Anda di halaman 1dari 8

Juli 2020 13

No. : 041/SPm/Pan-DJW/LPMGK-FHUNDIP/VII/2020
Lamp. : 1 (satu) berkas
Hal : Permohonan Delegasi

Yth. Ketua LPM DINAMIKA


Institut Agama Islam Negeri Salatiga

Dengan hormat,
Sehubungan dengan akan diadakannya program kerja dari Lembaga Pers Mahasiswa
Gema Keadilan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yaitu Diponegoro Journalist Week
2020 dengan tema “Gema Pers Tanah Air dalam Menyuarakan Aspirasi Rakyat” yang akan
diselenggarakan pada:

hari, tanggal : Jumat – Minggu, 30 Oktober – 1 November 2020


waktu : 08.00 – 16.00 WIB
tempat : Aplikasi Meeting Online
Maka kami selaku panitia memohon partisipasi dari LPM DINAMIKA untuk mengirimkan
delegasinya minimal 1 orang untuk mengikuti kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut
Nasional.
Demikian undangan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan
terima kasih.

Hormat Kami,
Pemimpin Umum
LPM Gema Keadilan
Fakultas Hukum 2020 Ketua Pelaksana

Kornelius Yosua Dimas Nugroho Ayu Putri Sekarfajarwati


NIM 11000117130355 NIM 11000118120024
Lampiran
DIPONEGORO JOURNALIST WEEK 2020
LPM GEMA KEADILAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO

GAMBARAN UMUM

Diponegoro Journalist Week 2020 atau yang kerap dikenal dengan DJW 2020,
merupakan kegiatan yang diadakan dua tahunan sekali oleh Lembaga Pers Mahasiswa
Gema Keadilan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dengan ciri khas
kejurnalistikannya. Mengingat minat yang tinggi dari para peserta di seluruh Indonesia
dalam mengikuti kegiatan ini, menunjang untuk dikembangkannya Diponegoro Journalist
Week menjadi kegiatan yang tidak hanya mencakup pelatihan jurnalisti k, tetapi juga
mewadahi hasrat para pelajar dan mahasiswa / mahasiswi yang memiliki potensi baik
akademik maupun non-akademik. Semua pelajar dan mahasiswa / mahasiswi di seluruh
Indonesia dapat berkompetisi dalam rangka mengasah kemampuan yang dimiliki serta
sebagai bentuk pelatihan agar mampu bersaing dengan lawan-lawannya baik di tingkat
Regional maupun Nasional, dengan diselenggarakannya Kompetisi Esai Nasional
Diponegoro Journalist Week 2020.
Kompetisi esai merupakan suatu ajang intelektual yang terdiri atas para pelajar
serta mahasiswa / mahasiswi yang terdaftar di seluruh Sekolah maupun Perguruan
Tinggi di Indonesia. Yang mana dibedakan atas kategori pelajar dan kategori mahasiswa.
Dengan harapan kemampuan mereka akan melahirkan kemenangan sebagai wakil dari
masing-masing instansinya di ajang Nasional.
Maka dari itu, kami berinisiatif untuk mengadakan acara Kompetisi Esai yang
bertujuan guna memfasilitasi bibit-bibit unggul di seluruh Indonesia yang tergabung
dalam Kompetisi Esai Diponegoro Journalist Week 2020 dan menjadikannya sebagai
sarana unjuk diri dan kemampuan. Adapun subtema khusus yang telah ditetapkan
sebagai bahan dalam kompetisi esai ini, sebagai berikut:
1. Belenggu Hukum dalam Jurnalistik
2. Harkat dan Martabat Pers dalam Menghadapi Krisis Jati Diri

Kedua subtema tentunya memiliki banyak makna. Apabila dijabarkan, akan


melahirkan banyak ide maupun analisis permasalahan. Melalui lampiran kajian tema ini,
diharapkan para peserta dapat memiliki gambaran yang jelas terkait arah pembahasan
dalam karya esainya, agar sejalan dengan tema yang telah ditentukan.
KAJIAN TEMA
KOMPETISI ESAI
“BELENGGU HUKUM DALAM JURNALISTIK”

Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik, yang


menetapkan kedaulatan berada di tangan rakyat dengan berpegang pada Undang-Undang
Dasar sebagai landasan pelaksanaannya, menjadikan Indonesia tunduk sebagai negara
hukum. Semua terserap dalam konstitusi negara kita, Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Berbicara mengenai hal di atas, rakyat sebagai pemegang kedaulatan diberikan


hak yang termaktub di berbagai macam aturan sebagai konsekuensi status negara
hukum. Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di dalam kesepakatan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), melindungi setiap hak asasi manusia. Dimana beberapa hak tersebut
meliputi; hak kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers.

Berbagai pertanyaan mulai muncul terkait hak atas pers. Hak tersebut
diperuntukkan agar terwujudnya Kemerdekaan Pers, yang mana sebagai warga negara
Indonesia, sadar akan keragaman masyarakat, kepentingan sosial, tanggung jawab sosial,
serta norma-norma yang ada merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.
Sehingga pers hadir sebagai wadah bagi masyarakat guna memperoleh informasi dan
komunikasi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia itu sendiri.

Akibatnya, pemerintah kemudian membuat berbagai regulasi atas itu, salah


satunya ialah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Undang-undang ini
merupakan bukti dari adanya keterikatan antara hukum dengan jurnalistik. Jika kembali
mengingat ketika masa orde baru, peran jurnalis banyak dibatasi. Kala itu, agar sebuah
berita bisa diterbitkan, para jurnalis dipaksa mengikuti kemauan pemerintah dengan
mengabaikan kode etik yang ada. Betapa terbelenggunya peran jurnalis kala itu, padahal
sebagai jurnalis, mereka harus independen untuk menjadi alat pengontrol sosial. Sampai
pada masa reformasi, masa dimana keadaan mulai berbalik dengan adanya berbagai
tuntutan kebebasan pers yang mulai disuarakan.

Berawal dari sana, kini di era modern, masyarakat kian terbuka dan memahami
peran jurnalis yang menjadi salah satu alat pengontrol sosial. Berita yang dihasilkannya
bisa menjadi jembatan penghubung antara pemerintah dan masyarakat. Namun
kebebasan yang ada bukan berarti tidak ada batasan sama sekali. Batasan tetap ada dan
dibuat sebagai konsekuensi Negara Indonesia sendiri sebagai negara hukum. Sehingga,
ketika seorang jurnalis menjalankan tugas dan perannya, mereka tetap memiliki batasan-
batasan tertentu atas itu. Salah satunya ialah adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2018 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Batasan yang telah dibuat oleh pemerintah memiliki banyak arti dan pandangan
yang muncul di masyarakat. Sebagian memandang batasan-batasan tersebut memiliki
arti baik agar jurnalis tidak melampaui perannya dan tidak berlaku sewenang-wenang,
yang mana ketika berita sampai di tangan masyarakat, harapannya tidak menjadi suatu
bahan untuk memprovokasi masyarakat serta menggiring opini negatif di tengah
kehidupan berbangsa dan bernegegara. Namun tak sedikit pula yang beranggapan buruk
atas adanya batasan yang ada, sebab kelompok ini beranggapan bahwa regulasi yang
diperuntukan sebagai batasan jurnalis dalam bertindak justru menjadi momok
menakutkan bagi jurnalis itu sendiri, sebagai contoh, selama sepuluh tahun (2008 –
2018) telah tercatat 245 laporan kasus ITE yang di antaranya terdapat upaya
pemidanaan terhadap 14 (empat belas) jurnalis dan 7 (tujuh) media dengan pasal karet
undang-undang tersebut. Hal ini menimbulkan persepsi seolah penulisan yang baik tiada
artinya jika melewati kaidah hukum yang berlaku.

Dengan adanya berbagai pandangan terkait hukum dengan jurnalistik. Diharapkan


penulisan esai yang dihasilkan dapat menjadi titik awal peningkatan daya karya tulis
dalam bidang jurnalistik bagi peserta. Yang mana peserta dapat menganalisis apakah
hukum yang ada membuat peran pers menjadi terarah atau justru menjadi masalah.
“HARKAT DAN MARTABAT PERS DALAM MENGHADAPI KRISIS JATI DIRI”

Kedudukan pers dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah memegang


posisi kunci. Pers turut mengiringi perjuangan bangsa Indonesia untuk mengobarkan
semangat kemerdekaan. Tanpa adanya pers, perjuangan dalam membangkitkan
semangat kebangsaan bangsa Indonesia tidak pernah terwujud. Salah satu perwujudan
kemerdekaan negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dewasa ini, perangkat serba digital menjadi hal yang semakin lumrah ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari. Perangkat tersebut ditujukan untuk mempermudah
kehidupan pemakainya, misalnya untuk mendapatkan informasi, berkomunikasi, maupun
tugas personal seperti mencatat memo. Dengan perangkat yang selalu tersedia di tangan,
bukan hal sulit untuk selalu mendapatkan informasi yang terjadi di sekitar kita, baik
dalam skala daerah sampai multinasional.
Pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) telah
membawa jurnalistik ke suatu tingkat yang luar biasa, sehingga mampu menyajikan
informasi terkini dengan selang waktu yang sedemikian cepat, dengan tidak terbatas
pada tempat dan waktu. Dengan kata lain, dunia jurnalistik sedang merasakan hilangnya
dimensi ruang dalam penyampaian informasi, yang bukan saja membawa kemajuan
besar, tapi juga menampangkan kebobrokan pers yang kian lama kian terlihat
keburukannya.
Judul berita provokatif seringkali kita temukan di media massa saat ini, terkhusus
pada platform media mainstream. Tak jarang pula kita membaca isi berita yang penuh
unsur kebencian, jauh menyimpang dari kode etik jurnalistik. Fenomena seperti
wartawan amplop, kepentingan konglomerasi media, menjauhkan profesi mulia pers
dalam menyampaikan informasi yang akurat kepada masyarakat. Nama baik pers yang
menjadi pahlawan suara rakyat sedari dulu, kian sirna dan kabur. Terlampau banyak
produk pers yang mencederai kepercayaan rakyat, pun sudah terlalu banyak pejuang
pers yang tidak diperlakukan sebagaimana mestinya; mulai dari penyerangan,
perampasan media untuk meliput, sampai hal ekstrem seperti penyanderaan, walau
slogan kebebasan pers telah digaungkan semenjak era reformasi. Ke hiruk-pikukan dunia
pers menjadikannya seakan kehilangan harga diri, jauh dari harapan.
Tantangan yang tidak ada habisnya sebenarnya sudah direspon oleh Dewan Pers
lewat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) semenjak 2017 silam, guna menyaring para
wartawan dan pejuang pers “sungguhan”. UKW diharapkan mampu menjadi beban
tambahan bagi pejuang pers dalam menjadi jembatan informasi yang kredibel dari dan
oleh masyarakat sehingga semakin berkurangnya angka pelanggaran Kode Etik
Jurnalistik yang terjadi di lapangan. Hal ini tak lain adalah demi mewujudkannya pers
yang sehat, yang berarti pers yang mentaati Undang-Undang dan Kode Etik
Jurnalistik[ CITATION Mac17 \l 1033 ]. Dengan pers yang sehat, pejuang pers niscaya akan
memiliki harkat dan martabat yang utuh, sebagaimana yang dijamin dalam Kode Etik
Jurnalistik itu sendiri.
Penulisan esai dengan tema ini diharapkan dapat mewujudkan kesadaran pejuang
pers untuk berpegang teguh kepada kode etik dan menciptakan iklim pers yang sehat.
Secara tidak langsung, hal ini juga merupakan dukungan moril kepada teman-teman pers
yang menerima perlakuan tidak baik selama menjalankan tugas, serta menyalakan
kembali api perjuangan pers yang sudah mulai padam. Pejuang pers harus tetap menjadi
penyambung informasi yang dipercaya oleh masyarakat untuk membangun sebuah
peradaban yang melek informasi dan transparan. Dengan hal-hal tersebut, maka harapan
untuk memulihkan jati diri pers akan terwujud.

Anda mungkin juga menyukai