Anda di halaman 1dari 14

Andi Asni : Analisis Poduksi Rumput Laut (kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim …

Analisis Poduksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)


Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya
Di Perairan Kabupaten Bantaeng
Analyses on Seaweed (Kappaphycus alvarezii) Production Based on Season and Cultivation
Site in Bantaeng District Waters

Andi Asni
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia Makassar
E-mail korespondensi : asni.andi@yahoo.co.id.

Abstrak

Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor dan utama program revitalisasi perikanan berperan penting
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu lokasi sentra produksi
rumput laut (K. alvarezii) di Sulawesi Selatan yang masih perlu ditingkatkan produksinya. Pendekatan
budidaya berdasarkan perubahan musim dan kualitas lingkungan secara ekologis yang optimal bagi pertumbuhan
rumput laut yang tepat diharapkan menjadi acuan pengelolaan dan pemanfaatan lahan untuk peningkatan
produksi rumput laut secara optimal dan berkelanjutan. Strategi pengembangan budidaya rumput laut di yang
perlu diterapkan adalah mengacu pada pengelolaan lingkungan perairan berbasis ekologis, aspek teknologi
dalam budidaya rumput laut dan penataan kawasan sesuai daya dukung lingkungan (Kamlasi, 2008). Penelitian
bertujuan menganalisis pengaruh musim dan jarak lokasi budidaya terhadap produksi rumput laut. Manfaat
penelitian sebagai acuan dalam pengelolaan budidaya rumput laut secara optimal dan berkelanjutan di perairan
pesisir Bantaeng. Penelitian dilaksanakan di perairan pesisir Kabupaten Bantaeng menggunakan metode survey
dan pengamatan. Setiap stasiun pengamatan berdasarkan jarak dari garis pantai yaitu jarak dekat (0 - 500 m),
jarak sedang (500 - 1000 m) dan jarak jauh (1000 - 1500 m). Parameter lingkungan dan produksi diamati
berdasarkan musim dan jarak lokasi budidaya. Analisis Univariat untuk analisis pengaruh musim dan jarak
terhadap produksi serta Regresi linear berganda dengan SPSS 15. Hasil penelitian ini menunjukkan musim dan
jarak dari garis pantai (P<0,05) terhadap produksi. Produksi lebih tinggi pada musim hujan pada jarak 1500 m
dari pantai. Produksi rumput laut berkorelasi linear positif dengan kecerahan pada musim hujan, sedangkan pada
musim kemarau salinitas, nitrat dan kecerahan.

Kata Kunci : Jarak, Kappaphycus alvarezii, Musim, Produksi, Rumput laut

Abstract

Seaweed is one of the main export commodities and fisheries revitalization program plays an important role in
improving the welfare of society. Bantaeng is one of the central production location seaweed (K. alvarezii) in
South Sulawesi, which still needs to be improved production. Cultivation based approaches to climate change
and environmental quality ecologically optimal for the growth of seaweed which is expected to be a reference
proper management and use of land for increased production of seaweed optimal and sustainable. The
development strategy of seaweed farming in which needs to be applied is referring to the environmental
management of water-based ecological, technological aspects in seaweed cultivation and arrangement of the area
according to the carrying capacity of the environment (Kamlasi, 2008). The study aims to analyze the influence
of the season and the distance to the cultivation of seaweed production. The benefits of research as a reference in
the management of seaweed cultivation optimally and sustainably in coastal waters Bantaeng. The experiment
was conducted in the coastal waters Bantaeng using survey and observation methods. Each observation station
based on the distance from the coastline is a short distance (0-500 m), medium-range (500-1000 m) and remotely
(from 1000 to 1500 m). Environmental and production parameters were observed based on the season and
location of the cultivation distance. Univariate analysis for the analysis of the influence of the season and the
distance to the production as well as multiple linear regression with SPSS 15. The results of this study show the
seasons and the distance from the shoreline (P <0.05) on production. Production was higher in the rainy season
at a distance of 1500 m from the beach. Seaweed production positively correlated linearly with the brightness of
the rainy season, while in the dry season salinity, nitrate and brightness.

Keywods : Distance, Kappaphycus alvarezii, Season, Production, Seaweed

140
Jurnal Akuatika Vol.VI No.2/September 2015 (140-153)
ISSN 0853-2532

Pendahuluan Bantaeng menjadi tidak terkendali.


Masyarakat memanfaatkan hampir setiap
Rumput laut merupakan salah satu jengkal laut pesisir untuk budidaya rumput
komoditas ekspor dan utama program laut, sehingga sepanjang garis pantai
revitalisasi perikanan yang diharapkan Kabupaten Bantaeng telah ditanami
dapat berperan penting dalam peningkatan rumput laut yang diduga tanpa
kesejahteraan masyarakat. Rumput laut K. memperhitungkan daya dukung lahan. Hal
alvarezii memiliki kandungan karaginan ini terutama pada perairan dekat pantai dan
yang telah banyak dimanfaatkan sebagai yang jauh dari pantai belum banyak
bahan utama dalam industri makanan, dimanfaatkan. Apabila hal ini terus
kosmetik, farmasi dan pupuk organik berlanjut maka kemungkinan akan terjadi
(Parenrengi et al. 2010 dan Aslan, 2011). degradasi lingkungan terutama pada daerah
Produksi rumput laut Indonesia ditargetkan yang dekat pantai dan akan berdampak
meningkat dari tahun 2009 – 2014 yaitu pada produksi dan kualitas rumput laut.
menjadi 389 persen (Nurdjana, 2010). Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu
Untuk mewujudkan target tersebut dilakukan penataan lokasi dengan cara
diperlukan upaya optimalisasi potensi pengaturan proporsi pemanfaatan lahan
sumber daya untuk budidaya rumput laut. berdasarkan musim dan jarak dari garis
Pendekatan budidaya berdasarkan pantai.
perubahan musim dan kualitas lingkungan Berdasarkan hal tersebut di atas,
secara ekologis yang optimal bagi maka perlu dilakukan kajian analisis
pertumbuhan rumput laut yang tepat produksi rumput laut berdasarkan musim
diharapkan menjadi acuan pengelolaan dan dan jarak lokasi budidaya.
pemanfaatan lahan untuk peningkatan
produksi rumput laut secara optimal dan Bahan dan Metode
berkelanjutan. Strategi pengembangan
budidaya rumput laut di yang perlu Waktu dan Tempat
diterapkan adalah mengacu pada
pengelolaan lingkungan perairan berbasis Penelitian dilaksanakan pada bulan April
ekologis, aspek teknologi dalam budidaya sampai Juli 2015 di kawasan pesisir lokasi
rumput laut dan penataan kawasan sesuai budidaya rumput laut Kabupaten Bantaeng.
daya dukung lingkungan (Kamlasi, 2008). Pengamatan di lapangan dilakukan pada
Salah satu daerah sentra penghasil dua musim yaitu musim kemarau dan
rumput laut di Sulawesi Selatan adalah musim hujan.
Kabupaten Bantaeng. Di sepanjang pesisir
terdapat potensi rumput laut yang cukup Prosedur Pelaksanaan
besar, dimana perkembangan produksi
rumput laut lima tahun terakhir semakin Penelitian ini dilakukan dengan metode
meningkat tahun 2010 produksi 6.897 ton survey dan eksperimen rancangan faktorial
kering, sedangkan pada tahun 2015 kelompok pada lokasi budidaya rumput
meningkat menjadi 10.677 ton kering laut yang sudah dilakukan oleh petani serta
dengan potensi lahan 5.395 Ha (Dinas pengujian laboratorium. Lokasi penelitian
Perikanan dan Kelautan Bantaeng, 2014). ditentukan pada tiga stasiun : Stasiun A,
Perkembangan kegiatan rumput laut yang stasiun B, dan Stasiun C. Setiap stasiun
terjadi di wilayah pesisir Kabupaten pengamatan ditentukan tiga sub stasiun
Bantaeng dilihat dari pemanfaatan lahan sebagai ulangan dengan cara titik transek
budidaya berkembang pesat dan berdasarkan jarak dari garis pantai yaitu
produksinya masih perlu ditingkatkan. jarak dekat (0 - 500 m) dengan kedalaman
Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan ± 5 m, jarak sedang (500 - 1000 m) dengan
budidaya rumput laut di pesisir Kabupaten

141
Andi Asni : Analisis Poduksi Rumput Laut (kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim …

kedalaman ± 10 m dan jarak jauh (1000 - Menurut Patajai (2007), karena


1500 m) dengan kedalaman ± 20 m. sistim pemeliharaan rumput laut berbeda
Pengambilan data primer yaitu dengan tanaman darat lainnya yaitu tidak
pengukuran langsung parameter berdasarkan luasan areal penanaman, tetapi
lingkungan dilapangan, sedangkan untuk berdasarkan jumlah rumpun dan tali ris,
mengetahui data produksi dan kualitas maka rumus tersebut disesuaikan dengan
rumput laut dengan cara eksprimen. Satu merubah pengertian notasi A pada rumus
bentangan dipasang bibit rumput laut diikat tersebut di atas, dimana luas areal
per rumpun dan digantung pada tali penanaman diganti panjang tali bentang.
bentangan dengan jarak per rumpun Pada penelitian ini produksi rumput laut K.
masing-masing 10 cm. Bobot awal rumput alvarezii dihitung berdasarkan produksi
laut pada setiap bentangan tali masing- bersih (netto) yaitu bobot basah rumput
masing 5 kg dalam jumlah rumpun. Pada laut per panjang tali ris pada akhir
penelitian ini metode pemeliharaan rumput pemeliharaan (t-45) di kurangi bobot awal
laut yang digunakan adalah long line (t-0) bibit rumput laut per bentangan, yaitu
(floating method). Bibit rumput laut diikat dengan rumus :
pada tali yang panjang selanjutnya 𝑾𝒕 − 𝑾𝒐
dibentangkan di perairan. 𝑷𝒓 =
𝒓𝒑𝒕𝒃
Dimana :
Pengamatan dan Pengukuran Peubah Pr = produksi rumput laut (kg/rptb)
Wt = bobot akhir rumput laut (kg)
1. Analisis Produktivitas Rumput laut Wo = bobot awal rumput laut (kg)
rptb = rumpun per panjang tali bentang
Analisis produksi rumput laut dapat (m)
dihitung berdasarkan rumus Patajai, 2007 :
𝑾𝒕 − 𝑾𝒐 2. Pengukuran Parameter Faktor
𝑷𝒓 =
𝑨 Lingkungan
Dimana :
Pr = produksi rumput laut (g m-2) Parameter lingkungan yang diamati pada
Wt = bobot akhir rumput laut (g) saat pengambilan sampel rumput laut yaitu
Wo = bobot awal rumput laut (g) pada setiap dua minggu selama penelitian
A = luas areal penanaman (m2) (Tabel 1).

Tabel 1. Parameter Faktor Lingkungan yang Diamati dan Metode Pengukuran serta alat yang
digunakan selama penelitian
Table 1. Environmental Factor Parameter that observed and Measurement Method and needed tools
during researcd

No. Parameter Nama Alat Satuan Keterangan


1. Suhu pH meter °C In situ
2. Kec. Arus current meter/Euler m/dt In situ
3. Kecerahan Sehci disk Persen In situ
4. Salinitas Hand refraktometer ‰ In situ
5. pH pH meter Unit In situ
6. Nitrat Spektrofotometer Ppm Laboratorium
7. Fosfat Spektrofotometer Ppm Laboratorium
8. Curah hujan Data sekunder Mm Data BMG

142
Jurnal Akuatika Vol.VI No.2/September 2015 (140-153)
ISSN 0853-2532

Analisis Data Produksi rumput laut di lokasi penelitian,


Untuk menganalisis pengaruh pada musim hujan dan kemarau berkisar
Musim, Lokasi dan Jarak dari garis pantai 0,28 – 2,50 kg/rumpun meter tali dan 0,28
diuji terhadap produksi rumput laut diuji – 2,22 kg/rumpun meter tali. Pola sebaran
dengan cara Analisis Univariat desain produksi rumput laut pada musim hujan
Faktorial (Steel and Torrie 1982 ; Nazir tertinggi mengarah pada lokasi Stasiun A
2009). Hubungan parameter lingkungan pada jarak jauh dari garis pantai dan
dengan produksi rumput laut dianalisis semakin rendah mengarah pada lokasi
dengan regresi linear berganda dengan Stasiun C. Tingginya produksi rumput laut
model linear (Steel and Torrie 1982 ; tersebut di duga karena kadar nitrat di
Supranto, 2004; Nazir 2009). Hubungan lokasi Stasiun A relatif tinggi, dimana
parameter lingkungan dengan produksi dan nitrat sebagai salah satu parameter yang
karaginan rumput laut dianalisis dengan sangat dibutuhkan oleh rumput laut untuk
regresi linear berganda dengan model menunjang pertumbuhan. Hasil
linear (Steel and Torrie 1982 ; Supranto, pengukuran rata-rata produksi rumput laut
2004; Nazir 2009). tertinggi waktu musim hujan di lokasi
Stasiun A yaitu 1,13 kg/rumpun meter tali
Hasil dan Pembahasan ± 0,94 pada jarak jauh. Sedangkan pada
musim kemarau pengukuran rata-rata
Produksi Rumput Laut produksi rumput laut tertinggi di lokasi
Stasiun B yaitu 0,86 kg/rumpun meter tali±
0,71 pada jarak jauh (Gambar 1).

1,2
Rata-Rata Produksi Rumput

1
Laut (kg/rmtl)

0,8
0,6
0,4 M. Hujan

0,2 M. Kemarau

0
A B C
Stasiun Penelitian

Gambar 1. Rata-Rata Produksi Rumput Laut pada Musim hujan dan Kemarau
Figure 1. Seaweed Production Average during Wet and Dry Season

Pengaruh Musim dan Jarak dari garis disebabkan karena pada musim hujan
pantai Terhadap Produksi Rumput Laut terjadi perbedaan kualitas perairan
terutama ketersediaan unsur hara yang
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa berasal dari aliran air hujan dan daratan
musim dan jarak dari garis pantai diperairan lebih tinggi, sehingga
berpengaruh nyata terhadap produksi penyerapan nutrien oleh rumput laut juga
(P<0,05). Hasil uji lanjut BNT terhadap tinggi (Herlinah, 2009). Hal ini sesuai hasil
jarak dari garis pantai, musim penelitian Latief (2012) di perairan Pulau
berpengaruh terhadap produksi dimana Saugi mendapatkan pertumbuhan jenis
pada musim hujan produksi lebih tinggi Kappaphycus alvarezii pada musim hujan
dari pada musim kemarau. Hal ini lebih baik dari pada musim kemarau.
143
Andi Asni : Analisis Poduksi Rumput Laut (kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim …

Adanya perbedaan produksi rumput mengikuti persamaan linier : Y=-


laut pada jarak dekat dengan jarak jauh 14,068 + 0,401 Salinitas + 4,53 Nitrat +
dimana produksi rumput laut pada jarak 0,236 Kecerahan. Makna dari korelasi
jauh didapatkan lebih tinggi diduga karena linier positif yang signifikan ini adalah
kondisi kualitas perairan terutama peubah bahwa salinitas, nitrat dan kecerahan
kecerahan dan kecepatan arus. Kecerahan berhubungan dengan peningkatan produksi
dan kecepatan arus pada jarak jauh dari rumput laut. Berdasarkan nilai koefisien
garis pantai lebih tinggi, dimana kecerahan determinasi (R2) 0,684 menunjukkan
yang tinggi juga ikut menunjang bahwa keragaman produksi rumput laut
pertumbuhan rumput laut. Kecerahan yang (68,4%) dapat dijelaskan oleh keragaman
tinggi memungkinkan proses fotosíntesis salinitas, nitrat dan kecerahan. Oleh karena
rumput laut dapat berlansung dengan baik. itu dapat dikatakan sebesar 68,4%
Hasil penelitian Patajai (2007) pengaruh salinitas, nitrat dan kecerahan
mendapatkan produksi rumput laut terhadap produksi rumput laut pada musim
tertinggi yatu 454,20 g rumpun-1 pada kemarau jika dibandingkan dengan
perairan karang karena memiliki kecerahan parameter lain.
yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil regresi berganda
baik pada musim hujan maupun pada
Hubungan Antara Parameter Lingkungan kemarau, dimana kecerahan merupakan
dengan Produksi faktor lingkungan yang signifikan
berkorelasi postif dengan produksi rumput
Analisis regresi linier berganda antara laut. Hal ini sesuai dengan pendapat
produksi (Y) dengan parameter lingkungan (Hayashi, et.al., 2007) bahwa Kecerahan
yaitu suhu, salinitas, nitrat, fosfat, pH, tidak berdampak langsung pada
kecepatan arus, kecerahan (X). Hasil pertumbuhan rumput laut akan tetapi
analisis pada musim hujan menunjukkan secara tidak langsung melalui penetrasi
bahwa produksi rumput laut signifikan cahaya. Penetrasi cahaya ke dalam perairan
(P<0,05) dengan kecerahan yaitu R = yang menyebabkan proses fotosintesis
2
0,539 (R = 0,291). Hubungan produksi semakin tinggi jika semakin tinggi tingkat
dengan parameter lingkungan mengikuti kecerahannya semakin efektif untuk
persamaan linier : Y = 0,687 + 0,254 pertumbuhan rumput laut. Jumlah cahaya
Kecerahan. Makna dari korelasi linier matahari yang masuk ke dalam perairan
positif yang signifikan ini adalah bahwa akan mempengaruhi tingkat kecerahan
dengan meningkatnya kecerahan pada perairan yang selanjutnya akan
musim hujan maka produksi rumput laut berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput
akan meningkat pula. Berdasarkan nilai laut. Kecukupan sinar matahari sangat
koefisien determinasi (R2) 0,291 menentukan kecepatan rumput laut untuk
menunjukkan bahwa keragaman produksi memenuhi kebutuhan nutrien seperti
rumput laut (29,1%) dapat dijelaskan oleh karbon (C), nitrogen (N) dan posfor (P)
keragaman kecerahan. Oleh karena itu untuk pertumbuhan dan pembelahan
dapat dikatakan sebesar 29,1% selnya.
pengaruhnya terhadap produksi rumput Salinitas secara langsung dapat
laut jika dibandingkan dengan parameter mempengaruhi produksi rumput laut
lain. dimana salinitas sangat berpengaruh
Sedangkan hasil analisis regresi terhadap pertumbuhan rumput laut.
pada musim kemarau menunjukkan bahwa Apabila salinitas rendah, jauh di bawah
produksi rumput laut signifikan (P<0,05) batas toleransinya maka rumput laut akan
dengan salinitas, nitrat dan kecerahan yaitu berwarna pucat, gampang patah dan lunak
R = 0,837 (R2 = 0,684). Hubungan akhirnya membusuk serta tidak tumbuh
produksi dengan parameter lingkungan dengan normal dan mati. Sedangkan pada

144
Jurnal Akuatika Vol.VI No.2/September 2015 (140-153)
ISSN 0853-2532

salinitas air yang tinggi menyebabkan organik seperti karbohidrat, protein, lemak
thallus rumput laut menjadi pucat dan unsur-unsur lainnya.
kekuning-kuningan yang menjadikan
rumput laut tidak tumbuh dengan baik Parameter Lingkungan
(Thono dan Ohno.,1987). Karena kondisi 1. Suhu
thallus cenderung lebih lemah sehingga Secara umum suhu perairan selama
mengalami stress dan rentan terhadap penelitian, pada musim hujan dan kemarau
penyakit dengan daya penyembuhan didapatkan berkisar antara 28.00 – 30.60°C
rendah dan nampak mejadi putih pemucat, dan 29.90 – 31.50°C. Hasil pengukuran
mengecil, tanaman mudah rontok dan rata-rata suhu perairan tertinggi pada
kehancuran yang merupakan gejala lokasi Stasiun A dan Stasiun B yaitu
penyakit ice-ice (Soegiarto dan Sulistijo, 29,59oC ± 0,50 pada jarak jauh musim
1978 ; Uyengco dkk., 1981). hujan. Sedangkan pada musim kemarau
Nitrat mempengaruhi produksi yaitu pada lokasi Stasiun B yaitu 30,93oC
rumput laut karena nitrat merupakan ± 0,44 pada jarak jauh (Gambar 2). Pola
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman sebaran suhu pada saat musim kemarau
dan algae karena merupakan faktor didapatkan tertinggi pada daerah yang jauh
pembatas. Pertumbuhan rumput laut dari aliran sungai pada tiap stasiun
meningkat dengan meningkatnya kadar penelitian. Jalur sungai yang membawa
nitrat di perairan (Hayashi., et. al., 2010). massa air dari daratan yang telah lebih
Unsur nitrat pada perairan diperlukan dulu dingin akibat aliran air yang
rumput laut untuk pertumbuhan, produksi terlindung dan gesekan-gesekan aliran air
dan untuk pembentukan cadangan pada bebatuan yang dingin mempengaruhi
makanan berupa kandungan senyawa suhu perairan dangkal lebih rendah
dibandingkan perairan dalam.

31,5
Rata-Rata Suhu Perairan

31
30,5
30
(oC)

29,5 M. Hujan
29
M. Kemarau
28,5
28
27,5
A B C
Stasiun Penelitian

Gambar 2. Rata-Rata Suhu Perairan pada Musim hujan dan Kemarau


Figure 2. Water Temperature Average during Wet and Dry Season

Suhu perairan di lokasi penelitian et al. (2010), suhu yang baik untuk
pada musim hujan dan kemarau masih pertumbuhan rumput laut adalah 20 –
dalam kisaran yang sesuai untuk kondisi 28oC. Soegiarto et al. (1978) menyatakan
pertumbuhan rumput laut. Hal ini sejalan bahwa laju fotosintesis maksimal bagi
dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty Eucheuma adalah pada suhu 30oC,
(1993) yang menyatakan bahwa rumput sedangkan pada suhu di atas 32 oC
laut tumbuh dan berkembang dengan baik aktivitas fotosintesis terhambat. Suhu
pada perairan yang memiliki kisaran suhu optimum rumput laut K. alvarezii adalah
26 - 33 oC. Sedangkan menurut Parenrengi

145
Andi Asni : Analisis Poduksi Rumput Laut (kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim …

berkisar antara 25 - 28 oC (Ask dan kemarau didapatkan berkisar antara 25 –


Azanza, 2002). 31,70 ppt dan 26,10 – 35,00. Pola sebaran
Suhu pada musim kemarau lebih salinitas pada saat musim hujan didapatkan
tinggi dari pada suhu pada musim hujan. tertinggi pada sekitaran perairan Stasiun C
Perbedaan suhu terjadi karena adanya dan salinitas semakin rendah didapatkan
perbedaan energi matahari yang diterima mengarah pada sekitaran perairan Stasiun
oleh perairan, suhu akan naik dengan B dan Stasiun A. Salinitas rendah pada
meningkatnya energy matahari yang wilayah perairan tersebut disebabkan oleh
masuk ke dalam perairan (Fattah, 2011). aliran air dari sungai besar yang
Selanjutnya dikatakan kenaikan suhu akan mengsuplai air tawar dari darat terutama
mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pada musim hujan. Sedangkan pada
pucat kekuning-kuningan yang menjadikan musim kemarau pola sebaran salinitas
rumput laut tidak tumbuh dengan baik. didapatkan tertinggi pada sekitaran Stasiun
C dan salinitas semakin rendah didapatkan
mengarah pada sekitaran Stasiun B dan
Stasiun A. Hasil rata-rata salinitas perairan
2. Salinitas tertinggi pada musim hujan dan kemarau
terjadi di Stasiun C pada jarak jauh dari
Secara umum salinitas perairan selama garis pantai yaitu masing-masing 31,03 ppt
penelitian, pada saat musim hujan dan ± 0,47 dan 33,34 ppt ± 1,09 (Gambar 3).

34
Rata-rata Salinitas Perairan

32

30
(ppt)

M. Hujan
28
M. Kemarau
26

24
A B C
Stasiun Penelitian
Gambar 3. Rata-Rata Salinitas Perairan pada Musim hujan dan Kemarau
Figure 3. Salinity Average during Wet and Dry Season

Kondisi salinitas perairan pada hujan dan kemarau berkisar antara 0,20 –
ketiga stasiun tersebut diatas selama 1,20 ppm dan 0,01 – 0,45 ppm. Pola
pengamatan masih dalam batas yang layak sebaran nitrat pada saat musim hujan dan
dalam menunjang pertumbuhan rumput kemarau didapatkan tertinggi pada
laut. Hal ini sesuai dengan pendapat sekitaran perairan Stasiun B dan Stasiun A.
Tiensongrusmee (1990) bahwa salinitas Tingginya kadar nitrat pada dua lokasi
optimal yang dibutuhkan untuk tersebut karena ada beberapa sungai besar
pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp. potensial membawa nitrat dari daratan
adalah 28 – 34 ‰. Hasil penelitian Patajai terutama pada musim hujan. Konsentrasi
(2007) di perairan Jonggoa, Salemo dan nitrat tertinggi cenderung tersebar pada
Punaga berkisar antara 33,9 – 35,3 ‰. perairan yang memiliki aliran sungai
(Arman, 2012). Menurut Tambaru (1998),
3. Nitrat besar kecilnya konsentrasi nitrat dalam
perairan sangat bergantung dari masukan
Kadar Nitrat di perairan lokasi penelitian yang berasal dari luar perairan seperti dari
secara umum didapatkan pada saat musim
146
Jurnal Akuatika Vol.VI No.2/September 2015 (140-153)
ISSN 0853-2532

sungai, resapan tanah, pencucian ataupun Stasiun B 1,20 ppm ± 0,26 ppm pada jarak
erosi, serta sistem pembentukan yang dekat, sedangkan pada musim kemarau
berlangsung di badan air itu sendiri. hasil pengukuran kadar nitrat tertinggi di
Sedangkan sebaran nitrat semakin Stasiun A 0,45 ppm ± 0,23 pada jarak
rendah didapatkan mengarah pada dekat (Gambar 4). Hal ini sesuai yang
sekitaran Stasiun C. Nitrat rendah pada dikemukakan Fattah (2011) bahwa kisaran
wilayah perairan ini disebabkan oleh nitrat yang layak untuk organisme yang
kurangnya aliran air dari sungai terutama dibudidayakan sekitar 0,2525 – 0,6645
pada musim hujan. Sebaran nitrat mg/l. Sedangkan menurut Sulistijo dan
didapatkan relatif tertinggi pada daerah Atmadjaya (1996) bahwa rumput laut
yang dekat dari jarak pantai atau dekat dari dapat tumbuh optimal diperlukan
aliran sungai pada tiap stasiun penelitian. kandungan nitrat antara 0,9-3,5 ppm, tetapi
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian apabila kandungan nitrat di bawah 0,1 atau
Samawi (2009) di perairan Punaga Takalar diatas 4,5 ppm maka nitrat akan menjadi
dimana pengukuran pada dua lokasi faktor pembatas. Kadar nitrat pada musim
pemeliharan rumput laut pada lokasi hujan lebih tinggi pada dari pada musim
perairan bagian dalam jarak dekat dari kemarau karena pada musim hujan nitrat
pantai lebih tinggi dari pada nitrat air laut banyak masuk keperairan terbawa oleh air
pada lokasi bagian luar yang jauh dari hujan dan debit air juga sangat besar
garis pantai. masuk ke perairan.
Hasil pengukuran rata-rata kadar
nirat tertinggi pada musim hujan di lokasi

0,6
Rata-rata Nitrat perairan

0,5
0,4
0,3 M. Hujan
(ppm)

0,2 M. Kemarau
0,1
0
A B C
Stasiun Penelitian
Gambar 4. Rata-Rata Nitrat Perairan pada Musim hujan dan Kemarau
Figure 4. Nitrate Average during Wet and Dry Season

4. Fosfat dengan aliran sungai. Konsentrasi fosfat


tertinggi tersebar pada daerah pesisir aliran
Secara umum pola sebaran kadar fosfatdi sungai, hal ini disebabkan penguraian
perairan lokasi penelitian, didapatkan pada bahan organik di daratan yang terangkut
saat musim hujan dan kemarau berkisar aliran air sungai ke laut. Dikawasan
antara 0,02 – 0,94 ppm dan 0,23 – 0,50 pesisir pantai bahan organik daratan lebih
ppm. Pola sebaran fosfat pada saat musim banyak dari pada bahan organik di laut
hujan dan kemarau didapatkan hampir (Rompas, dkk.).
merata pada ketiga stasiun. Sedangkan Hasil pengukuran rata-rata kadar
pola sebaran fosfat berdasarkan jarak dari fosfat tertinggi pada waktu musim hujan
garis pantai terdapat kadar fosfat tinggi di lokasi Stasiun B 0,90 ppm ± 0,19 ppm
pada jarak dekat dari garis pantai dan dekat
147
Andi Asni : Analisis Poduksi Rumput Laut (kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim …

pada jarak dekat, sedangkan pada musim tertinggi di Stasiun C 0,50 ppm ± 0,07
kemarau hasil pengukuran kadar fosfat pada jarak dekat (Gambar 5).

0,6

Rata-Rata Fosfat Perairan


0,5
0,4
0,3
M. Hujan
0,2
M. Kemarau
0,1
0
A B C
Stasiun Penelitian
Gambar 5. Rata-Rata Fosfat Perairan pada Musim hujan dan Kemarau
Figure 5. Phospate Average during Wet and Dry Season

Kadar fosfat perairan pada lokasi yaitu pola sebaran arus yang tinggi
penelitian tersebut diatas selama mengarah ke Stasiun A. Dinamika
pengamatan masih dalam ambang batas kecepatan arus berbeda sesuai dengan
yang layak dalam menujang pertumbuhan lokasi titik sampling dan jarak stasion dari
rumput laut. Kisaran kadar fosfat yang garis pantai. Semakin jauh lokasinya ke
optimal untuk menunjang pertumbuhan arah laut semakin tinggi kecepatan arus
rumput laut adalah berkisar anatara 0,1 – dan sebaliknya semakin mendekati pantai
3,5 ppm (Kapraun, 1978), sedangkan semakin berkurang kecepatannya. Hal ini
Indriani dan Sumiarsih (1995) menyatakan terjadi karena pengaruh jarak tempuh arus
kisaran yang optimum untuk pertumbuhan ke pantai dan teredam oleh hamparan
rumput laut adalah 0,050 – 1,00 ppm. budidaya rumput laut.
Kadar Fosfat lebih tinggi pada Sedangkan pada musim kemarau
musim hujan dibanding musim kemarau sebaliknya pada musim hujan yaitu pola
karena pada musim hujan aliran fosfat sebaran arus yang tinggi mengarah ke
terjadi dari daratan, begitu pula fosfat pada Stasiun A. Dinamika kecepatan arus
jarak dekat lebih tinggi karena dekat berbeda sesuai dengan lokasi titik
dengan sumber dari daratan (Samawi, sampling dan jarak stasion dari garis
2009). Keberadaan fosfor dalam jumlah pantai. Semakin jauh lokasinya ke arah
sedikit di perairan adalah sangat penting laut semakin tinggi kecepatan arus dan
terutama berfungsi dalam pembentukan sebaliknya semakin mendekati pantai
protein dan proses metabolisme bagi semakin berkurang kecepatannya. Hal ini
organisme (Fattah, 2011). terjadi karena pengaruh jarak tempuh arus
ke pantai dan teredam oleh hamparan
5. Kecepatan Arus budidaya rumput laut.
Hasil pengukuran rata-rata
Kecepatan arus di lokasi penelitian secara kecepatan arus pada musim hujan tertinggi
umum pada saat musim hujan dan kemarau di Stasiun B dan Stasiun C yaitu 10 cm/det
berkisar antara 4 – 18 cm/det dan 1 – 17 ± 0,02 pada jarak jauh, sedangkan pada
cm/det. Pola sebaran arus pada musim musim kemarau hasil pengukuran rata-rata
hujan tertinggi pada Stasiun B dan Stasiun kecepatan arus tertinggi di Stasiun A yaitu
C, sebaran semakin rendah mengarah ke 12 cm/det ± 0,03 pada jarak jauh (Gambar
Stasiun A. Sedangkan pada musim 6). Gerakan air (arus) yang baik untuk
kemarau sebaliknya pada musim hujan

148
Jurnal Akuatika Vol.VI No.2/September 2015 (140-153)
ISSN 0853-2532

pertumbuhan rumput laut antara 20 – 40 cm/detik (Indriani dan Sumiarsih 1991).

14

Rata-Rata Kec. Arus (cm/det)


12
10
8
6 M. Hujan
4 M. Kemarau
2
0
A B C
Stasiun Penelitian

Gambar 6. Rata-Rata Kec. Arus Perairan pada Musim hujan dan Kemarau
Figure 6. Current Velocity Average during Wet and Dry Season

Kondisi kecepatan arus pada lokasi sama pada Stasiun A dan Stasiun C. Pola
penelitian selama pengamatan arus berbeda sebaran pH pada daerah yang jauh dari
pada jarak dekat dengan jarak jauh. Hasil pantai relatif lebih tinggi dibandingkan
penelitian Mansyur (2010) juga dengan dekat pantai. Umumnya daerah
menemukan laju pertumbuhan harian muara sungai mempunyai pH lebih rendah
tertinggi rumput laut adalah pada bagian akibat penguraian bahan organik yang
terjauh dari pulau yang berarti lebih tinggi biasanya menumpuk pada dasar muara
terpapar arus yang kecepatannya lebih sungai. Hal ini dikarenakan penguraian
tinggi. Menurut para nelayan rumput laut, bahan organik yang biasanya menumpuk
pada musim timur pertumbuhan rumput pada dasar muara sungai dengan relatif
laut yang berada pada unit budidaya di bersifat masam.
bagian luar arah ke laut, lebih bagus Hasil pengukuran rata-rata derajat
pertumbuhannya bila dibandingkan dengan pH pada musim hujan tertinggi di Stasiun
rumput laut yang ditanam di pinggir pantai C yaitu 7,87 ± 0,19 pada jarak jauh,
karena yang terdapat pada bagian luar sedangkan pada musim kemarau hasil
selalu bergerak terkena arus dan pengukuran rata-rata derajat pH tertinggi
gelombang. Arus air sangat berperan di lokasi Stasiun B yaitu 8,30 ± 0,21 pada
dalam perolehan nutrien bagi rumput laut jarak sedang (Gambar 6). Kondisi pH
karena arus berperan penting bagi perairan selama pengamatan masih dalam
penyediaan nutrien dalam perairan dan batas layak dalam menunjang pertumbuhan
juga berfungsi untuk mensuplay zat hara. rumput laut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Djurjani (1999) menyatakan
6. Derajat Keasaman (pH) bahwa rumput laut umumnya dapat
tumbuh dengan baik pada kisaran pH
Pengukuran pH di lokasi penelitian pada antara 6,5 – 9,5. Sedangkan menurut
musim hujan dan kemarau berkisar 7,00 – Indriani dan Sumiarsih (1991), lokasi
8,30 dan 7,63 – 8,30. Pola sebaran pH untuk budidaya rumput laut sebaiknya
perairan pada musim hujan tertinggi memiliki pH yang berkisar antara 7,0–8,5.
mengarah ke Stasiun C dan Stasiun B dan Aslan (1998) menyatakan bahwa hampir
pH semakin rendah mengarah ke Stasiun A seluruh alga mempunyai kisaran daya
. Sedangkan musim kemarau pola sebaran penyesuaian terhadap pH antara 6,8 – 9,6.
pH tertinggi pada Stasiun B dan relatif

149
Andi Asni : Analisis Poduksi Rumput Laut (kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim …

8,4

Rata-Rata pH Perairan
8,2
8
7,8
7,6
M. Hujan
7,4
M. Kemarau
7,2
7
A B C
Stasiun Penelitian

Gambar 7. Rata-Rata pH Perairan pada Musim hujan dan Kemarau


Figure 7. pH Average during Wet and Dry Season

Dari hasil uji berdasarkan musim lebih tinggi mengarah ke perairan yang
berbeda antara musim hujan dengan lebih jauh dari garis pantai. Semakin cerah
musim kemarau, sedangkan antara jarak suatu perairan berarti partikel-partikel
dari garis pantai tidak berbeda, hal ini lumpur yang kemungkinan terdapat dalam
diduga karena perubahan pH perairan kolom air semakin sedikit, sehingga
setiap jarak dari garis pantai kecil. pH memungkinkan cahaya yang masuk ke
perairan Selama pengamatan pH perairan perairan semakin besar, yang selanjutnya
relatif stabil dan berada pada kisaran intensitas cahaya yang besar akan
adaptasi bagi rumput laut. Perubahan pH menunjang proses fotosintesis rumput laut.
selama penelitian relatif kecil karena Peningkatan proses fotosintesis akan
perairan mempunyai sistem penyangga menyebabkan proses metabolisme
terhadap perubahan ion yang drastis. sehingga merangsang rumput laut untuk
menyerap unsur hara yang lebih banyak,
7. Kecerahan penyerapan unsur hara yang lebih banyak
akan menunjang pertumbuhan.
Pengukuran kecerahan secara umum di Hasil pengukuran rata-rata
lokasi penelitian pada musim hujan dan kecerahan waktu musim hujan dan musim
kemarau berkisar 0,94 – 6,78 m dan 1,65 – kemarau waktu musim hujan tertinggi di
7,35 m. Pola sebaran kecerahan perairan lokasi Stasiun A masing-masing yaitu 4,24
pada musim hujan dan kemarau semakin m ± 0,64 dan 5,27 m ± 0,61 pada jarak
jauh ke arah laut semakin tinggi dan jauh (Gambar 8). Kondisi kecerahan yang
semakin rendah yang mengarah ke dekat diperoleh selama pengamatan masih dalam
pantai. Sebaran kecerahan pada musim batas yang layak untuk pertumbuhan
hujan dan kemarau tertinggi mengarah ke rumput laut, hal ini sesuai dengan yang
perairan Stasiun A dan semakin rendah kemukakan oleh Sulistijo (2002) kecerahan
mengarah ke Stasiun B dan Stasiun C. yang baik untuk budidaya rumput laut
Kecerahan pada musim hujan dan kemarau adalah 2,5 – 5 meter.

150
Jurnal Akuatika Vol.VI No.2/September 2015 (140-153)
ISSN 0853-2532

Rata-Rata Kecerahan
5
4

Perairan
3
2 M. Hujan
1 M. Kemarau

0
A B C
Stasiun Penelitian

Gambar 8. Rata-Rata Kecerahan Perairan pada Musim hujan dan Kemarau


Figure 8. Water Transparancy Average during Wet and Dry Season

Kecerahan pada musim kemarau di perairan pesisir Kabupaten Bantaeng


lebih tinggi daripada musim hujan karena maka perlu pengelolaan penataan lahan
intesitas cahaya dalam perairan juga lebih dengan pengaturan proporsi pemanfaatan
tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat lahan pada jarak yang jauh dari garis
(Indriani dan Sumiarsih, 2003) bahwa pantai (sekitar 1500 m).
kecerahan merupakan jarak yang dapat
ditembus cahaya matahari ke dalam Ucapan Terima Kasih
perairan. Semakin jauh jarak tembus
cahaya matahari, semakin luas daerah yang Ucapan terima kasih Kepada Direktur
memungkinkan terjadinya fotosintesis. Penelitian dan pengabdian Masyarakat
Kemampuan daya tembus sinar matahari (DP2M) DIKTI atas bantuan dana
ke perairan sangat ditentukan oleh warna sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan
perairan, kandungan bahan-bahan organik dan laporan hasil penelitian ini dapat
maupun anorganik yang tersuspensi di dilaksanakan tepat waktu. Ucapan yang
perairan, kepadatan plankton, jasad renik sama ditujukan kepada Dekan Fakultas
dan detritus. Perikanan dan Ilmu Kelautan UMI dan
Ketua Lembaga dan Pengembangan
Simpulan Sumberdaya (LP2S) UMI atas dukungan
1. Produksi rumput laut lebih tinggi pada dan kerjasamanya serta semua pihak yang
musim hujan dibanding musim membantu dalam pelaksanaan penelitian.
kemarau.
2. Musim dan Jarak dari garis pantai Daftar Pustaka
berpengaruh (P<0,05) terhadap
produksi rumput laut. Afrianto, E. dan Liviawati, E. 1993.
3. Parameter lingkungan yang Budidaya Rumput Laut dan Cara
memberikan konstribusi signifikan Pengolahannya. Penerbit Bhratara,
terhadap produksi rumput laut pada Jakarta.
musim hujan adalah kecerahan Ask. E.I. and Azanza, R.V. 2002.
sedangkan pada musim kemarau Advances in cultivation technology
adalah nitrat, salinitas dan kecerahan. of commercial eucheumatoid
species: a review with suggestions
Saran for future research. Aquaculture,
206 : 257– 277.
Untuk mendapatkan produksi yang optimal
dan berkelanjutan pada petani rumput laut
151
Andi Asni : Analisis Poduksi Rumput Laut (kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim …

Aslan, LM. 2011. Strategi Hellebust, J.A., and Cragie, J.S. 1978.
Pengembangan Budidaya Rumput Handbook of Phycological
Laut Di Indonesia. Pidato Methods. Cambridge University
Pengukuhan Guru Besar Dalam Press. London.
Bidang Budidaya. Fakultas Herlinah. 2009. Laju Penyerapan Fosfat
Perikanan Dan Ilmu Kelautan. dan Nitrat Oleh Rumput Laut
UNHALU. Kendari. Kappaphycus alvaresi (Doty)
Bengen, D.G. 2005. Pentingnya Varitas Coklat dan Hijau. Tesis.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Pasca sarjana Universitas
Terpadu Berbasis Kesesuaian hasanuddin. Makassar. Tidak
Lingkungan bagi Keberlanjutan Dipublikasikan.
Pembangunan Kelautan:Perspektif Indriani, H dan Suminarsih, E. 2003.
Keterpaduan dalam Penataan Budidaya, Pengolahan dan
Ruang Darat-Laut. Merajut Pemasaran Rumput Laut. Penebar
Inisiatif Lokal Menuju Kebijakan Swadaya, Jakarta.
Nasional. Mitra Pesisir (CRMP II), Israel, A., R. Einav and Seckbach, J.
Jakarta. (Editors). 2010. Seaweeds and
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten their role in Globally Changing
Bantaeng. 2014. Laporan Environments. Springer.
Tahunan. Bantaeng. Dordrecht, Heidelberg, London,
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. New York.
2005. Revitalisasi Perikanan. Kamlasi, Y., 2008. Kajian Ekologis Dan
Departemen Kelautan dan Biologi untuk Pengembangan
Perikanan Republik Indonesia. Budidaya Rumput Laut (Eucheuma
Jakarta. cottonii) Dikecamatan Kupang
Fattah, N. 2011. Analisis Performa Barat Kabupaten Kupang Propinsi
Biologis Dan Kualitas Jenis Nusa Tenggara Timur. Tesis.
Kappaphycus alvarezii pada Sekolah Pascasarjana. Institut
Kondisi Perairan Yang Berbeda. Pertanian Bogor. Bogor.
Tesis. Pasca Sarjana. Universitas Lange, G.M., and Jiddawi, N. 2009.
Hasanuddin. Makassar. Tidak Economic value of marine
Dipublikasikan. ecosystem services in Zanzibar:
Gunalan, B, Kotiya A.S. and. Jetani K.L. Implications for marine
2010. Comparison of Kappaphycus conservation and sustainable
alvarezii Growth at Two Different development. Ocean & Coastal
Places of Saurashtra Region. Management, 52 : 521–532.
Faculty of Marine Science, Centre Latief, N. 2012. Optimasi Pemanfaatan
of Advanced Study in Marine Lahan Perairan Pulau Saugi
Biology, Annamalai University, Kabupaten Pangkep Untuk
Parangiettai-608 502 Tamil Nadu, Budidaya Kappaphycus alvarezii.
India. Disertasi. Pasca Sarjana
Hayashi, L., Yokoya, N.S., Ostini, Universitas Hasanuddin. Makassar.
S.,Pereira, R.T.L., Braga, E.S., Nazir. M., 2009. Metode Penelitian.
Olivera, E.C. 2008. Nutrients Penerbit Ghalia Indonesia.
removed by Kappaphycus alvarezii Anggota Ikapi. Bogor.
(Rhodophyta, Solieriaceae) in Neori, A., Shpigel, M., and Ben-Ezra, D.
integrated cultivation with fishes in 2000. A sustainable integrated
re-circulating water. Aquaculture, system for culture of fish, seaweed
277 : 185–191 and abalone. Aquaculture, 186:
279–291.

152
Jurnal Akuatika Vol.VI No.2/September 2015 (140-153)
ISSN 0853-2532

Nurdjana, M.I. 2010. Program Utama Bidang Akuakultur, Pusat


Peningkatan Produksi Ikan 350% Penelitian Oseanografi. LIPI.
Periode 2010-2014. Seminar Tambaru, R. 2008. Dinamika Komunitas
Membangkitkan Kejayaan Fitoplankton Dalam Kaitannya
Indonesia Sebagai Negara dengan Produktivitas Perairan Di
Maritim, Universitas Hasanuddin. Perairan Pesisir Maros Sulawesi
12 januari 2010. Direktorat Selatan. Pascarjana. Institut
Jenderal Perikanan Budidaya Pertanian Bogor. Tidak
Kementerian Kelautan Dan Dipublikasikan.
Perikanan.
Parenrengi, A. Syah, R. dan Suryati, E.
2010. Budidaya Rumput Laut
Penghasil Keraginanan
(Karaginofit). Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan
Perikanan. Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Jakarta.
Patajai, R.S. 2007. Pertumbuhan,
Produksi dan Kualitas Rumput aut
Kappaphycus alvaresi (Doty) pada
Berbagai Habitat Budidaya yang
Berbeda. Disertasi. Program
Pascasarjana Universitas
Hasanuddin. Makassar. Tidak
Dipublikasikan.
Rompas, R.M,. 2010. Toksikologi
Kelautan. Sekertariat Dewan
Kelautan Indonesia. Walaw
Bengkulen. Jakarta.
Samawi, M.F. Tambaru, R. dan
Metusalach. 2009. Studi
Kandungan Keraginan Rumput
Laut Euchema spinosum Pada
Berbagai Umur Panen. Laporan
Akhir Hibah kompetitif penelitian
sesuai prioritas nasional. Lembaga
Penelitian Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Steel, R.G.D. and Torrie, J.H. 1995.
Prinsip dan Prosedur Statistik
Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi
Kedua. Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama Jakarta.
Sulistijo. 2002. Penelitian Budidaya
Rumput Laut (Algae
Makro/Seaweed) di Indonesia.
Pidato Pengukuhan Ahli Penelitian

153

Anda mungkin juga menyukai