Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Influenza burung, atau Avian influenza,merupakan penyakit infeksi akibat
virus influenza tipe A yang biasa mengenai unggas. Semua subtipe dari virus
influenza A ini dapat menginfeksi burung unggas yang merupakan penjamu
alaminya. Subtipe yang lazim dijumpai manusia adalah dari kelompok H1, H2,
H3, serta N1 dan N2 disebut human influenza. (Sudoyo,2009) Penyebab
kehebohan influenza atau avianin fluenza adalah virus influenza A subtipe
H5N1 yang secara ringkas disebut H5N1. Di Indonesia telah ditemukan kasus
flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia merupakan negara
kelima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Hingga
pada tanggal 5 agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus H5N1 pada manusia
yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR.
Sementara itu mengenai penularan dari manusia ke manusia masih mungkin
didasrkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi pada kasusu influenza pada satu
keluarga. Hingga paa agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian
influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan ungags
yang terkena wabah. ( Sudoyo, 2009).

Diawal kurun waktu 2004-2005 hingga berlangsung terus sampai saat ini,
dunia dengan perantara media masa diributkan oleh pengembangan wabah flu
burung yang terjadi hampir secara merata diseluruh penjuru dunia dengan
wabah flu musiman misalnya yang menyerang sekelompok entitas tertentu
seperti wabah flu yang mengyerang para penghuni panti jompo. salah satu sifat
utama virus avian influenza adalah airbone infection,penularan melalui udara
dengan cepat mencapai selaput lendir disaluran pernafasan . ketika virus sudah
berada di selaput lendir hidung, tenggorokan, paru-paru ia akan cepat
memperbanyak diri dan mengeluarkan partikel-partikel halus yang siap untuk
dilepaskan keluar ketika penderita bersin,batuk, bicara. Salah satu penelitian
menemukan bahwa kecepatan pelepasan partikel itu dapat mencapai 80 ml/jam
(setara dengan 120 km/jam). (Tamher, 2008)
Pencegahan yang dilakukan dengan jalan pemberian vaksin (vaksinasi) atau
imunisasi. Mengenai vaksin ini, telah dibuat, dikembangkan dan digunakan
beberapa jenis vaksin untuk mencegah berjangkitnya Flu Burung, khususnya
vaksin unggas. Mengenai vaksin flu burung ditemukan dan di kembangkannya
vaksin baru oleh para ahli dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB (Institusi
Pertanian Bogor) bekerja sama dengan ahli dari Shigeta Pharmaceutical,
perusahaan farmasi jepang. Vaksin pertama di dunia menggunakan
bioteknologi rekayasa genetika yang dikenal dengan reserse genetic. Yakni
vaksin untuk unggas dan kucing. Vaksin temuan IPB-SHIGETA diklaim
sebagai vaksin paling aman dan efektif untuk digunakan di Indonesia dan di
dunia saat ini (Atmawinata, 2006).

Oleh karena ini berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut mengenai penyakit flu burung dalam mata kuliah KMB I agar
penulis dan rekan-rekan tenaga kesehatan lainnya mampu mencegah terjadinya
penularan penyakit oleh Avian Influenza membahayakan kesehatan dan
keselamatan manusia.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Tujuan Umum:
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang penularan flu burung.
2. Tujuan Khusus:
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa/i
mampu:
a. Menjelaskan definisi flu burung.
b. Menjelaskan etiologi flu burung.
c. Menjelaskan patofisiologi flu burung.
d. Menjelaskan manifestasi flu burung.
e. Menjelaskan komplikasi flu burung.
f. Menjelaskan penatalaksanaan medis flu burung.
g. Menjelaskan asuhan keperawatan flu burung.
C. Ruang Lingkup
Asuhan Keperawatan pada klien Ny. A dengan avian influenza diruang mawar
RS. Pertamina Jakarta dari tanggal 28 Juli sampai dengan 01 Agustus tahun
2016.
D. Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam makalah ini adalah :
1. Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun
informasi di internet
2. Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada Dosen
Pembimbing Konsultasi dan teman teman yang mengetahui informasi yang
diperlukan.

D. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini penulis membagi bahasan menjadi IV BAB.


Pada setiap BAB tersebut akan dibahas saling berkaitan, antara lain sebagai
berikut :

BAB I PENDAHULUAN

terdiri dari Latar belakang, Tujuan, Metode, dan Sistematika


penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI

Berisi tentang definisi flu burung, etiologi flu burung, patofisiologi


flu burung, komplikasi flu burung, penatalaksanaan medis flu
burung, asuhan keperawatan flu burung.

BAB III PENUTUP

terdiri dari kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Sistem Pernafasan
Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas.
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfir, kemudian
oksigen masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut,
faring, laring dan selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti
trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Prgan pernapasan bagian atas
berfungsi selain untuk jalan masuknya udara ke organ pernapasan bagian
bawah juga untuk pertukaran gas dan berperan dalam proteksi terhadap benda
asing yang akan masuk ke pernapasan bagian bawah, menghangatkan, filtrasi
dan melembabkan gas. Sedangkan, fungsi organ pernapasan bagian bawah
disamping tempat untuk masuknya oksigen juga berperandalam proses difusi
gas (Aryani, Tarwoto, & Wartonah, 2009).

1. Hidung
Hidung merupakan organ utama saluran pernapasan yang berfungsi sebagai
jalan masuk dan keluarnya udara melalui proses pernapasan. Selain itu hidung
juga berfungsi untuk mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk,
sebagai filter dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk
resonansi suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius (Aryani, Tarwoto, &
Wartonah, 2009).
a. Struktur hidung
Menurut Syaifuddin (2011) tulang rawan epithelium dan lamina propia
keduanya saling berkaitan, dianggap sebagai bagian fungsional mukosa
terbanyak yang berasal dari rongga hidung. Lamina propia mengandung
banyak arteri, vena, dan kapiler yang membawa nutrisi dan air yang
dikeluarkan oleh sel. Rangka hidung dibentuk oleh :
1) Bagian atas oleh lamina kribosa ossis etmoidalis dan parsnasalis kavis
frontalis
2) Dinding lateral oleh tulang keras dan tulang rawan
3) Sekat hidung (septum nasi) oleh tulang karang dan tulang rawan

Sekeliling dinding sebelah dalam terdapat ruang-ruang udara di dalam ruang


tulang kepala yang disebut sinus paranasalis, terdiri dari:
1) Sinus fenoidalis, terletak dibagian belakang kranial hidung di dalam
corpus stenoidalis bermuara ke rongga hidung bagian belakang.
2) Sinus etmoidalis, tedapat dalam pars labirinitus ossis etmoidalis
3) Sinus frontalis, terletak pada infundibulum meatus nasi media
4) Sinus maksilaris (Antrum hiqmori) terdapat pada dinding lateral hidung.
Corpus maksilaris bermuara di hiatus maksilaris ke rongga hidung
hiatus semilunaris media.

Gambar 1. Anatomi hidung


Sumber : http://www.tarencotta.com/info/arti-fungsi-serta-bagian-dari-hidung/

2. Faring
Menurut Syaifuddin (2011) faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput
kedudukannya tegak lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI .
a. Struktur faring
Diantara basis kranii dan esofagus berisi jaringan ikat digunakan untuk
tempat lewat alat-alat di daerah faring. Daerah faring dibagi atas tiga bagian
:
1) Nasofaring, terdapat di dorsal kavum nasi berhubungan dengan kavum
nasi melalui konka dinding lateral.
2) Orofaring, terletak di belakang rongga mulut anatara langit-langit lunak
dan dasar lidah sampai tulang hioid. Pada daerah ini terdapat tonsil-
tonsil yaitu tonsil palatina, faringeal, dan tonsil lingual.
3) Laringofaring
Merupakan bagian laring bawah dari faring, terletak antara tulang hioid
dan laring. Pada daerah ini terdapat pertemuan antara saluran
pernapasan dan saluran pencernaan melalui peran epiglotis.
Gambar 2. anatomi faring
Sumber : http://sites.google.com/a/mtlstudents.net/homepage/home/pharynx-and-
esophagus/

3. Laring
Laring atau tenggorok merupakan jaringan tulang rawan yang dilengkapi
dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum.Sebelah atas pintu masuk
laring membentuk tepi epiglotis, lipatan dari piglotis aritenoid dan pinterari
tenoid, dan sebelah bawah tepi bawah kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita
suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut
supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis (Syaifuddin, 2011).

Fungsi utama laring mirip dengan fungsi sfingter, dan ini yang dijalankan oleh
pita suara, sejati dan semua. Ketika menelan sfingter menutup dan epiglotis
jatuh kebelakang diatas pita suara dan bertindak sebagai penyalir makanan dan
minuman kearah sinus priformis. Laring juga bertindak sebagai sfingter ketika
batuk dan mengedan, yaitu sebagai katup yang membuka keluar. Mengangkat
benda berat, memanjat pohon, dan tarikan bahu terhadap toraks akan
mengakibatkan ekspansi rongga toraks. Dalam hal ini laring bertindak sebagai
katup yang menutup kedalam, membatasi masuknya udara sehingga toraks
menjadi stabil. Selain itu, laring bertindak sebagai sumber suara pada waktu
bicara. Nada dasar dihasilkan oleh gerakan pita suara akibat udara ekspirasi.
Nada dasar tersebut dimodifikasi oleh artikulator yang terdiri atas faring,
palatum, lidah, gigi, dan bibir membentuk bunyi tertentu (Sjamsuhidajat,2010).
a. Struktur Laring
Menurut Dwisang (2013), laring tersusun atas beberapa tulang rawan hialin
yang bertumpuk-tumpuk sehingga menyerupai kotak. Tulang rawan ini ikat
antara yang satu dan yang lain oleh ligamen. Tulang rawan penting yang
terdapat di laring, yaitu :
1) Tulang rawan tiroid
Tulang rawan ini berpasangan dan merupakan tulang rawan terbesar di
laring.
2) Tulang rawan krikoid
Tulang rawan ini menyerupai cincin mohor.Dibelakang laring, tulang
rawan ini berbentuk segi empat.
3) Epiglotis
Tulang rawan ini berbentuk daun, dengan pangkal tertanam didalam
lekukan tulang rawan tiroid, sedangkan bagian tepinya bebas.
4) Tulang rawan aritenoid
Tulang rawan ini berukuran kecil, berpasangan berbentuk pyramid, dan
terdapat di permukaan belakang laring
5) Tulang rawan hyoid
Tulang rawan ini berbentuk tapal kuda dan terletak di bagian atas laring,
di bawah mandibula.

Menurut Syaifuddin (2011), pada laring terdapat artikulasio (persendian),


yaitu :

1) Artikulasio krikoitiroidea, suatu sumbu hampir tegak lurus pada fasis


artilkularis terletak dalam bidang frontal
2) Artikulasio krikoariteniodea, pergerakan artikulasio ini ke
medioventrolaudal dan laterodorsokranial, pergerakan menggeser
dengan jurusan yang sama.

Gambar 3. Anatomi Laring


Sumber : http://dosenbiologi.com/manusia/fungsi-laring

Gambar 4. Struktur Laring


Sumber : https://josephinewidya.wordpress.com/2013/12/05/dasar-diagnosis-obstruksi-saluran-
napas-atas-e-c-tumor-glottis/

4. Trakea
Merupakan organ tabung anatara laring sampai dengan puncak paru.
Panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6 sampai torakal 5. Pada ujung
trakea bercabang 2 kanan dan kiri yang disebut bronkus primer. Daerah
persimpangan bronkus kanan dan kiri disebut karina daerah ini sangat sensitif
terhadap benda asing yang masuk sehingga berespon menjadi reflek batuk.
Trakea tersusun atas 15-20 cicin kartilago berbentuk huruf C yang berperan
untuk mempertahankan lumen trakea tetap terbuka (Aryani, Tarwoto, &
Wartonah, 2009).

Gambar 5. Anatomi trakea


Sumber : http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2016/01//mengapa-trakea-dan-bronkus-tersusun-
atas-kartilago.html?m=1/
5. Bronkus
Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat
pada ketinggian vertebrae torakalis ke IV dan ke V. Bronkus mempunyai
struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan
trakea dan berjalan ke bawah ke arah tampuk paru. Bagian bawah trakea
mempunyai cabang dua kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis pembatas. Setiap
perjalanan cabang utama tenggorok ke sebuah lekuk yang panjang di tengah
permukaan paru. Bronkus lobaris atau bronkioli (cabang bronkus) merupakan
cabang yang lebih kecil dari bronkus. Pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru atau alveoli (Syaifuddin, 2009).

Gambar 6. Bronkus
Sumber : http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/08//8-organ-pernapasan-pada-
manusia.html?m=1/
6. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri, dipisahkan oleh jantung serta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks
(puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi dari pada klavikula di dalam
dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, di atas
diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang
menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan
jantung. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus.
(Pearce, 2010).
Gambar 7. Paru-paru
Sumber : http://respiratorytherapycave.blogspot.co.id/2010/08/modern-inhalers-may-equal-
better-asthma.html?m=1/

B. Fisiologi Pernapasan
Paru dan dinding dada adalah struktur yang elastic, dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis (pleura) antara paru dan dinding dada. Paru dengan
mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru dan
dinding dada di bawah tekanan atmosfer. Menurut Syaifuddin (2009),
mekanisme pernapasan yaitu :
1. Inspirasi
Inspirasi adalah proses aktif kontraksi otot-otot inspirasi yang menaikan
volume intratoraks. Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura
dan paru berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru bersamaan bergerak
mengelilingi atmosfer. Pada waktu penguapan pernapasan, volume sebuah
paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk memperoleh dorongan
keluar pada system pernapasan.
2. Ekspirasi
Pernapasan tenang bersifat pasif (tidak ada otot-otot yang menurunkan
volume untuk toraks berkonsentrasi).
Gambar 8. Mekanisme pernapasan
Sumber : http://genggaminternet.com/mekanisme-pernapasan-dada-dan-perut/

A. Definisi Flu Burung


Flu burung (Avian Flulavian Influenza) adalah penyakit influenza disebabkan
oleh virus influenza tipe A yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak
menular pada manusia. Namun beberapa tipe (subtype) diantaranya dapat
menyerang manusia khususnya oleh virus influenza subtype H5N1 antara lain
: (tamher,2008)
1. Virus H5N1 adalah subtype dari virus influenza tipe A dengan cirri
kompnen proteinnya menunjukan tipe H5 (hemagglutinin tipe 5) dan N
(neuroamidase tipe 1) seperti diketahui subtype hemagglutinin dikenal
terdapat enambelas subtype dan neuroamidase sebanyak Sembilan subtipe.
2. AI Virulensi Rendah adalah tipe virus influenza yang menyerang unggas
namun hanya menimbulkan penyakit yang ringan bahkan dapat pula
menimbulkan penyakit.
3. AI Virulensi Tinggi adalah tipe virus influenza H5N1 yang ganas,
menyerang, dan menimbulkan penyakit bahkan kematian pada unggas
dalam jumlah besar, serta dapat menular ke manusia teruatama mereka
mengadakan kontak (terekspos) secara erat dengan unggas.

B. Etiologi Flu Burung


Virus influenza merupakan anggota keluarga ortomyxoviridae.virus influenza
A dan B mewakili satu genus.dan influenza C adalah genus lain, penandaan
virus influenza sebagai tipe A,B,C didasari pada karakteristik antigetik antigen
protrin nukleuprotrin (NP) dan matriks (M) virus influenza A kemudian dibagi
menjadi subtipe didasarkan pada antigen hemaglutin permukaan (Hp) tiap-tiap
strain juga dibedakan menurut daerah asal, jumlah isolat tahun isolate dan
subtipe.
Secara morfologi, virus influenza A,B, dan C serupa. Virion secara iregule
membentuk partikel sfris, diameter 80 sampai 120 rm, yang mengandung
amplop lipit virion yang dari permukaanya muncul glikoprotrin neoura
minidase dan hemaglutinin. Antibody yang ditujukan langsung melawan
antigen H Virus influenza merupakan determinan utama imunitas terhadap
virus influenza, sementara antibodi antineuranminidase menghambat
penyebaran virus dan menyebabkan pengurangan infeksi (Harrison, 1999).

C. Patofisiologi Flu Burung


Kejadian awal influenza adalah infeksi epitel saluran napas ole virus influenza,
yang didapat dari secret pernafasan individu yang terinfeksi secara akut.
Mungkin sekali keadaan ini terjadi melalui butiran gas yang berasal dari batuk
dan bersin, meskipun kontak tangan ke tangan, kontak perorangan dan bahkan
penularan melalui muntahan dapat terjadi. Bukti eksperimental menunjukan
bahwa infeksi oleh partikel kecil gas (diameter kurang dari 10 um) lebih efisien
daripada droplet yang lebih besar. Mula-mula infeksi virus mengenai sel epitel
kolumner bersilia, tetapi juga dapat mengenai sel saluran napas lainya,
termasuk sel alveolar, sel kelenjar mukosa dan makrofag. Dalam sel yang
terinfeksi, replikasi virus terjadi dalam 4-6 jam, setelah itu virus yang infeksius
dilepaskan untuk menginfeksi sel yang berdekatan atau bersebelahan. Keadaan
ini menyebabkan penularan infeksi ke beberapa fokus ke sejumlah besar sel
saluran napas selama beberapa jam. (Harrison, 1999)
Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udra (droplet infection)
di mana virus dapat tertanam pada membrane mukosa yang melapisi saluran
napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus
yang tertanam pada membrane mukosa akan terpajan mucoprotein yang
mengandung asam sialat yang dapat meningikat virus. Reseptor spesifik yang
dapat mengikat dengan virus influenza berkaitan dengan spesies virus itu
berasal. Virus avian influenza manusia (human influenza viruses) dapat
berkaitan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membrane sel
di mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berkaitan dnegan residu
galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berkaitan dengan
membrane sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2.3 linkage.
Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membrane mukosa diduga
sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikais secara
efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan
mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran napas dapat
dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuraminidase pada
permukaanya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat
pada epitel permukaan saluran napas untuk terjadi selama 4-6 jam sehingga
dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel dektanya. Masa inkubasi
pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak
dan mengkerut kemudian mengalami piknosis. (Sudoyo,2009)

D. Manifestasi Flu Burung


Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan rentang 2-4
hari. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di sistem
respiratorik mulai dari yang rigan sampai berat. Manifestasi klinis avian
influenza secara umum sama dengan gejala ILI (influenza Like Illness) yaitu
batuk, pilek, dan demam. Demam yang cukup tinggi yaitu <38C. gejala lain
berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, myalgia dan malaise. Adapun keluhan
gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain beruap konjungtivitis. Spektrum
klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga beart.
Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan
fatal, sehingga belum smpat terfikir tentang avian influenza, pasien sudah
meninggal. Kelainan laboratorium hematologi yang hamper selalu dijumpai
adalah leukopenia, limfoneia dan trombositopenia. (sudoyo,2009)

E. Komplikasi Flu Burung


pernafasan
1. pneumonitis (3%)
2. laringotrakeobronkitis dan bronkiolitis
3. otitis media, pneumonia bakterial skunder
4. eksaserbasi penyakit pernapasan kronik
5. sindrom kelelahan pasca infeksi virus.
pneominitis influenza terjadi pada 3% kasus. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada orang berusia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan
sistem imun, dan pada pasien dengan dasar penyakit jantung dan paru.
perkembangan dipsnea yang jelas, batuk kering dan sianosis berkaitan
dengan hipoksia dan bayangan interstisial difus halus pada rongen torak.
Pada anak kecil, influenza A atau B dapat menyebabkan laring
otrakkeobronkitis atau bronkiolitis pneumonia bakterial skunder (S.
Aureus, S. Pneumonia, atau H. Influenzae) merupakan penyebab kematian
yang penting. 10% dari orang dewasa dengan infeksi influenza yang sudah
dikonfirmasi dan dirawat kerumah sakit juga mengalami infeksi S. Aureus.
Keadaan ini juga terjadi pada pasirn berusia lanjut dan pasien dengan dasar
penyakit pernapasan. Rotgen torak menunjukan banyak daerah konsolidasi.
Diluar pernapasan :
1. Sindrom Guillain-Barre, mielitis, ensefalitis
2. Sindrom Reye
3. Miositis dan mioglobinuria
4. Miokarditis dan perikarditis

F. Pencegahan Flu Burung


Pencegahan flu burung pada manusia disampaikan dalam tip aman di kala
wabah menyerang pada bab akhir. sebaiknya, pada hewan pencegah dapat
dilakukan dengan tiga jalan, peningkatan biosekuriti, pemberian vaksinasi, dan
depopulasi serta stamping out.
1. BIOSEKURITI
Biosekuriti adalah cara menangani ternak secara higienis. meliuti semua
tindakan pertahanan pertama untuk mengendalikan wabah mencegah
kemungkinan kontak atau penularan dengan peternakan yang tertular dan
penyebarean penyakit meliui :
a. Melakukan engawasan lalulintas, karantina atau isolasio lokasi
petermakan tertular dan penampungan ungas yang tertular, membatasi
ketat lalulintas kontaminan meliputi hewan atau ungas, produk unggas,
dan alas kandang
b. Membatasi lalu lintas orang atau pekerja dan kendaraan yang keluar
masuk lokasi peternakan.
c. Para pekerja atau semua orang yang ada di lokasi peternakan harus dalam
keadaan sehat.
d. Untuk keamanan petugas maupun unggas, para pekerja dan semua orang
yang ada dilokasi peternakan harus menggunakan pakaian
pelindung,kacamata, masker, sepatu pelindung, melakukan tindakan
desimfeksi serta sanitasi.
e. Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau burung air,
tikus, lalat, dan hewan lainnya.

2. VAKSINASI

Vaksinasi merupakan program penebalan dengan memasukan firus flu


burung yang sudah dilemahkan atau dimatikan. tujuannya merangsang
tubuh merangsang antibodi untuk melawan flu burung yang suatu saat
menyerang. vaksin dibuat dari virus H5N1 loksl dengan metode reverse
genetic. samai sat ini emerintah maupun suasta masih terus melakukan
berbagai penelitian untuk meningkatkan kualitas vaksin agar semakin aman
dan efektif. program vaksinasi flu burung bisa berjalan seperti Imunisasi
Nasional (PIN) agar bisa didapatkan secara gratis agar bisa menjangkau
semua unggas secaera gratis menciptakan kesehatan masyarakan yang lebih
baik. vaksin flu burung memang cuku aman untuk hewan sehat, tetapi jika
sudah terlanjur sakit jangan divaksin karena keamananya tidak terjamin
kesulitan dilakukannya vaksinasi unggas adalah pemilik keberatan karena
takut unggasnya mati bila divaksin untuk menanggulangi kurangnya
kesadaran masyarakat menanggulangi vaksinasi, pemerintah erlu
melakukan sosialisasi yang lebih intensiv pada masyarakat tentang
vaksinasi flu burung.

3. DEPOULASI DAN STAMPING OUT


Tindakan depopulasi dan stamping out merupakan cara mencegah
meluasnya penyakit flu burung dengan mmutus rantai penyebaran virus flu
burung.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Laboratorium
a) Petugas laboratorium telah melakukan Standar Universal Precaution
b) Spesimen darah ( EDTA dan beku serum) dapat diambil Triage
Instalasi rawat darurat atau diruang perawatan. spesimen di kirim oleh
petugas laboratorium ke Badan Litbankes kemudian ke NAMRU 2
untuk indentifikasi virus.
c) Rutin :
1) darah lengkap : hemoglobin, hitung leukosit, hitung jenis
leukosit, trombosit dan laju endap darah.
2) Albumin atau globulin
3) SGOT dan SGPT
4) Ureum dan kreatinin
5) Kreatin kinase
6) Analisis gas darah
7) Mikrobiologi : pemeriksaan gram dan basil tahan asam dan kultur
sputum.
8) Pemeriksaan serologi : dapat dilakukan rapid test terhadap virus
influenza walaupun mungkin hasilnya tidak terlalu tepat dan
deteksi antibodi (ELISA) serta deteksi antigen (III,IF/FA).

2. Radiologi
a) Petugas Instalasi Radiologi telah mempersiapkan diri dengan Standar
Universal Precaution sebelum melaksanakan tugasnya.
b) Pemeriksaan akan dilakukan selama 24 jam dengan menggunakan dua
pesawat radiologi, satu pada ruang instalasi radiologi dan satu lagi
pesawat radiologi yang bergerak dan berada di dalam ruangan
perawatan ( untuk kasus rawat inap).
c) Pemeriksaan foto thorax dengan gambaran infiltrat yang tersebar
diparu adalah menunjukan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
3. Pengobatan
a) Oksigenasi, jika terdapat sesak napas dan cenderung ke arah gagal
napas dengan mempertahankan oksigen >90%.
b) Hidrasi yaitu pemberian cairan parenteral (infus).
c) Dapat diberikan obat antivirus yaitu olseltamivil 75 mg dosis tunggal
2x sehari selama 7 hari
d) Pada kasus respiratorik distress maka dilakukan pengobatan sesuai
prosedur RDS sebagaimana lazimnya dan penderita dimasukan
keruang perawatan intensif (ICU)
e) Amantadine rimintidine diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin
dalam 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg/bb/hari
dibagi dalam 2 dosis. bila BB >45 kg diberikan 100 mg 2x sehari. pada
orang lanjut usia dan penderita dan penurunan fungsi hati atau ginjal
dosis harus diturunkan
f) Oseltamivir diberikan untuk anak <15 kg adalah 30 mg 2x sehari, BB>
15-23 kg adalah 45 mg 2x sehari, BB >23-40 kg adalah 60 mg 2x sehari
dan BB >40 kg adalah 75 mg 2x sehari. Dosis untuk penderita berusia
> 13 tahun adalah 75 mg 2x sehari.

Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkatan


daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik,
perawatan respirasi, anti inflamasi, imunmogulator.
Mengenai anti viral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal
infeksi yakni pada 48 jam pertama. adapun pilihan obat :
Penghambat M2 : a). Amantadine (symadine), rimatidine (flu-madine).
Dengan dosis 2x/sehari 100 mg atau 5mg/kgBB selama 3-5 hari.
Penghambat neuramidase (WHO) : a). Zanamivir (influenza), b).
Oseltamivir (tami-flu). Dengan dosis 2x 75mg selama satu minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk
sebagai berikut :
a) Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x 75 mg 5
hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi.
b) Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x 75 mg 5
hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan
antipikal dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat,
ARDS. Respiratory Care di ICU sesuai indikasi.
Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan
oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7
hari (hingga enam minggu).
H. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
a. Demam
b. Kaku otot
c. Nyeri kepala
d. Mata nyeri
e. Mialgia
f. Nyeri tenggorok
g. Batuk kering

2. Data Obyektif
a. Tampak pucat
b. Tampak nyeri bagian otot
c. Kemerahan ada mata
d. Demam 2-5 hari
e. Batuk selama 1-2 minggu
f. Tampak meringis
g. Batuk mengeluarkan sputum
h. Sesak

3. Tes Diagnosik
a. Pemeriksaan darah lengkap : hemoglobin, hitung leukosit, hitung jenis
leukosit, trombosit dan laju endap darah.
b. Albumin/ globulin
c. SGOT dan SGPT
d. Ureum dan kreatinin
e. Kreatine kinase
f. Analisis gas darah
g. Mikrobiologi : pemeriksaan gram dan basil tahan asam dan kultur
sputum. Pemeriksaan serologi : dapat dilakukan rapid test terhadap
virus influenza walaupun mungkin hasilnya tidak terlalu tepat dan
deteksi antibodi (ELISA) serta deteksi antigen (III,IF/FA).
I. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi dada.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
meningkatnya peristaltik usus ditandai dengan mual muntah.
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih ditandai dengan demam.

J. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
a. Berikan psioterapi dada dan batuk efektif
Rasional : Dengan batuk efektif bersihan jalan napas klien menjadi
lancar.
b. Kolaborasi dalam pemberian tindakan nebulizer
Rasional : Membantu mengecerkan dahak.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi dada


a. Pantau tanda vital (nadi,suhu,pernafasan,tekanan darah)
Rasional : Mempertahankan curah jantung, mungkin dimanifestasikan
oleh takikardi, takipnea, krekles, distress pernafasan.
b. Anjurkan pasien untuk minum dan makan dengan perlahan
Rasional : Dapat menurunkan terjadinya mual dan muntah.
c. Kolabarosi berikan cairan IM melalui alat kontrol
Rasional : Cairan dapat mencegah dehidrasi.
d. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, HB/HT, kreatinin,
protein plasma, elektrolit
Rasional : Mengevaluasi status hidrasi, fungsi ginjal, dan penyebab atau
efek ketidakseimbangan.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


meningkatnya peristaltik usus ditandai dengan mual muntah
a. Auskultrasi bunyi usus
Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukan penurunan
motilitas gaster dan konstipasi.
b. Berikan perawatan oral hygiene
Rasional : Meningkatkan nafsu makan.

4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan


cairan berlebih ditandai dengan demam.
a. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Indikator dari volume cairan sirkulasi.
b. Pantau intake cairan
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan.

K. EVALUASI
a. Sekret dapat dikeluarkan.
b. Pola nafas menjadi efektif RR 16-20x/menit.

Anda mungkin juga menyukai