Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Regional

wilayah Kabupaten Gowa yang secara geografis terletak antara 11902154 BT -


12000154 BT dan 50520 LS - 503410LS, seluas 1.883,33 km2. Secara
administratif wilayah Kabupaten Gowa berbatasan sebelah utara dengan kota Makassar dan
Kabupaten Maros, sebelah timur dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan
Kabupaten Jeneponto, sebelah selatan dengan Kabupaten Jeneponto dan Takalar, dan sebelah
barat dengan Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Ketinggian wilayah ini berkisar antara
5m sampai 2.830m dari muka laut. Kisaran suhu rata-rata maksimum bulanannya antara
280C sampai 320C. Secara keseluruhan, curah hujan rata-rata tahunan di daerah penyelidikan
berkisar antara 2.196 mm sampai 2.598 mm.

Gambar 1. Peta administrasi Kabupaten Gowa

Secara geologi daerah ini tersusun oleh batuan-batuan sediment dan terobosan
Formasi Camba yang berumur Tersier, batuan gunungapi dan terobosan yang termasuk dalam
kelompok batuan Gunungapi Baturappe-Cindako berumur Tersier, batuan Gunungapi
Lompobatang yang berumur Kuarter, serta endapan alluvial. Daerah dataran yang merupakan
daerah terendah di atas permukaan laut, umumnya ditempati oleh endapan alluvial.
Kelompok batuan Formasi Camba dan batuan gunungapi Tersier umumnya menempati
daerah perbukitan dan hanya sebagian kecil yang berada di daerah dataran serta di daerah
dataran bergelombang; sedangkan daerah pegunungan yang merupakan bagian tertinggi
dalam wilayah Kabupaten Gowa tersusun oleh batuan gunungapi Kuarter.
Daerah dataran yang umumnya tersusun oleh endapan alluvial merupakan wilayah air
tanah produktivitas sedang-rendah. Sedangkan daerah yang tersusun oleh batuan sedimen
Formasi Camba dan Batuan Gunungapi termasuk batuan terobosan berumur Tersier
merupakan wilayah airtanah dengan produktivitas sangat rendah hingga langka airtanah.
Daerah pegunungan termasuk wilayah air tanah produktivitas sedang kecuali sebagian daerah
di sekitar puncak merupakan wilayah air tanah langka.

Bahan galian berupa pasir dan lempung banyak ditambang di daerah dataran terutama
di daerah Bajeng, sedangkan sirtu di daerah lembah sungai Jeneberang di bagian hulu
bendung Bili-Bili. Daerah bergelombang sering dibuat menjadi lebih landai bahkan datar
dengan menggalinya sebagai tanah urug dan batubelah terutama di daerah yang tersusun oleh
endapan gunungapi Tersier. Formasi Camba oleh para peneliti sebelumnya diinformasikan
mengandung lapisan tipis batubara, sedangkan intrusi batuan gunungapi Baturappe-Cindako
antara lain menghasilkan mineralisasi logam mulia. Dari segi kebencanaan, daerah
Kabupaten Gowa ini tidak termasuk daerah yang rawan gempa bumi karena kondisi geologi
lokal dan posisi tektoniknya yang jauh dari zona-zona sumber gempabumi. Daerah ini juga
aman dari bencana gunungapi karena gunungapi terdekat yaitu Lompobattang sudah
termasuk kategori padam. Namun beberapa tempat termasuk sangat rawan terhadap bencana
gerakan tanah seperti di sebagian lereng gunung Bawakaraeng dan sebagian daerah
perbukitan yang terjal. Selain itu daerah lembah sungai Jeneberang juga rawan terhadap
bencana banjir bandang. Analisis Geologi Lingkungan dan skoring setiap komponen geologi
lingkungan yang dimiliki oleh semua daerah dan dianggap berpengaruh terhadap
pengembangan wilayah menunjukkan nilainya berkisar antara 33-62 atau kurang leluasa
hingga cukup leluasa untuk dikembangkan, kecuali daerah tertentu yang tersisihkan
merupakan daerah yang tidak layak kembang. Daerah yang cukup leluasa untuk
dikembangkan direkomendasikan sebagai kawasan budidaya umum utamanya pertanian
tanaman pangan semusim dan pengembangan kawasan non pertanian seperti pemukiman,
perkantoran dan perdagangan. Sedangkan sebagian besar daerah yang agak leluasa lainnya
dan daerah yang kurang leluasa untuk dikembangkan merupakan daerah yang
direkomendasikan sebagai kawasan budidaya terbatas umumnya pertanian (termasuk hutan).
Adapun daerah yang tidak layak kembang maka direkomendasikan sebagai kawasan lindung.
Daerah yang cukup leluasa untuk dikembangkan sebagian besarterletak di dataran
Sungguminasa - Takalar, sedangkan yang tidak layak menempati daerah di sekitar puncak
perbukitan dan pegunungan terjal, sempadan sungai, waduk/danau dan mata air.

II.2 Genesa Pembentukan Mineral Primer dan Sekunder

Mineral dapat didefenisikan sebagai bahan alam homogen dari senyawa anorganik
asli, mempunyai susunan kimia tetap dan susunan molekul tertentu alam bentuk geometrik
(Darmawijaya, 1990). Berdasarkan perkembangannya, para ahli ilmu pengetahuan tanah
membedakan dua urutan mineral (pelikan) yaitu mineral primer dan mineral sekunder. Yang
dimaksud mineral primer adalah mineral asli yang terdapat dalam batuan. Pada umumnya
mineral primer terdiri dari mineral silikat yaitu persenyawaan silikon dan oksigen (SiO2),
kemudian variasinya terdiri dari mineral feldsfar yang mengandung pesenyawaan
alumunium, kalsium, natrium, besi, dan magnesium. Perubahan susunan kimia selama
pelapukan batuan dekat permukaan bumi mengubah mineral primer yang terurai dan
kemudian bersenyawa lagi membentuk mineral sekunder. Mineral sekunder adalah mineral
penting (esensial) untuk perkembangan dan kesuburan tanah (Rafii 1990).

Mineral skeletal (mineral primer) terdiri dari; a) pasir dan debu yang masing-masing
butir merupakan satu macam mineral primer; b) agregat mikro kristalin: abu volkan
(campuran berbagai mineral primer), dan chart (silika mikrokristalin; c) fragmen: pecahan
batuan, dalam ukuran pasir atau debu, terdiri dari berbagai macam mineral primer
(Hardjowigeno, 1993).

Mineral sekunder terdiri dari; a) mineral liat aluminosilikat yang mempunyai arti
lebih penting dalam tanah, menduduki hampir seluruh fraksi liat tanah mineral; b) mineral liat
Fe dan Al oksidahidrat (Mulyani dan Kartasapoetra, 2002).

Mineral liat adalah bahan anorganik filosilikat berbentuk kristal yang terjadi secara
alami ditemukan dalam tanah-tanah dan deposit-deposit dipermukaan bumi lainnya. Tidak
dibatasi oleh ukuran partikel (Lubis, 1988). Mineral liat adalah mineral yang terdapat dalam
tanah yang tersusun atas aluminasilikat bertekstur kristalin atau tanpa struktur (amorphous)
dengan unsur silikon sebagai unsur utama. Mineral liat secara umum terbentuk melalui dua
cara yaitu : rekristalin ion-ion hasil pelapukan dari mineral primer dan perubahan struktur
(transformasi) mineral primer secara langsung.

Mineral liat dibedakan atas bentuk kristalin dan amorf (non kristalin). Untuk
mengidentifikasi mineral liat dapat dilakukan dengan cara analisis difraksi sinarX, analisis
difraksi termal (DTA), analisis gravimetris termal (TGA) dan scanning elektron mikroskop
(SEM) (Munir, 1996). Mineral liat kristalin dibedakan berdasarkan jumlah lapis kristal
tetrahedron dan oktahedron, yaitu; a) tipe dua lapis (1:1) yang tersusun atas satu lapis silikat
tetrahedron dan satu lapis aluminium oktahedron; b) tiga lapis (2:1) yang tersusun masing-
masing dua lapis silikat dan aluminium tetrahedron dan satu lapis dioktahedron atau
trioktahedron; c) tipe empat lapis (2:1:1) yang tersusun masing-masing dua lapis silikat dan
aluminium tetrahedron dan oktahedron (Marpaung, 2005).

Kaolinit umumnya sebagai mineral liat 1:1 dan terbentuk dari daerah beriklim basah
dan berdrainase baik dengan lingkungan asam (Arsyad dkk, 1975). Penyelidikan terbaru
membuktikan bahwa mineral kaolinit terdiri atas tiga mineral yang diberi nama kaolinit,
nacrit, dan dickit, yang susunan kimianya identik ialah Al2O3, 2SiO2, 2H2O, tetapi berbeda
asal, reaksi terhadap panas dan sifat fisik lainnya. Kaolinit merupakan anggota terpenting
sebagai hasil pelapukan sulfat atau mengandung karbonat pada temperatur yang sedang
(Darmawijaya, 1990). Mineral liat montmorillonit tercatat memiliki sifat liat dan kohesi
tinggi, jelas berkerut jika dikeringkan, butirnya berkeping halus dan mudah didispersikan.
Hablur montmorillonit memang begitu mudah didispersikan sehingga tanah terolah baik
mengandung bahan lempung (Buckman dan Brady, 1982).

Illit berasal dari mika dengan menghilangkan K. Proses pelapukan ini lambat
sehingga sulit unuk memberi rumus umum. Ketebalan interlayer spacenya bervariasi sekitar
14 (Amerijcrx, 1985). Gibsit merupakan mineral utama pada tanah-tanah Ultisol dan
Oksisol dengan pelapukan lanjut dikawasan tropik dan subtropik, pelapukan awal mika
menghasilkan vermikulit kemudian menghasilkan smektit dan melalui proses pedogenik
menghasilkan klorit lalu membentuk kaolinit. Pembentukan kaolinit kemungkinan
menghasilkan gibsit. Pembentukan gibsit dapat terjadi dengan cepat pada saat proses
pemisahan Si dan Al (Tan, 1991).

Mineral liat non Kristal alofan merupakan tanah umum pada bahan vulkanik. Alofan
secara kolektif menyusun aluminium silikat berair dan imogolit suatu aluminosilikat pada
kristal unik (khas). Mineral ini terbentuk dari penyusun tanah liat yang paling umum meliputi
selang iklim yang luas. Alofan dan imogolit mempengaruhi sifat fisik dan kimia suatu tanah
dengan kuat, sering bertanggung jawab untuk produktifitas yang rendah dan mempengaruhi
kesesuaian dan kualitas tanah sebagai bahan bangunan (Amerijcrx, 1985).

Alofan dan imogolit sebagaimana dengan mineral liat non kristalin lainnya
mempunyai luas permukaan spesifik yang lebih besar dan reaksi kimia yang tinggi. Bahan-
bahan ini lebih banyak berpengaruh terhadap reaksi kimia. Imogolit mempunyai rasio Si dan
Al 0.5 dan mempunyai sebuah struktur berbentuk tuba dengan diameter dalam 1 nm dan
diameter liatnya 2 nm. Tuba imogolit lebih tampak jelas dibawah mikroskop elektron
transmisi daripada unit partikel dari alofan. Imogolit mempunyai sebuah struktur nesosilikat.
Imogolit terbentuk dari tanah abu vulkanik yang bercampur dengan alofan. Imogolit kurang
reaktif dengan posfat daripada alofan. Mineral liat merupakan komponen penting dalam
tanah, sehingga keberadaanya dapat menentukan sifat dan ciri tanah. Beberapa aspek penting
yang berkaitan dengan sifat mineral liat adalah a) muatan (kapasitas tukar kation), b) difusi
double layer, c) mengembang dan mengkerutnya tanah, dan d) konsistensi tanah (Munir,
1996).

DAPUS

Rafii, S. 1990. Ilmu Tanah. Angkasa. Bandung. 84 Hal.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akapres. Jakarta. 273 Hal.

Tan, K. H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. UGM Press. Yogyakarta. Terjemahan: D. H. Goenadi. 259
Hal.

Munir, M. 1995. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta. 345 Hal.

Buckman dan Nyle.C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta

Mulyani, M. S., dan A. G. Kartasapoetra, 2002. Pengantar Ilmu Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta

Amerijcrx, J. B., 1985. General Pedology. International Training Centre for Post Graduate Soil
Scientists. State University Gent, Belgium.

Darmawijaya, I., 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Marpaung, P., 1992. Pola Distribusi Mineral Liat Dalam Dua Pedon Berbahan induk Liparit dan
Andesit.. DEPDIKBUD Universitas Sumatera Utara, Medan

Anda mungkin juga menyukai