PENDAHULUAN
penghantar panas, serta penambah rasa gurih, dan menambah nilai kalori bahan
pangan yang digoreng. Oleh karena itu perkembangan produksi minyak goreng di
indonesia sangatlah cepat. Terbukti pada tahun 2005 produksi minyak goreng di
secara berungkali sampai warna minyak goreng menjadi coklat bahkan hitam.
kembali dengan minyak baru, hal ini dilakukan masyarakat sebagai upaya
digunakan berulang kali biasa disebut minyak goreng bekas atau minyak jelantah.
Penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang pada suhu tinggi
(160 °C - 180 °C) dan disertai dengan kontak air atau udara pada saat proses
lemak bebas, bilangan peroksida, dan pengotor lain yang tersuspensi di dalam
minyak goreng tersebut. Seperti yang telah ditetapkan SNI 2013, kadar asam
lemak bebas (ALB) pada minyak goreng yang baik untuk digunakan adalah tidak
melebihi 0,3% dan standar untuk angka peroksida adalah tidak melebihi 10 meq
O2/kg. Apabila melebihi dari standar tersebut minyak dikatakan rusak. Hal ini
goreng tidak dapat digunakan kembali dan harus dibuang karena akan berakibat
Asam lemak bebas dan senyawa peroksida yang dihasilkan dari kerusakan
minyak atau lemak akibat proses oksidasi dan hidrolisis tersebut dapat
nilai cerna lemak (Ketaren, 2008). Metode sederhana, ekonomis dan mudah untuk
mempunyai daya serap besar, luas permukaan besar, tidak larut dalam zat cair
Pada umumnya adsorben alami banyak dipilih karena lebih ekonomis dan
sebagai adsorben, yaitu tongkol jagung, gabah padi, gabah kedelai, biji kapas,
Sutarno dkk (2009), ampas sagu merupakan limbah dari empulur sagu yang telah
diambil patinya. Kandungan pati sagu sebesar 18,5% dan sisanya 81,5%
merupakan ampas sagu yang memiliki kandungan selulosa sebesar 20%, lignin
21% serat kasar sekitar 10.11%, abu 0.01%, dan air 12.3% yang dapat mengalami
pirolisis atau aktivitas menjadi karbon aktif. Hasil Penelitian Kurniawan (2011)
digunakan sebagai adsorben ALB pada minyak goreng bekas. Kadar ALB
terbaik adalah dengan mengolahnya menjadi arang aktif yang terbukti telah
memenuhi syarat mutu arang aktif yang ditetapkan. Kondisi terbaik adalah
satunya lama waktu adsorpsi dan pH. Berdasarkan hasil penelitian Hajar 2016,
ampas tebu sebanyak 5–7% berat minyak ke dalam minyak jelantah dengan
variasi waktu perendaman 24, 48 dan 72 jam dengan hasil penurunan kadar asam
lemak bebas yaitu menjadi 0.19%, 0.17% dan 0.15%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa semakin lama waktu perendaman yang dilakukan maka kadar
ALB akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu perendaman
maka daya adsorpsi ampas tebu semakin meningkat. Adsorpsi kandungan asam
lemak bebas oleh ampas tebu terhadap minyak jelantah dengan lama perendaman
prospek limbah padat sagu sebagai adsorben dalam penjernihan minyak goreng
1.3 Tujuan
goreng bekas
1.4 Manfaat
pemanfaatan arang aktif dari ampas sagu pada tingakat kejernihan minyak goreng
bekas sesuai dengan standar mutu minyak goreng di Indonesia yang telah
yang dapat dimanfaatkan, salah satunya adalah ampas sagu yang dapat dijadikan