1. Kultur Meristem, menggunakan jaringan (akar, batang, daun) yang masih muda.
KULTUR MERISTEM
Meristem merupakan kumpulan sel-sel yang aktif membelah pada tempat tertentu pada
tanaman, dimana sel-sel tersebut akan membentuk sistem jaringan secara permanen
seperti akar, tunas, daun, bunga dan lain-lain. Sel-sel jaringan meristem mempunyai
kemampuan embrionik yang dapat membelah tanpa batas untuk membentuk jaringan
dewasa untuk kemudian menjadi organ-organ tanaman.
Bentuk dan ukuran titik tumbuh meristem berbeda antara tanaman yang satu dengan
lainnya tergantung kelompok tanaman secara taksonomik. Meristem pada tunas tanaman
yang tergolong dikotil mempunyai lapisan sel-sel yang membentuk kubah yang sel-
selnya aktif membelah berukuran diameter sekitar 0.1-0.2 mm dan panjang 0.2-0.3 mm.
Meristem tidak mempunyai vaskuler yang terhubung dengan jaringan phloem dan xylem
pada batang. Dibawah sel meristem terdapat sel-sel yang membelah dan memanjang yang
berkembang menjadi primordia daun.
Kultur meristem merupakan salah satu metoda dalam teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan berupa jaringan meristematik baik meristem pucuk terminal atau
meristem dari tunas aksilar. Tujuan utama aplikasi kultur meristem adalah mendapatkan
dan memperbanyak tanaman yang bebas virus (eliminasi virus dari bahan tanaman).
Kultur meristem sebagai metoda untuk perbanyakan tanaman yang bebas virus sudah
secara luas diaplikasikan terutama pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada
umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan
pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat
dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman
donornya (Gunawan, 1988). Jaringan meristem merupakan jaringan vegetatif sehingga
plantlet yang dihasilkannyapun merupakan suatu klon. Oleh karena itu kelompok
tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem sering disebut mericlone.
Morel dan Martin (1952) merupakan orang pertama yang berhasil menumbuhkan
meristem tanaman dahlia yang terserang virus dan memperoleh tanaman yang bebas
virus. Setelah itu penggunaan kultur meristem terhadap berbagai jenis tanaman banyak
dikembangkan. Pada tahun 1960 Morel berhasil memperbanyak tanaman Cymbidium
yang bebas virus. Dari hasil perbanyakan kultur meristem anggrek tersebut, Morel
menemukan pembentukan kalus terlebih dahulu. Dan dari kalus tersebut kemudian
membentuk struktur yang serupa dengan perkembangan awal dari perkecambahan biji
anggrek sebelum menjadi tanaman. Struktur tersebut disebut dengan protocorm.
Protocorm akan memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru apabila
ditumbuhkan pada media tumbuh yang sama dan akan tumbuh menjadi tanaman lengkap
(plantlet) apabila dipindahkan ke media pendewasaan dan perakaran.
Berbeda dengan Morel yang telah berhasil mengklonkan tanaman anggrek melalui
protocorm, Hussey dan Stacey (1960) memperbanyak tanaman kentang secara massal
yang bebas virus melalui subkultur tunas aksiler secara berulang. Eksplan tunas kentang
yang sudah bebas virus dijadikan eksplan awal ditumbuhkan pada media perbanyakan
yang menghasilkan tunas dengan buku-buku yang mengandung tunas ketiak disetiap
bukunya. Tiap bulan dapat dihasilkan rata-rata 3-5 buku. Setiap empat minggu buku-
buku tersebut dipotong untuk dikulturkan ke media baru. Setelah empat minggu
dipotong-potong lagi. Demikian seterusnya sehingga dalam satu tahun dapat dihasilkan
jutaan tanaman.
Keberhasilan kultur meristem tergantung pada beberapa faktor, diantaranya media kultur,
keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik tumbuh. Sering terjadi bahwa jaringan
meristem yang ditanam tidak menunjukkan proses morfogenesis, hal ini disebabkan sel-
sel dari eksplan tidak mengadakan pembelahan dan berdiferensiasi. Jaringan meristem
merupakan jaringan yang sel-selnya aktif membelah, biasanya jaringan ini akan
mempunyai daya hidup yang lebih besar dan dapat beregenerasi dengan baik apabila
ditanam bersama dengan daun primordianya. Akan tetapi lebih disarankan apabila
tujuannya untuk mendapatkan tanaman bebas virus sebaiknya meristem ditanam tanpa
disertakan daun primordia.
Perbanyakan tanaman kentang melalui kultur meristem untuk eliminasi virus dapat
dicontohkan seperti yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)
Lembang yaitu sebagai berikut:
Sebagai sumber eksplan adalah tunas-tunas yang tumbuh dari umbi berukuran 3-5 cm.
Titik tumbuh / jaringan meristem yang diambil berukuran 0.25-0.4 mm dengan
menggunakan skalpel atau jarum. Pengambilan meristem dilakukan dibawah mikroskop
binokuler (pembesaran 25-40 kali) dalam lingkungan steril (dalam laminar airflow).
Meristem ditanam secara in vitro pada media dasar MS yang ditambah suplemen sukrosa
30 g/l, myo-inositol 100 mg/l, GA3 0.1-0.25 mg/l, agar 7 g/l, pH 5.6-5.7. Biakan
kemudian diinkubasi di ruang kultur dengan suhu 20-22oC, dengan diberi penerangan
1000-2000 lux selama 16 jam per hari. Subkultur dilakukan setelah jaringan meristem
tumbuh dan berkembang menjadi plantlet. Pada umumnya jaringan meristem akan
tumbuh dan berkembang menjadi plantlet setelah 3-6 bulan stelah tanam. Plantlet
kemudian diperbanyak dengan metoda penanaman stek satu buku pada media MS yang
diperkaya air kelapa 100 ml/l, gula 30 g/l, GA3 0.15 mg/l, agar 7 g/l, pH 5.7. Biakan
disimpan pada kondisi yang sama dengan kultur meristem. Stek mikro tersebut umumnya
dapat diperbanyak kembali setelah berumur 3-5 minggu (Gambar F-6.3).
Kultur Embrio
Pada program pemuliaan tanaman, biasanya dilakukan persilangan buatan antara tanaman
induk (P) untuk menghasilkan hibrid baru. Persilangan buatan lebih mudah berhasil bila
dilakukan antar tanaman dengan hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk memperoleh
sifat-sifat yang diinginkan, seringkali penyilangan dilakukan dengan tanaman liar atau
bahkan persilangan dengan varietas yang berbeda bila sifat-sifat tersebut tidak terdapat
pada kerabat dekatnya.
Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali
dijumpai permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum matang,
terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang
kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena
embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali
tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan dan
ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan
menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan
sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue).
Selain teknik penyelamatan embrio ini dikenal juga teknik kultur embrio (embryo
culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis. Aplikasi
kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi untuk
mempercepat program pemuliaan serta perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah
secara alami, misalnya anggrek.
Embryo Culture atau kultur embrio adalah isolasi steril dari embrio muda (immature
embryo) atau embrio dewasa/tua (mature embryo) secara invitro dengan tujuan untuk
memperoleh tanaman yang lengkap. Embrio culture adalah salah satu teknik kultur
jaringan yang pertama kali berhasil, sejarahnya:
2. Tahun 1924 adalah saat pertama kali dilakukan penelitian untuk memecahkan masalah
dormansi biji secara invitro pada embrio Linum
3. Tahun 1933 Tuckey berhasil memperoleh tanaman dari immature embryo buah batu.
Kultur embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan seksual antara spesies
atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal karena embrio hibridanya
mengalami keguguran. Kultur embrio telah digunakan untuk menghasilkan hibrida untuk
beberapa spesies tanaman. Media kultur embrio mencakup garam-garam anorganik,
sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan
seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda membutuhkan media yang lebih kompleks
dibandingkan dengan embrio yang lebih tua. Perpindahan embrio dari lingkungan normal
dalam biji akan mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus
(Nasir, 2002).
Kultur embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam
beberapa hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah
pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat
diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan
menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio adalah
untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat serangan hama
dan penyakit (http://www.fp.unud.ac.id, 2010).
Proses perkecambahan pada kultur embrio dimulai dari Benih menyerap air melalui testa,
Embrio mengalami imbibisi, membengkak, pembelahan sel dimulai, dan embrio
menembus kulit biji, Protocorm terbentuk dari massa embrio, Diferensiasi organ dimulai
dg pembentukan meristem tunas & rhizoid, Jika ada cahaya, daun terbentuk, diikuti oleh
akar sejati. Rhizoid & protocorm tidak berfungsi lagi dan terdegenerasi (Slater et.al.,
2003).
Faktor yang mempengaruhi kesuksesan kultur embrio adalah (Zulkarnain, 2009) :
Genotipe : Pada suatu spesies, embrio mudah diisolasi dan tumbuh, sementara
tanaman lain susah
Kondisi media kultur embrio harus diperhatikan, seperti Hara makro dan mikro, Ph 5.0
6.0, Sukrosa sbg sumber energi. Embrio belum matang perlu 8 12%, matang perlu 3%,
Auksin dan sitokinin tidak diperlukan. GA untuk memecahkan dormansi, Vitamin
(optional), Senyawa organik (opt), air kelapa, casein hydrolisate, glutamin (penting)
(Luri, 2009).
Kultur embrio adalah kultur jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa
embrio tanaman. Embrio tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan kalus dari embrio yang
digunakan. Embrio diharapkan tetap mempertahankan integritasnya dan tumbuh menjadi
tanaman. Kultur embrio ditujukan untuk membantu perkecambahan embrio menjadi
tanaman lengkap (George and Sherrington, 1984).
Embrio yang dikulturkan harus berada dalam kondisi Menunjukkan masa dormansi yang
panjang, Embrio hibrida hasil penyilangan interspesifik yang tidak kompatibel dengan
endospermnya, Embrio dengan endosperm yang rusak seperti kelapa kopyor, Embrio
tanpa endosperm seperti pada anggrek. 2 macam kultur embrio: Kultur embrio yg belum
matang, utk mencegah keguguran : embryo rescue, Kultur embrio matang, utk
merangsang perkecambahan : embryo culture. Isolasi secara steril embrio matang
ataupun belum matang, dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel (Wetter dan
Constabel, 1991).
Protoplas adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian dinding selnya atau sel
tumbuhan telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel.
Kultur ptotoplasma dilakukan melalui secara bertahap mulai dari persiapan eksplan dan
isolasi protoplasma diikuti dengan penanaman. Mutasi protoplasma dapat dilakukan
dengan menambahkan senyawa mutagen ke dalam media tanam atau dengan
memperlakukan protoplasma dengan senyawa mutagen tersebut. Silangan somatik
dilakukan dengan cara penggabungan dua buah protoplama segera setelah isolasi
kemudian ditumbuhkan. Prosedur kultur protoplasma secara umum adalah sebagai
berikut:
Persiapan eksplan.
Jaringan tanaman yang digunakan untuk isolasi protoplasma ini beragam, umumnya
jaringan yang lebih muda dan berasal dari tanaman yang mempunyai umur fisiologis
muda, seperti pucuk muda (seperti dari kecambah, bibit, plantlet), pucuk adventif hasil
pangkasan. Protoplasma dari sel jaringan tersebut lebih mudah diisolasi protoplasmanya
karena dinding selnya masih sederhana dan hanya terdiri dari dinding sel primer saja dan
jaringannya masih memiliki sel-sel parenkim (dindingnya belum berlignin). Selain itu,
ada juga yang menggunakan jaringan yang telah dewasa, namun media untuk isolasi
protoplasma dari jaringan ini lebih kompleks karena dinding selnya telah berlignin, telah
memiliki dinding sel primer dan dinding sel sekunder.
Sterilsasi eksplan.
Bagian tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan terlebih dahulu dicuci kemudian
disterilkan, umumnya menggunakan sodium hypoklorit 1 2 % selama 10 30 menit
tergantung jenis eksplan yang digunakan. Eksplan tersebut selanjutnya dicuci dengan air
steril (3 4 kali) untuk mencuci sisa sodium hipoklorit pada eksplan.
1. Isolasi Protoplasma.
o Metode mekanikal.
Isolasi protoplasma menggunakan metode ini dikenalkan pertama kali oleh Klercker pada
tahun 1892. Isolasi protoplasma dilakukan dengan cara mengupas dinding sel
menggunakan alat bedah mikro. Metode ini telah berhasil mengisolasi protoplasma dari
daun Saintpaulia ionantha dan dikulturkan hingga tumbuh kalus. Kelebihan dari metode
ini adalah bila sel yang digunakan mempunyai vakuola sel yang relatif besar sedangkan
kelemahannya adalah:
1) Keberhasilannya rendah
o Metode enzimatik
Alat-alat yang digunakan untuk isolasi dan kultur ptotoplasma adalah sebagai berikut :
Laminar air flow cabinet, Centrifuge, Inverted microscope, Gyratory shaker, Magnetic
stirrer + hot plate. pH meter, Saringan stainless stell (lubang 60 70 m), Bacterial
filter, Nalgene filter unit 0,22 m, Millex filter unit 0,45 m, Spet dan jarum, Piset dg
ujung runcing + pisau kultur, Pipet 5 ml berujung lebar, Pipet pastur 2 ml, Petri dish,
Gelas beker Parafilm/plastic wrapp .