tentu
nomor satu. Tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa keberadaan
utama dari media jurnalisme adalah sebagai institusi sosial.
Untuk itu kredibilitas yang menjadi sumber keterhomatan
dan martabat media menjadi tujuan utama. Dengan begitu,
mabuk dalam kebanggaan sukses bisnis, sementara gagal
dalam membangun media sebagai institusi sosial tentulah tidak
diharapkan oleh pelaku profesi jurnalisme. Tidak ada yang lebih
menyakitkan bagi pekerja amanah/kredibel manakala institusi
tempatnya bekerja diragukan sebagai sumber kebenaran, atau
bahkan menjadi sasaran olok-olok dalam kehidupan sosial.

***

Seluruh proses jurnalisme digerakkan dari kegiatan


keredaksian. Manajemen dalam newsroom digerakkan
berdasarkan kebijakan keredaksian (editorial policy). Kompetensi
dalam berbagai skala untuk kerja jurnalisme pada hakikatnya
dimaksudkan untuk menjaga agar output media tetap memiliki
signifikansi yang bersifat pragmatis dan nilai kultural. Mesin
yang memproduksi output berupa materi pemberitaan adalah
newsroom, untuk itu geraknya dapat dilihat dari dua sisi
konseptual.
Pertama: standar perilaku (teknikalitas) dalam kebijakan
pemberitaan/newsroom policy (sebagai orientasi pragmatis
sosial). Kedua: perwujudan nilai etik profesi jurnalisme (sebagai

32
orientasi kultural). Orientasi pragmatis dalam newsroom antara
lain standar newsworthiness dan format penulisan, agenda
newsroom (prioritas liputan dan pemuatan), budgeting, dan
sebagainya. Disebut pragmatis sebab proses teknis bersifat
imperatif adalah untuk memenuhi kepentingan publik.
Keberadaan setiap newsroom media jurnalisme perlu
ditempatkan dalam konteks kebebasan pers (freedom of the
press). Asas kebebasan pers pada hakikatnya berada dalam dua
level.
Pertama pada ruang publik dengan adanya iklim demokrasi
yang bertumpu pada hak publik (warga masyarakat) untuk
mengetahui fakta-fakta kehidupan publik di satu sisi, dan
hak publik dalam menyatakan pendapat tentang masalah
publik di sisi lainnya. Karenanya warga masyarakat secara
personal harus bebas dari tekanan kekuasaan eksternal, baik
dari negara maupun masyarakat (kekuasaan kapitalisme dan
komunalisme).
Kedua, media jurnalisme dapat beroperasi secara
bebas (free press), yaitu terbebas dari kekangan dan tekanan
kekuasaan di luar dirinya. Untuk kebebasan level kedua ini,
newsroom setiap media jurnalisme memiliki kemerdekaan/
independen dan otonomi.
Dalam menikmati berkah free press ini pengelola
newsroom perlu menjaga orientasinya, sehingga tugas
profesional pengelola newsroom untuk memformulasikan
kebebasan dalam pengertian independensi (bebas dari) dan
otonomi (bebas untuk) dalam mengolah informasi adalah
dengan mengetahui batas-batas antara keduanya. Dengan
kata lain, etika pada tataran newsroom adalah menghadapkan

33
batas-batas otonominya di satu pihak dengan kemerdekaannya
di pihak lain pada konteks keberadaan di ruang publik.
Secara berjenjang, pengelola newsroom menjalankan
tanggungjawab sesuai dengan kewenangannya. Tanggung
jawab dan kewenangan ini menuntut kompetensi yang tepat
(proper). Dari sini dikenal struktur dalam kerja keredaksian.
Artinya struktur dalam organisasi newsroom dibentuk atas dasar
kompetensi jurnalis sesuai dengan bidang dan level kerjanya
yang disertai output masing-masing. Karenanya penunjukan
personel dalam struktur newsroom tidak semata-mata sebagai
proses manajemen, tetapi yang tidak kalah penting adalah
kesesuaian kompetensi dengan orientasi media dalam azas
free press.
Artinya kompetensi empat aspek: preferensi, etika,
pengetahuan dan metode kerja yang sesuai dengan operasi
newsroom dalam memproses fakta menjadi informasi di satu
sisi, dan menjaga interaksi media dengan institusi-institusi lain
di ruang publik di sisi lainnya.
***

34
Dengan penghormatan pada asas free press yang terdiri atas
independensi dan otonomi newsroom, maka dapat dibayangkan
bahwa tidak ada super body dari luar yang menentukan siapa
yang boleh atau tidak menjalankan operasi di newsroom.
Pengelola newsroom secara berjenjang diasumsikan mampu
menilai kompetensi personel yang dapat melakukan tugas
jurnalisme dalam organisasi kerjanya.
Persoalan yang dihadapi profesi jurnalisme di Indonesia
adalah sifatnya yang terbuka, yaitu dapat dimasuki setiap
orang tanpa melalui pendidikan profesi yang khas sebagaimana
profesi tua seperti kedokteran, hukum atau lainnya. Sebagai
profesi terbuka, setiap perusahaan media jurnalisme harus
menyiapkan sendiri pelaku profesi untuk institusinya dengan
memberikan pelatihan profesi sesuai jenjang yang diperlukan.
Beban semacam ini tentulah hanya dapat dijalankan institusi
jurnalisme yang kuat secara organisasi dan finansial.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dengan
dukungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta
UNESCO mengambil alih peran ini, dengan merancang dan
menyelenggarakan program pendidikan jurnalisme untuk
pelaku profesi. Program yang berlangsung sejak tahun 2010 ini
telah menyentuh sejumlah peserta jurnalis di berbagai daerah.
Di akhir setiap pendidikan, peserta mengikuti ujian. Dari
sisi pendidikan profesional, bukan nilai lulus atau tidaknya yang
penting, melainkan kesesuaian dalam tugas-tugas di newsroom
media masing-masing. Artinya efektivitas pendidikan bukan
pada sertifikat yang dipegang jurnalis, tetapi perlu dilihat
dari kontribusi jurnalis dalam operasi newsroom. Kompetensi
jurnalis diukur dari output-nya dalam kerja keredaksian.

35
Sebagai ilustrasi, berikut disajikan tuntutan kompetensi di
newsroom media jurnalisme yang mapan:

Dari kompetensi teknis ini, manajemen menetapkan


standar output personel newsroom. Untuk itu parameter yang
dijalankan bersifat terukur, dan melalui penilaian (assessment)
yang objektif dan dijalankan oleh instansi yang dibentuk
secara khusus untuk tujuan ini. Asas independen dan otonomi
berlangsung dalam praksis newsroom yang menjadi landasan
dalam setiap aspek manajemen keredaksian.

36
TIGA TAHUN SJI:
HARAPAN BARU
PROFESIONALISME WARTAWAN

Oleh Encub Soebekti


Direktur Program Pendidikan PWI Pusat

TIDAK terasa lagi, waktu berjalan begitu cepat. Sekolah


Jurnalisme Indonesia (SJI), tepat pada 9 Februari 2013 memasuki
usia tiga tahun. Jika diukur dengan perjalanan hidup sosok
manusia, usia ini relatif sangat muda. Ia tergolong masih usia
balita. Namun, tidak demikian dengan SJI-PWI. Pasalnya, di usia
yang masih relatif muda, ia telah berhasil melahirkan sejumlah
prestasi kegiatan belajar-mengajar yang menggembirakan dan
memberikan harapan baru, teristimewa bagi masyarakat pers
di negeri ini.

37
Setelah melalui proses diskusi dan pengkajian cukup
panjang, Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PP
PWI) dan Yayasan Sekolah Jurnalime Indonesia (Y-SJI) ketika itu
berhasil meresmikan SJI-PWI bertepatan dengan peringatan
puncak acara Hari Pers Nasional, 9 Februari 2010 di Palembang,
Sumatera Selatan. Dalam acara tersebut, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono sempat memberikan kuliah perdana
di depan 30 orang SJI-PWI tingkat Dasar Angkatan I dan para
undangan HPN 2010.
SJI-PWI Palembang ketika itu ditetapkan menjadi sebuah
pilot projek bagi lahirnya kegiatan pendidikan dan pelatihan
jurnalistik untuk para wartawan di republik ini. SJI-PWI sengaja
dirancang sebagai sebuah wadah pendidikan dan pelatihan yang
terkonsep, terpola, terprogram, berjenjang dan berkelanjutan.
Pilot projek ini, dalam perjalanannya kemudian, ternyata telah
banyak memberikan inspirasi dan sekaligus mendorong bagi
banyak cabang PWI lain untuk mengikuti jejak PWI Cabang
Sumatera Selatan di Palembang..
Menyusul jejak SJI-PWI di Palembang, dalam tahun yang
sama (2010-2011), PP PWI dan Y-SJI, segera membuka dua
SJI-PWI di tiga Cabang PWI provinsi lainnya yakni Jawa Tengah
(Semarang, Dasar-III dan Madya-I), Jawa Barat (Bandung, Dasar-I)
dan PWI Cabang Kalimantan Timur (Samarinda, Dasar-III).
Sedangkan di SJI-PWI Cabang Sumatera Selatan, di Palembang
sendiri hingga kini berhasil meluluskan lima angkatan alumni
SJI tingkat Dasar dan SJI Madya-I. Dalam perjalanan tiga tahun
terakhir ini, SJI-PWI hingga kini berhasil mengembangkan sayap
kegiatannya di enam PWI Cabang Provinsi lainnya yakni di PWI
Cabang Kalimantan Selatan (Banjarmasin, Dasar-II), Lampung

38
(Bandar Lampung, Dasar-II), Jambi (Dasar-II), Sulawesi Selatan
(Makassar, Dasar-I) dan Kalimantan Tengah (Palangka Raya,
Dasar-I).
Dengan demikian, dalam tiga tahun perjalanan singkat SJI-
PWI sampai dengan saat ini, sudah beroperasi di 9 (Sembilan)
daerah provinsi di Indonesia. Jika dihitung berdasarkan
frekuensi kegiatannya, maka dalam kurun waktu yang sama
tercatat meliputi 23 kegiatan, diikuti sekitar 850 peserta didik
dan telah menghasilkan alumni SJI berjumlah 635 orang.
Menurut hasil pemantauan para kepala sekolah SJI di beberapa
daerah, banyak di antara alumni SJI-PWI tersebut, dewasa ini
menduduki posisi lebih baik di tempat bekerjanya, ketimbang
sebelum mereka berkesempatan mengikuti kegiatan belajar-
mengajar di SJI-PWI. Dengan kata lain, tidak sedikit di antara
para alumni setelah lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan
di SJI-PWI, mereka kemudian dipercaya menduduki jabatan
Koordinator Liputan (Korlip), ada juga yang menjadi asisten
redaktur, dan bahkan ada yang dipercaya menjadi redaktur
bidang dalam komposisi organisasi redaksi di masing-masing
kantor tempat bekerjanya.
Menurut ketentuan belajar-mengajar di SJI-PWI, bahwa
bagi mereka yang dinyatakan lulus karena mencapai nilai
prestasi belajar yang ditetapkan, maka para alumni tersebut
diwajibkan mengikuti Ujian Kompetensi Wartawan (UKW).
Dalam pengalaman kegiatan UKW yang digelar di beberapa
daerah, ternyata hasilnya sangat menggembirakan bagi para
pengajar. Menurut hasil pengamatan dari para Kepala Sekolah
SJI di daerah-daerah, para peserta UKW berasal dari alumni
SJI tersebut rata-rata dinyatakan mekmiliki kompetensi, dan

39
diketemukan hanya sebagian kecil saja di antara mereka yang
dinyatakan sebagai belum memiliki kompetensi.

Kerja sama Pemangku Kepentingan


Keberhasilan program ini, tentu saja berkat kerja sama yang
erat di antara berbagai pemangku kepentingan baik dari jajaran
internal organisasi PWI lewat kegiatan SJI, dengan dukungan
dari segenap aparatur Pemerintah Daerah provinsi setempat,
pihak UNESCO dan teristimewa atas bantuan dana dari pihak
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan
Informal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
PP PWI dan YSJI kini semakin yakin bahwa keputusan
mengutamakan program bidang pendidikan dan pelatihan
merupakan langkah tepat. Keputusan ini dinilai benar, karena
hanya melalui program inilah, maka mutu kinerja wartawan
Indonesia dapat lebih ditingkatkan. Program ini juga dinilai tepat
dan sangat mendesak, karena memang realitasnya dari 14.000
wartawan anggota PWI yang tersebar di seluruh Indonesia
dewasa ini, masih banyak belum mengenyam pendidikan
jurnalisme yang lebih memadai.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kualitas kinerja
wartawan di negeri ini hingga sekarang dinilai masih rendah.
Sebagian wartawan ternyata tidak memiliki latar belakang
pendidikan jurnalisme atau komunikasi yang memadai. Sebagian
lagi dari mereka, diketahui kurang mendapat pendidikan dan
pelatihan dari masing-masing perusahaan pers, tempat mereka
bekerja. Selain itu, banyak di antara wartawan kurang memiliki
motivasi kuat untuk menjadi wartawan profesional. Dalam
kaitan inilah, kehadiran SJI-PWI menjadi sangat diperlukan agar

40
dapat mengantisipasi masalah dan problem rendahnya kualitas
kinerja wartawan di republik ini.
PP PWI dan Y-SJI pada awalnya, mencanangkan sedikitnya
dalam setahun dapat melahirkan lima SJI di lima PWI Cabang
Provinsi di Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir ini, SJI-PWI baru
dapat melahirkan kegiatannya di 9 (sembilan) PWI Cabang. Ini
artinya, target yang diharapkan masih belum tercapai. Berbagai
kendala dan problem, menyebabkan masih tersisa lima daerah
belum berdiri SJI-PWI di tahun 2012. Namun demikian, minat
dari banyak cabang PWI di daerah, masih cukup besar. Mereka
sangat menginginkan, agar di daerahnya dapat segera berdiri
SJI-PWI. Dalam daftar usulan di SJI-PWI Pusat tercatat sedikitnya
7 PWI Cabang yang mendaftarkan diri agar di daerahnya dapat
berdiri SJI-PWI. Ketujuh PWI Cabang tersebut yakni PWI Cabang
Aceh, Medan, Provinsi Riau, Sulawesi Utara, Bali, Jawa Timur
dan Yogyakarta.
PWI Pusat mengakui, program kerja sama di bidang
pelatihan jurnalistik bagi wartawan pemula di berbagai provinsi,
dirasakan sangat besar manfaat dan artinya. Bagi para wartawan,
program tersebut dapat dirasakan manfaatnya langsung karena
mereka mendapatkan pengetahuan dan praktik keterampilan
jurnalistik dari para pengajar yang berkualitas. Dampak positif
lainnya yakni program ini dapat juga dirasakan manfaatnya
langsung bagi masyarakat. Artinya, dengan kualitas kinerja
wartawan yang semakin meningkat, niscaya dapat mendorong
upaya mencerdaskan rakyat dalam berdemokrasi.
Bagi Negara dan pemerintah, dengan para insan pers yang
semakin berwawasan, bekerja profesional dan beretika, niscaya
juga akan bermanfaat dalam upaya memberikan kesadaran

41
kepada publik untuk berdemokrasi secara cerdas dan sehat.
Dalam kaitan inilah, program pelatihan jurnalistik SJI-PWI
perlu terus lebih ditingkatkan dan dikembangkan, baik secara
kuantitas maupun kualitasnya.

Tiga Pertimbangan
Menyusul keberhasilan program Pelatihan Jurnalistik
dalam dua tahun terakhir ini (2010-2012) di 9 (sembilan)
daerah provinsi yakni Provinsi Lampung (Bandar Lampung),
Jawa Tengah (Semarang), Jawa Barat (Bandung), Sumatera
Selatan (Palembang), Kalimantan Selatan (Banjarmasin),
Provinsi Jambi (Jambi), Sulawesi Selatan (Makasar), Kalimantan
Timur (Samarinda) dan Kalimantan Tengah (Palangkaraya). PP
PWI dan Y-SJI kembali menyusun program Pelatihan Jurnalistik
Tahun 2013 bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud), lebih khusus dengan Ditjen
Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.
Sedikitnya ada tiga pertimbangan, mengapa program ini
kembali perlu digelar dan masih akan terus dilaksanakan secara
bertahap dan berjenjang di tahun-tahun mendatang:
Pertama, program pelatihan jurnalistik lewat SJI-PWI
memang terbukti sangat dirasakan manfaatnya bagi sebagian
besar wartawan anggota PWI. Para wartawan pemula,
merasakan langsung manfaatnya, karena mereka mendapatkan
pengetahuan dan praktik keterampilan jurnalistik dari para
pengajar yang berkualitas.
Manfaat kedua, program pelatihan ini dinilai sangat
positif bagi masyarakat. Sebabnya, dengan kualitas wartawan
yang semakin cerdas dan terampil dalam memikul tugas-tugas

42
jurnalistiknya, niscaya akan punya arti sangat besar bagi upaya
mencerdaskan publik.
Pertimbangan ketiga, program ini sangat menguntungkan
bagi Negara dan pemerintah. Pasalnya, dengan para insan pers
yang semakin berwawasan, bekerja profesional dan beretika,
niscaya juga akan bermanfaat memberikan kesadaran kepada
publik untuk berdemokrasi secara cerdas dan sehat. Dengan
demikian, program pelatihan jurnalistik lewat SJI-PWI di
sembilan provinsi perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan
secara kuantitas dan kualitasnya.

Kinerja Masih Rendah


Hingga kini kualitas kinerja wartawan dinilai masih
rendah. Sebagian wartawan ternyata, tidak memiliki latar
belakang pengetahuan pendidikan jurnalisme atau komunikasi
yang memadai. Sebagian lagi, diketahui kurang mendapat
pendidikan dan pelatihan dari masing-masing perusahaan pers,
tempat mereka bekerja. Selain itu, banyak di antara wartawan
kurang memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi wartawan
profesional.
Di tengah masyarakat masih sering terdengar keluhan
dan bahkan kecaman atas kinerja wartawan Indonesia di era
reformasi ini. Para jurnalis sering dinilai bekerja seenaknya,
mengabaikan etika jurnalistik dan kerap melanggar norma
hukum serta tata nilai yang masih berlaku di masyarakat.
Indikasinya, dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah
laporan pengaduan masyarakat ke Dewan Pers dan organisasi
wartawan. Di samping itu, demo-demo kelompok masyarakat
ke berbagai kantor redaksi media massa, juga masih sering

43
terjadi. Belum lagi kasus delik pers yang diproses di pengadilan.
Semua ini, memberikan indikasi kuat bahwa kinerja dan citra
wartawan sekarang benar-benar memprihatinkan.
Keluhan dan aneka kritik masyarakat itu, telah menjadi
masukan berharga bagi pengurus PWI Pusat (2008-2013)
untuk segera menanganinya. Serangkaian rapat evaluasi dan
pleno pengurus, hingga dialog dengan para pakar pendidikan
dan komunikasi, ditemukan fakta yang menyimpulkan bahwa
dewasa ini kompetensi profesional dari sebagian wartawan
kita, dinilai masih rendah.

Tujuan Pendidikan dan Pelatihan


Tujuan akhir dari program penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan di SJI ditetapkan sebagai berikut:

1. Meningkatkan profesionalisme para wartawan, agar


mereka memiliki kesadaran dan tanggung jawab
terhadap profesinya.
2. Membekali agar peserta didik memiliki kompetensi
keterampilan di bidang tugas dan tanggung jawabnya.
3. Meningkatkan wawasan wartawan, memperkuat
idealisme dan memiliki integritas kuat dalam
mengemban tugas-tugasnya sebagai wartawan
profesional.
4. Membekali kesadaran wartawan yang beretika dan
berkepribadian, memiliki motivasi kuat untuk mau
belajar terus-menerus selama ia menjalankan tugasnya
sebagai wartawan.

44
Hasil yang Diharapkan
Perusahaan pers yang terbit dan berkembang di
negeri ini, menurut hasil penelitian Dewan Pers, terbilang
menggembirakan. Sayangnya, perusahaan pers yang benar-
benar sehat (redaksional dan usaha) hanya 30%. Sisanya,
sekitar 70% masih dalam kondisi memprihatinkan atau tidak
sehat. Dewan Pers pun mengakui bahwa tingkat profesionalitas
para wartawan Indonesia, juga sama sekitar 30%. Sedangkan
70% sisanya, masih belum atau tidak profesional. PWI sebagai
organisasi wartawan tertua dan terbesar anggotanya di
Indonesia, juga tidak menyangkal data itu.
Sejak awal reformasi, PWI melalui berbagai program
pendidikan dan pelatihan di pusat maupun cabang-
cabang, berusaha meningkatkan profesionalisme wartawan
anggotanya, melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan
kewartawanan. Namun, secara jujur diakui bahwa hasilnya
terasa masih belum memuaskan .
Pengurus PWI amat menyadari bahwa posisi dan peranan
pers memang memainkan peran penting dalam sistem
demokrasi yang sedang dilaksanakan dewasa ini. Bahkan,
pers secara de fakto sudah diakui sebagai salah satu pilar
ke-4 demokrasi. Berbagai penelitian, mengungkapkan juga
bahwa pers merupakan alat komunikasi yang paling banyak
mempengaruhi masyarakat. Apa-apa yang dikemukakan media
massa, sering dianggap sebagai suatu kebenaran. Padahal, tidak
jarang, karena masih lemahnya profesionalisme para wartawan,
kebenaran yang diterima dari media itu, sesungguhnya palsu,
alias tidak valid.

45
Karena itulah, ketimpangan ini perlu dikoreksi. Posisi dan
kedudukan pers yang begitu strategis hendaknya harus sejajar
atau paralel dengan tingkat profesionalisme yang prima dari
para wartawan. Kebebasan atau kemerdekan pers tidak boleh
disalahgunakan untuk kepentingan yang sama sekali tidak
terkait dengan kepentingan publik atau rakyat.
Dalam kaitan inilah, hasil yang diharapkan dari pelatihan
jurnalistik lewat SJI-PWI yakni untuk mengejar dan meningkat
kan profesionalitas wartawan. Para jurnalis kini, perlu diberikan
tambahan pendidikan dan pelatihan yang terkonsep dan terukur
dengan baik. Tambahan pendidikan tersebut, akan diberikan
melalui SJI-PWI yang telah dan akan didirikan di setiap provinsi
atau kantor cabang PWI seluruh Indonesia.
Guna keberhasilan pelaksanaan program SJI-PWI yang
berjenjang dan berkelanjutan, PWI Pusat telah membentuk
sebuah lembaga yang berbadan hukum yakni berupa Yayasan
Sekolah Jurnalisme Indonesia (Y-SJI). Yayasan inilah, yang
memiliki otoritas dan tanggung jawab penuh dalam mengelola
kelangsungan dan perkembangan SJI ke depan.
Hasil yang diharapkan dari program SJI-PWI ini, secara
garis besar di setiap cabang dari 34 provinsi dalam 10 tahun
ke depan dapat berdiri SJI-PWI. Dengan kata lain, tiap tahun
menargetkan 4 atau 5 SJI berdiri di tiap cabang PWI di
Indonesia. Artinya, dalam satu tahun minimal melakukan 4
(empat) kegiatan lapis Dasar @ 50 orang, (3) lapis Madya @
30 orang, dan (2) kegiatan lapis Utama @ 30 orang. Ini artinya,
dari 34 Cabang tiap tahun akan menghasilkan lulusan SJI secara
bertahap sebagai berikut:

46
1. Lapis Dasar : 4 X 50 orang= 200 orang X 10 cabang = 2.000 orang
2. Lapis Madya: 3 X 30 orang= 90 orang X 15 cabang = 1.350 orang
3. Lapis Utama: 2 X 25 orang= 50 orang X 10 cabang = 500 orang
------------------------

Jumlah 3.850 orang

Dalam 5 tahun jika semua berjalan lancer, SJI-PWI akan


menghasilkan sedikitnya 3.850 orang/alumni dan 10 tahun
mendatang, lulusan SJI akan berjumlah sekitar 10 ribu orang.

Sasaran Program
Program pendidikan dan pelatihan di Sekolah Jurnalisme
ini, karena berbagai pertimbangan pada tahap pertama bersifat
jangka pendek yaitu akan berlangsung 2 (dua) minggu. Peserta
didik dalam program ini akan ditujukan sedikitnya untuk tiga
lapis wartawan.
Pertama ; wartawan kelompok lapis dasar yakni mereka yang
masuk dalam kelompok wartawan pemula atau
reporter dan yang setara lainnya.
Kedua ; kelompok wartawan lapis menengah yakni para
redaktur dan penulis senior, yang masuk dalam
kelompok wartawan madya dan yang
setara lainnya.
Ketiga ; kelompok wartawan lapis lanjutan yakni terdiri
para redaktur pelaksana dan penangung jawab
redaksi media massa.

47
Lembaga Pelaksana
Bentuk dan susunan organisasi SJI-PWI terdiri dari badan
pelaksana harian di tingkat pusat dan pelaksanaan harian di
daerah atau PWI Cabang Provinsi. Sekolah ini, seperti diutarakan
di atas, didirikan oleh Pengurus Pusat PWI dengan membentuk
sebuah badan hukum berupa Yayasan yang diberi nama Yayasan
Sekolah Jurnalisme Indonesia (Y- SJI). Yayasan ini, dipimpin oleh
Ketua Dewan Pembina Margiono, yang merangkap jabatan
sebagai Ketua Umum PWI Pusat dan diperkuat oleh Ketua
pengurus Yayasan, Marah Sakti Siregar, merangkap jabatan
sebagai Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat.
Yayasan SJI mengangkat dan menetapkan badan pelaksana
harian di pusat yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif SJI dan
Kepala Sekolah di masing-masing PWI Cabang di seluruh
Indonesia. Dalam susunan badan pelaksana harian SJI di pusat
dan cabang diperkuat oleh tim pengajar/pelatih/instruktur.
Badan pelaksana harian SJI-PWI di tingkat pusat ditetapkan
dan disahkan oleh Yayasan SJI melalui surat keputusan.
Sedangkan pengurus pelaksana harian di daerah ditetapkan
dan disahkan oleh Direktur Eksekutif SJI-PWI atas usulan dan
persetujuan Pengurus PWI Cabang melalui surat keputusan
dengan diketahui oleh Pengurus Yayasan.

Rencana kegiatan dan lokasi pelaksanaan

A. PP PWI dan Y-SJI dalam tahun 2013 merencanakan program


melanjutkan kegiatan pelatihan jurnalistik tingkat Dasar
Angkatan II di tiga PWI Cabang provinsi yakni:
(1) SJI-PWI Cabang Jawa Barat (Bandung)

48
(2) SJI-PWI Cabang Kalimantan Tengah (Palangkaraya)
(3) SJI-PWI Cabang Sulawesi Selatan (Makasar)

B. Program tingkat Dasar Angkatan III dan IV


(1) SJI-PWI Cabang provinsi Lampung
(Bandar Lampung)
(2) SJI-PWI Cabang Kalimantan Selatan (Banjarmasin)
(3) SJI-PWI Cabang Provinsi Jambi (Jambi)
(3) SJI-PWI Cabang Provinsi Jawa Tengah (Semarang
Angkatan IV)

C. Program tingkat Madya Angkatan II


(1). SJI-PWI Cabang Jawa Tengah (Semarang)
(2). SJI-PWI Cabang Sumatera Selatan (Palembang)
(3). SJI-PWI Cabang Kalimantan Timur (Samarinda)
(4). SJI-PWI Cabang Kalimantan Selatan (Banjarmasin)
.
Dalam program tahun depan (2013-2014), akan dibuka
kegiatan pelatihan jurnalistik tingkat Dasar Angkatan I khusus
untuk PWI Cabang yang baru mendirikan SJI di masing-masing
daerahnya:
(1) SJI-PWI Cabang Jogyakarta (Jogya)
(2) SJI-PWI Cabang Provinsi Riau (Pekanbaru)
(3) SJI-PWI Cabang Provinsi Sulawesi Utara (Manado)
(4). SJI-PWI Cabang Provinsi Bali (Bali)
(5). SJI-PWI Cabang Sumatera Utara (Medan)
(6). SJI-PWI Cabang Aceh Darusalam (Banda Aceh)

49
Mengingat banyaknya minat dari PWI Cabang-cabang
lainnya, tidak menutup kemungkinan dalam tahun depan juga,
akan diresmikan SJI di PWI Cabang provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (Yogya), DKI Jakarta (Jakarta), dan Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Mataram).

Peserta Pelatihan SJI-PWI


Guna menampung banyaknya aspirasi cabang-cabang
PWI yang sangat berminat untuk memulai dan menyiapkan
perencanaan mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan
lewat program SJI-PWI, maka berikut ini terlampir persyaratan
atau kriteria bagi calon peserta yang dapat diterima di SJI-PWI
sebagai berikut

1. Persyaratan/Kriteria
Peserta yang dapat diterima di SJI-PWI wajib memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:

a. Wartawan yang bekerja di media cetak, radio,


televisi, dan online yang bertugas di wilayah provinsi
setempat.
b. Setiap calon peserta didik, harus mendapatkan
penugasan belajar atau izin dari pimpinan media
yang bersangkutan. Tujuannya, agar mereka dapat
berkonsenterasi, fokus dan penuh disiplin, dalam
mengikuti proses belajar-mengajar di SJI.
c. Lulus mengikuti saringan tes penerimaan calon peserta
didik secara tertulis dan wawancara.

50
d. Menyertakan riwayat pengalaman kerja menjadi
wartawan serta menyerahkan bukti minimal tiga buah
karya jurnalistik.

2. Mekanisme Seleksi/Rekrutmen
Mekanisme seleksi bagi para calon peserta didik ditentukan
sebagai berikut:

a. Jumlah peserta didik dalam setiap angkatan dibatasi


paling banyak 30-40 orang. Tujuannya, agar dapat dicapai
efektivitas dan hasil prestasi belajar yang maksimal.
b. Setiap calon peserta didik tingkat dasar diwajibkan
memiliki pengalaman minimal 6 (enam) bulan bekerja
sebagai wartawan.
c. Setiap calon peserta didik, diwajibkan mengikuti test
seleksi melalui wawancara dan tertulis.
d. Menyerahkan riwayat pengalaman kerja sebagai
wartawan, sambil menyertakan sedikitnya tiga (3) hasil
karya jurnalistik.

Pengajar/Instruktur/Narasumber
Terbuka bagi mereka yang berminat menjadi tenaga
pengajar SJI-PWI atau Instruktur/Narasumber, maka ditetapkan
persyaratan sebagai berikut:
1. Kriteria/Persyaratan
Persyaratan menjadi tenaga pengajar atau Instruktur/
Narasumber SJI-PWI ditentukan sebagai berikut:

51
a. Memiliki kompetensi kemampuan mengajar di
bidang keahlian atau keterampilan mata pelajaran
yang diminatinya.
b. Memiliki pengalaman dan pengetahuan jurnalisme
yang mumpuni. Diutamakan mereka yang telah
memiliki dan menggeluti profesi jurnalistik cukup
lama dan berpengalaman menduduki jabatan unsur
pimpinan di media massa.
c. Lulus mengikuti seleksi TOT Khusus yang
diselenggarakan oleh Badan eksekutif SJI-PWI.

2. Mekanisme Seleksi/Rekrutmen
Mekanisme seleksi atau rekrutmen untuk calon tenaga
pengajar SJI-PWI dilakukan dengan sistem dan cara sebagai
berikut:
a. Setiap calon pengajar atau instruktur/narasumber wajib
mengikuti pelatihan khusus yang diselenggarakan
oleh Tim Instruktur PWI Pusat lewat program TOT.

b. Setiap calon pengajar SJI diwajibkan membuat Lesson


Plan, Handout, Power point, Pre-test dan Post-test.

c. Khusus bagi calon pengajar lokal atau berasal dari PWI


Cabang Provinsi, selain wajib mengikuti TOT Khusus,
juga perlu melakukan praktik mengajar dengan cara
menjadi pengajar pendamping atau magang untuk
mata pelajar yang dikuasai dan diminatinya.

52
Program Aksi
A. Metode Pelatihan
Metode pembelajaran dilakukan dengan cara gabungan
antara teori dan praktik lewat perimbangan 40% : 60%. Bentuk
penyampaian setiap materi mata pelajaran dilakukan melalui
tiga cara sebagai berikut:
1. Ceramah
Dimaksudkan untuk memberikan motivasi, menambah
pengetahuan dan wawasan peserta didik.

2. Diskusi
Dimaksudkan untuk tukar menukar pengalaman,
pengetahuan, dan melatih peserta mengemukakan
p andangan. Selain itu, peserta juga dilatih
menyampaikan hal-hal secara terbuka, tertib, teratur
dan jelas.

3. Praktik pelatihan
Peserta akan mendapat pelatihan meliput di lapangan,
praktik wawancara, praktik menulis sampai dengan
praktik atau simulasi menerbitkan sebuah media
sederhana. Di samping itu, melakukan praktik dan
simulasi kerja di newsroom dan news broadcasting.

B. Kurikulum dan Bahan Pelatihan


Tujuan pembelajaran (instructional objectives) pada
masing-masing program pendidikan profesi ini, mengacu pada
rumusan kompetensi jurnalisme menurut UNESCO Model
Curricula For Journalism Education (2007). Pada gilirannya
topik, kurikulum beserta silabi, dan metode pembelajaran

53
dalam pendidikan ini dikembangkan dari acuan yang sama.
Disesuaikan dengan tingkatan peserta dan tahapan
pendidikan profesi kewartawanan ini, kurikulum dan materi
pendidikan akan berorientasi pada tiga sumbu yaitu:
1. Sumbu yang meliputi norma-norma, nilai-nilai, alat/
perkakas, standar-standar, dan praktik-praktik jurnalis-
me (keterampilan standar jurnalisme)
2. Sumbu yang menitikberatkan pada aspek-aspek sosial,
kultural, politik, ekonomi, legal, dan etika praktik jurna-
lisme baik di dalam maupun luar lingkungan batas na-
sional.
3. Sumbu yang mencakup pengetahuan wawasan
(knowledge of the world) dan tantangan intelektual jur-
nalisme (journalisms intellectual challenges).

Adapun rincian kurikulum pendidikan yang diselenggarakan


dalam proses sistem belajar-mengajar di SJI-PWI sebagai
berikut:

1. Filosofi Dasar Profesi Jurnalisme


Topik ini bermaksud memberikan pemahaman mendasar
bagi para wartawan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kemanakah tujuan akhir profesi ini?
Di antara sub-topik yang dicakup di sini adalah tentang:
Mengapa menjadi jurnalis?
Apa artinya menjadi seorang jurnalis?
Hendak ke mana dengan profesi ini?

54
Tanggung jawab profesional seorang jurnalis
Sejarah perjuangan pers Indonesia
Integritas seorang jurnalis
Aneka aliran jurnalisme yang berkembang sesuai
dinamika masyarakat

2. Etika Jurnalisme
Topik ini bermaksud menanamkan kesadaran dan sikap
mental tentang posisi etika jurnalisme sebagai suatu kebutuhan
mutlak dalam menyandang profesi jurnalisme.
Materi topik ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
Apa artinya etika jurnalisme?
Mengapa butuh etika jurnalisme?
Prinsip-prinsip utama etika dan kode etik jurnalisme
Segitiga hubungan etik, trust dan kredibilitas
Akuntabilitas publik seorang jurnalis
Tugas dan peran Dewan Kehormatan PWI dalam
pengawasan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
Diskusi kasus-kasus pelanggaran kode etik

3. Hukum Pers
Topik ini bermaksud memberikan pengetahuan mengenai
posisi wartawan sebagai seorang warga yang taat hukum, serta
sejumlah ketentuan hukum dan perundang-undangan yang
melingkupi aktivitas jurnalisme profesional.

55
Liputan topik ini antara lain mencakup:
Prinsip-prinsip dasar hak dan kewajiban hukum seorang
warga
Undang Undang Pers
Undang-Undang Penyiaran
Undang Undang Hak Cipta
Undang Undang Perlindungan Konsumen
Undang Undang Kebebasan Informasi Publik
Undang Undang Anti Pornografi
Undang-Undang ITE

4. Dasar-dasar Manajemen Pers


Topik ini bermaksud menjelaskan aspek-aspek mendasar
dari manajemen sebuah perusahaan penerbitan pers.
Mencakup pengetahuan tentang:
Pengertian prinsip-prinsip manajemen industri pers
Keterpaduan mekanisme kerja antara bidang redaksi
dan perusahaan
News room management
Hubungan jurnalis dengan pemilik media
Kesejahteraan jurnalis
Jenjang karier jurnalis
Kebijakan editorial sebagai pedoman filosofi mekanisme
kerja manajemen

5. Hubungan Pers-Pemerintah
Topik ini bermaksud memberikan wawasan dan

56
pengetahuan mengenai bagaimanakah hubungan yang ideal
antara pers dengan pemerintah. Topik materi ini disampaikan
oleh dua pengajar yakni masing-masing dari praktisi pers dan
kalangan tokoh pejabat pemerintah.
Hal-hal yang menjadi liputan topik ini:
Hubungan fungsional pers-pemerintah
Interaksi profesional antara kedua belah pihak
Tanggung jawab kebangsaan (nasional interest)

6. Keterampilan Standar Jurnalisme


Topik ini bermaksud membekalkan serangkaian dasar-
dasar keterampilan standar dalam profesi jurnalis yang mutlak
harus dikuasi oleh seorang jurnalis profesional. Dalam topik ini
diliput dasar-dasar keterampilan tentang:

a. Bahasa Indonesia Jurnalisme


Topik ini mengupas tentang penggunaan Bahasa Indonesia
dalam pers. Bahasa Jurnalistik merupakan salah satu laras
Bahasa Indonesia yang perlu dipahami secara baik dan benar
oleh setiap wartawan. Tujuannya, agar peserta didik dapat
memahami spesifikasi penggunaan Bahasa Indonesia Jurnalistik
untuk penulisan berita, feature, reportase dan aneka artikel
lainnya di meda massa. Melalui tulisan atau reportasenya
itu, semua kompetensi dan integritas wartawan bisa dilihat.
Peserta didik akan diberikan bekal perihal menulis dengan
menggunakan bahasa Indonesia Jurnalistik yang benar sesuai
dengan kaidah tata bahasa yang berlaku.

57
1. Pengertian tentang Bahasa Indonesia Jurnalistik
2. Ciri khas penggunaan kata, kalimat, dan isi
pernyataan dalam pers
3. Ekonomi Bahasa atau membuang kata-kata mubazir,
membuat kalimat lebih efisien dan efektif
4. Bahasa yang singkat, padat, jelas dan enak dibaca
5. Tentang akronim, penggunaan istilah, kata-kata asing,
unsur serapan dan kepala berita
6. Istilah konkrit, ekspresif, eufemisme dan sepuluh
pedoman bahasa dalam pers
7. Rasa dan logika bahasa

a. Logika Dalam Bahasa (Jurnalistik)


Topik ini untuk lebih memperkuat atau melengkapi materi
pelajaran Bahasa Indonesia Jurnalistik. Dalam topik ini, siswa
akan diberikan pembahasan tentang penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, sesuai standar kaidah-kaidah
yang baku. Di samping itu, dalam materi pelajaran ini, juga
diberikan materi tentang perlunya memperhatikan apa yang
disebut dengan istilah rasa dan logika bahasa.
Artinya, dalam praktik penggunaan bahasa dalam media
massa, maka tidak cukup menjelaskan tentang pentingnya
menyusun kalimat yang padat, sederhana, dan singkat. Lebih
dari itu, juga perlu dimengerti tentang, sistematika penulisan,
alinea, kalimat, pilihan penggunaan kata yang tepat dan alur
cerita serta logika yang lancar mengalir. Dengan cara penulisan

58
demikian, maka muatan isi pesan akan lebih cepat mudah
ditangkap dan diterima oleh akal sehat.

b. Dasar-dasar Penulisan Berita


Topik ini membahas tentang bagaimana mencari aneka
ragam jenis berita dan sekaligus mengenalkan pola dan
bentuk teknik penyajian dan penulisannya. Tujuannya yakni
memberikan pemahaman secara praktis kiat-kiat dasar untuk
penulisan berita, diutamakan dalam bentuk berita lempang
(spot news/straight news):
Pengertian tentang konsep berita yang terus
berkembang dinamis seiring dengan kemajuan zaman
Memahami aneka jenis berita dan pola teknik
penulisannya
Mengerti tentang sifat-sifat hakiki berita dan kriteria
yang menentukan suatu berita mempunyai arti dan
nilai
Menguasai keterampilan trik-trik menembus sumber
berita dan menyusun TOR (term of reference)
Mengumpulkan bahan tulisan lewat peliputan, bacaan,
kepustakaan dan wawancara
Struktur berita (Piramida tegak, Piramida terbalik dan
Paralel)
Teknik membuat judul berita dan intro berita
Gaya penulisan berita mutakhir
Praktik menulis berita

59
c. Meliput dan Mengembangkan Berita (Reportase)
Pengenalan dasar-dasar tentang aneka jenis bentuk
reportase mulai paling sederhana sampai yang rumit dan
konprehensif, termasuk teknik penulisannya. Tujuan topik
materi ini agar peserta didik dapat memahami tentang cara-
cara serta teknik peliputan berita.
Mengenal aneka ragam teknik reportase
Menguasai keterampilan trik-trik menembus sumber
berita dan menyusun TOR (term of reference)
Mengumpulkan bahan tulisan lewat peliputan di
lapangan, bacaan kepustakaan dan serangkaian
wawancara
Menentukan tema dan fokus liputan serta mencari
narasumber yang kompeten di bidangnya

d. Pengetahuan Umum Bagi Jurnalis


Topik materi ini membahas pentingnya seorang jurnalis
menguasai secara benar tentang aneka pengetahuan umum
maupun khusus sebagai bahan melakukan peliputan agar
mereka dapat menggali dan mengembangkan berita secara
benar, lengkap dan akurat. Adapun hal-hal penting yang perlu
diperhatikan untuk menguasai pengetahuan umum yakni:
Memiliki dan menguasai berbagai kamus bahasa
Indonesia dan asing, sekurang-kurangnya Kamus Bahasa
Inggris
Mengenal dan mengusai banyak hal tentang tokoh-
tokoh dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat
dengan sering membaca buku-buku ensiklopedi tentang

60
sosok tokoh dan peristiwa
Menguasai dan memahami serba sedikit tentang
pengetahuan umum di bidang apa pun, dan lebih khusus
mengerti dan menguasai betul tentang banyak hal di
bidang liputannya

e. Teknik Wawancara
Membahas hal-hal penting mengenai persiapan dan cara-
cara terbaik dalam melakukan wawancara guna menggali
informasi yang lebih dalam dan akurat dari narasumber.
Tujuannya yakni agar peserta didik dapat lebih mendalam
mengenai berbagai informasi (data atau argumentasi) dari
nara sumber untuk keperluan aneka penulisan reportase.
Punya tujuan yang jelas
Mengandalkan persiapan dan riset awal, perlu outline
wawancara
Menyenangkan, bebas dari pola tekanan atau
interogasi
Melibatkan atau mewakili khalayak
Keterangan off the record dan sumber berita
Mampu mengembangkan logika
Hindarkan wawancara bertele-tele atau perlu efisien
Pewawancara berfungsi sebagai pengendali
Menguasai materi yang mau ditanyakan kepada
responden/narasumber
Menyusun pertanyaan yang tepat
Jangan bertindak seperti Jaksa atau Polisi
Jangan menjamin, hasil wawancara itu pasti dimuat

61
Jangan biarkan sumber berita mengoreksi tulisan
Anda
Praktik wawancara dan menuliskan hasilnya

f. Pengenalan Menulis Feature (Karangan Khas)


Topik ini membahas tentang aneka jenis feature dan cara
penulisannya. Tujuan materi topik ini yakni agar peserta didik
dapat memahami pengertian tentang menulis feature (karangan
khas), teknik mencari informasi serta gaya penulisannya sebagai
karya jurnalistik (literary journalism) dalam media massa cetak.
Dapat menulis feature secara baik dan benar.

Pengertian dari berbagai pakar dan praktisi tentang


Feature
Memahami aneka jenis feature
Model-model teknik penulisan feature
Struktur penulisan feature, penulisan lead, tubuh
feature dan penutup.
Menggali ide untuk bahan penulisan feature
Mencari bahan untuk penulisan feature
Menyusun kerangka tulisan
Contoh penulisan feature yang gagal dan yang berhasil
Teknik membuat judul feature
Teknik membuat intro feature
Berbagai gaya penulisan feature
Praktik menulis feature dan membahasnya dengan
peserta

62
g. Prinsip-prinsip praktis jurnalis profesional
Topik ini membahas tentang prinsip-prinsip praktis jurnalis
profesional yang selalu menjadi tujuan atau impian bagi setiap
orang yang mau menekuni profesi wartawan. Tujuan dari
materi ini yakni agar para peserta didik memperoleh bekal
praktis bagaimana seharusnya berpikir, bersikap dan bertindak
menjadi wartawan profesional. Dalam materi ini, peserta
didik diberikan bekal tentang kompetensi apa saja yang harus
dipahami dan dikerjakan secara konsisten serta bertanggung
jawab oleh seorang jurnalis profesional.
Di antara sub-topik yang dicakup di sini adalah tentang:
Mencakup kesadaran tentang etika, hukum dan karier
Mencakup pentingnya dikuasai pengetahuan umum
dan pengetahuan khusus, termasuk kebahasaan, sesuai
dengan bidang kewartawanan yang bersangkutan
Mencakup pentingnya dikuasai keterampilan menulis,
wawancara, riset, liputan investigasi dan menggunakan

63
berbagai peralatan kerja berteknologi informasi sesuai
karakter media massanya

h. Pengenalan Foto Jurnalisme


Topik ini membahas tentang pengenalan dasar-dasar teknik
fotografi secara umum dan spesifik mengenai pengertian foto
jurnalistik. Tujuannya, agar peserta didik dapat meliput berbagai
peristiwa dalam bentuk foto yang mempunyai nilai berita. Di
antara subtopik yang tercakup di sini adalah tentang:
Pengertian tentang dasar-dasar teknik fotografi
Apa yang membedakan antara karya foto jurnalistik
dari karya foto non-jurnalistik
Editing dalam penyajian karya foto jurnalistik
Pembuatan captions (teks foto) yang baik dan benar
Praktik/latihan membuat foto yang layak muat di
media

i. Dasar-dasar Jurnalisme Penyiaran


Topik ini membahas dan mengenalkan tentang dasar-
dasar jurnalisme penyiaran baik untuk radio maupun televisi.
Tujuannya, agar peserta didik teristimewa bagi mereka yang
bekerja di media elektonik akan mendapatkan pengetahuan
dan sekaligus keterampilan dalam mengemban tugas-tugas
jurnalistik penyiaran. Di antara subtopik yang tercakup di sini
adalah;

Pengertian tentang dasar-dasar teoritis jurnalisme


penyiaran

64
Apa yang membedakan antara kerja jurnalisme media
cetak dengan media elektronik
Editing dalam penyajian karya jurnalisme penyiaran
Pembuatan perencanaan peliputan di media penyiaran
Teknik penulisan dan penyajian karya jurnalisme
penyiaran
Teknik wawancara yang menafik dalam penyajian di
media penyiaran

j. Pengenalan Jurnalisme Siber


Topik materi ini untuk mengenalkan dan membahas dasar-
dasar jurnalisme Siber yang dewasa ini berkembang semakin
pesat, menyusul pesatnya kemajuan di bidang teknologi
informasi. Tujuannya, agar para peserta didik, dapat mengikuti
perkembangan kemajuan teknologi informasi tersebut dengan
menggunakannya secara baik dan benar.

C. Alokasi waktu pendidikan


Pendidikan berlangsung 4 minggu, 4 jam per hari, atau 20
jam per minggu. Dengan demikian, total durasi pendidikan 20
jam x 4 = 80 jam. Sekali tatap muka (disebut sesi) berlangsung
2 (dua) jam. Atas dasar ini, kita memiliki 40 sesi. Sebaran
kurikulum dan waktu pendidikan diatur sebagai berikut:
1. Filosofi Dasar Profesi Jurnalisme 2 Sesi
2. Etika Jurnalisme 2 Sesi
3. Hukum Pers 2 Sesi
4. Dasar-dasar Managemen Pers 2 Sesi

65
5. Hubungan Pers-Pemerintah 2 Sesi
6. Dasar-dasar Penulisan Berita 4 sesi
7. Bahasa Indonesia Jurnalistik 2 Sesi
8. Logika dalam Bahasa (Jurnalistik) 2 Sesi
9. Meliput dan Mengembangkan Berita 2 Sesi
10. Pengetahuan Umum Bagi Jurnalis 2 Sesi
11. Teknik Wawancara 2 Sesi
12. Pengenalan Menulis Feature 2 Sesi
13. Prinsip-prinsip praktis jurnalis profesional 2 Sesi
14. Pengenalan Foto Jurnalisme 2 Sesi
15. Dasar-dasar Jurnalisme Penyiaran 2 Sesi
16. Praktik Perencanaan Isi dan Penyusunan TOR 2 Sesi
17. Praktik Reporting dan Penulisan 2 Sesi
18. Praktik Grafis, Media cetak,susun siaran Televisi/Radio 2 Sesi
19. Ujian Akhir Esai dan Ujian Akhir Wawancara 2 Sesi
20. Dialog Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan SJI 2 Sesi
21. Pemeriksaan Hasil Ujian 2 Sesi

D. Materi kurikulum tersebut di atas dalam perjalanan


dua tahun terakhir ini, telah mengalami evaluasi dan
perubahan di beberapa materi pelajaran, menyusul
pada tahun 2012 mulai diterapkannya pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar untuk para siswa tingkat
Madya Angkatan pertama di dua provinsi Jawa Tengah
(Semarang) dan Sumatera Selatan (Palembang). Adapun
mengenai materi mata pelajaran untuk para siswa
tingkat Madya disusun sebagai berikut:

66
1. Filosofi Profesi Jurnalisme (Lanjutan) 2 sesi
2. Hukum Pers (Lanjutan) 2 sesi
3. Hubungan Pers, Pemerintah dan Publik 2 sesi
4. Liputan Investigasi 2 sesi
5. Liputan Indepth Reporting 2 sesi
6. Jurnalisme Presisi 2 sesi
7. Editing/Rewriting 2 sesi
8. Teknik Menulis Editorial 2 sesi
9. Manajemen Redaksi Multimedia 2 sesi
10. Jurnalisme Penyiaran (Lanjutan) 2 sesi
11. News (Feature) Analisis 2 sesi
12. Agenda Setting Media 2 sesi
13. Feedback dan dialog Evaluasi 2 sesi
14. Praktikum Calon Redaktur: 4 sesi
Positioning Media,
Analisis Editorial mix,
Perencanaan Liputan,
Editing/Penyuntingan,
Agenda Media,
15. Ujian Akhir 2 sesi

E. Tenaga Pengajar/Tim Pelatih/instruktur Pusat:


1. Ashadi Siregar, pengajar senior jurusan ilmu komu-
nikasi FISIP Universitas Gajah Mada/Direktur LP3Y
2. Artini Soeparmo, pengajar STIKOM London School
of Public Relations
3. Arya Gunawan, koordinator komunikasi dan infor-
masi UNESCO Jakarta
4. Arbain Rambey, wartawan senior Kompas

67
5. Atal S. Depari, wartawan senior, Ketua Bidang Pem-
binaan Daerah PWI Pusat
6. Atmakusumah Astraatmadja, Wartawan senior,
mantan Ketua Dewan Pers
7. Bagir Manan, mantan Ketua Mahkamah Agung, kini
Ketua Dewan Pers
8. Bambang Harimurti, wartawan senior, pimpinan
Tempo, anggota pengurus Dewan Pers
9. Banjar Chaerudin, wartawan senior, mantan
Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia, anggota Dewan
Kehormatan PWI Pusat, Pemimpin Redaksi di harian
Sinar Harapan.
10. Bestian Naenggolan, Litbang Kompas Group
11. Brata T. Hardjosubroto, wartawan senior Kantor
Berita Antara
12. DH Assegtaf, mantan Ketua Dewan Kehormatan
PWI Pusat
13. Encub Soebekti, direktur program pendidikan PWI
Pusat/Pelaksana Harian Sekolah Jurnalisme Indone-
sia PWI Pusat
14. Hendry CH Bangun, sekretaris jenderal Pengurus
PWI Pusat
15. Harjanto, wartawan foto harian Media Indonesia
16. Ilham Bintang, sekretaris Dewan Kehormatan PWI
Pusat
17. Ishadi SK, wartawan senior
18. Liberty P. Sihombing, dosen Universitas Indonesia
19. Marah Sakti Siregar, ketua bidang pendidikan
Pengurus PWI Pusat

68
20. Margiono, ketua umum Pengurus PWI Pusat
21. Oscar Motulloh, wartawan foto ANTARA
22. Parni Hadi, direktur utama Radio Republik Indone-
sia
23. Priyambodo RH, direktur eksekutif Lembaga Pers
Dr. Soetomo
24. Sabam Siagian, redaktur senior The Jakarta Post
25. Saur Hutabarat, wartawan senior Media Indonesia
26. TD Asmadi, wartawan senior
27. Tjipta Lesmana, guru besar Universitas Pelita Hara-
pan
28. Tribuana Said, wartawan senior
29. Widodo Asmowiyoto, ketua Litbang Pengurus PWI
Pisat
30. Wina Armada Sukardi, anggota Dewan Pers
31. Wikrama Abidin, anggota Dewan Kehormatan PWI,
mantan anggota Dewan Pers
32. Uni Zulfiani Lubis, anggota Dewan Pers

F. Uji Kompetensi
Sesuai dengan tujuan akhir program SJI-PWI, maka dalam
setiap penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kepada
masing-masing peserta perlu diberikan penilaian atas prestasi
kemampuan proses belajar-mengajar mereka. Guna keperluan
itu, ditetapkan pedoman sistem penilaian sebagai berikut:

1. Penilaian prestasi
Hal-hal yang dinilai adalah kehadiran, aktivitas,

69
kreativitas, pelaksanaan tugas dan penampilan serta hal-
hal lain yang dianggap perlu untuk dinilai. Kriteria penilaian
dibedakan atas:

a. Penilaian terhadap kemampuan membuat karya tulis


yang dititikberatkan pada:
Materi meliputi kelengkapan fakta, ketepatan data
dan kejelasan ungkapan kata
Bahasa meliputi tata bahasa, ketepatan pemilihan
kata dan susunan kalimat
Teknik penyajian meliputi sistematika, komposisi,
penalaran dan alur logika bahasa

b. Penilaian terhadap kemampuan berdiskusi atau


bertanya, yang dititikberatkan pada:
Pokok materi yang didiskusikan atau ditanyakan
Teknik penyajian dalam berdiskusi atau bertanya
Bahasa yang digunakan

c. Penilaian terhadap kemampuan intelektual yang


dititikberatkan pada:
Keluasan wawasan dan bobot pertanyaan atau
materi yang diajukan/didiskusikan
Penguasaan materi kuliah atau ceramah dalam
forum diskusi
Kemampuan menarik kesimpulan serta pemecahan
masalah
d. Penilaian terhadap kepribadian dan perilaku, yang
dititikberatkan pada:

70
Kedisiplinan atau kehadiran dalam kelas
Rasa tanggung jawab dan kerja sama
Kesungguhan atau kemauan kuat untuk mau
belajar terus

e. Klasifikasi penilaian adalah penilaian berdasarkan


urutan atau ranking yang diberikan kepada peserta
didik dengan ketentuan sebagai berikut:
Lulus dengan predikat sangat baik, jika angka
penilaian antara 81-100
Lulus dengan predikat baik, jika angka penilaian
antara 71-80
Lulus dengan predikat sedang, jika angka
penilaian antara 60-70
Angka penilaian kurang dari 60 dinyatakan tidak
lulus

Rumus penilaian:

Angka penilaian diperoleh dengan rumus sebagai


berikut:

A+B+C+D

------------------- = Nilai rata-rata

71
Keterangan:
A. Nilai atas kemampuan membuat karya tulis
B. Nilai atas kemampuan berdiskusi atau bertanya
C. Nilai atas kemampuan intelektual
D. Nilai atas kepribadian dan perilaku

2.Sertifikat
Sertifikat diberikan kepada peserta didik yang
dinyatakan lulus. Sertifikat tanda lulus ditandatangani
oleh Direktur Eksekutif SJI-PWI dan Ketua Yayasan.

G. Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam setiap penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan di SJI-PWI dapat dilihat dari hal-hal
sebagai berikut:

a. Target prestasi kuantitatif dan kualitatif peserta


Jumlah persentase kelulusan peserta didik dalam
setiap angkatan, terus meningkat lebih besar
ketimbang mereka yang gugur di tengah jalan atau
dinyatakan tidak lulus karena berbagai sebab
Bagi mereka yang dinyatakan lulus, berhak
mendapatkan sertifikat kelulusan dari SJI
Pencapaian nilai prestasi belajar berdasarkan urutan
rangking dari masing-masing peserta didik, terlihat
mengalami peningkatan dalam setiap Angkatan
Jenjang karier setiap alumni SJI di kantor tempat
bekerjanya, terlihat meningkat dari waktu ke waktu

72
Prestasi karya jurnalistik dari para lulusan SJI, juga
memperlihatkan kemajuan yang berarti baik secara
kuantitatif maupun kualitatif
Penghargaan-penghargaan karya jurnaslistik
yang berhasil diraih oleh para alumni, juga dapat
memberikan indikasi dari potret keberhasilan mereka
selama ikut dalam kegiatan belajar-mengajar di SJI

b.Target tingkat kompetensi peserta


Peserta didik dalam program SJI-PWI tahap pertama
khusus ditujukan untuk wartawan kelompok lapis
dasar yakni mereka yang masuk dalam kelompok
wartawan pemula atau reporter dan yang setara

Setiap peserta didik dalam program pendidikan dan


pelatihan tingkat Dasar ini, diwajibkan mengikuti
sedikitnya 15 topik mata pelajaran, sejumlah kegiatan
praktikum (keterampilan) dan uji kompetensi
Di akhir program pelatihan, ternyata memang tidak
semua peserta didik dinyatakan lulus atau memiliki
kemampuan jenjang kompetensi di semua bidang
jurnalistik
Namun demikian, bagi mereka yang dinyatakan lulus
SJI tingkat dasar, maka yang bersangkutan dapat
dikategorikan masuk dalam tingkatan kompetensi
Wartawan Muda. Ini artinya, mereka dinilai telah
memiliki kompetensi antara lain di bidang-bidang
jurnalistik sebagai berikut:
a. Memahami dan menaati Kode Etik Jurnalistik

73
b. Melakukan liputan dan menyajikan berita sesuai
dengan Kode Etik Junalistik
c. Mampu mengidentifikasi masalah yang terkait dan
memiliki nilai berita
d. Mengusulkan dan merencanakan liputan
e. Membangun, memelihara dan menggunakan
jejaring serta melobi
f. Melaksanakan liputan dengan melakukan kegiatan
serangkaian wawancara. Mengumpulkan informasi
berupa fakta dan data bahan berita mengenai
masalah tertentu dari berbagai sumber
g. Menguasai bahasa, seperti menyusun kalimat
yang baik dan benar serta memilih kata yang
tepat. Memahami sejarah bahasa Indonesia dan
penggunaan bahasa jurnalistik
h. Menyusun berita dan feature (Karangan Khas) sesuai
dengan kaidah jurnalistik, Kode Etik Jurnalistik,
kebijakan redaksional, dan karakter media
i. Menyunting berita dengan melakukan verifikasi
ulang akurasi berita, kelengkapan fakta dan datanya
sendiri
j. Menyediakan berita sesuai rubrik dan program
k. Mengikuti rapat redaksi untuk pembuatan
perencanaan isi pemberitaan. Memberikan
usul-usul untuk kepentingan liputan dan arah
pemberitaan di bidangnya
l. Menyiapkan dan mengoperasikan komputer,
alat rekam dan editing suara/gambar, fotografi,
serta internet. Memanfaatkan sarana teknologi

74
informasi untuk mendokumentasikan hasil liputan
dan membangun basis data pribadi

H. Hasil yang Dicapai


Hasil-hasil yang dicapai dari program kegiatan pelatihan
jurnalistik lewat kegiatan SJI-PWI, indikator keberhasilannya
antara lain dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Pelatihan:
Pengorganisasian, menjadi salah satu kunci keber-
hasilan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan pen-
didikan dan pelatihan jurnalistik. Karena itu, bagi
setiap PWI Cabang yang ingin berhasil melaksanakan
program pelatihan, maka kemampuan dan kemahiran
berorganisasi harus menjadi fokus perhatian utama
Kepemimpinan, sebuah kegiatan organisasi apa pun
namanya, dia akan mampu bekerja dan berfungsi
efektif, jika dipimpin atau dikelola secara bijak dan
baik oleh seseorang yang memiliki kemampuan atau
mahir dalam menjalankan kepemimpinannya
Administrasi pengelolaan sekolah, juga sangat perlu
dikerjakan secara cermat dan penuh ketelitian serta
ketekunan, karena ia merupakan sarana penting bagi
terciptanya motor organisasi yang dapat bekerja ce-
pat, efisien, dan efektif
Hasil yang dicapai oleh sebuah kegiatan organisasi
menjadi lebih sempurna, jika tiga butir di atas dapat
dikerjakan secara baik dan benar. Jika tidak dilakukan
dengan benar, niscaya hasilnya juga menjadi tidak

75
maksimal
Dalam kasus pelaksanaan program pelatihan yang di-
laksanakan di 9 (Sembilan) daerah provinsi, dari segi
kemampuan para pihak penyelenggara kegiatan masih
harus banyak dilakukan perbaikan oleh latihan terus
menerus. Teristimewa dalam hal kemampuan dan ke-
mahiran berorganisasi, menjalankan kepemimpinan
yang bijak, transparan dan demokratis. Selain itu, se-
mua, kemahiran dan kecermatan dalam menangani
kegiatan administrasi, juga tidak boleh disepelekan

2. Kegiatan Akademik:
Sistem dan metode pengajaran harus terus menerus
dievaluasi dan diperbaiki, agar selalu aktual dapat
mengikuti dinamika tuntutan zaman. Sistem dan
metoda pengajaran di SJI sekarang relatif masih
relevan untuk menjadi pegangan bagi para pengajar.
Namun, tidak mustahil satu ketika ia akan lapuk
ketinggalan zaman dan perlu ada penyempurnaan di
sana sini
Kurikulum mata pelajaran, juga perlu terus dievaluasi
dengan keperluan tantangan zaman, agar tidak
ditinggalkan masyarakat penggunanya. Dengan kata
lain, kurikulum mata pelajaran yang diperlukan
sekarang tidak terlalu tinggi terbang di awang-awang,
tapi sebaliknya harus membumi dan dapat dilihat
serta dikerjakan bagi kepentingan keseharian
Mengenai tenaga pengajar, makna butir satu dan

76
dua di atas, pada dasarnya dapat direalisasikan
s ecara benar dan efektif jika dikerjakan oleh
orang-orang yang memiliki kompetensi di bidang
minat dan keahliannya. Program SJI ke depan kalau
ingin berhasil harus perlu dihadirkan lebih banyak
dan selektif para tenaga pengajar yang benar-benar
memiliki kompetensinya dan bukan sekedar mereka
yang hobi dan asyik sendiri
Sistem Evaluasi Belajar Siswa juga perlu terus
dievaluasi sehingga dapat menghasilkan sebuah
sistem yang benar-benar dan membuahkan prestasi
belajar siswa yang obyektif dan berkualitas. Sistem
evaluassi prestasi belajar siswa di SJI dewasa ini, pada
dasarnya masih relevan dengan tuntutan zaman.
Namun demikian, ke depan guna mencapai hasil
yang berkualitas dan memuaskan banyak pihak, maka
sistem evaluasi tersebut perlu lebih disempurnakan

3. Dampak Sosial yang Diharapkan:


Masyarakat pers sangat mengharapkan, agar
s etiap penyelengaraan pendidikan dan pelatihan
di bidang apa pun, hasilnya harus bermanfaat dan
punya arti bagi para penggunanya. Khusus terkait
pelatihan jurnalistik, maka hasilnya menjadi sangat
ditunggu-tunggu oleh kalangan masyarakat pers.
Kehadiran lulusan SJI yang bermutu diharapkan, dapat
melakukan terobosan perubahan dan perbaikan di
media tempat mereka bekerja. Mereka diharapkan,

77
menjadi pelopor keteladanan dalam menjalankan
tugas-tugas profesional, punya wawasan luas dan
selalu berpegang kepada kode etik jurnalistik
Peserta didik merasakan manfaatnya selama
mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam
kegiatan SJI-PWI. Menurut pengakuan para alumni
SJI, dari sebelumnya tidak mengetahui apa-apa, tetapi
setelah ikut SJI, mereka kini bertambah wawasannya,
menjadi lebih cermat dan kreatif dalam menjalankan
tugas-tugas jurnalistiknya, serta semakin cerdas
dan kritis ketika memikul tugas dan tanggung jawab
sebagai jurnalis profesional.
Bagi Pemerintah dan masyarakat berpendapat
sama dengan kalangan pers, bahwa mencerdaskan
rakyat banyak menjadi tugas dan tanggung jawab
semua pihak. Termasuk di dalamnya wartawan dan
medianya, juga memiliki tugas dan tanggung jawab
yang sama. Jika wartawan dan medianya berkembang
lebih berkualitas dan bekerja profesional, maka tugas
mencerdaskan rakyat akan segera menjadi kenyataan.
Karena itu, tugas dan kewajiban mendorong
dan meningkatkan lahirnya wartawan-wartawan
profesional, juga perlu mendapat dukungan dan
bantuan nyata dari pemerintah dan kalangan
masyarakat sendiri.

78
I. Simpulan dan Rekomendasi
A. Simpulan:
Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Kegiatan penyelenggaraan pelatihan jurnalistik
untuk para wartawan di tahun-tahun mendatang
perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan baik
jumlah pesertanya maupun kualitas kelulusannya.
Hal ini sangat diperlukan, karena secara kuantitatif
terbukti masih banyak wartawan yang belum pernah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan jurnalisme
yang memadai.
2. Kemampuan berorganisasi secara baik dan
pengalaman pihak penyelenggara pendidikan dan
pelatihan yang lebih memadai, harus pula menjadi
prioritas. Seperti diketahui, memimpin dan mengelola
sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan, memiliki
persyaratan keahlian, minat dan dedikasi yang sangat
tinggi di bidang tugas dan tanggung jawabnya.
3. Perbaikan sistem atau adanya model pendidikan
dan pelatihan yang benar-benar cocok untuk
para wartawan masa kini dan ke depan, memang
diperlukan. Karena itu, sistem kurikuler atau mata
pelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pelatihan,
ke depan memang masih perlu terus dievaluasi
dan disempurnakan. Erat kaitannya dengan sistem
pendidikan dan kurikulum, dituntut pula kehadiran
para pengajar yang berkompeten.

79
4. Tersedianya sarana dan prasarana, juga sangat diper-
lukan untuk sebuah keberhasilan kegiatan pendidi-
kan dan pelatihan yang terukur dan terpola dengan
baik. Tidak kalah pentingnya, juga diperlukan terse-
dianya dukungan dana yang lebih memadai bagi
terselenggaranya sebuah kegiatan pendidikan yang
berhasil baik

B. Rekomendasi:
Guna perbaikan dan peningkatan program kegiatan
pendidikan dan pelatihan jurnalistik lewat program SJI-
PWI ke depan, diajukan rekomendasi sebagai berikut:
1. Program pelatihan jurnalistik lewat kegiatan SJI-PWI
perlu dilanjutkan dan dikembangkan. Hal ini penting,
karena masih terlalu banyak wartawan anggota PWI
di seluruh Indonesia belum mendapatkan pendidikan
dan pelatihan yang lebih memadai.
2. PP PWI Pusat bersama SJI-nya menyampaikan
rekomendasi, agar kerja sama dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan lewat Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Nonformal
dan Informal terus dilanjutkan. Ini penting, agar
program pendidikan dan pelatihan SJI-PWI dapat
terus berkelanjutan dan berhasil secara maksimal.
3. PP PWI Pusat juga menyampaikan rekomendasi, agar
jumlah bantuan dana anggaran untuk semua kegiatan
pelatihan jurnalistik di tahun-tahun mendatang lebih
ditingkatkan. Hal ini penting, karena biaya anggaran

80
yang diperlukan untuk program pelatihan ini memang
sangat besar. Sebab, yang menjadi target cakupan
sasaran program juga semakin bertambah luas dan
besar.
4. PP PWI Pusat segera melakukan langkah-langkah
konsolidasi dan perbaikan internal, baik di bidang
keorganisasian maupun peningkatan kualitas presta-
si belajar siswa SJI-PWI. Karena itu, PP PWI Pusat
memberikan rekomendasi agar Kemdikbud juga da-
pat memberikan dukungan bantuan anggaran dana
khusus bagi terselenggaranya kegiatan pelatihan bagi
para tenaga pengajar SJI-PWI. Hal ini, sangat diperlu-
kan, mengingat semakin bertambah banyak kegiatan
pelatihan jurnalistik diselenggarakan di berbagai
daerah provinsi di seluruh Indonesia di waktu-waktu
mendatang.
5. Kerja sama dalam program pendidikan dan pelatihan
bagi para wartawan diperlukan, tidak hanya pada ta-
taran tingkat di Kemdikbud, juga perlu dilaksanakan
di tingkat jajaran aparatur provinsi di seluruh Indo-
nesia. Hal ini penting, guna menjalin kerja sama lebih
bersinergi antara SJI-PWI di setiap Cabang di provinsi
dengan segenap jajaran aparat Kemdikbud setem-
pat.

Demikianlah, catatan singkat perjalanan SJI-PWI dalam


kurun tiga tahun terakhir ini.,Suka atau tidak suka, realitasnya
SJI-PWI ternyata telah memberikan udara segar dan harapan
baru bagi upaya keras untuk sebuah kemajuan peningkatan

81
profesionalisme wartawan di republik ini. Di sana-sini, diakui,
memang masih banyak menghadapi berbagai masalah dan
tantangan berat, teristimewa bagi para pengelola PWI di pusat
ataupun di berbagai cabang provinsi dalam menjalankan roda
organisasi SJI-PWI. Namun, berkat komitmen, tekad, semangat,
dan cita-cita luhur, dari semua pemangku kepentingan, kita
berkeyakinan bahwa program meningkatkan profesionalisme
wartawan, cepat atau lambat, satu ketika akan terwujud seiring
dengan terciptanya tatanan kehidupan berdemokrasi yang
semakin sehat dan cerdas.
Atas segala perhatian dan bantuan kerja sama tersebut, PP
PWI dan YSJI menyampaikan banyak terima kasih. Kerja sama
yang positif ini, semoga tidak berhenti hanya sampai di sini,
juga perlu lebih ditingkatkan di waktu-waktu mendatang.
Dirgahayu PWI, Dirgahayu Pers Nasional Indonesia.

82
Tiga Tahun SJI-PWI:
Tantangan dan Harapan
Oleh Iman Handiman
Kepala Sekolah SJI-PWI Sumatera Selatan

PADA puncak acara peringatan Hari Pers Nasional


yang berlangsung di Palembang, 9 Februari 2010, Sekolah
Jurnalisme Indonesia diresmikan. SJI Sumatera Selatan menjadi
embrio lahirnya SJI yang kemudian menyusul hadir dan
bergiat di sejumlah provinsi lainnya di Indonesia. Gubernur
Sumatera Selatan H Alex Noerdin pun tercatat sebagai salah
satu pendukung kuat berdirinya SJI. Pemprov Sumsel menjadi
pemerintah daerah pertama yang bekerja sama dengan PWI,
UNESCO, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dalam mewujudkan gagasan berdirinya Sekolah Jurnalisme
Indonesia.

83
Dalam acara yang meriah waktu itu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono meresmikan kelahiran SJI dan sekaligus
menyampaikan kuliah perdana di hadapan sekitar 30 siswa
angkatan pertama SJI-PWI dan ratusan undangan. Upacara
penandatanganan MoU antara PWI Pusat, Pemprov Sumsel,
Kemendikbud, dan UNESCO itu merupakan salah satu momen
penting dan menjadi tonggak dari itikad dan upaya bersama
yang berangkat dari keprihatinan kolektif guna meningkatkan
mutu pendidikan jurnalisme di Indonesia.
Awalnya, memang seperti mustahil mengingat waktu yang
tersedia terbilang singkat, sumber daya dan sumber dana juga
belum begitu jelas. Tetapi, pelan-pelan dan simultan apa yang
mula-mula mustahil itu ternyata bisa diwujudkan. Ini semua
dapat dikerjakan, berkat modal komitmen dan kerja keras dari
semua pihak yang terlibat.
Hingga tahun ketiga ini, SJI-PWI Sumsel sebagai perintis
telah melaksanakan program pelatihan jurnalistik sebanyak
enam angkatan. Lima angkatan tingkat Dasar (reporter) dan

84
satu angkatan tingkat Madya (redaktur). Harus diakui memang,
dalam proses pelaksanaan di lapangan terdapat berbagai
kendala atau hambatan. SJI-PWI Sumsel, pernah berpindah
tempat kegiatan dari gedung Badiklat yang dipinjamkan
Pemprov Sumsel dari pelaksanaan awal hingga angkatan
kedua. Setelah itu, kegiatan pendidikan dan pelatihan SJI-PWI
berpindah dan menempati gedung Balai Tekkom milik Dinas
Pendidikan Sumsel.
Namun demikian, pengalaman paling unik dan menarik
dalam perjalanan membangun SJI-PWI Sumsel adalah ketika
kegiatan sekolah ini harus pindah ke salah sebuah hotel yang
kondisinya sangat sederhana atau memprihatinkan. Ketika
itu, karena berbagai sebab, kegiatan belajar mengajar SJI-PWI
diharuskan pindah. Dan karena keterbatasan dana terpaksa
menggunakan ruang rapat di sebuah hotel kelas melati.
Mengetahui kondisi keperihatinan ini, pada saat itu juga
seorang wartawan senior yang juga Penasehat PWI Pusat Bapak
M.Saleh Thamrin langsung memerintahkan agar kegiatan SJI-
PWI dipindahkan ke rumahnya. Secara kebetulan wartawan
senior ini memang berasal dari kota Palembang.
Dengan pengalaman dan kejadian ini, maka menjadi
lengkaplah predikat tersandang di atas pundak SJI-PWI Sumsel,
bahwa ia pernah harus menerima realitas hidup, menjadi
nomaden atau bohemian. Setelah SJI-PWI dapat menempati
sebagian ruang tamu yang cukup luas di rumah wartawan
senior tadi, kegiatan belajar-mengajar pun tidak lagi menjadi
kendala. Dengan semangat dari para pengelolanya yang sangat
tinggi, SJI pionir PWI Sumsel ini kemudian mendapatkan mitra
kerja yang dapat menjalin sinergi, yaitu Dinas Pendidikan

85
Provinsi Sumsel. Berkat mitra kerja itu, berbagai program
pelatihan dapat dilaksanakan. Indikasinya, dapat dilihat dari
9 daerah provinsi yang sudah memiliki SJI, SJI-PWI Palembang
dapat berlari lebih cepat meninggalkan daerah-daerah lainnya.
SJI-PWI Palembang hingga kini sudah berhasil menggelar lima
Angkatan tingkat Dasar dan Angkatan I untuk tingkat Madya
Total wartawan yang lulus mengikuti SJI Sumsel hingga
pelaksanaan keenam ini, mencapai 198 orang. Mereka terdiri
dari wartawan berbagai media di Sumsel, baik media cetak surat
kabar dan majalah, maupun televisi, dan radio. Dengan kata lain,
sudah sebanyak itulah wartawan Sumsel yang mendapatkan
pendidikan dan pelatihan melalui SJI-PWI. Ini artinya, SJI-PWI
selama ini dalam skala kecil telah ikut aktif mencerdaskan
kehidupan masyarakat dan bangsa, lewat program kegiatan
yang terpola dan berjenjang. Secara langsung maupun tidak
langsung, SJI pun itelah kut berperan memberikan pencerahan
kepada masyarakat. Teristimewa lewat SJI, kami, para insan
pers telah dapat berpartisipasi membangun iklim keterbukaan
dan kemerdekaan pers.
Hal penting lain yang perlu perhatian ke depan adalah
proses pemantauan kinerja para lulusan (alumni) SJI, setelah
mereka kembali terjun ke tengah masyarakat dan lebih khusus
kembali bekerja di medianya masing-masing. Seberapa besar
pengaruh bekal hasil pelatihan yang mereka peroleh selama
digembleng di SJI? Bagaimana mereka mampu bekerja
profesional, dalam keseharian di lapangan? Lalu, bagaimana
hasil karya jurnalistiknya? Seberapa besar kepercayaan diri
mereka sebagai alumnus SJI? Bagaimana mereka dapat lebih
dihargai oleh pimpinan, ketimbang sebelum mengikuti proses

86
penggodokan di SJI? Bagaimana pula mereka dapat menularkan
ilmu dan pengetahuan yang mereka peroleh kepada para kolega
(senior dan yunior) di kantor masing-masing? Daftar pertanyaan
ini sebenarnya masih dapat disusun lebih panjang. Pada intinya
agar mampu menjawab dengan cerdas dan bijak hal-hal yang
berkaitan dengan eksistensi SJI-PWI. Apakah memang patut
terus dipertahankan dan ditingkatkan mutunya.
Dalam kaitan inilah, guna menjawab sederet pertanyaan
penting di atas, perlu dilakukan survei yang dapat membuat peta
permasalahan dan tantangan SJI di masa depan menjadi terang
benderang. Memang, secara umum sebenarnya dapat dilihat
bahwa para wartawan yang telah mengikuti SJI mengalami
peningkatan wawasan dan keterampilan jurnalistik. Hanya saja,
dalam konteks ini belum tentu SDM yang baik, berada di tempat
lingkungan kerja yang memang baik pula. Setelah berhasil
dididik di SJI, sangat mungkin mereka memperoleh bekal dan
peningkatan kemampuan, dan sekaligus kepercayaan diri.
Namun demikian, belum tentu mereka kemudian dapat bekerja
secara lebih baik dengan semua yang sudah didapatkannya di SJI.
Lingkungan tempat mereka bekerja, juga akan ikut menentukan
output dari pengaruh lingkungan pendidikan ini.
Banyak faktor di seputar persoalan mutu SDM wartawan.
Pembenahan mutu dan peningkatan kompetensi profesionalitas
wartawan, karenanya tidak cukup dilakukan oleh sebuah
lembaga pendidikan setingkat atau sejenis SJI saja. Faktor
media tempat mereka bekerja, juga berperan memasok
masalah. Persoalannya dapat muncul dari hulu. Banyak media
yang melakukan pola rekrutmen SDM secara lemah. Padahal,
seharusnya dari proses rekrutmen inilah upaya melahirkan

87
wartawan bermutu bisa dimulai.
Setidaknya ada lima tahap untuk menyaring dan menyeleksi
calon hingga didapat tenaga calon wartawan yang diharapkan.
Pertama, seleksi administrasi. Dari tahap ini, dipastikan
pelamar memiliki pendidikan yang layak untuk melakukan
tugas pekerjaan kewartawanan. Kedua, perlu dilakukan
wawancara secara intensif kepada para calon wartawan.
Ketiga, melakukan psikotes untuk mengetahui kondisi minat,
bakat, dan kestabilan emosi dan jiwanya. Keempat, melakukan
tes tentang bidang-bidang keahlian khusus yang perlu dimiliki.
Dan kelima, diperlukan kegiatan pelatihan, meliputi teori dan
praktik disertai terjun ke lapangan dalam waktu yang cukup.
Kalau kegiatan model rekrutmen dan pelatihan seperti
di atas, maka persoalan banyaknya wartawan tidak memiliki
kompetensi di bidang tugas-tugasnya, niscaya dapat
diminimalisir. Bahkan, sangat mungkin kegiatan pendidikan
dan pelatihan model SJI-PWI pun tidak diperlukan lagi, jika saja
di masing-masing media sudah ada pelatihan jurnalistrik yang
terpola dan berjenjang secara baik dan benar. Selain itu, dalam
pola pelatihan tersebut juga perlu dihadirkan para pengajar dan
instruktur yang memang memiliki kompetensi di bidangnya.
Sebutlah, pada media-media yang besar dan berwibawa,
SDM yang dipekerjakan relatif memenuhi kualifikasi dan tidak
menimbulkan masalah.
Satu kenyataan yang sulit dibantah bahwa dewasa ini
banyak wartawan yang sudah bekerja bertahun-tahun, ternyata
tidak menunjukkan kualitas yang baik. Tidak profesional dan
tidak punya kompetensi. Sebaliknya, pihak media juga bukan
tidak punya alasan untuk ini. Menjadi persoalan umum sekarang

88
ini, media terutama di daerah-daerah mengalami masalah
paceklik SDM. Dewasa ini, menurut pengamatan para pemilik
media, semakin sulit mendapatkan SDM yang baik. Kalau toh
ada di antara mereka datang melamar ke media, tidak selalu
dengan motivasi untuk bekerja sebagai wartawan. Mereka yang
berminat dan tertarik melamar menjadi wartawan, ternyata
tidak cukup banyak. Karena itu, dari SDM yang rendah mutunya
inilah, akhirnya terpaksa diambil menjadi calon wartawan. Lalu,
mereka dididik dan dipoles-poles sebisa mungkin. Akibatnya,
banyak di antara wartawan itu bekerja amatiran, setengah hati,
asal bekerja, karena memang minat dan kemampuan mereka
juga nihil.
Tidak sedikit SDM di banyak media dewasa ini keluar atau
berhenti di tengah jalan. Penyebabnya bisa beragam. Penyebab
paling sering muncul, karena persoalan klasik seperti gaji dan
atau pendapatan yang rendah. Penyebab lainnya, persoalan
lingkungan bekerja yang tidak nyaman. Selain itu, dapat juga
karena memang tidak cocok bekerja sebagai wartawan.

89
Kecenderungan sering terjadi yaitu pada setiap kali
berlangsung musim penerimaan PNS. Biasanya banyak media
di daerah kehilangan wartawan. Sebab, di musim penerimaan
PNS, mereka ramai-ramai ikut tes penerimaan. Artinya, di sini
ada persoalan mendasar, yakni banyak di antara mereka yang
masuk bekerja di media tanpa dilandasi minat dan kemampuan.
Bekerja di media bukan karena pilihan hati, tapi mereka terpaksa
bekerja menjadi wartawan hanya karena tidak punya pilihan
lain. Pilihan utamanya, kalau mau jujur yakni sebenarnya ingin
menjadi PNS. Sebaliknya, profesi wartawan hanya menjadi
pilihan terakhir. Dengan kata lain, mereka masuk dan bekerja di
tempat yang bukan tempatnya.
SDM yang datang melamar ke media bukanlah SDM unggul
yang memang memiliki kualifikasi dan minat yang sungguh-
sungguh untuk menjadi wartawan. Adapun SDM yang benar-
benar bermutu baik, sangat mungkin lebih memilih melamar
ke tempat lain. Pasalnya, bekerja di media sekarang, sepertinya
bukan lagi sesuatu yang menarik dan menjanjikan dari segi
kesejahteraan. Pihak manajemen media, sering mengambil
jalan pintas yakni tidak lagi menggunakan pola rekrutmen
sebagaimana mestinya. Akibatnya, didesak oleh kebutuhan
SDM, mereka kemudian asal comot saja. Kadang-kadang SDM
yang diloloskan pun tidak melalui pelatihan yang cukup. Baru
seminggu masuk langsung diturunkan ke lapangan.
Berangkat dari hal-hal dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa terkait persoalan mutu wartawan, suka
atau tidak suka, hal tersebut kini ada dalam sebuah lingkaran
besar. Banyaknya wartawan yang amatiran, sangat mungkin
berhubungan langsung dengan kondisi sebagian perusahaan

90
pers yang juga tidak profesional. Tindakan menyimpang
wartawan di lapangan juga terkait dengan mental perilaku
sebagian masyarakat yang tidak mendukung penegakan undang-
undang pers maupun kode etik. Karena itu, uji kompetensi
wartawan yang sekarang sedang dilaksanakan secara nasional,
juga harus segera dibarengi dengan uji kompetensi perusahaan
pers. Hanya dengan cara demikian, maka ekses pelanggaran
terhadap kode etik jurnalistik dan tegaknya kemerdekaan pers,
niscaya dapat diwujudkan.

Dirgahayu SJI-PWI dan Dirgahayu Kemerdekaan Pers!

91
Banjir Wartawan, Banjir Informasi
dan
Tantangan Baru Wartawan Profesional
Oleh Marah Sakti Siregar
Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat

POSISI wartawan belakangan ini ramai diperbincangkan.


Oleh orang luar atau orang di dalam komunitas pers sendiri.
Dari luar sering muncul pertanyaan berkaitan dengan makin
banyak orang mengaku sebagai wartawan. Ditambah lagi makin
ramainya juga berseliweran informasi di pelbagai media massa.
Apakah itu dampak reformasi dan tumbuhnya industri media?
Pertanyan bernada dugaan dari orang luar itu tidak salah-salah
amat. Reformasi 1998 memang telah memerdekakan insan
pers Indonesia. Jika sebelumnya, jagat wartawan cuma diisi
oleh mayoritas wartawan media cetak, ditambah wartawan

93
dari TVRI dan RRI mewakili komunitas penyiaran (televisi dan
radio), setelah reformasi, media penyiaran swasta dibolehkan
membuat berita, maka bermunculanlah wartawan lain dari
media penyiaran.
Putaran mesin ekonomidan teknologi informasi yang
melahirkan pelbagai media barujuga ikut memacu gerak
pertumbuhan industri media. Ia sekaligus merangsang siapa
saja termasuk kalangan pengusaha untuk masuk ke industri
media. Jumlah dan ragam media pun cepat bertambah.
Konsekuensinya, ya, jumlah wartawan, jumlah dan ragam
informasi, tentu saja juga terus meningkat. Jawaban logis
ini sebenarnya sudah ada di benak orang luar yang bertanya
tadi. Itu memang bukan inti pertanyaan mereka. Pertanyaan
pokok mereka adalah, wartawan dan informasi yang makin
banyak itu jadi agak mengganggu dan membingungkan.
Bukan karena kuantitasnya saja, tapi juga karena kualitasnya.
Saking banyaknya, kita jadi sering bingung menentukan mana
wartawan yang benar, dan mana informasi yang benar, tukas
seorang pejabat dalam suatu lokakarya tentang pers.
Kalau masalahnya adalah kelemahan kompetensi
profesional wartawan, mereka biasanya mafhum. Itu karena
organisasi wartawan seperti PWI sering mengaku, mereka
sekarang sedang berusaha meningkatkan kompetensi
anggotanya. Makanya, lumrah kalau masih sering terjadi
penyampaian berita/informasi yang kurang pas, kurang
lengkap dan akurat, serta tidak berimbang. Informasi seperti
itu biasanya juga mereka dapatkan dari media seperti twitter,
facebook dan blog.
Tapi, tak cuma merisaukan banyaknya wartawan dan in-

94
formasi, pejabat publik dan masyarakat sebenarnya masih ser-
ing terganggu oleh para jurnalis yang suka selingkuh dan para
wartawan-wartawanan alias abal-abal yang suka meminta
duit.
Masalah wartawan dengan kelemahan kompetensinya,
perilaku buruk mereka, dan banyaknya juga wartawan-
wartawanan yang mengganggu masyarakat merupakan
beban atau pekerjaan rumah komunitas pers yang belum/
tidak bisa diselesaikan tuntas sampai hari ini. Komunitas pers
adalah sebutan untuk semua institusi yang bergerak di ranah
pers. Utamanya, Dewan Pers, organisasi wartawan, organisasi
perusahaan/media, dan organisasi atau institusi terafiliasi
lainnya.
Upaya komunitas pers untuk mengatasi masalah itu
bukannya tidak ada. Sudah cukup banyak kegiatan dilakukan,
melalui pelbagai diskusi, seminar, lokakarya, dan aneka ragam
pelatihan dan pendidikan jurnalistik. Tujuannya hampir seragam:
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme wartawan.
Namun, hasilnya belum signifikan. Terbukti, jika kita jalan ke
daerah, misalnya, mengadakan kerjasama pelatihan jurnalistik
dan bertemu dengan mitra kerja, maka kita masih mendengar
keluhan mereka atas perilaku negatif wartawan dan keluhan
terhadap cara pemberitaan yang dinilai tidak sesuai kode etik
jurnalistik.
TIM pelatih dan pengajar PWI Pusat yang setiap tahun
secara konstan datang ke pelbagai daerah untuk menggelar
acara pelatihan jurnalistik melalui program Safari Jurnalistik dan
Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI), kiranya menjadi saksi hidup
yang mendengar keluhan masyarakat itu. Antara lain, banyak

95
media dan wartawan mau berselingkuh dengan mitra kerjanya
guna mendapatkan penghasilan. Banyak media menafikan pagar
api antara berita dan iklan dalam kebijaksanaan redaksi mereka.
Ada media yang terang-terangan menjadikan wartawannya
bekerja rangkap sebagai account executive (pencari iklan).
Malah dengan target rupiah tertentu. Dan yang tak kalah
seru, banyak abal-abal alias wartawan-wartawanan yang
menumpang hidup dan menggerogoti ranah pers kita.
Itulah realitas aib yang masih dirasakan masyarakat pers
ketika mereka sama-sama memperingati Hari Pers Nasional
pada 9 Februari 2013 di Manado, Sulawesi Utara. Kenyataan
itu, bak cacat bawaan yang membuat hati miris. Padahal,
beberapa organisasi wartawan dengan kemampuan yang ada
telah melakukan aneka ragam kegiatan program pendidikan
dan advokasi profesi untuk mencegah semua ekses negatif itu.

**
MELALUI program SJI, sejak tahun 2010, PWI misalnya,
aktif melaksanakan pendikan dan pelatihan jurnalistik intensif
ke pelbagai kota. Dalam kurun waktu tiga tahun, telah dibuka
dan dilaksanakan pelatihan SJI di sembilan ibu kota provinsi:
Palembang, Semarang, Samarinda, Bandung, Lampung.
Banjarmasin, Jambi, Makassar dan Palangkaraya. Dan sejauh ini,
SJI Pusat telah melaksanakan 23 kali pelatihan jurnalistik serta
memberikan sertifikat kelulusan sebagai wartawan profesional
pada 635 wartawan dari 812 wartawan peserta yang ikut dalam
pelatihan tersebut.
Selain program SJI, untuk meluaskan peningkatan
kompetensi dan profesionalisme wartawan, PWI juga

96
menggiatkan program pelatihan singkat jurnalistik: Safari
Jurnalistik. Menggandeng mitra kerja PT Nestle dan PT Astra
International, Tbk, program ini pada tahun 2012 yang lalu
sudah melatih sebanyak 431 wartawan di 10 kota di mana
terdapat cabang PWI.
Sumbangan organisasi wartawan lain untuk peningkatan
kompetensi dan profesionalitas wartawan itu mestinya juga
ada. Tapi, itulah, tetap saja aib pers nasional, belum bisa
dihilangkan, gara-gara masih adanya kelemahan kompetensi
dan praktik kerja wartawan yang tidak profesional serta pelaku
abal-abal.
KOMUNITAS pers kewalahan dan putus asa? Tidak juga.
Setelah melakukan pengkajian cukup mendalam, Dewan Pers
dan komunitas pers akhirnya bersepakat bahwa salah satu
jalan untuk mengatasi semua aib dan kelemahan tadi adalah
menjadikan semua wartawan profesional melalui program

97
sertifikasi.
Konsep dan aturan mainnya pun diolah. Cukup lama
dan baru pada tanggal 2 Februari 2010 Dewan Pers akhirnya
mengesahkan pemberlakuan program sertifikasi wartawan
profesional.
Nama resminya: Standar Kompetensi Wartawan (SKW).
Salah satu tujuan SKW adalah untuk menyaring dan menarik
garis pembeda antara wartawan profesional dan yang bukan.
Metodenya cukup terukur. Dewan Pers menetapkan patokan
standar kompetensi wartawan lengkap dengan rincian aturan
mainnya. Lalu mematok persyaratan perlu adanya Lembaga
Penguji.
Setelah itu, Lembaga Penguji (organisasi wartawan atau
lembaga pendidikan dan pelatihan wartawan atau perusahaan
pers atau perguruan tinggi yang memiliki fakultas/jurusan ko-
munikasi atau jurnalistik), dipersilakan melakukan Uji Kompe-
tesi Wartawan (UKW) guna menilai dan menguji kompetensi
para wartawan.
Jurnalis yang dinilai telah mencapai standar kompetensi
dimaksud, diberikan sertifikat profesional. Semua wartawan
dikategorikan dalam tiga jenjang: Muda (untuk reporter dan
wartawan di lapangan), Madya (untuk para redaktur dan set-
aranya), Utama (untuk para redaktur pelaksana dan pimpinan
redaksi).
Program ini telah berjalan dua tahun. PWI ikut mendu-
kungnya. Malah, menjadi organisasi wartawan pertama yang
ditunjuk Dewan pers sebagai Lembaga Penguji kompetensi
wartawan. Sejak ditunjuk pada Juli 2011, Pengurus PWI, yang
memahami penting dan strategisnya program ini dikaitkan juga
dengan rencana organisasi untuk menyeleksi anggotanya yang

98
berserak di seluruh Indonesia, bergerak cepat.
Alhamdulillah, berkat bantuan beberapa mitra kerja dan
kerja keras Tim Pelaksana dan Tim Penguji UKW, PWI sampai
akhir tahun 2012 berhasil melaksanakan 71 kali uji kompetensi
wartawan di 28 cabangnya di seluruh Indonesia. Hasilnya,
sebanyak 2.492 wartawan dinyatakan kompeten dan diberikan
sertifikat wartawan profesional.
Tapi, hasil kerja maraton itu, terus-terang, masih
minimalis. Soalnya, jumlah wartawan yang terdaftar sebagai
anggota PWI pada tahun 2010 saja sudah sekitar 14.000 orang.
Laporan yang masuk dari pelbagai cabang PWI belakangan ini
mengindikasikan adanya peningkatan wartawan yang ingin
masuk dan kembali menjadi anggota. Dengan pelbagai alasan.
Di antaranya, karena aneka program PWI (Safari Jurnalistik, SJI,
lomba karya jurnalistik, literasi media, dan literasi jurnalistik,
serta program uji kompetensi wartawan) mereka nilai relevan
dengan kepentingan mereka.

**

APA PUN, upaya untuk menjadikan wartawan kompeten


dan profesional, sebenarnya bisa menjadi salah satu jawaban
jitu guna menjawab keluhan dan kebingungan publik tadi.
Sayangnya, langkah ke sana belum dilakukan maksimal. Belum
menjadi suatu gerakan bersama komunitas pers atau menjadi
gerakan nasional yang melibatkan semua pemangku kepentingan
guna mewujudkan pers yang sehat dan profesional.
Jika melihat implementasi program SKW Dewan Pers di
lapangan, kita harus mengatakan aktifitas itu belum sepenuh-

99
nya digarap maksimal, konstan dan komprehensif. Padahal,
dalamrangkaian pidato sejak keluar Peraturan Dewan Pers ten-
tang SKW, Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan berulang me-
nyatakan perlunya insan pers menata diri agar dapat senantiasa
menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan berlaku profesional.
Ketua Dewan Pers juga mengungkapkan, dari pengalaman me-
diasi, yang selama ini dilakukan Dewan Pers dengan menerima
ratusan pengaduan masyarakat setiap tahun, kesimpulannya
jelas: 80 persen media melakukan pelanggaran kode etik jur-
nalistik. Bentuk pelanggaran itu, tegas Prof Bagir Manan, mu-
lai dari tidak berimbang, tak akurat, tak melindungi identitas
korban kejahatan susila, hingga tak bersikap profesional.
Masalah serius pers atau jurnalisme Indonesia pasca re-
formasi sesungguhnya masih berkutat pada rendahnya kom-
petensi jurnalistik wartawan. Di samping, tentu saja, lemahnya
atau kurangnya pemahaman media pada esensi sikap kerja pers
profesional. Ini mestinya diatasi dengan langkah dan program
kerja yang lebih serius oleh Dewan Persterutama setelah se-
jumlah 19 grup penerbitan mediamenandatangani Piagam
Palembang di Palembang tiga tahun silam.
Inti program ini adalah kesepakatan komunitas media un-
tuk mulai menerapkan prinsip dan sikap kerja profesional pada
wartawan dan media mereka. Sayang, isi piagam yang bagus itu
hanya ditindaklanjuti dengan determinasi yang lemah dan lam-
bat. Dewan Pers (DP) belum menjadikan ihwal lemahnya pro-
fesionalitas wartawan dan medianya itu sebagai sesuatu priori-
tas, mendesak, dan kalau tidak segera direalisasikan berpotensi
melemahkan kredibilitas pers serta mengancam kemerdekaan
pers.

100
Buktinya terlihat jelas pada sikap serta langkah mereka
setelah meluncurkan program SKW. Tidak semua Anggota DP
antusias dan peduli pada program ini. Anggota yang diberi tu-
gas mengurusnya pun, terkadang seperti lebih sibuk mengurus
masalah lain, dan kemudian bersikap menunggu. Dalam arti,
menjadi sekadar penerima laporan uji kompetensi yang dilaku-
kan Lembaga Penguji, lalu mengeluarkan kartu atau sertifikat
kompetensi, atau sesekali tampak dalam seremoni ketika men-
gangkat dan menunjuk Lembaga Penguji baru.
Belum pernah ada evaluasi menyeluruhlintas Penguji
Kompetensi, misalnya--berkaitan dengan implementasi prog-
am penting itu. Padahal, sedikit banyak, di lapangan tentulah
ada saja ekses dan deviasi dalam pelaksanaan UKW yang kiran-
ya patut dikoreksi dan diluruskan. Juga, belum terdengar ada
rencana atau terobosan baru dari Dewan Pers berkaitan den-
gan program sertifikasi wartawan profesional itu.
Para wartawan di lapangan berteriak: setelah dinilai kom-

101
peten dan profesional, bagaimana? Apakah kesejahteraan war-
tawan akan menyusul meningkat? Para penguji dan Lembaga
Penguji kompetensi terpaksa berusaha bersikap arif menjawab
semua pertanyaan itu. Memang, sangat wajar wartawan yang
sudah profesional, mempertanyakan nasib mereka selanjutnya
terkait dengan media tempat mereka bekerja. Bagaimana jika
wartawan telah bekerja sesuai standar profesional, tapi medi-
anya belum atau tidak merespon?
Pengurus Dewan Pers seyogyanya tak boleh bersikap pasif
dan sepertinya melepaskan dan membiarkan program SKW
yang sudah dilaksanakan Lembaga Penguji dan ditaati para war-
tawan---berjalan tanpa tindak lanjut yang berarti. Dewan Pers
semestinya perlu mengundang lagi para pemangku kepentin-
gan di ranah pers, agar bisa diupayakan langkah baru guna mer-
angsang terus program memprofesionalkan para wartawan.
**
INI mendesak dilakukan. Soalnya, beban pekerjaan ke
depan bakal bertambah berat. Maklumlah, pekerjaan rumah
(PR) lama, meningkatkan profesionalisme wartawan media
konvesional (cetak dan elektronika) belum tuntas diselesaikan.
Kini, sudah masuk PR baru, yaitu, rombongan awak wartawan
media baru, di antaranya para wartawan media on line (media
siber).
Wartawan media berbasis internet dengan pola
penyampaian berita seketika (real time) memang menjadi
fenomena baru di jagat media. Kalangan konservatif dari media
lama (media konvesional), misalnya, pernah mempertanyakan
keabsahan jurnalisme ala media siber ini. Antara lain, karena
mereka akibat jepitan waktu, sering mengabaikan prinsip

102
verifikasi dalam menyampaikan informasi. Padahal verfifikasi
itu prinsip dasar dari kode etik jurnalistik. Dan juga elemen wajib
dalam jurnalisme. (Butir ketiga dari sembilan elemen jurnalis-
-buku Elemen-Elemen Jurnalisme, Kovach dan Rosenstiel,
2001).
Toh, ihwal ini kemudian bisa diselesaikan oleh komunitas
pers melalui diskusi yang difasilitasi Dewan Pers. Urun rembuk
yang melibatkan para wartawan media konvesional dan media
siber ini akhirnya menyepakati pedoman kerja wartawan media
siber agar mereka tetap bisa tunduk pada kaidah kode etik
jurnalistik.
Masuknya wartawan media siber jelas makin menambah
kuantitas wartawan dan ramainya informasi di media massa.
Apalagi, sebelum itu, pembuat, pengisi dan kontributor
informasi di media pun sebenarnya sudah bertambah dengan
adanya aktivitas para pelapor warga (citizen journalist). Yakni,
anggota masyarakat yang mau dan rajin memberikan laporan
informasi ke sejumlah media masa (terutama radio-radio
swasta) di pelbagai kota.
Fenomena lain, dan ini tak kalah penting, para warga
sekarangberkat bantuan teknologi digitalmakin aktif dalam
kegiatan di dunia informasi. Yakni, menerima, memanfaatkan
dan menyiarkan informasi. Para warga itu, biasa dikenal sebagai
aktivis media sosial, kini menjadi semacam wartawan baru di
jagat media massa.
**
PENCARI, pembuat dan produsen informasi kini tak lagi
didominasi wartawan atau redaksi lama!
Dalam bukunya, Blur: How to Know Whats True in the Age

103
of Information Overloadbuku ini baru saja diterjemahkan
Dewan Pers dan Yayasan Pantau, dengan judul: Bagaimana
Mengetahui Kebenaran di Era Banjir InformasiBill Kovach
dan Tom Rosentiel, mengafirmasi terjadinya banjir informasi
di media massa di abad ke-21 sekarang ini. Wartawan bukan
lagi satu-satunya penyedia informasi publik karena masyarakat
kini dengan dukungan teknologi digital juga sudah aktif
menyampaikan informasi.
Metafora yang banyak dipakai untuk menjelaskan
jurnalisme abad ke-20, yakni pers sebagai penjaga pintu (gate
keeper) informasi publik, tak lagi cocok dipakai saat ini ketika pers
hanya menjadi satu di antara banyak media penghubung antara
pembuat informasi dengan publik. Kedua pakar jurnalisme itu
menyebut rumusan dan metafora baru bagi jurnalisme abad ke-
21 atau jurnalisme era baru, yang telah menghapus dominasi
wartawan sebagai pencari dan pengolah informasi tunggal;
memosisikan mereka agar dapat bekerjasama dengan warga
(aktivis media sosial seperti pengguna twitter dan facebook)
dalam melayani penyampaian informasi publik.

104
**
DI INDONESIA, berapa tahun ini, perkembangan atau ak-
selerasi kegiatan media sosial seperti pengguna twitter dan fa-
cebook memang meningkat tajam. Pengguna facebook sampai
akhir Desember 2012 mencapai 50, 8 juta orang. Naik sekitar
10 juta dari tahun sebelumnya. Demikian juga pengguna twit-
ter sudah menggapai 20 juta pemakai. Ada perkiraan angka itu
akan meningkat lagi beberapa tahun ke depan.
Aktivitas pelaku media sosial ini, betapa pun, harus diakui
telah mewarnai arus informasi publik di sini. Informasi dari
jejaring ini ringkas, cepat dan lebih personal (individual) sifat-
nya. Mereka bergerak menyampaikan informasi apa saja yang
mereka ketahui. Terkadang banyak juga informasi itu berkaitan
dengan wilayah informasi yang sering digarap media utama
(media konvensional). Sering juga, media utama memanfaat-
kan informasi dari jejaring sosial itu sebagai bahan awal infor-
masi mereka. Maka, sesungguhnya selama ini telah terjadi ker-
jasama antara dua jenis media tadi, sebagaimana dianjurkan
Kovach dan Rosenstiel.
Apa pun, perubahan besar sedang terjadi di dunia media.
Media lama atau media konvensional dalam kegiatan menyam-
paikan informasi publik masih tetap menjadi pemain utama.
Namun, mereka kini mulai dibayang-bayangi oleh para awak
media baru yang sangat produktif dalam menyumbangkan in-
formasi. Mungkin banyak dari informasi itu kurang kadar ke-
benarannya, itulah salah satu masalah yang publik perlu tahu
dan mereka harus belajar mencari informasi yang benar, tulis
Blur. Tapi, harus diakui juga bahwa informasi tadi sesungguh-
nya tetap bisa menjadi bahan berita awal bagi wartawan lama.
Masalahnya, karena bentuk dan jenis media serta pola

105
penerimaan informasi publik kini sudah berubah dan berbeda,
sering informasi dari media baru lebih cepat sampai dan diter-
ima publik. Mereka pun menjadi wartawan pertama yang me-
nyampaikan informasi publik, mengalahkan wartawan lama.
Kalau informasi dari media baru itu makin valid, dan wartawan
lama tidak segera berbenah diri agar bisa menyampaikan infor-
masi yang lebih dari yang sudah diberikan wartawan baru,
maka pelan tapi pasti di depan publik, eksistensi wartawan
lama sudah berakhir. Lho, buat apa menonton berita tv, mend-
engar radio atau beli surat kabar, kalau semua informasi publik
sudah valid diberikan secara gratis oleh awak media baru?

**
BLUR karena itu menyebut bahwa Jurnalisme Era Baru
akan mengubah prinsip dalam melihat dan merumuskan infor-
masi/berita. Dengan konsep baru yang lebih melibatkan publik
itu, di masa depan, ruang pemberitaan media/redaksi media
lama sudah harus berubah. Ia tidak lagi steril dan hanya diisi
awak redaksinya saja. Tapi juga akan diisi oleh orang luar, to-
koh masyarakat atau warga/aktivis media sosial. Tapi, tentu
saja mereka itu aktivis media yang komitmen dan integritasnya
pada publik sudah teruji (nantinya harus dan perlu diuji sendiri
oleh para awak redaksi). Wartawan/redaksi dalam format baru
nantinya jelas akan berfungsi lebih lengkap dari sekedar pro-
dusen informasi. Ia akan memainkan peran baru antara lain,
sebagai pandu informasi publik, pengolah pelbagai informasi
yang cerdas dan andal, dan bisa menjadi mediator dan fasilisa-
tor dialog dengan publik.
Perubahan ini kalau benar terjadi nanti, merupakan sebuah
pembaruan signifikan bagi wartawan dan ruang redaksi media.

106
Mungkin seketika tidak semua media siap melaksanakan pe-
rubahan itu terutama dalam kaitan mengundang orang luar
masuk ke sidang redaksi. Sebab mungkin ini sesuatu yang prin-
sipil bagi media yang punya tujuan dan orientasi sendiri. Se-
baliknya, bagi media yang bervisi publikc penerapannya nanti
jelas akan lebih mudah.
Apa saja tantangan dan yang perlu dilakukan wartawan
dan komunitas pers pada Jurnalisme Era Baru? Sebenarnya
tak begitu berat, asal kita tidak alergi pada perubahan. Siap
menerima kenyataan bahwa masyarakat sekarang sudah
berubah makin cerdas dan aktif dalam melihat, menilai dan
mendapatkan informasinya. Kita perlu dan harus selalu dekat
serta berinteraksi dengan mereka. Konsep menyertakan tokoh
publik sebagai mitra dalam tugas kita melayani kepentingan
publik sebenarnya bukan hal baru. Bukankah keanggotaan De-
wan Pers, misalnya, sejak reformasi tidak lagi sepenuhnya diisi
oleh para wartawan?
Walhasil, realitas membludaknya jumlah wartawan dan
banjir informasi saat inidan di masa depanagaknya meru-
pakan tantangan baru yang perlu dihadapi komunitas pers In-
donesia. Insan pers khususnya wartawan perlu makin mawas
diri. Terutama dalam meningkatkan terus kecakapannya dalam
bidang jurnalisme, memperluas wawasan agar dapat meng-
hasilkan keluaran informasi yang lebih unggul dan berkualitas
ketimbang informasi yang kini dan kelak makin banyak diprod-
uksi warga nonwartawan.

107
Kontribusi
Sekolah Jurnalisme Indonesia
Terhadap Profesionalisme Wartawan
dan Penampilan Media

Oleh Artini Suparmo


Wartawan Utama dan dosen STIKOM LSPR

Latar Belakang
Kualitas wartawan di Indonesia sampai sekarang masih
terus dipertanyakan masyarakat. Pelanggaran kode etik yang
masuk ke Dewan Pers tahun 2001 2011 tercatat sekitar 2000
kasus, meski di sisi lain, wartawan juga mengalami kekerasan,
tekanan bahkan pembunuhan dari tahun ke tahun.
Persoalan belum berhenti pada masalah kompetensi
atau kode etik saja. Sekarang ini, berdasarkan hasil penelitian
Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), sebuah
lembaga riset media di Jakarta, ada 12 kelompok media besar
di Indonesia yang mengontrol hampir semua saluran media,
namun yang terjadi adalah fakta yang belum menggembirakan

108
karena pekerja media semakin pragmatis dan terjerat oleh
kepentingan industri dan pemiliknya. Kelompok media besar
ini mulai kehilangan ciri publiknya karena kepentingan pasar
dengan gurita konglomerasinya. Akibatnya, konsep sebuah
berita, misalnya, tidak lagi hanya layak siar tapi juga laku dijual,
sehingga ada reporter di lapangan juga harus mencari iklan.
Data terakhir di PWI Pusat ada 75 ribu wartawan tersebar
di Indonesia, namun lebih 30 persen wartawan justru belum
profesional. Tugas wartawan menjadi berlapis-lapis, bukan
hanya mencari dan menulis berita saja tapi juga merangkap
sebagai tenaga pemasaran. Dengan demikian, kondisi internal
dan eksternal media akan sangat mempegaruhi penampilan
media (media performance).
Dengan kondisi seperti ini, PWI Pusat bekerjasama dengan
Kementerian Pendidikan Nasional menyelenggarakan Sekolah
Jurnalisme Indonesia (SJI) sejak 2010 di berbagai propinsi
untuk meningkatkan kualitas wartawan. Sampai tahun 2012
sudah sembilan propinsi menyelenggarakan SJI dengan 635
wartawan peserta yang mendapat materi dari para wartawan
senior. Materi SJI antara lain kode etik, teknik menulis berita
dan feature, hukum pers, manajemen media, teknik wawancara
yang diikuti selama 2 minggu dengan model komunikasi
persuasive.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan rumusan
permasalahan sebagai berikut: seberapa besar kontribusi
atau pengaruh pembelajaran di SJI terhadap profesionalisme
dan penampilan media. Tujuan penelitian adalah untuk
mengevaluasi bagaimana manfaat serta peran keikutsertaan
wartawan dalam pendidikan SJI serta bagaimana efeknya

109
terhadap penampilan media. Selain itu, manfaat penelitian
adalah untuk dapat memberi masukan pada profesionalisme
wartawan dan penampilan media dan secara praktis dapat
memberi gambaran mengenai efektivitas sebuah program
pendidikan jurnalistik untuk peningkatan profesionalisme
wartawan.

Kerangka pemikiran
Produk media massa adalah hasil karya kolektif.
Wartawan hampir sepenuhnya bergantung pada organisasi
atau perusahaan media untuk mendistribusikan hasil karyanya.
Tanpa organisasi dengan proses seleksi di dalamnya, wartawan
dapat saja mencari dan menulis berita, tapi tidak dapat
menyiarkannya.
McQuail (2006) menyebutkan ada beberapa faktor yang
mewarnai hasil karya wartawan, mulai dari kondisi internal
wartawan dan organisasi tempat dia bekerja serta faktor
eksternal termasuk sistem nilai, budaya dan politik serta
ekonomi. Kondisi internal adalah bagaimana cara wartawan
melihat perannya dalam tugas jurnalistik serta komitmennya
pada organisasi perusahaan dan kepentingan publik. Faktor
eksternal adalah peraturan dan undang-undang pers, sistem
nilai dan sistem pers yang berlaku yang mengikat media di
Negara tersebut.
Pada hakikatnya ada lima filter yang menghadang
pekerjaan wartawan yakni pemilik media massa, pengiklan,
sumber berita, tanggapan publik dan nilai budaya politik atau
anti komunisme. Namun, aturan internal media, kode etik
profesional yang kuat serta self sencorship pada diri wartawan

110
dapat membatasi campur tangan pemerintah dan pengiklan
(Weaver, 1991).
Dalam konteks ini, menunjukkan bahwa penampilan media
juga bergantung pada bagaimana wartawan memaknai peran
utamanya sesuai fungsi sosial media massa, yakni pengawasan
sosial, korelasi sosial dan sosialisasi nilai-nilai. Menurut
Shoemaker (1991), karakteristik wartawan, latarbelakang
pendidikan, sikap personal serta makna profesionalisme, dapat
mempengaruhi isi dan penampilan media. Wartawan dengan
latar belakang pendidikan tinggi dapat mempengaruhi cara
pandang wartawan terhadap suatu masalah serta memiliki
potensi besar untuk memikirkan efek dari apa yang boleh dan
yang tidak boleh dilaporkan di media. Dengan demikian, peran
profesional ini pada halkikatnya dapat dipelajari di kampus atau
lembaga pendidikan jurnalisme.
Jeffres (2009) mengajukan ukuran untuk menilai
profesionalisme wartawan, yakni standar etika, lebih
berpendidikan, lebih kritis, memiliki kebebasan dalam
pekerjaan, tidak lagi tertarik untuk pindah ke lain pekerjaan di
luar jurnalistik dan kurang berambisi dalam masalah uang dan
prestise. Dengan demikkian, pendidikan wartawan merupakan
kunci yang dapat meningkatkan profesional serta peran media
massa.
Hipotesis penelitian yang dapat diajukan adalah sebagai
berikut. H0: tidak ada pengaruh pembelajaran di SJI terhadap
profesionalisme dan Ha: ada pengaruh pembelajaran di SJI
terhadap profesionalisme wartawan.

111
Metodologi
Penelitian ini bersifat evaluatif dengan menggunakan
metode survei sederhana untuk mengetahui secara mendalam
gambaran bagaimana pengaruh pembelajaran atau pedidikan
di SJI terhadap profesionalisme wartawan peserta, dengan
menggunakan teknik analisis regresi dengan SPSS 16. Untuk
kemudahan penelitian, dari populasi wartawan peserta
alumni SJI sebanyak 635 orang, dipilih sample sebanyak 100
responden secara acak. Penelitian ini dilakukan dua tahap.
Tahap pertama adalah mencari pengaruh pendidikan di SJI
terhadap profesionalisme, lalu didukung dengan penelitian
berikutnya yakni deskriptif mengenai manfaat keikutsertaan
wartawan terhadap penampilan media dengan responden 30
redaktur senior dan pemimpin redaksi media, menggunakan
teknik analisis frekuensi rata-rata. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan kuesioner serta dokumentasi. Sebelum
kuesioner dibagikan ke peserta, dilakukan uji instrumen
(validitas dan reliabilitas) dengan 30 responden menggunakan
SPSS 16, yang hasilnya semuanya valid dan reliable sehingga
layak dan signifikan digunakan untuk sebuah penelitian.
Penelitian ini tentu memiliki keterbatasan karena pengisian
kuesioner yang bisa saja mengandung bias. Selain itu, untuk
mengevaluasi pengaruh pendidikan di SJI terhadap penampilan
media seyogjanya dilakukan before and after test agar hasilnya
lebih signifikan.

112
Hasil analisis kuesioner dan interpretasi
a. Profil responden
Untuk mengetahui bagaimana gambaran wartawan
peserta alumni SJI dapat dilihat bagaimana komposisi jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan dan jurusan, serta posisi di
media.

Tabel 1.

Gambaran Profil Responden

Frekuensi
No Evidensi Kategori
(%)
Laki-Laki 80
1 Jenis kelamin
Perempuan 20

Kurang 25 tahun 64
2 Usia
di atas 25 tahun 32

Belum Sarjana 65
3 Tingkat Pendidikan
Sarjana 35

Jurnalistik 15
4 Jurusan
Non Jurnalistik 85

Reporter 80
5 Posisi di Media
Redaktur 20

N=100

Tabel di atas dapat diinterpretasikan bahwa latar belakang


responden cukup beragam dan fakta menunjukkan bahwa
sebagian besar adalah laki-laki, peserta rata-rata berusia
muda, sebagian lagi belum sarjana dan sebagian besar masih

113
sebagai reporter. Dari tabel di atas juga dapat dimaknai bahwa
responden yang berkarir dalam jurnalistik di beberapa daerah
ternyata tidak harus selalu datang dari jurusan jurnalistik dan
belum sarjana. Data ini juga dapat diinterpretasikan bahwa
media di daerah masih mempunyai tenaga wartawan yang
masih muda dan belum bependidikan S1.

b. Analisis hasil kuesioner


Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran di SJI terhadap
profesionalisme wartawan peserta maka disusun operasional
variabel sebagai berikut: pembelajaran di SJI sebagai variabelX
dengan 3 dimensi: relevansi materi, manfaat belajar dan
metode pembelajaran serta kualitas profesional wartawan
sebagai variable Y dengan 6 dimensi: kualitas komunikasi,
ketrampilan penyajian, kesadaran profesional, pengetahuan,
kredibilitas dan kepuasan. Masing-masing dimensi memiliki
indikator sebagai berikut.

Tabel 2.
Dimensi Relevansi Materi (variabel x)

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Valid 100 100 100 100 100 100 100
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 4.56 4.43 4.33 4.27 4.12 4.18 4.52
Median 5.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 5.00
Mode 5 4 4 4 4 4 5

Total Mean: 4.34

114
Untuk dimensi relevansi materi ada 7 butir pernyataan
yakni: bahan pelatihan sesuai harapan untuk menjadi wartawan
profesional, materi pelatihan membuat anda jadi tahu kaidah-
kaidah jurnalistik, pekerjaan jurnalistik menuntut proses
belajar, tema dan tujuan SJI relevan dengan tuntutan wartawan
berkualitas, isu yang dibahas dalam kelas SJI merupakan
fenomena aktual, anda merasakan mendapat kompetensi
yang diharapkan, materi SJI memperteguh komitmen sebagai
wartawan kompeten.
Dengan total mean atau nilai rata-rata 4.34, berarti
responden cenderung sangat setuju. Ini dapat diinterpretasikan
bahwa relevansi materi dalam proses belajar mengajar di SJI
sesuai dengan harapan peserta.

Tabel 3.
Dimensi Manfaat Belajar (variabel x)

X1 X2 X3 X4 X5 X6
Valid 100 100 100 100 100 100
N
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 4.23 4.13 4.16 4.05 4.05 3.67
Median 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00
Mode 4 4 4 4 4 4

Total mean 4.04



Untuk dimensi manfaat belajar ada 6 indikator yakni:
mengerti ada rambu-rambu dalam tulisan jurnalistik, belajar
di SJI mendorong anda untuk menulis lugas dan jelas, anda
sekarang menmgerti isi tulisan harus komprehensif, tugas

115
wartawan bukan hanya mencari atau menulis berita, jumlah
karya tulis anda meningkat. Dari hasil rata-rata diperoleh nilai
4.04 yang dapat diinterpretasikan bahwa responden cenderung
sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan mengenai
manfaat belajar di SJI.

Tabel 4.
Dimensi Metode Pembelajaran (variabel x)

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
Valid 100 99 100 100 100 100 100 100
N
Missing 0 1 0 0 0 0 0 0

Mean 4.24 4.28 4.26 4.30 4.18 4.32 3.81 4.17


Median 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00
Mode 4 4 4 4 4 4 4 4

Total mean 4,26

Pada dimensi metode pembelajaran ada 8 indikator


yakni: tujuan instruksional umum dan khusus di SJI sangat
jelas, instruktur di kelas merupakan narasumber kredibel,
penyampaian materi dari wartawan senior dapat menjadi
contoh, ada dialog interaktif di kelas, sistem evaluasi pretes
dan pascates menunjukkan kompetensi yang harus dicapai,
penialian pengajar mendorong anda lebih bersemangat dalam
belajar lagi, waktu belajar di kelas cukup untuk mencapai
tujuan, gaya komunikasi pengajar menyenangkan. Dari hasil
analisis rata-rata diperoleh nilai 4.26 dapat diartikan bahwa

116
responden cenderung sangat setuju dengan pernyataan-
pernyataan mengenai metode pembelajaran.

Tabel 5.
Dimensi Kualitas Komunikasi Wartawan (variable Y)
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9
Valid 100 100 100 100 100 100 100 100 100
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 4.06 4.04 3.91 3.86 3.83 4.10 3.98 3.94 3.92

Median 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

Mode 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Total mean 3.95

Pada dimensi kualitas komunikasi wartawan ada 9


indikator yakni sebagai berikut: memiliki loyalitas pada publik,
disiplin melakukan verifikasi data untuk tulisan, menyampaikan
informasi berkualitas untuk masyarakat, mampu menjaga
jarak dengan narasumber, mampu membangun akses dengan
sumber, membangun komunikasi interpersonal dengan redaktur
dan teman wartawan, memiliki keberanian untuk menyetakan
sikap terhadap suatu masalah, tegas tidak mau menjadi corong
demi kepentingan narasumber, menghormati hak privacy
narasumber. Hasil analisis rata-rata menunjukkan nilai 3.95
yang berarti responden ada pada tingkatan setuju terhadap
pernyataan mengenai kualitas komunikasi wartawan.

117
Tabel 6.
Dimensi Keterampilan Teknik Penyajian (variabel Y)

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7
Valid 100 100 100 100 100 100 100
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 4.05 4.08 4.11 4.05 4.14 4.08 3.77
Median 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00
Mode 4 4 4 4 4 4 4

Total mean 4,04

Pada tataran dimensi ketrampilan teknik penyajian


diajukan 7 indilator sebagai berikut: tulisan memenuhi syarat
layak siar, menjaga akurasi, kejelasan dan keseimbangan dalam
pemberitaan, tulisanberpihak pada kepentingan masyarakat,
sanggup meralat jika berita salah, tidak mencampuradukkan
fakta dan opini, memiliki kompetensi bahasa. Dari hasil analisis
rata-rata diperoleh nilai 4.04 yang dapat dikatakan bahwa
responden cenderung sangat setuju mengenai pernyataan
yang menyangkut syarat sebuah tulisan di media massa.

Tabel 7.
Dimensi Kesadaran Profesional (variable Y)

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
Valid 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 4.18 4.04 4.20 3.96 4.04 4.14 4.02 3.90 3.83 3.86
Median 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00
Mode 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Total mean 3.64

118
Untuk dimensi kesadaran profesional ada 10 indikator
yakni sebagai berikut: patuh pada kode etik junalistik, tidak
memutarbalikkan fakta, tidak berlebihan dalam penyampaian
informasi, mengutamakan idealisme dan profesionalitas,
bertanggungjawab terhadap pemberitaan yang memiliki resiko
menyinggung narasumber, menolak segala bentuk penyuapan,
menghormati azas praduga tak bersalah, tidak melakukan
plagiat (copy-paste berita), tidak menyiarkan keterangan off
the record, tidak menyalahgunakan profesi untuk kekuasaan.
Dari hasil analisis rata-rata menunjukkan nilai 3.64 yang
dapat dimaknai bahwa responden cenderung setuju dengan
pernyataan mengenai kesadaran profesional yang harus
dipenuhi seorang wartawan.

Tabel 8
Dimensi Pengetahuan (variable y)

Untuk dimensi pengetahuan ada 4 indikator yakni: ingin


menguasai berbagai informasi, terdorong untuk terus membaca
dan belajar, mampu bersaing sehat dengan wartawan lain
lewat karya jurnalistik, mempertajam kepekaan jurnalistik.

119
Hasil analisis rata-rata diperoleh hasil 3.74 yang dapat dimaknai
bahwa responden setuju dengan pernyataan mengenai
pengetahuan yang harus dimiliki wartawan profesional.
Pengetahuan merupakan faktor yang harus melekat dalam diri
seorang wartawan.
Tabel 9
Dimensi Kredibilitas (variabel y)

Dimensi kredibilitas mempunyai 4 indikator sebagai


berikut: menjadi wartawan bukan semata untuk mencari
nafkah, membangun akses ke narasumber untuk kepentingan
umum, memiliki etos kerja wartawan, terdorong meraih jenjang
karir kewartawanan. Hasil analisis rata-rata diperoleh nilai
3.79 yang dapat dimaknai bahwa responden setuju terhadap
pernyataan-pernyataan mengenai kredibilitas wartawan yakni
wartawan adalah suatu profsi yang dipercaya.

120
Tabel 10
Dimensi Kepuasan (variabel Y)

Pada dimensi kepuasan ada 3 indikator sebagai nerikut: SJI


dapat membantu peningkatan jenjang karir struktural jabatan
redaksional, SJI apat membantu peningkatan profesi fungsional
wartawan, dengan SJI dapat meningkatkan kesejahteraan
wartawan. Hasil analisis rata-rata diperoleh nilai 3.31 yang
dapat dimaknai bahwa jawaban para responden berada pada
rentang setuju dengan pernyataan-pernyataan mengenai
kepuasan dengan karir wartawan.

Analisis korelasi dan regresi

121
Dari hasil analisis korelasi dapat dikatakan bahwa variable
X (pembelajaran di SJI) memiliki korelasi dengan variable Y
(kualitas profesional wartawan) yang dapat dilihat dari nilai
sig-2 tailed sebesar 0.004 yang menandakan bahwa terdapat
korelasi antara variable X dan Y sebesar 0.784 yang berarti
memiliki hubungan yang kuat. Ini dapat dimaknai juga bahwa
pembelajaran di SJI mempunyai hubungan yang besar terhadap
profesionalisme wartawan.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi


variable x (pembelajaran di SJI) berpengaruh terhadap variasi
perubahan variable y (kualitas profesional wartawan) dengan
besaran pengaruh sebesar 61.4% dan sisanya dijelaskan oleh
faktor-faktor lain. Ini dapat dimaknai bahwa ada kontribusi
atau pengaruh kuat pembelajaran di SJI terhadap kualitas
profesional wartawan. Dengan demikian, H0 ditolak.

c. Hasil analisis deskripsi penampilan media


Untuk mendukung atau menguatkan hasil analisis statistik
regresi di atas digunakan analisis deskripsi dengan kuesioner untuk
para redaktur senior dan sejumlah pemimpin redaksi di media yang
dipilih secara acak. Analisis ini sekaligus untuk mengetahui sejauh
mana kontribusi para alumni SJI terhadap kualitas atau penampilan
media. Operasional variabel terdiri dari empat dimensi yakni: kualitas,
kuantitas, relevansi dan manner yang masing-masing memiliki
indikator sebagai berikut.

122
Tabel 11
Dimensi Kualitas

Dimensi kualitas terdiri dari 6 indikator yakni: penampilan


media semakin bermutu dengan tulisan ekslusif, mampu
menyajikan tulisan berkualitas, menjaga akurasi dengan cek,
ricek dan dobel cek, wartawan sudah memiliki kreativitas dalam
tugasnya, berusaha mencari data dukungan untuk memperkaya
nilai informasi, memahami agenda masyarakat. Dari hasil rata-
rata diperoleh nilai 3.71 yang dapat diartikan bahwa responden
setuju dengan pernyataan-pernyataan wartawan alumni SJI
ikut memberi kontribusi dengan peningkatan karya jurnalistik
mereka sehingga penampilan media pun ikut menjadi lebih
baik.
Tabel 12
Dimensi Kuantitas

Y1 Y2 Y3 Y14 Y5
Valid 30 30 30 30 30
N
Missing 0 0 0 0 0
Mean 4.10 3.63 4.07 3.93 4.07
Median 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00
Mode 5 4 4 4 4

Total mean 3.96

123
Pada tataran dimensi kuantitas ada 5 indikator sebagai
berikut yakni: jumlah produksi karya wartawan meningkat,
terdorong untuk membuat berita atau tulisan ekslusif, rajin ikut rapat
redaksi, menambah target tulisan tanpa ditugaskan, menambah
dan memperluas jaringan narasumber redaksi, Pada tingkatan ini
diperoleh nilai rata-rata 3.96 yang dapat dimaknai bahwa para
responden yang merupakan redaktur senior dan pemimpin redaksi
setuju dengan peran wartawan alumni SJI yang telah menunjukkan
sikap atau dorongan untuk meningkatkan hasil karya mereka dan
memperluas jaringan narasumber.

Tabel 13
Dimensi Relevansi
Y1 Y2 Y3 Y4

Valid 30 30 30 30
N
Missing 0 0 0 0
Mean 3.97 4.13 3.57 4.07
Median 4.00 4.00 4.00 4.00

Mode 4 4 4

Total mean 3.93

Pada tingkatan dimensi relevansi ada 4 indikator yakni:


mengerti kepentingan media, memahami sistem jabatan
struktural di dalam redaksi, ikut aktif dalam diskusi dan
memiliki kepedulian terhadap perkembangan media. Dari
hasil analisis rata-rata diperoleh nilai 3.93 yang dapat diartikan
bahwa responden setuju dengan pernyataan-pernyataan yang
menunjukkan kontribusi wartawan alumni SJI yang juga ikut
peduli dengan masalah media.

124
Tabel 14
Dimensi Manner

Pada dimensi manner ada 5 indikator yakni: menghindari


konflik internal dan eksternal; meminimalisir pelanggaran
kaidah jurnalistik, wartawan berinisiatif untuk ikut mengatasi
keterbatasan media, memiliki etos kerja yang membanggakan,
dan memahami posisinya antara media dan masyarakat. Dari
hasil analisis rata-rata diperoleh nilai 3.78 yang dapat dimaknai
bahwa responden setuju dengan pernyataan-pernyataan
yang menggambarkan sikap wartawan alumni SJI. Ini juga
dapat diartikan bahwa para wartawan alumni SJI berhasil
menunjukkan kontribusi pada penampilan medianya.
Dari empat dimensi mengenai penampilan media
menunjukkan bahwa hasil belajar di SJI ikut mewarnai
penampilan media dengan kehadiran para alumni SJI di berbagai
media.

125
Simpulan
Setiap penelitian tentu berakhir dengan suatu simpulan
guna menjawab tujuan penelitian. Dari hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa pembelajaran di SJI memberi pengaruh kuat
pada profesionalisme wartawan. Temuan ini didukung oleh para
redaktur dan pemimpin redaksi melalui analisis deskripsi penampilan
media yang menggambarkan bahwa para wartawan alumni SJI juga
memberi kontribusi nyata terhadap kualitas penampilan media.
Ini menunjukkan peranserta wartawan dalam SJI dapat memberi
perubahan dalam peningkatan karirnya. Dengan demikian sebuah
proses belajar jurnalistik pada hakikatnya juga dapat memberi
manfaat positif terhadap kualitas profesional wartawan.

Saran
Pada tataran konseptual dan teoretis perlu penelitian lanjutan
seperti menggunakan analisis jalur untuk mengetahui efektivitas
pendidikan di SJI dan analisis isi karya-karya jurnalistik wartawan
alumni SJI untuk mengetahui bagaimana implementasi kode etik
jurnalistik berita dalam tulisan wartawan.

Daftar Pustaka

McQuail, Denis. 2006. Media Performance, Mass Communication


and the Public Interest. London: Sage Publications
Shoemaker. Pamela J. Stephen D.Reese. 1991. Mediating Message,
Theories of Influences on Mass Media Content. NY: Longman
Publishers
Jeffres, Leo W, 2009. Mass Media Process and Effects. USA
Waveland Press,Inc
Sammut, Carmen. 2007. Media and Maltese Society. Lanham:
Rowman and Littlefield Publishers, Inc.

126
DAFTAR ALUMNI SJI TAHUN 2010-2013

ANGKATAN 2010

SUMATERA SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Dudy Oskandar Berita Pagi
2 Yenny Putriana Berita Pagi
3 Yenny Putriana Berita Pagi
4 Nesthi Kartika Utama Berita Pagi
5 Fatkurrohman Trijaya FM
6 Elan Aryansah, SKU SKU. Jembatan Informasi
7 Hendra Kusuma Sriwijaya Post
8 Eko Adia Saputra Sriwijaya Post
9 Martha Hendratmo Sumatera Ekspres

127
10 Syafran Martoni Sumatera Ekspres
11 Haryanto Palembang Pos
12 Deni Andriyadi Palembang Pos
13 Ahmad Subari Majalah Gradasi
14 Hj. Helma Haris Majalah Rotasi
15 Swastika Libraryan Sentral Pos
Okta Sinandar Radar Palembang
16
Sapayona
17 Asih Wahyu Rini Radar Palembang
18 Darfian Maharjaya Seputar Indonesia
19 Ella Sulistiana Palembang Ekspres
20 Ibrahim Arsyad LKBN Antara
21 Ria Octareza Majalah Suara Reformasi
Aditiya A RRI Cabang Madya
22
Palembang
23 Muzhar Apandi Sriwijaya TV
24 Kurniawan SK. Agung Post
25 Icuk M Sakir Majalah Arung
26 Adrianeka Basyir SK. Jurnal Sumatera

128
SUMATERA SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN II

NO NAMA MEDIA
1 Dolly Rosana LKBN Antara
2 Suzan Oktaria Palembang TV
3 M. Khairul Yusuf HB. Radar Palembang
4 Lusi Apriyani LPM Gelora Sriwijaya
5 Susilawati LKBN Antara
6 M. Irfan Bahri Sumatera Ekspres
7 Budiansyah Berita Pagi
8 A. Ridhuan Habena Majalah Suara Reformasi
9 Rosa Ria Aprina Majalah Berita Gradasi
10 Bovend Saor Sitinjak Radio Sonora Palembang
11 Haris Suprapto Berita Pagi
12 M. Asif Ardiansyah HB. Radar Palembang
13 Hazmin Sagara Trijaya FM
14 Intan Permatasari MBI Rotasi
15 MBI Rotasi Palembang Pos
16 Hendri HU. Sentral Pos
17 Tiara Kurnia Mahesa MBI Rotasi
18 Muhidin Ferion Majalah Arung
19 Ehdi Amin Berita Pagi
20 Ansyori Malik Sumatera Ekspres
21 Amriza Nursatria TVRI Sumsel
22 Rizky Perdana Palembang Pos
23 A. Rahman Hakim HU. Sentral Pos

129
SUMATERA SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN III

NO NAMA MEDIA
1 Amiriansyah Berita Pagi
2 Anton Radianto Fadli Berita Pagi
3 Aprianto Palembang TV
4 Arinah Fransori LPM Gelora Sriwijaya
5 Arris Ferditian Radar Palembang
6 David Karnain Pahlefi Radar Palembang
7 Edward Desmamora Sumatera Ekspres
8 Ela Armila Sumsel Post
9 Emi Afrilia Majalah Arung
10 Febri Hardiyani Majalah Arung
11 Firman Hidayat Palembang TV
12 Friday T. Kurniawan Suara Nusantara
13 Hensyi Fitriansyah Koran Harian Topskor
14 Hesty Ana Astutiana Sriwijaya TV
15 Jon Golkar Radio Trijaya FM
16 Mamnuroaini Palembang Pos
17 Mellyamaliza Tambunan Sentral Pos
18 Nila Ertina LKBN Antara
19 Revie Juniarti LPM Gelora Sriwijaya
20 Rian Resesi Radio Sonora Palembang
21 Rini Pujiati Sumsel Post
22 Ujang Idrus LKBN Antara
23 Yudhi Afriandi Sumatera Ekspres

130
JAWA TENGAH
TAHAP DASAR ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Edyana Ratna Nurmaya Suara Merdeka Cyber News
2 Jokomono Suara Merdeka
3 Arif Widodo Suara Merdeka
4 Zusuf Pradana TV Ku
5 Sarbiyanto Suara Merdeka
6 Feetra Yulia RRI Semarang
7 Aris Mulyawan Suara Merdeka
8 Tutuk Toto Carito TV Ku
9 Hasan Hamid Suara Merdeka
10 Eko Ananto Radio Dais
11 M. Firdaus Ghozali Suara Merdeka
12 Citra Banch Saldy Suara Merdeka
13 Zuhdiar Laeis LKBN Antara
14 Sasi Pujiati Suara Merdeka
15 Nurul Muttaqin Suara Merdeka
16 Gautama RRI Semarang
17 Eka Handriana Harian Meteor
18 Dini Tri W Suara Merdeka
19 Bambang Gusaeri Tabloid Otospeed
20 Agus Hartato Cakra Semarang TV
21 Iklimah Koran Sore Wawasan
22 Heru Fajar I Tabloid Otospeed
23 Andhika Henry S Tabloid Otospeed

131
24 Agus Widarto Tabloid Otospeed
25 Adhitia Armitrianto Suara Merdeka
26 Wisnu Saiful Akbar Tabloid Otospeed
27 Ebruanita Rachmawati Pro TV
28 Wawan Hermawan Forkom
29 Susi Wahyuni TVRI
30 Mochammad Kurniadi Pro TV
31 M. Deni Puji Yuliyanto Tabloid Otospeed
32 Agus Yuliyono Tabloid Otospeed
33 Ruli Aditio Suara Merdeka
34 E. Y. S. Hermansah TVRI
35 Ali Muntoha Koran Sore Wawasan
36 Wisnu Adhi Nugroho LKBN Antara
37 Noviar Yudho P Suara Merdeka
38 Dwi Ariadi Suara Merdeka
39 Bayu Bagas H RRI Semarang
40 Mawarni Dewi BR Manik Koran Sore Wawasan
41 Eko Budiyanto Cakra Semarang TV
42 N. Vallen Aztriko Suara Merdeka Cyber News
43 Farida Wulandari Forkom
44 Citra Ayu K Forkom
45 Bayu Bogiantoro Tabloid Otospeed

132
KALIMANTAN TIMUR
TAHAP DASAR ANGKATAN I
NO NAMA MEDIA
1 IRWANTO SIANTURI Majalah Publik News
2 NOR ARIF Majalah SAHABAT
3 YENOS FATLIASTIOKO Tabloid Manuntung
4 ABDUL HAMID Pos Kota Kaltim
5 HERIYANTO Majalah Fenomena
6 MUHAMMAD TAUFIK A Kaltim Ekspres
7 AHMAD YANI Tabloid Manuntung
8 NUR AISYAH P.S Peser TV
9 GEAFRY NECOLSEM Tribun Kaltim
10 ZAINAL ABIDIN Warta Nasional
11 IMRON Tribun Kaltim
12 KATONO Suara Borneo Online
13 MUSAWIR Paser TV
14 SABRI Balikpapan Pos
15 YOSEPTI MUHAMMAD R.S Manuntung TV
16 MARIA IFRONISIA TV.Beruang
17 SRI HANDAYANI Manuntung TV
18 Jen Retno Sari Fariyanto TV.Beruang
19 RAYI ENDAH PRAMESTIE Balikpapan Pos
20 MAYA SARIE INDAH A.AZ Kaltim Ekspres
21 ADNAN Tribun Kaltim
22 SAMMY LAURENS BKV CHANNEL
23 RUDY MALLISA Majalah Info Bpp
24 SULKIFLI TVRI Kaltim

133
JAWA BARAT
TAHAP DASAR ANGKATAN I
NO NAMA MEDIA
1 Acep Mustika Aspirasi Rakyat
2 Achmad A Basith Radio PR Fm
3 Anwar Effendi Skm. Berita Sumbar
4 As Maruli Skm. Polkrim
5 Bagoes Rinthoadi Majalah Arcom
6 Budi Suwarno RRI
7 Dadang Juanda Koran Seputar Jabar
8 Danny Djatnika Sks. Giwangkara
9 Denny Kusmana Sku. Fajar Pos
10 Dian Sulistianto Koran BOM
11 Dimas Siregar Majalah Diurna
12 Doni Budiman Majalah Otoritas
13 Doni Prasetya Radio Lita Fm
14 Erwin Widiagiri Kabar Priangan
15 Ferry Ardiansyah HU. M2 Media
16 Ghiok Riswoto Kabar Cirebon
17 H.A.R. Rohim HU Galamedia
18 H. M. Hendi Sks. Giwangkara
19 Hanif Hafsari HU Pikiran Rakyat
20 Heriyadi Tabloid Jelajah
21 Huminca Sinaga HU Pikiran Rakyat
22 I. Gunawan onlineberita.com
23 Ibnu Bukhari HU Pikiran Rakyat
24 Irfab Suryadi HU Pikiran Rakyat

134
ANGKATAN 2011

LAMPUNG
TAHAP DASAR ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Iyar Jarkasih Lampung Post
2 Agung Ghazaldi RRI Lampung
3 Hot Din Sihotang Kupas Tuntas
4 Agus Hermanto Lampung Post
5 Robertus Bejo PD-PRSSNI Lampung
6 Gatot Afrianto LKBN Antara
7 Imam Setiawan Radar Group
8 Sapto Firmansis Skm Dinamika News
9 Zainal Arifin Handal Lampung
10 Oon Darmawan Iman Siger TV
11 Kristian Ali LKBN Antara
12 Nanang Ali Hamid Tegar TV
13 Masrianto Skm. Handal Lampung
14 Ahmad Muslim Agsi Post
15 Pahlibi Skm. Inspirasi News
16 Ivandri Safria Skm. Media Merdeka
17 Septri Yana Sari Bongkar Post
18 Amalia Rosdiana Bongkar Post
19 Akuntar Skm. Inspirasi News
20 Hermanto Abadi News

135
21 Heri Suheri Trans Lampung
22 Johansyah Iskandar Skm. Inti Jaya
23 Alsan Hidaryadi Skm. Inti Jaya
24 Rasyid Skm. Suara Rakyat Indonesia
25 Lukman Hakim Media Nasional
26 Mahatma Gandhi Harian Lampung

JAWA TENGAH
TAHAP DASAR ANGKATAN II

NO NAMA MEDIA
1 Abdoel Alim Wicaksono Koran Pelita
2 Achmad Rifki Cybernews Suara Merdeka
3 Ahmad Hakim, S.H.I Majalah Mitra Pos
4 Anggun Puspitoningrum Suara Merdeka
5 Indah Wulandari RRI
6 M. Syafi i Nugroho Radio Dais
7 Aris Wasita Widiastuti Harian Semarang
8 Arizona Galih TV Borobudur
9 Intan Hidayat Rasika FM
10 Indah Wulandari RRI Semarang
11 Rizki Nisita SM Cybernews
12 Kunadi Suara Merdeka
13 Lissa Febrina Harian Semarang
14 M. Wahyu Hamijaya Warta Pos
15 Pitra Kurniawan Tabloid Cempaka

136
SUMATERA SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN IV
NO NAMA MEDIA
1 Nora Juwita BeritaPagi
2 Erika Sepriyanti Palembang Pos
3 Reddy Fasagit BeritaPagi
4 Ary Priyanto
5 Endang Fahrudin
6 Suprapto Ramadhan
7 Iwan Cheristian
8 Muhammad Asri Mingguan Jurnal
9 Henry Simamora Media Online Palembang
10 M Azhari Zein
11 Edwinsyah
12 Nurmala
13 Purwito Buletin Metropolis
14 M Iqbal HS
15 Andi Tenri
16 Atika
17 Wardoyo Buana Sumsel
18 Ashria Monarika
19 Ria Amelia
20 Nurhayati
21 Triyatno
22 Rusdi W
23 Fran Iskandar
24 Asni Karnila

137
25 Isyadi Syaiful
26 Indra Irawan
27 Heriyati
28 Syafriawansyah
29 Muhammad Ajib
30 Ahmad Natadinata

KALIMANTAN SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Toto Fachruddin Radar Banjarmasin
2 Syam Indra Pratama Radar Banjarmasin
3 Hanani Banjarmasin Post Group
4 Nur Muhibbatur Rahmah TV One
5 Rusbandi Kalimantan Post
6 Hayati Banjar TV
7 Riswan Irfani Radio Smart FM
8 Elsa Pratiwi Duta TV
9 Zainal Hakim Metro TV
10 Herry Murdy Hermawan LKBN ANTARA Banjarmasin
11 Fazrina Oktarine Banjar TV
12 M. Ridha Media Kalimantan
13 Ibrahim Ashabirin Banjarmasin Post Group
14 Roselita Riani Abdi Persada FM
15 Suhardian Duta TV

138
16 Anjar Wulandari Banjarmasin Post Group
17 Nurhikmah Abdi Persada FM
18 Widi Gunawan LPP RRI Banjarmasin
19 Didin Ariyadi Tb. Bisnis Kita
20 Abrar Effendi TV B
21 Andi Oktaviani Media Kalimantan
22 Arsuma Saputra Barito Post
23 Syaiful Anwar Banjarmasin Post Group
24 Baktiansyah Duta TV
25 Muji Setiawan TV B
26 Iman Satria Barito Post
27 Ibnu Fatih TVRI Kalimantan Selatan
28 Syarkawi Radio Chandra
29 Aspihan Zain Barito Post
30 Hariyadi Borneo TV
31 M. Sidik Radio Nirwana
32 Budi Alamsyah TVRI Kalimantan Selatan
33 Firdaus Media Kalimantan
34 Ahmad Yani Mata Banua
35 Eddy Dharmawan Tb. Bisnis Kita
36 Sarbani Sabran Kalimantan Post
37 Abdurrahman Al-Hakim Mata Banua
38 Ahmad Rasidi Global TV
39 Moch. Muhadjir AB Borneo News

139
JAMBI
TAHAP DASAR ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Kandi Silalahi Bungo Pos
2 M. Hifni Aksi Pos
3 Sandy Pusaka Herman Radar Tanjab
4 Saiful Roswandi Jambi TV
5 Yunita Pini TVRI Jambi
6 Sugianto TVRI Jambi
7 Suheri Adullah Radar Tanjab
8 Joko Susilo, SH Pos Metro Jambi
9 Zalman Pos Metro Jambi
10 Chandra Purnomo Jambi Independent
11 Wiliatno Ajie Jek TV
12 Sri Junalia Jambi Ekspres
13 Yeniti Darma Media Jambi
14 A. Roni News KPK Jambi
15 Hery FR Info Jambi.com
16 Herri Novealdi Pos Metro Jambi
17 Izwan Sholimin Info Jambi.com
18 Aldi Panri Sindo TV
19 Rakhman Fadillah Jambi Ekspres
20 Sudaryanto Suara Jambi
21 Sabar Yusminardi Metro Jambi com
22 Mahmil Mimbar Pos
23 Doli Maulana Jambi TV

140
SULAWESI SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Indah Arifah Febriyani Makassar TV
2 Ridha Yenita, ST TVRI Sulsel
3 Sriyanto Alwina Handayani SKM. Fajar Pendidikan
Harian Berita Kota
4 Rizka Hakim, SE
Makassar
5 Wira Tri Putra Tab. News Pratama
6 Fredrikus Wolgabrink Sabini Universitas Fajar
7 Hartini Habib Majalah Cahaya
8 Christianto SS RRI Makassar
9 Apolonia Ineru Bahali Universitas Fajar
10 Arifuddin Ujungpandang Ekspres
11 Chairul Hasan Kuba Tab. Lintas
12 Andi Trio Rimbawan Ujungpandang Ekspres
13 Suhardi Tab. Info Al Amin
14 Zainal Idris Universitas Fajar

141
KALIMANTAN TIMUR
TAHAP DASAR ANGKATAN II

NO NAMA MEDIA
1 ACHMAD KAHAR SUARA PASER
2 ARDANA RISWARI TVRI KALTIM
3 AWALLUDIN JALIL B. MAGEZINE
4 DONI SAPUTRA METRO INDONESIA
5 DIYAH PALUPI RADIO BORNEO
6 HAYRU ABDI VIVA BORNEO ONLINE
7 IRWAN WADI, Spdi MJLH. EKSEKUTOR
8 LIS INDARTI TVRI KALTIM
9 LINA MARLIANA VIVA BORNEO ONLINE
10 LUKMAN, SE MJLH. BISNIS KALTIM
11 MAIPAH TRIBUN KALTIM
12 MARGA RAHAYU RRI SAMARINDA
13 METALIANDA, SH RRI SAMARINDA
14 MUKHASAN AJIB KALPOST
15 MASKARYADIANSYAH,MS METRO INDONESIA
16 NURALIM MJLH.EKSEKUTOR
17 DIDIK SETIYAWAN METRO INDONESIA
18 TYA GUSMARINI METRO INDONESIA
19 TJAHYO ADI PRASETYO EKSPRESI PLUS KALTIM
20 YUDI TOLUENA MIYARJO PASER TV
21 WIWIK DWI RETNOWATI EKSPRESI PLUS KALTIM
22 SEPTINI MULA DEWI MJLH. BISNIS KALTIM
23 JANTUR RACHMADI SATU BORNEO

142
24 HAFIDZ PRASETYO SATU BORNEO
25 SURYA ADHIE DHARMA SATU BORNEO
26 H.FAJAR FAHRUDIN MJLH. BISNIS KALTIM
27 HERRY KOESWOYO KALPOST

143
ANGKATAN 2012
SUMATERA SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN IV
NO NAMA MEDIA
1 Rendra Yudha Radar Palembang
2 Irwanto Berita Pagi
3 Agustriawan Sumatera Ekspres
4 Rani Laksmi Tabloid Monica
5 Sulaiman Pal TV
6 Gus Munir Sumatera Ekspres
7 Ardani Zuhri Sriwijaya Post
8 Roky Pratama RRI
9 Adi Asmara Sentral Pos
10 Joni Irwanto Inmanas
11 M. Shetyawan Rizcky Sriwijaya TV
12 Trisno Palembang Ekspres
13 Yosep Indra Praja Palembang Today
14 Herman Sawiran Suara Nusantara
15 Mellawati Sumsel Post
16 Suhardi Palembang Pos
17 Syarif Umar Sumsel Post
18 Kurnia Efridayanti Ampera Post
19 Asmidan Suara Nusantara
20 Eddi Hasan Sumsel Post
21 Yudi Yansyah Berita Pagi
22 Nesis Silviana sikapkita.com

144
23 Yasandi Musi Expo
24 Yuhermi Independent Post

SUMATERA SELATAN
TAHAP MADYA ANGKATAN I
NO NAMA MEDIA
1 Amelia Friza Sumsel Pos
2 Aprianto Pal TV
3 Yanti Palembang Pos
4 Yudi Abdullah LKBN Antara
5 Rendi Fadilah Sumatera Ekspres
6 Anton Radianto Fadli Berita Pagi
7 Hensy Fitriansyah Buana Sumsel
8 Pipin SJ Ampera Post
9 Quata Akda Sumatera Ekspres
10 Wahyu Hidayat Sentral Pos
11 Anwar Kurniawan G Pal Day
12 NM. Charles Jembatan Informasi
13 Anhar Fahrurrozi Sumatera Ekspres
14 Ferly Marison Berita Pagi
15 David K. Pahlefi Radar Palembang
16 Edwinsah Satria Suara Nusantara
17 Maniso Suara Nusantara
18 Nefri Inge Palembang Ekspres
19 Bubun Kurniadi Sumsel Pos
20 M. Arfan Harian Banyuasin
21 M. Teguh Palembang Today

145
22 Neni Sumatera Ekspres
23 Fetty Apriliani Sentral Pos
24 Nova Ariana RRI

JAWA TENGAH
TAHAP DASAR ANGKATAN III
NO NAMA MEDIA
1 Wahib Radar Semarang
2 Dito Anurogo Psikologi Plus
3 Muslimah Warta Jateng
4 I N Winata Cakra Semarang TV
5 Hantoro Wibowo Kompas TV
6 Setyo Triwahono Lifestyle
7 Rizky Septiana Susanti suaramerdeka.com
8 Hartatik Suara Merdeka
9 Nurul Yoha Pratidina Radar Semarang
10 Agung Cahyono Cakra Semarang TV
11 Sumarni Utamining Prosekutor
12 Krisnaji Satriawan Suara Merdeka
13 Dadang Kurniawan TV Ku
14 Nurhesti Imaniastuti TV Ku
Laurentia Lucky Trisari
15 Warta Jateng
Wardani
16 Wara Merdekawati Harian Semarang
17 Tiko Septianto suaramerdeka.com
18 Sunardi Wawasan
19 R Maulana Noor Tanto TVRI Jateng

146
20 Sulistio Widodo TVRI Jateng
21 Andik Sismanto Seputar Indonesia
22 Shabrina Putri Arifati Media Korpri
23 Felek Wahyu Wawasan
Prehatiningsih
24 Radio Dais
Widyastuti
25 Bayu Kurniawan Majalah Fakta
26 Abdul Aziz Radio Dais
27 Gegap Imam Pribadi Sindo FM

JAWA TENGAH
TAHAP MADYA ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Agung Mumpuni Tabloid Cempaka
2 Ida Nur Layla Radar Semarang
3 Arif Riyanto Radar Semarang
4 Maratun Nasihah Suara Merdeka
5 Agus Sutiyono TV Borobudur
6 Saptono Joko S Suara Merdeka
7 Eko Edi Nuryanto Tabloid Cempaka
8 Surya Yuli Suara Merdeka
9 Adib Auliawan Suara Merdeka.com
10 Agus Widarto Tabloid Otospeed
11 Valentina Estiningsih Tabloid Cempaka
12 Mohamad Annas Suara Merdeka
13 Masturi Syafaat PRO TV

147
14 Dian Chandra Suara Merdeka
15 Restu Indah Wahyuni TVKU
16 Panji Joko Satrio Harian Semarang
17 Danang Catur Prakoso TVKU
18 Senot Puji Sujarwanto TV Borobudur
19 Rony Yuwono Suara Merdeka
20 Sucito Wawasan
21 Danang Kurniawan Tabloid Warta Pos
22 Amalia Ardilla Sari Media Korpri
23 Edyna Ratna Nurmaya Suara Merdeka.com
24 Ali Arifin Suara Merdeka
25 Joko Ariyanto Tabloid Warta Pos
26 Nur Istibsaroh LKBN Antara
27 Agus Yuliyanto Tabloid Berita Kita
28 Agus Heriyanto RRI Semarang
29 Indie Fiancoko Tabloid Otospeed
Laras Wahyu
30 Media Korpri
Gandaningrum

148
JAMBI
TAHAP DASAR ANGKATAN II

NO NAMA MEDIA
1 Dedi Rahmawan
2 Maya Dewi Effendi
3 Dedi Andriansyah
4 Abdul Qodir
5 Agustri
6 Andi Prima Putra
7 Ardian Fasal
8 Arif Rahman
9 Aswardi
10 Badril Doni
11 David Mursal
12 Dwi S
13 Fahrual
14 Hendra Fuadi
15 Jauheri Sandi
16 Joni Firdaus
17 Kesriadi
18 Kholistiono
19 Khumaini
20 Lery Rida Daulay
21 lukman Hakim
22 Luthfi Amri
23 M Hanil

149
24 Maya Asmita
25 Muamar Sholihin
26 Muhammad Husein
27 Mulyono Eko
28 Musdalifah
29 Raden Suhur
30 Ridwan
31 Romawan
32 Rudy Ichwan
33 Rustam Aji
34 Safrial
35 Sulaiman
36 Syafii
37 Syapril
38 Ulwi
39 Venni
40 Weni Wulan Sari
41 Wentyaniz
42 Yoce Kartika Sari

150
KALIMANTAN TENGAH
TAHAP DASAR ANGKATAN I

NO NAMA MEDIA
1 Septina Trisnawati RRI Palangkaraya
2 Bambang Hermanto Harian Tabengan
3 Indra Sanjaya Harian Fattala
4 Desy Natalia Radio Barigas
5 Rafiudin Harian Borneo News
6 Muhammad Yusri Harian Fattala
7 Arianata Harian Palangka Post
8 Fery Wahyudi Harian Palangka Ekspres
9 Ria Pratiwi Radio Barigas
10 M. Habbibi Harian Palangka Post
11 Ronny Nuelson Tumon LKBN Antara
12 Indra Lesmana Radio Bravo
13 Adi Wibowo Harian Palangka Post
14 Robertson Borneo TV

151
KALIMANTAN TIMUR
TAHAP DASAR ANGKATAN III

NO NAMA MEDIA
1 GEAFRY NECOLSEN
2 MARIA IFRONISIA
3 RUDY MALLISA
4 NOR ARIF
5 JEN RETNO SARI FARIYANTO
6 AHMAD YANI
7 SABRI
8 MUSAWIR
9 RAYI ENDAH PRAMESTIE
10 IRWANTO SIANTURI
11 SULKIFLI
12 ABDUL HAMID
13 KATONO
MAYA SARIE INDAH
14
ANGRAINI
15 IMRON
16 Z. ABIDIN
17 YOSEP MUHAMMAD R.S
18 MUHAMMAD TAUFIK
19 SRI HANDAYANI
20 HERIYANTO
21 NUR AISYAH PURNAMA SARI
22 YENOS FATLIASTIOKO

152
23 IMELDA ANWAR
24 SYACHRUDDIN
25 ADNAN

KALIMANTAN SELATAN
TAHAP DASAR ANGKATAN II

NO NAMA MEDIA
1 Nasrullah Radar Banjarmasin
2 Rahmatillah Duta TV
3 Firman Media Kalimantan
4 M. Helman Gelyrian Nirwana FM
5 M. Fikriandy kalimantan Post
6 M. Aulia Rahman Gol FM
7 M. Rizky Nurgraha Radar Banjarmasin
8 Muhail Banjar TV
9 Zoeanda Adriani TV B Kompas
10 Fadli Azhari TV B Kompas
11 Afdiannoor Rahmanata Barito Post
12 Jumadi Banjarmasin Post Group
13 Mega Novarina DA Smart FM
14 Evi Dwi Herliyanti Duta TV
15 Hermawansyah Suaka
16 Mahfuz Mata Banua
17 Suhardadi Duta TV
18 Edi Nugroho Banjarmasin Post Group

153
19 Fadli Rizki Duta TV
20 Andrianto M. Harapan Rakyat
21 Ediyansyah Media Kalimantan
22 Slamet Riadi Teropong
23 Ruslaini Hifni Kalimantan Post
24 Ahmad Korry Yunus Target Post
25 Samsu Rizal Mata Banua
26 Basri Noordin Orbit Post
27 Indra Samsuddin Noor Abdi Persada FM

LAMPUNG
TAHAP DASAR ANGKATAN II

NO NAMA MEDIA
1 Imam Setiawan Radar Group
2 Iyar Jarkasi Lampung Post
3 Agus Hermanto Lampung Post
4 Gatot Arifianto LKBN Antara Lampung
5 Kristian Ali LKBN Antara Lampung
6 Nanang Ali Hamid Tegar TV
7 Zainal Arifin Handal Lampung
8 Rasyid SKM Suara Rakyat
9 Johansyah Iskandar SKM Inti Jaya
10 Alsan Hidaryadi SKM Inti Jaya
11 Sapto Firmansis SKM Dinamika News
12 Agung Ghazaldi LPP RRI Lampung

154
13 Masrianto SKM Handal Lampung
14 Akuntar SKM Inspirasi News
15 Hot Din Sitohang, SE SKM Media Merdeka
16 Pahlibi SKM Inspirasi News
17 Ivandri Savria SKM Media Merdeka
18 Ahmad Muslim Agsi Post
19 Mahatma Gandhi Harian Lampung
20 Oon Darmawan Iman Siger TV
21 Robertus Bejo PD-PRSSNI Lampung
22 Hermanto Abadi News
23 Septri Yana Sari Bongkar Post
24 Amalia Rosdiana Bongkar Post
25 Lukman Hakim Media Nasional

155

Anda mungkin juga menyukai