Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jalannya penelitian
Penelitian ini dimulai pada 20 Juli 2017, dimulai dari pengambilan surat
izin penelitian dari institusi pendidikan yaitu Akademi Kesehatan Sapta Bakti
Bengkulu. Selanjutnya surat izin tersebut diserahkan ke Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Kota Bengkulu. Kemudian ke tempat
penelitian yaitu Rumag Sakit Umum Ummi Bengkulu untuk memasukkan surat
penelitian dengan tujuan melaksanakan penelitian tentang Analisis Ketepatan
Kode Diagnosis Penyebab Dasar Kematian Berdasarkan ICD-10 Di Rumah Sakit
Umum Ummi Bengkulu Tahun 2017.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 41 berkas rekam medis pasien
meninggal. Data yang dikumpulkan berupa data primer dengan mewawancarai
staff koding dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder dengan cara
menelaah berkas rekam medis pasien meninggal berdasarkan ICD-10.
Dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan analisa univariat.
Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian
berdasarkan masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan distribusi
frekuensi dalam bentuk tabel dan narasi.

B. Hasil Peneltian
Berdasarkan hasil penelitian dengan menelaah berkas rekam medis dan
wawancara dengan kuesioner, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Analisi Univariat

Tabel Gambaran Ketepatan Kode Diagnosis Penyebab Dasar Kematian

No No RM Penyebab Dasar Sebab Kematian


Pelaksanaan Kode
Pengkodean ICD-10
1 018321 Penurunan Perdarahan otak & I61.9 I61.9
Kesadaran (GCS syok
5)
2 024872 Sepis Asphyxia R09.0 R09.0
Heonatonum
3 023400 Typoid Fever Dispepsia M54.9 M54.5
Syndrome Low
Intakke
4 014805 a. Pneumonia Sepsis Berat A41.9 A41.9
Berat
b. Dispepsia
c. GE
5 001248 a. Penurunan Hypertensi I10.9 I10.9
Kesadaran ec.
Stoke,
b. Hemoragic
6 014420 Vertigo Infarc Selebri I63.9 I63.9
7 000090 Dispepsia + DOA O95 O95
Abdominal Pain
8 007866 LBP + hypertensi HHD, Hypoglikemic E16.2 E16.2
9 000243 a. Kejang demam Febris Convulsion R50.9 R50.9
komplek + GEA
b. Dehidrasi
sedang-berat
c. Diare
10 017920 a. PPOK Broncitis Kronis J42 J42
b. Gagal Nafas
Akut
c. Trombosilorenia
11 017183 a. Penurunan Hyperplasia ec. J35 J35
Kesadaran SNH
b. Sepsis
c. Febris
12 021915 a. HMO Asfiksia Berat R09.0 R09.0
b. Sepsip
Neonatum
13 020900 Hyperglikemia Gastritis Akut K29.1 K29.1
14 024387 a. Asthma Broncitis Akut J40 J40
b. Chest Pain
15 008492 Anemia Gastritis Kronis K29.5 K29.5
16 019581 Colic Abdomen ec. Ca Mamae C50.9 C50.9
Dispepsia
Syndrome
17 004440 BBLASR HMD
18 017981 a. Typoid Fever Typoid Fever A01.0 A01.0
b. Anemia
c. Hypertensi
19 004153 CKD Epilepsis G40.9 G40.9
20 011512 BBLSC Kurang dari bulan
terlilit tali pusat
21 013868 a. Typoid Fever Gangguan J96.9 J96.9
b. Stroke pernafasan
22 004155 a. Colic Abdomen Hypertensi I10 I10
b. OBS Vortus
23 015330 Vertigo Gastritis Erosif K29.1 K29.1
24 001040 a. Perdarahan DOA O95 O95
Post Partum
b. Petensi
Plasenta
25 002416 OBS Febris Syok Hypolekemic R75.9 R75.9
26 011698 Dyspepsia Ca Mamae C50.9 C50.9
Syndrome dengan
dehisrasi low
intake
27 024641 ISPA Febris R50.9 R50.9
28 010055 Diabetes Militus DOA O95 O95
29 011203 Hypertensi DOA O95 O95
30 021202 Dispepsia DOA O95 O95
31 015250 - DOA O95 O95
32 001980 Vertigo DOA O95 O95
33 002051 Vertigo DOA O95 O95
34 005011 Anemia DOA O95 O95
35 023100 - DOA O95 O95
36 021221 Stroke Hypertensi I10 I10
37 017300 Anemia Perdarahan diotak I61.9 I61.9
38 020260 Hypogikemia Gastritis Akut K29.1 K29.1
39 008041 Diabetes militus DOA O95 O95
40 017705 Typoid Fever Dyspepsiaa K30 K30
Syndrome
41 009115 BBL SP + Kelamin Anencefalus
Kongenital Meningincepatocele

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dalam melaksanakan pengkodeaan


masih ada kode diagnosis yang belum sesuai dengan ICD-10 sebanyak 14 berkas.

Tabel Distribusi Frekuensi Ketepatan Kode Diagnosis Penyebab Dasar Kematian

Variabel Jumlah (n) Prosentase (%)


Pelaksanaan kode diagnosis
Sesuai 27 66
Tidak Sesuai 14 34
Jumlah 41 100

Berdasarkan tabel penjelasan diatas didapatkan pelaksanaan kode diagnosis


penyebab dasar kematian yang tidak sesuai sesuai 66%.

Tabel Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Kode Diagnosis Penyebab Dasar Kematian

Variabel Jumlah (n) Prosentase (%)


Ketepatan Kode Diagnosis
Sesuai 27 66
Tidak Sesuai 14 34
Jumlah 41 100

Berdasarkan tabel penjelasan diatas didapatkan ketepatan kode diagnosis


penyebab dasar kematian yang tidak sesuai sejumlah 34%.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


1. Analisis Pelaksanaan Kode Diagnosis Penyebab Dasar Kematian
Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit Umum Ummi Bengkulu tahun 2017
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis pelaksanaan kode
diagnosis penyebab dasar kematian berdasarkan ICD-10 di rumah sakit
umum ummi bengkulu tahun 2017 dengan tingkat kesesuaian berjumlah
27%(66%) dan yang tidak sesuai berjumlah 14(34%).
Penggunaan ICD di Indonesia menggunakan ICD-9 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 1996 Tentang Penggunaan Revisi 9
yang Berlaku di Indonesia. Sedangkan ICD-10 berdasarkan SK Dirjen
YanMed Nomor HK.00.05.14.00744 Tahun 1998 di Rumah Sakit Tentang
Penggunaan Klasifikasi Internasional Mengenai Penyakit Revisi Kesepuluh
(ICD-10) di Rumah Sakit dan juga berdasar Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Tahun 1998 Nomor 50/Menkes/SK/1/1998 digunakan seluruh
indonesia.
Koding menurt WHO adalah penetapan sandi atau penentuan
penggunaan nomor, huruf atau kombinasi huruf angka untuk mewakili
komponen data terkait. Koding diagnosis harus dilaksanakan sesuai aturan
sistem koding ICD-10 akurat dan tepat waktu (Depkes RI,1999).
Koding bertujuan untuk mendapatkan rekaman sistematis, melakukan
analisis, interpretasi serta membandingkan data morbiditas dan mortlitas
yang dilakukan dari berbagai wilayah (Depkes RI,1999).
Pelaksanaan kode diagnosis penyebab dasar kematian berdasarkan
ICD-10 di rumah sakit umum ummi bengkulu dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu Man, Mechine dan Method.
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat dilihat dari faktor Man yaitu
dokter yang bersangkutan masih sering tidak menuliskan diagnosa dengan
benar dan jelas pada berkas rekam medis pasien meninggal sehingga
berdampak pada petugas koding (Coder) yang kesulitan dalam membaca
tulisan dokter untuk memberikan kode diagnosis. Hal ini sejalan dengan teori
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan.
Dilihat dari sisi faktor Mechine fasilitas yang digunakan saat
pelaksanaan kode diagnosis dilakukan di rumah sakit umum ummi bengkulu
sudah menggunakan ICD-10 secara manual dan terkomputerisasi. Hal ini
sejalan dengan teori Menurut Rusdarti (2008), mesin digunakan untuk
memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta
menciptakan efisiensi kerja.
Sedangkan dari faktor Method dalam pelaksanaan kode diagnosis
metode yang digunakan sudah sesuai berdasarkan teori dan berbagai hasil
penelitian orang lain. Hal ini sejalan dengan teori Menurut Rusdarti (2008),
method adalah suatu tata kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan
manajer. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara
pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan
kepada sasaran.
Penyebab dari ketidaksesuaian atau ketidaktepatan penulisan
diagnosis berdasarkan ICD-10 yaitu belum adanya Standar Operasional
Prosedur (SOP) tentang ketepatan penulisan diagnosis pada berkas rekam
medis pasien meninggal berdasarkan ICD-10, kurangnya pengawasan dari
pimpinan serta kinerja petugas yang masih bermalas-malasan.
Hal ini sejalan dengan teori Menurut Ayu (2012), jika tidak tepat dalam
pemberian dan penulisan diagnosis maka akan terjadi salah pengisian pada
sertifikat kematian, serta yang paling fatalnya jika dikemudian hari terjadi
kekeliruan dan keluarga pasien menuntut kepada pihak rumah sakit, rumah
sakit tidak memiliki bukti yang kongkrit sehingga tidak dapat melakukan
pembelaan.
Hasil ini didukung dengan, dari 41 berkas rekam medis pasien
meninggal masih ada 14(34%) diagnosis yang tidak dituliskan atau dijelaskan
secara jelas oleh dokter yang bersangkutan.

2. Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Penyebab Dasar Kematian Berdasarkan


ICD-10 di Rumah Sakit Umum Ummi Bengkulu tahun 2017
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis ketepatan kode diagnosis
penyebab dasar kematian berdasarkan ICD-10 di rumah sakit umum ummi
bengkulu tahun 2017 dengan tingkat kesesuaian berjumlah 27(66%) dan yang
tidak sesuai berjumlah 14(34%).
kematian merupakan fakta biologis, akan tetapi juga memiliki aspek
sosial, kultral, historis, religius, legal, psikologi, perkembangan, medis dan etis.
Aspek-aspek tersebut memiliki keterkaitan antara satu sama lain Papalia
(2008).
kematian didefinisikan menurut islam adalah sebagai sebuah transisi
atau perpindahan ruh untuk memasuki kehidupan baru yang lebih agung dan
abadi. Islam secara tegas mengajarkan bahwa tiada seorangpun yang bisa
menemani dan menolong perjalanan arwah kecuali akumulasi dari amal
kebaikan kita sendiri (Hidayat, 2006).
Penyebab dasar kematian merupakan suatu penyakit atau kondisi
yang merupakan awal dimulainya rangkaian perjalanan penyakit menuju
kematian, atau keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan
cedera dan berakibat dengan kematian. Kejadian atau keadaan yang tanpa
penyebab dasar tersebut pasien tidak akan meninggal.
Ketepatan kode diagnosis penyebab dasar kematian berdasarkan ICD-
10 di rumah sakit umum ummi bengkulu dipengaruhi beberapa faktor yaitu
Man, Mechine dan Method.
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat dilihat dari faktor Man diketahui
masih ada kode diagnosis pada berkas rekam medis pasien meninggal yang
ditulis belum tepat dan sesuai bedasarkan ICD-10 yang berlaku. Pemberian
kode yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan ICD-10, akan berdampak
terhadap biaya di pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan teori menurut
Depkes RI (2010), yaitu apabila diagnosis dan kode yang dicantumkan pada
berkas rekam medis tidak tepat, maka akan berdampak pada biaya pelayanan
kesehatan.
Sedangkan dilihat dari segi Mechine dan Method Penyebab dari
ketidaktepatan kode diagnosis berdasarkan ICD-10 yaitu karena belum ada
nya penerapan tabel MMDS dan minimnya petugas dibagian koding (coder)
yang kurang mengikuti pelatihan kaidah koding serta belum adanya Standar
Operasional Proseur (SOP) tentang ketepatan penulisan diagnosis dan
pemberian kode diagnosis berkas rekam medis pasien meninggal berdasarkan
ICD-10.
Hal ini sejalan dengan teori Menurut Rusdarti (2008), mesin digunakan
untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar
serta menciptakan efisiensi kerja. Sedangkan Method berdasarkan teori
Menurut Rusdarti (2008), method adalah suatu tata kerja yang memperlancar
jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai
penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai
pertimbangan kepada sasaran.
Hasil ini didukung dengan, dari 41 berkas rekam medis pasien
meninggal masih ada sejumlah 14(34%) diagnosis yang tidak dituliskan atau
dijelaskan secara jelas oleh dokter yang bersangkutan.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Dari pelaksanaan pengkodean berdasarkan ICD-10 di rumah sakit umum
ummi bengkulu masih terdapat ketidaksesuaian penulisan diagnosis pada
berkas rekam medis
2. Dari 41 berkas rekam medis pasien meninggal di rumah sakit umum ummi
bengkulu didapatkanl tingkat kesesuaian berjumlah 27(66%) dan yang tidak
sesuai berjumlah 14(34%)
3. Dari 3 faktor yang mempengaruhi Man, Mechine dan Method di dapatkan
pada pelaksanaan dan ketepatan kode diagnosis berkas rekam medis pasien
meninggal di rumah sakit umum ummi bengkulu :
a. Masih ada diagnosis yang tidak jelas atau tidak tepat dituliskan pada
berkas rekam medis pasien meninggal oleh dokter yang bersangkutan
b. Minimnya petugas dibagian koding (coder) yang kurang mengikuti
pelatihan kaidah koding
c. Sudah menggunakan komputerisasi dalam hal penginputan data,
mengkode. Tetapi petugas koding juga tetap menggunakan ICD-10
secara manual
d. Belum adanya penerapan tabel MMDS
e. Belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang ketepatan
penulisan diagnosis dan pemberian kode diagnosis berkas rekam medis
pasien meninggal berdasarkan ICD-10
B. Saran

Berdasarkan simpulan diatas saran yang dapat diberikan antara lain :

1. Bagi Responden
Bagi stap koding (coder) sebaiknya lebih teliti lagi dalam memberikan kode
diagnosis dan mempelajari lagi tentang kaidah-kaidah koding berdasarkan
ICD-10 yang telah diberlakukan oleh WHO.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan subjek yang lebih mendalam dan
terperinci kenapa masih sering terjadi pemberian kode diagnosis yang belum
sesuai ICD-10 serta tidak adanya diagnosis yang jelas dituliskan oleh dokter
yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa ketidak
sesuainan kode diagnosis penyebab dasar kematian sejumlah 14(34%).

Anda mungkin juga menyukai