No. : 041/SPm/Pan-DJW/LPMGK-FHUNDIP/VII/2020
Lamp. : 1 (satu) berkas
Hal : Permohonan Delegasi
Dengan hormat,
Sehubungan dengan akan diadakannya program kerja dari Lembaga Pers Mahasiswa
Gema Keadilan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yaitu Diponegoro Journalist Week
2020 dengan tema “Gema Pers Tanah Air dalam Menyuarakan Aspirasi Rakyat” yang akan
diselenggarakan pada:
Hormat Kami,
Pemimpin Umum
LPM Gema Keadilan
Fakultas Hukum 2020 Ketua Pelaksana
GAMBARAN UMUM
Diponegoro Journalist Week 2020 atau yang kerap dikenal dengan DJW 2020,
merupakan kegiatan yang diadakan dua tahunan sekali oleh Lembaga Pers Mahasiswa
Gema Keadilan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dengan ciri khas
kejurnalistikannya. Mengingat minat yang tinggi dari para peserta di seluruh Indonesia
dalam mengikuti kegiatan ini, menunjang untuk dikembangkannya Diponegoro Journalist
Week menjadi kegiatan yang tidak hanya mencakup pelatihan jurnalisti k, tetapi juga
mewadahi hasrat para pelajar dan mahasiswa / mahasiswi yang memiliki potensi baik
akademik maupun non-akademik. Semua pelajar dan mahasiswa / mahasiswi di seluruh
Indonesia dapat berkompetisi dalam rangka mengasah kemampuan yang dimiliki serta
sebagai bentuk pelatihan agar mampu bersaing dengan lawan-lawannya baik di tingkat
Regional maupun Nasional, dengan diselenggarakannya Kompetisi Esai Nasional
Diponegoro Journalist Week 2020.
Kompetisi esai merupakan suatu ajang intelektual yang terdiri atas para pelajar
serta mahasiswa / mahasiswi yang terdaftar di seluruh Sekolah maupun Perguruan
Tinggi di Indonesia. Yang mana dibedakan atas kategori pelajar dan kategori mahasiswa.
Dengan harapan kemampuan mereka akan melahirkan kemenangan sebagai wakil dari
masing-masing instansinya di ajang Nasional.
Maka dari itu, kami berinisiatif untuk mengadakan acara Kompetisi Esai yang
bertujuan guna memfasilitasi bibit-bibit unggul di seluruh Indonesia yang tergabung
dalam Kompetisi Esai Diponegoro Journalist Week 2020 dan menjadikannya sebagai
sarana unjuk diri dan kemampuan. Adapun subtema khusus yang telah ditetapkan
sebagai bahan dalam kompetisi esai ini, sebagai berikut:
1. Belenggu Hukum dalam Jurnalistik
2. Harkat dan Martabat Pers dalam Menghadapi Krisis Jati Diri
Berbagai pertanyaan mulai muncul terkait hak atas pers. Hak tersebut
diperuntukkan agar terwujudnya Kemerdekaan Pers, yang mana sebagai warga negara
Indonesia, sadar akan keragaman masyarakat, kepentingan sosial, tanggung jawab sosial,
serta norma-norma yang ada merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.
Sehingga pers hadir sebagai wadah bagi masyarakat guna memperoleh informasi dan
komunikasi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia itu sendiri.
Berawal dari sana, kini di era modern, masyarakat kian terbuka dan memahami
peran jurnalis yang menjadi salah satu alat pengontrol sosial. Berita yang dihasilkannya
bisa menjadi jembatan penghubung antara pemerintah dan masyarakat. Namun
kebebasan yang ada bukan berarti tidak ada batasan sama sekali. Batasan tetap ada dan
dibuat sebagai konsekuensi Negara Indonesia sendiri sebagai negara hukum. Sehingga,
ketika seorang jurnalis menjalankan tugas dan perannya, mereka tetap memiliki batasan-
batasan tertentu atas itu. Salah satunya ialah adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2018 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Batasan yang telah dibuat oleh pemerintah memiliki banyak arti dan pandangan
yang muncul di masyarakat. Sebagian memandang batasan-batasan tersebut memiliki
arti baik agar jurnalis tidak melampaui perannya dan tidak berlaku sewenang-wenang,
yang mana ketika berita sampai di tangan masyarakat, harapannya tidak menjadi suatu
bahan untuk memprovokasi masyarakat serta menggiring opini negatif di tengah
kehidupan berbangsa dan bernegegara. Namun tak sedikit pula yang beranggapan buruk
atas adanya batasan yang ada, sebab kelompok ini beranggapan bahwa regulasi yang
diperuntukan sebagai batasan jurnalis dalam bertindak justru menjadi momok
menakutkan bagi jurnalis itu sendiri, sebagai contoh, selama sepuluh tahun (2008 –
2018) telah tercatat 245 laporan kasus ITE yang di antaranya terdapat upaya
pemidanaan terhadap 14 (empat belas) jurnalis dan 7 (tujuh) media dengan pasal karet
undang-undang tersebut. Hal ini menimbulkan persepsi seolah penulisan yang baik tiada
artinya jika melewati kaidah hukum yang berlaku.