Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN

CEREBRAL PALSY

MAKALAH

oleh

KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNVERSITAS JEMBER
2015
ASUHAN KEPERAWATAN
CEREBRAL PALSY

MAKALAH

diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IVB


dengan dosen: Ns. Ratna Sari H, M.Kep

oleh:

Fitania Marizka P NIM 112310101064


Auliya Hidayati NIM 122310101001
Karina Diana S NIM 122310101019
Yulia Martha F NIM 122310101029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNVERSITAS JEMBER
2015

ii
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Cerebral Palsy”. Makalah ini
disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IVB
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Ratna Sari H, M.Kep, selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Keperawatan Klinik IVB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember;
2. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya
baik secara materil maupun non materil;
3. Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha
semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Jember, Maret 2015 Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................ 2

BAB 2. KAJIAN TEORI .................................................................................. 3

2.1 Definisi Penyakit Cerebral Palsy ........................................................ 3

2.2 Epidemiologi Penyakit Cerebral Palsy ............................................... 4

2.3 Klasifikasi Penyakit Cerebral Palsy ................................................... 5

2.4 Etiologi Penyakit Cerebral Palsy ....................................................... 6

2.6 Manifestasi Klinis Penyakit Cerebral Palsy ....................................... 10

2.7 Patofisiologi Penyakit Cerebral Palsy ................................................ 12

2.8 Komplikasi dan Prognosis Penyakit Cerebral Palsy .......................... 14

2.9 Penatalaksanaan Penyakit Cerebral Palsy .......................................... 15

2.10 Pencegahan Penyakit Cerebral Palsy ................................................. 17

BAB 3. PATHWAY........................................................................................... 20

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................. 21

4.1 Pengkajian ............................................................................................. 21


4.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 27

iv
4.3 Perencanaan .......................................................................................... 28
4.4 Implementasi ......................................................................................... 35
4.5 Evaluasi ................................................................................................. 37

BAB 5. PENUTUP............................................................................................. 39
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 39
5.2 Saran .................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang
mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif
sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Dalam teori yang lain menurut
Soeharso (Abdul Salim, 2007:170), “cerebral palsy terdiri dari dua kata, yaitu
cerebral yang berasal dari kata cerebrum yang berarti otak dan palsy yang berarti
kekakuan”. Jadi menurut arti katanya, cerebral palsy berarti kekakuan yang
disebabkan karena sebab-sebab yeng terletak di dalam otak.
Di Indonesia, prevalensi penderita CP diperkirakan sekitar 1 – 5
per 1.000 kelahiran hidup. Laki–laki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali
terdapat pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih
sering mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi
berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40
tahun, terlebih lagi pada multipara. (Soetjiningsih, 1995).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dari penyakit cerebral palsy ?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi penyakit cerebral palsy ?
1.2.3 Apa saja klasifikasi dari penyakit cerebral palsy ?
1.2.4 Bagaimana etiologi penyaki cerebral palsy ?
1.2.5 Apa saja yang menjadi gejala gejala cerebral palsy ?
1.2.6 Bagaimana manifestasi klinis penyakit cerebral palsy ?
1.2.7 Bagaimana patofisiologi penyakit cerebral palsy ?
1.2.8 Apa prognosis dari penyakit penyakit cerebral palsy ?
1.2.9 Bagimana penatalaksanaan dari penyakit cerebral palsy ?
2

1.2.10 Bagaimana pencegahan dari penyakit cerebral palsy ?


1.2.11 Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 untuk mengetahui definisi dari penyakit cerebral palsy ;
1.3.2 untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit cerebral palsy ;
1.3.3 untuk mengetahui klasifikasi dari dari penyakit cerebral palsy ;
1.3.4 untuk mengetahui etiologi dari penyakit cerebral palsy ;
1.3.5 untuk mengetahui gejala dari penyakit cerebral palsy ;
1.3.6 untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit cerebral palsy ;
1.3.7 untuk mengetahui bagaimana patofisiologi penyakit cerebral palsy ;
1.3.8 untuk mengetahui prognosis dari penyakit penyakit cerebral palsy
1.3.9 untuk mengetahui cara atau penatalaksanaan dari penyakit cerebral palsy ;
1.3.10 untuk mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit
cerebral palsy ;
1.3.11 untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy.
BAB 2. KAJIAN TEORI

2.1. Definisi Cerebral Palsy


Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang
mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif
sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan teori yang
disampaikan dalam The American Academy of Cerebral Paslsy (Mohammad
Efendi, 2006:118), “Cerebral Palsy adalah berbagai perubahan gerakan atau
fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat kecelakaan, luka, atau
penyakit susunan syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak”. Dari pengertian
tersebut di atas, cerebral palsy dapat diartikan gangguan fungsi gerak yang
diakibatkan oleh kecelakaan, luka, atau penyakit susunan syaraf yang terdapat
pada rongga tengkorak.
Dalam teori yang lain menurut Soeharso (Abdul Salim, 2007:170),
“cerebral palsy terdiri dari dua kata, yaitu cerebral yang berasal dari kata
cerebrum yang berarti otak dan palsy yang berarti kekakuan”. Jadi menurut arti
katanya, cerebral palsy berarti kekakuan yang disebabkan karena sebab-sebab
yeng terletak di dalam otak. Sesuai dengan pengertian di atas, cerebral palsy dapat
diartikan sebagai kekakuan yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di otak Istilah
cerebral palsy dipublikasikan pertama oleh Willam Little pada tahun 1843 dengan
istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia
neonatorum. Dan, istilah cerebral palsy diperkenalkan pertama kali oleh Sir
William Osler (Mohamad Efendi: 2006). Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang
terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel
motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat
kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Istilah cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan gerak,
sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai dengan gangguan
psikologis dan sesnsoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan
pada masa perkembangan otak.
4

2.2. Epidemiologi
Diperkirakan lebih dari 100.000 orang Amerika berusia dibawah 18 tahun
mengalami berbagai tingkat neurologic disability hingga CP. Hampir 25 % orang
yang terdeteksi CP yang terdaftar di Perancis dan Inggris tidak dapat berjalan
(meski dengan dibantu sekalipun), dan 30 % mengalami keterbelakangan mental
(mentally retardated). Berdasarkan perkiraan Advisory Council dari National
Institute of Neurological Disorder and Stroke, total biaya rutin yang dihabiskan
oleh orang-orang yang menderita CP sebesar 5 milyar dollar. Selain itu,
penderitaan secara emosional dan kehilangan kesempatan, juga dialami oleh
keluarga penderita CP. (Kuban, 1994)
Di Amerika, prevalensi penderita CP dari yang ringan hingga yang berat
berkisar antara 1,5 sampai 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Angka ini didapatkan
berdasarkan data yang tercatat pada pelayanan kesehatan, yang dipastikan lebih
rendah dari angka yang sebenarnya. (Kuban, 1994) Suatu penelitian pada anak
usia sekolah, prevalensi CP ditemukan 1,2 – 2,5 anak per 1.000 populasi.
Sedikitnya 5.000 kasus baru CP terjadi tiap tahunnya. (Gordon, 1987; Gilroy,
1992) Dari kasus tersebut 10 % sampai 15 % CP didapatkan adanya kelainan otak
yang biasanya disebabkan oleh infeksi atau trauma setelah bulan pertama
kehidupan. (Gilroy, 1992; Adam 1981)
Di Indonesia, prevalensi penderita CP diperkirakan sekitar 1 – 5 per 1.000
kelahiran hidup. Laki–laki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali terdapat
pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih sering
mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat
badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40 tahun,
terlebih lagi pada multipara. (Soetjiningsih, 1995).
5

2.3. Klasifikasi
Banyak klasifikasi penyakit cerebral palsy, namun dibawah ini akan
diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan
fungsional. Berdasarkan gejala klinis ada beberapa klasifikasi pembagian cerebral
palsy adalah sebagai berikut:
a. Tipe spastis atau piramidal ( 50% dari semua kasus CP, otot-otot menjadi kaku
dan lemah. Pada tipe ini gejala yang hamper selalu ada adalah :
1) Hipertoni (fenomena pisau lipat).
2) Hiperrefleksi yang djsertai klonus.
3) Kecenderungan timbul kontraktur.
4) Refleks patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
1) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
2) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah
lebih berat.
3) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit
lebih berat.
4) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
5) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak
bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
b. Tipe disginetik (koreatetoid, 20% dari semua kasus CP), otot lengan, tungkai
dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali,
tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi
menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika
anak tidur.
c. Tipe ataksik, (10% dari semua kasus CP), terdiri dari tremor, langkah yang
goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan gerakan
abnormal.
d. Tipe campuran (20% dari semua kasus CP), Gejala-gejalanya merupakan
campuran kedua gejala di atas misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai
gerakan khorea. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.
6

Berdasarkan tingkatannya ada beberapa klasifikasi pembagian cerebral


palsy adalah sebagai berikut:
a. Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaanlaktifitas sehari- hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
b. Sedang
Aktivitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan
khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan
penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat
bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
c. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus
yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini
ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini
hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan
menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun
lingkungannya.

2.4. Etiologi
Penyebab CP berbeda–beda tergantung pada suatu klasifikasi yang luas
meliputi: terminologi tentang anak yang secara neurologik sakit sejak dilahirkan,
anak yang dilahirkan kurang bulan dengan berat badan lahir rendah dan anak-anak
yang berat badan lahirnya sangat rendah, yang berisiko CP dan terminologi
tentang anak yang dilahirkan dalam keadaan sehat dan mereka yang berisiko
mengalami CP setelah masa kanak–kanak. (Swaiman, 1998) Cerebral palsy dapat
disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari
satu anak yang menderita kelainan ini dalam suatu keluarga, maka kemungkinan
besar disebabkan faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995) Waktu terjadinya
7

kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi pada masa pranatal, perinatal dan
postnatal.

a. Tahap Prenatal:
Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan
kromosom (Soetjiningsih, 1995). Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari
40 tahun (Nelson, 1994), Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40
tahun (Fletcher, 1993)
1) Ibu menderita infeksi atau penyakit saat kehamilan, sehingga menyerang
otak bayi yang sedang dikandungnya. Infeksi ini merupakan salah satu hal
yang dapat menyebabkan kelainan pada janin. Misalnya infeksi sypilis,
rubella, typhus abdominalis dan penyakit inklusi sitomegalik.
2) Pelaku ibu, ibu yang mengkonsumsi obat-obatan, merokok, munum-
minuman keras, ibu yang mengalami depresi dan tekanan darah tinggi, hal
tersebut dapat merusak janin baik fisik maupun mental.
3) Masalah gizi, ibu yang menderita kekurangan gizi akan berpengaruh pada
pembentukan dan perkembangan otak janinnya (dapat menyebaban
kerusakan jaringan di otak).
4) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran darah bayi terganggu
yang biasa disebut dengan anoksia. Contohnya yaitu tali pusat tertekan
sehingga merusak pembentukan saraf-saraf dalam otak dan anemia.
5) Bayi dalam kandungan terkena radiasi, dimana radiasi langsung dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga struktur dan fungsi terganggu.
Contohnya adalah radiasi sinar-X.
6) Rh bayi tidak sama dengan ibunya, dimana Rh (Rhesus) ibu dengan bayi
harus sama agar proses metabolisme berfungsi normal. Jika berbeda, maka
mengakibatkan adanya penolakan yang menyebabkan kelainan
metabolisme ibu dan bayi.
7) Ibu mengalami trauma (kecelakaan atau benturan) yang dapat
mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem saraf pusat. Selain itu,
keracunan pada ibu juga berpotensi terkena gangguan ini.
8

b. Tahap Perinatal:
Perinatal Anoksia/hipoksia Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa
perinatal ialah brain injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya
anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi
sefalo servik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus 13
menggunakan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesar. (Anonim.
2002)
1) Hipoksis iskemik ensefalopati
Saat lahir, bayi dalam keadaan tidak sadar, bahkan tidak menangis dan
justru mengalami kejang hingga kekurangan oksigen ke otak, akibatnya
jaringan otak rusak.
2) Perdarahan otak
Perdarahan dibagian otak dapat mengakibatkan penyumbatan sehingga
anak menderita hidrocepaus ataupun microcepalus. Perdarahan yang
terjadi dapat menekan jaringan otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan.
3) Terkena infeksi jalan lahir
Jalan lahir yang kotr dan banyak kuman akan menyebabkan
ketidaknormalan bayi akibat gangguan proses persalinan misal ibu
mempunyi infeksi TORCH.
4) Ikterus atau bayi kuning
Merupakan keadaan bayi mengalami kuning yang berbahaya misalnya
karena kelahiran inkompatibilitas golongan darah yaitu ibu bergolongan
darah O sedangkan anaknya bergolongan darah A atau B, hal tersebut akan
menyebabkan bayi mengalami hiperbilirubenimia yang dapat merusak sel
otak secara permanen.
5) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.
6) Prematuritas
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat kelahiran.
9

Bayi lahir sebelum waktunya (premature), dimana secara organis tubuhnya


belum matang sehingga fisiologisnya mengalami kelainan dan rentannya
bayi dalam terkena infeksi atau penyakit yang dapat merusak sistem
persarafan pusat bayi.
7) Kelahiran dipaksa dengan menggunakan tang (forcep)
Tekanan yang cukup kuat pada kepala bayi dapat mengakibatkan rusaknya
jaringan saraf otak.
8) Anestesi yang melebihi ketentuan
Anestesi yang melebihi ketentuan yang diberikan pada saat ibu dioperasi
dapat mempengaruhi sistem persarafan otak bayi sehingga otak mengalami
kelainan struktur ataupun fungsinya.
c. Tahap Post natal
1) Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi. misalnya
pukulan atau benturan pada kepala yang cukup keras
2) Infeksi penyakit yang menyerang otak, misalnya terinfeksi penyakit
meningitis, encephalitis, influenza yang akut
3) Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dapat mengakibatkan
kekurangan oksigen (anoksia)
4) Tumor otak, karena dapat menrusak saraf yang terdapat pada jaringan otak
sehingga hilang fungsi motorik maupun sensorik anak
5) Penyebab lainnya adalah pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan
luka parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih
berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari
13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi
prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin
merupakan faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa
gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang
menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.
Sedang faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun
10

(Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982),
atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik dari penyakit ini bermacam–macam, tergantung pada
lokasi yang terkena, apakah kelainan terjadi secara luas di korteks dan batang
otak, atau hanya terbatas pada daerah tertentu. Kelainan kromosom atau pengaruh
zat–zat teratogen yang terjadi pada 8 minggu pertama kehamilan, dapat
berpengaruh terhadap proses embriogenesis sehingga dapat mengakibatkan
kelainan yang berat. Pengaruh zat–zat teratogen setelah trimester I akan
mempengaruhi maturasi otak. Infeksi pada janin yang terjadi pada masa
pertumbuhan janin, akan mengakibatkan kerusakan pada otak. Kejadian
hipoksikiskemik dapat mengakibatkan kelainan mikroanatomi sekunder akibat
dari gangguan migrasi neural crest. Komplikasi perinatal tipe hipoksik atau
iskemik, dapat mengakibatkan iskemik atau infark bayi. Bayi prematur sangat
rentan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ini. Penyebab postnatal seperti
infeksi, meningoensefalitis, trauma kepala, racun– racun yang berasal dari
lingkungan seperti CO atau logam berat juga mengakibatkan terjadinya CP.
(Soetjiningsih, 1995)
Manifestasi klinis cerebral palsy dapat berupa gangguan motorik yang
berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang
menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi motorik terdiri dari:
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus
dan reflek babinski yang positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap dan
tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur.peninggian tonus ini
tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot , karena itu tampak sikap yang
khas dengan kecendrungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi,
fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari jari
dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai
dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut,kaki dalam fleksi plantar
11

dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal
menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus
kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 -3/4 penderita cerebral
palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya
kerusakan yaitu :
1) Monoplegia/monoparesis: kelumpuhan ke empat anggota gerak, tetapi salah
satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2) Hemiplegia/hemiparesis: kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang
sama
3) Diplegia/diparesis: kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi tungkai lebih
hebat daripada lengan
4) Tetraplegia/tetraparesis: kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi lengan
lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasit dan
berbaring seperti kodok yang terlentang, sehingga tampak seperti kelainan
pada ’lower motor neuron’. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan
tonus otot dari redah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flasid dan
sikapnya seperti kodok terlentang. Tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa
tonus ototnya berubah menjadi spastis. Refleks otot yang normal dan refleks
babinski negatif. Tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex’
menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh
asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10 – 20% dari kasus
‘cerebral palsy’
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya ( ‘involuntary movement’) . Pada 6 bulan pertama
tampak bayi flasd, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks
neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga
gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di ganglia basal dan di
12

sebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
Golongan ini meliputi 5 – 15% dari kasus cerebral palsy
d. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flasid dan menunjukan perkembangan motorik yang terlambat . Kehilangan
keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat
dan semu pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di
cereblum.terdapat kira kira 5% dari kasus cerebral palsy.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa
kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap
kata kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata kata dan
sering tampak berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraki. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25%
penderita cerebral palsy menderita kelainan mata.

2.6 Patofisiologi
Cerebral palsy didefinisikan sebagai suatu kelainan pada gerakan dan
postur yang bersifat menetap, disebabkan oleh kecacatan nonprogresif atau lesi
yang terjadi pada otak yang belum matur. Presentasi klinik yang tampak dapat
disebabkan oleh abnormalitas struktural yang mendasar pada otak; cedera yang
terjadi pada prenatal awal, perinatal atau postnatal karena vascular insufficiency;
toksin atau infeksi risiko–risiko patofisiologi dari kelahiran prematur. Bukti–bukti
yang ada menunjukkan bahwa faktor–faktor prenatal berperan dalam 70 – 80 %
13

kasus CP. Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia terdapat beberapa
waktu penting, dan waktu-waktu puncak terjadinya, sebagai berikut
a. Primary neurulation: terjadi pada 3 – 4 minggu kehamilan.
b. Prosencephalic development: terjadi pada 2 – 3 minggu kehamilan.
c. Neuronal proliferation: penambahan maksimal jumlah neuron terjadi pada
bulan ke 3 – 4 kehamilan.
d. Organization: pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel,
eliminasi selektif, proliferasi dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5
kehamilan sampai beberapa tahun setelah kelahiran 35
e. Myelination – penyempurnaan sel–sel neuron yang terjadi sejak kelahiran
sampai beberapa tahun setelah kelahiran Karena kompleksitas dan kerentanan
otak selama masa perkembangannya, menyebabkan otak sebagai subyek cedera
dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang terjadi sebelum minggu ke–20
kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal, antara minggu ke–24
sampai ke–34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL) dan antara
minggu ke–34 sampai ke–40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral
injury. (Boosara, 2004)
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube
yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi
ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa
ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis,
anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase selanjutnya terjadi proliferasi
neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa
mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium
migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara
yaitu secara radial, sel berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan
subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi
secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan
korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital
seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
14

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa


tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi
genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai
beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan
pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung
pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi
sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus
piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan
subependim
Asfiksia perinatal sering ber- kombinasi dengan iskemi yang bisa
menyebabkan nekrosis Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning
pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel
nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan
pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan
meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul
hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan
dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau
perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi
ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus
yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsy.

2.7 Komplikasi dan Prognosis


Pada anak cerebral palsy dapat menderita komplikasi seperti berikut:
a. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot
memendek.
b. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan
karena kelumpuhan hemiplegia
c. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami
kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.
d. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
15

e. Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada


yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada
di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan
diperlakukan secara tidak wajar
Sedangkan prognosis cerebral palsy bergantung pada gejala dan tipe
cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia 20-25% pasien dengan cerebral palsy
mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35% dari semua pasien
cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis
paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat
apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan
dan pendengaran. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk
seperti dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi
koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy
yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pengobatan
Redukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang
penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya.
Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan
yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili
penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat
perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di
lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan
berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara
independen untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai
secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
penderita sewaktu istirahat atau tidur.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap hasil
penanganan, dilihat dari kondisi pasien sebelum pemasangan gips yang
16

mencapai tahap berdiri berpegangan pada kursi, lalu setelah dipasang gips
dan dilepas, pasien menjadi trauma dan kembali ke tahapan merangkak.
Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat
latihan. Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi,
penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah
Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak
yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan
occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka
sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan
kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam
suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan
untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat
seperlunya.
2.8.2 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus,
seringnya terjadi hipotonik yang diikuti dengan hipertonik,
ketidaknormalan postur dan keterlambatan perkembangan motorik.
b. Ultrasonografi kranial untuk mendeteksi hemoragi dan iskemik
hipoksik.
c. CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
d. Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton
tunggal untuk melihat metabolisme dan perfusi otak.
e. MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
f. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
CP ditegakkan.
g. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses
degeneratif. Pada CP likuor serebrospinalis normal.
h. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang
atau pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang
tidak.
i. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.
17

j. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat


pendidikan yang diperlukan.
k. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi
mental.
Selain pemeriksaan di atas, terkadang juga diperlukan
pemeriksaan arteriografi dan pneumoensefalografi individu. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu
tim yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang,
ahli fisioterapi, occupational therapist,guru luar biasa, orang tua penderita
dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-
lain.

2.9 Pencegahan
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan
menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal
dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih
banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik
dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease
of the new born" dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus
incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D
immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain
yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia,
meningitis, status epilepsi dan lain-lain. Pencegahan Cerebral palsy merupakan
suatu kelainan yang sebenarnya telah ada sejak lahir, akan tetapi baru diketahui
beberapa tahun kemudian. Untuk mencegah terjadinya cerebral palsy, terdapat
beberapa hal yang harus dilakukan oleh para calon orang tua, yaitu:
a. Lakukanlah pemeriksaan kehamilan secara teratur
b. Pemeriksaan darah untuk mengetahui jenis rhesus ayah dan ibu. Perbedaan
rhesus antara ibu (rhesus negatif) dan bayinya (rhesus positif) biasanya tidak
menyebabkan gangguan pada kehamilan pertama
18

c. Pastikan bahwa anda (calon ibu) telah menerima vaksinasi terhadap rubella
sebelum hamil. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan
cacar air dan gondongan/mumps (MMR)
d. Seorang wanita yang berencana untuk hamil sebaiknya menghindari infeksi
toksoplasmosis dengan tidak mengkonsumsi daging babi atau domba yang
tidak matang dan menghindari kotoran kucing. Gunakanlah sarung tangan saat
berkebun dan cucilah tangan setelah berkebun untuk mencegah terinfeksi
toksoplasmosis melalui tanah yang telah terkontaminasi oleh kotoran kucing
e. Gunakanlah pelindung kepala saat bersepeda untuk menghindari terjadinya
cedera kepala pada anak
f. Pastikan agar anak anda menggunakan pengaman saat duduk di dalam mobil
untuk mencegah terjadinya cedera kepala
g. Segera hubungi dokter anak anda untuk memperoleh pertolongan medis bila
bayi anda tampak kuning (jaundice)
Selain cara diatas, beberapa pencegahan yang bisa dilakukan yaitu:
a. Cegah bayi dari berat badan lahir rendah atau lahir prematur dengan mengikuti
pola hidup sehat selama kehamilan, termasuk gizi yang baik, istirahat, dan
olahraga yang cukup. Selain itu, hindari alkohol, rokok, dan penggunaan
narkoba. Hal ini dikarenakan apabila bayi lahir dengan berat badan rendah,
kemungkinan bayi menderita serebral palsi akan meningkat.
b. Membuat jadwal kunjungan dengan dokter kandungan di awal kehamilan yang
berfokus pada apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kemungkinan
melahirkan secara prematur. Hal ini dikarenakan hampir setengah dari semua
anak yang menderita serebral palsi lahir dengan prematur.
c. Ambil tindakan pencegahan apapun yang diperlukan untuk memastikan tidak
termasuk ke dalam kelompok dengan faktor risiko melahirkan prematur seperti
terpapar karbon monoksida, radang, atau infeksi lainnya. Hindari bekerja
sambil berdiri selama berjam-jam, penyakit menular seksual, dan kekerasan
dalam rumah tangga. Dokter kandungan mungkin akan merekomendasikan
istirahat total di tempat tidur atau intervensi lainnya jika faktor risiko tersebut
telah ada.
19

d. Bertanya pada dokter kandungan tentang kemungkinan pengobatan


menggunakan progesteron, yoghurt, pemakaian Clindamycin untuk perawatan
pH vagina tinggi, atau mengonsumsi suplemen minyak ikan. Masing-masing
pendekatan ini telah terbukti cukup efektif dalam mengurangi faktor risiko
kelahiran prematur dan jangan lupa ketika hamil mengkonsumsi sari kurma.
e. Konsultasikan dengan dokter kandungan mengenai apakah harus mendapat
pengobatan untuk mengurangi faktor-faktor yang memperkuat faktor risiko
kelahiran prematur seperti tekanan darah tinggi, infeksi saluran kencing,
kecemasan, atau diabetes.
f. Hindari infeksi yang dapat mengakibatkan pelepasan cytokinin beracun ke otak
janin selama kehamilan. Infeksi pada ibu hamil memiliki risiko tiga kali lebih
besar kemungkinannya menyebabkan anak berkembang menjadi serebral palsi.
BAB 3. PATHWAY

infeksi Trauma/ injury Kongenital Obat-obatan

Lesi pada otak Pendarahan Kelainan Struktur Saraf


Otak

Gangguan
mobilitas fisik
Iskemik otak

Kelumpuhan
,spastisitas
Kerusakan Otak
Resiko
cidera
Cerebral Palsy

Malformasi Sesio caesar


Kongenital

Pusat Diplegia, ataksia


Gangguan hemiplegia,
komunikasi reflek mual Asfiksia
dan kelumpuhan
verbal kongingetal
muntah spastisitas,
terganngu tetraplegia

Cidera otak
Ketidak
teraturan
perilaku
anoreksia bayi Subaraknoid
subdural
Gangguan hematom
pertumbuhan dan
perkembangan
Ketidakseimbangan Ganggua
nutrisi dari n
kebutuhan tubuh persepsi
sensori
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
4.1.1 Riwayat Kesehatan
a. Data Umum
Mencakup identitas pasien dan penanggung jawab pasien
No registrasi :
Nama pasien :
Usia :
Nama ibu :
Nama ayah :
Riwayat kesehatan keluarga :
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan
post natal serta keadaan sekitar kelahiran.
c. Keluhan dan manifestasi klinik
Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang
berhubungan dengan pencapaian perkembangan :
1) Perlambatan perkembangan motorik kasar
2) Manifestasi umum, keterlambatan pada semua pencapaian motorik,
namun meningkat sejalan dengan pertumbuhan.
3) Tampilan motorik abnormal
4) Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkak
asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau
tidak terkoordinasi, buruk menghisap, kesulitan makan, sariawan
lidah yang menetap.
5) Perubahan tonus otot
6) Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur
opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku saat
memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok,
22

kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke
posisi duduk (tanda awal).
7) Posture abnormal
8) Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi
telungkup, menyilangkan atau mengekstensikan kaki dengan telapak
kaki plantar fleksi pada posisi telentang, lengan abduksi pada bahu,
siku fleksi, tangan mengepal.
9) Abnormalitas refleks
10) Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia
berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro,
plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia,
klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak
kelompok otot pada gerakan pasif cepat.
11) Kelainan penyerta (bisa ada, bisa juga tidak).
12) Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-
kira dua pertiga individu). Kerusakan perilaku dan hubungan
interpersonal.
Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada cerebral palsy adalah:
1) Kecerdasan di bawah normal
2) Keterbelakangan mental
3) Gangguan menghisap atau makan
4) Pernafasan yang tidak teratur
5) Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai
sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)
6) Gangguan berbicara (disartria)
7) Gangguan penglihatan
8) Gangguan pendengaran
9) Kontraktur persendian
10) Gerakan terbatas
23

4.1.2 Pengkajian
Pengkajian Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
b. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
c. Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,
warna,konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga
berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu,
warna, konsistensi, keluhan nyeri?
d. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
24

Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan


sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan,
sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
e. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
f. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
g. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
25

Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?


Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
h. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan
dokter)?
i. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
j. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran
Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari
sudut pandang nilai dan kepercayaan?
26

4.1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Muskuluskeletal: spastisitas, ataksia
b. Neurosensory:
1) Gangguan menangkap suara tinggi
2) Gangguan bicara
3) Anak berliur
4) Bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
c. Nutrisi: intake yang kurang
4.1.4 Analisa Data dan Masalah

Data Analisa/Etiologi Masalah


Subyektif : Cerebral Palsy Gangguan
Anak menangis dan rewel presepsi
sensori visual
Objektif : Kerusakan nervus
Pergerakan bola mata tidak simetris okulomotorius

Strabismus

Subyektif : Cerebral palsy Gangguan


Anak menangis dan rewel mobilitas fisik

Objektif : Kerusakan pada saraf


- Gangguaan saraf muskuloskeletal
motorik
- Ganngguan
pergerakan Kelumpuhan ekstremitas
ekstremitas kanan kanan

Hemiplegi kanan

Subyektif : Cerebal Palsy Gangguan


Anak tampak sulit berkata-kata tumbuh
kembang
Objektif : Kecacatan multifaset
Klien tidak mampu merespon
pertanyaan pemeriksa
Gangguan tumbuh
kembang
27

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut atau
kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas.
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan strabismus.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
5. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi motorik.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kecacatan multifaset
7. Ketidakaturan perilaku berhubungan dengan kelumpuhan spastisitas.
28

4.3 Perencanaan

Perencanaan
No.
Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor makanan atau cairan dan 1. apakah nutrisi pada anak terpenuhi atau
keperawatan selama 1x24 pemasukan kalori harian bila diperlukan tidak.
jam, nutrisi menjadi 2. Pilih suplemen yang tepat 2. Untuk menambah nafsu makan.
adekuat dengan kriteria 3. Anjurkan makanan yang tinggi kalsium 3. Untuk meningkatkan kebutuhan kalsium
hasil: 4. Kaji nutrisi makanan yang lengkap dan gizi seimbang
1. Terpenuhinya intake 5. Anjurkan pasien duduk setelah makan 4. Untuk mengetahui status gizi anak.
1. nutrisi 6. Anjurkan pemasukan makanan yang 5. Agar makanan yang sudah ada di
2. Terpenuhinya energi tinggi potassium secara tepat. lambung tidak dikeluarkan kembali/ di
3. Berat badan naik 7. Berikan pasien dan keluarga sampel diet muntahkan.
pada cerebral palsy 6. Untuk melengkapi gizi saimbang
8. Pastikan diet mengandung tinggi serat 7. Keluarga dapat menyiapkan menu sesuai
untuk mencegah konstipasi. dengan kebutuhan anak.
9. Atur pola makan 8. Untuk mencegah konstipasi.
29

9. Pola makan yang teratur agar pemenuhan


kebutuhan nutrisi pada anak terpenuhi.
Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan ketajaman penglihatan, apakah 1. Kebutuhan individu dan pilihan intervensi
keperawatan selama 3x24 satu atau kedua mata terlibat bervariasi sebab kehilangan penglihatan
jam, pasien dapat 2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral,
meningkatkan ketajaman staf, orang lain diareanya. tiap mata dapat berlanjut pada laju yang
penglihatan dalam batas 3. Observasi tanda-tanda dan gejala berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata
situasi individu disorientasi, pertahankan pagar tempat diperbaiki per prosedur
dengan kriteria hasil: tidur sampai benar-benar pulih. 2. Memberikan peningkatan kenyamanan
1. peningkatan ketajaman 4. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan
2. penglihatan dalam batas bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi disorientasi pascaoperasi
situasi individu yang tak dioperasi. 3. Mengurangi resiko bingung/jatuh karena
2. klien memahami dengan gangguan persepsi
gangguan sensori yang 4. Memungkinkan pasien melihat objek
dialami dan dapat lebih mudah dan memudahkan panggilan
beradaptasi untuk pertolongan bila diperlukan
3. bahaya disekitar klien
terminimalisir
30

Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji derajat disfungsi pada sistem 1. Untuk mengetahui tingkat atau klasifikasi
keperawatan selama 3x24 pendegaran yang dialami. disfungsi pada sistem pendengaran
jam, mampu melakukan 2. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi 2. Melatih kemampuan pasien
proses komunikasi dalam dan berikan umpan balik. berkomunikasi dan dapat menerima
kekurangan yang ada 3. Berikan metode komunikasi alternatif, umpan balik yang sesuai
dengan kriteria hasil: seperti menulis di papan tulis, gambar. 3. Pasien menjadi tidak bosan dan dapat
1. Adanya pemahaman Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, meningkatkan kemampuan dalam
tentang masalah gambar-gambar, daftar kebutuhan, menerima pesan
komunikasi demonstrasi). 4. Memudahkan perawat dalam melakukan
3. 2. Menggunakan sumber- 4. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara terapi dan agar terapi yang diberikan
sumber dalam sesuai dengan disfungsi pada pasien
komunikasi dengan
tepat
3. Mampu mengggunakan
metode komunikasi
untuk menegspresikan
kebutuhan
31

Setelah dilakukan 1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan 1. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
perawatan 2x 24 jam oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan diri/persepsi diri tentang keterbatasan
meningkatkan atau persepsi pasien terhadap imobilisasi fisik aktual, memerlukan informasi/
mempertahankan mobilitas 2. Intruksikan pasien untuk/bantu dalam intervensi untuk meningkatkan kemajuan
pada tingkat paling tinggi rentang gerak pasien/ aktif pada kesehatan.
yang mungkin ekstrimitas yang sakit dan yang tak sakit. 2. Meningkatkan aliran darah ke otot dan
dengan kriteria hasil: 3. Dorong penggunaan latihan isometrik tulang untuk meningkatkan tonus otot,
1. Mobilitas klien dapat mulai dengan tungkai yang tak sakit mempertahankan gerak sendi mencegah
meningkat atau 4. Ubah posisi secara periodik dan dorong kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium
4. bertahan untuk latihan batuk /napas dalam. karena tidak digunakan
2. Klien merasa nyaman 3. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk
dengan posisi di tempat sendi atau menggerakkan tungkai dan
tidur membantu mempertahankan kekuatan dan
3. Kekuatan/fungsi bagian masa otot. Catatan: latihan ini
tubuh yang sakit dapat dikontraksikan pada peredaran
meningkat akut/edema
4. Mencegah/menurunkan insiden
komplikasi kulit/ pernapasan (dekubitus,
atelektasis, pneumonia)
32

Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi 1. Untuk memenuhi rasa aman pasien
perawatan 2x 24 jam kebutuhan keamanan. 2. Meminimalisir kemungkinan adanya
Pasien terhindar dari resiko 2. Identifikasi faktor lingkungan yang faktor cedera
cideradengan kriteria hasil: memungkinkan terjadinya cedera 3. Agar keluarga pasien dapat merawat atau
1. Pasien dan keluarga 3. Berikan materi pendidikan kepada mencegah terjadinya cedera pada pasien
menyatakan keluarga yang berhubungan dengan secara mandiri
pemahaman faktor yang tindakan pencegahan terhadap cedera 4. Agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
menyebabkan cidera 4. Berikan informasi kepada keluarga perawat dan keluarga pasien
5.
2. Pasien menunjukkan terhadap bahaya lingkungan dan
perubahan perilaku, karakteristiknya.
pola hidup untuk
menurunkan faktor
resiko dan untuk
melindungi diri dari
cidera.
33

Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan diet nutrisi untuk pertumbuhan 1. Mempertahankan berat badan agar tetap
keperawatan selama 2x24 (asuh) stabil
jam,diharapkan klien tidak 2. Berikan stimulasi atau rangsangan untuk 2. Agar perkembangan klien tetap optimal
mengalami gangguan perkembangan kepada anak (asah) 3. Memenuhi kebutuhan psikososial
pertumbuhan dan 3. Berikan kasih sayang (asih)
perkembangan
6. dengan kriteria hasil:
1. Pertumbuhan dan
perkembangan klien tidak
mengalami keterlambatan
dan sesuai dengan
tahapan usia

Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen lingkungan yang aman dan 1. Memberikan rasa aman dan nyaman pada
keperawatan selama 1x24 nyaman bagi anak. pasien dan meminimalisir rasa bosan pada
7.
jam ketidak teraturan 2. Perbaikan kualitas tidur. pasien anak-anak
perilaku telah teratasi 2. Meningkatkan kualitas perilaku sehat
34

dengan kriteria hasil:


1. Menunjukan tidak
adanya perlambatan
dari tingka
perkembangan anak.
2. Menunjukan
termoregulasi.
35

4.4 Implementasi

No.
Implementasi
Diagnosa
1. Memonitor makanan atau cairan dan pemasukan kalori harian bila
diperlukan
2. Memilih suplemen yang tepat
3. Menganjurkan makanan yang tinggi kalsium
4. Mengkaji nutrisi makanan yang lengkap
5. Menganjurkan pasien duduk setelah makan
1.
6. Menganjurkan pemasukan makanan yang tinggi potassium secara
tepat.
7. Memberikan pasien dan keluarga sampel diet pada cerebral palsy
8. Memastikan diet mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
9. Mengatur pola makan
1. Menentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau kedua mata
terlibat
2. Mengorientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain
diareanya.
2.
3. Mengobservasi tanda-tanda dan gejala disorientasi, pertahankan
pagar tempat tidur sampai benar-benar pulih.
4. Meletakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan pada sisi yang tak dioperasi.
1. Mengkaji derajat disfungsi pada sistem pendegaran yang dialami.
2. Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan
3. balik.
3. Memberikan metode komunikasi alternatif, seperti menlis di papan
tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-
36

gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).


4. Mengkolaborasi dengan ahli terapi wicara
1. Mengkaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/
pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi
2. Mengintruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/
aktif pada ekstrimitas yang sakit dan yang tak sakit.
4.
3. Mendorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai
yang tak sakit
4. Mengubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk
/napas dalam.

1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.


2. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan terjadinya
cedera

5. 3. Memberikan materi pendidikan kepada keluarga yang berhubungan


dengan tindakan pencegahan terhadap cedera
4. Memberikan informasi kepada keluarga terhadap bahaya
lingkungan dan karakteristiknya.

1. Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan ( asuh )


2. Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan
6.
kepada anak ( asah )
3. Memberikan kasih sayang (asih)
1. Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
7.
2. Perbaikan kualitas tidur.
37

4.5 Evaluasi

No.
Evaluasi
Diagnosa
S : keluarga mengatakan , nafsu makan anak saya sudah lebih baik daripada
kemarin

O : makanan yang dihabiskan pasien 1 piring


1.
A : nafsu makan pasien mulai bertambah

P : lanjutkan kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengatur intake nutrisi

S: keluarga mengatakan, anak saya sudah bisa melihat benda dengan


fokus, namun untuk pendengarannya masih kurang

O: terlihat saat implementasi pasien fokus melihat benda,


2.
A: masalah teratasi sebagian

P: tindakan keperawatan dilanjutkan

S: keluarga mengatakan bahwa, anak saya sudah dapat berkomunikasi


dengan keluarga

O: terlihat pasien dapat berkomunikasi dalam kekurangan yang ada


3.
A: masalah gangguan komunikasi verbal teratasi

P: tindakan dihentikan

S : keluarga mengatakan , anak saya tidak melakukan aktivitas selain


berbaring di tempat tidur

4. O: pasien bedrest di tempat tidur

A : pasien beresiko mengalami kontraktur


38

P : lanjutkan tindakan dengan ROM

S : keluarga mengatakan , anak saya tidak banyak melakukan aktifitas

O: timpat tidur pasien di rumah tidak terpasang setrail dan keluarga yang
mendampingi tidak setiap waktu di samping pasien
5.
A : pasien beresiko terjatuh dari tempat tidur

P : lanjutkan tindakan

S : keluarga mengatakan , anak saya tidak mempunyai teman dekat

O : pasien tidak banyak melakukan interaksi


6.
A : pola tumbuh kembang pasien terganggu

P : lanjutkan tindakan dengan menambahkan penkes media sosial

S: keluarga mengatakan , anak saya tidak melakuan aktivitas selain


berbaring di tempat tidur

O: pasien terlihat berbaring di tempat tidur


7.
A: gangguan ketidakteraturan perilaku belum teratasi

P: dilanjutkan perencaan baru


BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak


yang mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan
kognitif sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Serebral palsy
merupakan kelainan motorik yang tidak progresif yang sering terdapat pada anak-
anak. Penyebabnya bisa herediter, penyebab prenatal, perinatal, dan post
natal.Gejala klinis berfariasi ada yang spastik, atetoid, rigid, ataksi, hipotonia, atau
campuran. Ditinjau dari beratnya penyakit, terdapat kelainan dari yang ringan
sampai yang berat. Penyakit ini sering pula disertai dengan retardasi mental,
gangguan bicara, gangguan penglihatan, pendengaran, atau kejang-kejang.
Diagnosis berdasarkan kombinasi berbagai gejala dan anmnesis yang cermat.
Penatalaksanaanya memerlukan kerjasama multidisiplin. Prognosisnya tergantung
pada berat ringanya kelainan.

5.2 Saran

Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit Cerebral palsy harus


difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga.
Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang
baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.Diharapkan dengan hadirnya makalah
ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih memahami asuhan
keperawatan pada anak dengan cerebral palsy dan dapat mengimplementasikan
dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta:EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan
anak
Priharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC
https://www.pilihdokter.com/id/berita/pencegahan-terjadinya-cerebral-palsy.
Diakses pada 9 Maret 2015 pukul 15.00 WIB
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35566-
Kep%20Neurobehaviour-Askep%20Cerebral%20Palsy.html. Diakses
pada 9 Maret 2015 pukul 14.50 WIB
http://eprints.undip.ac.id/15503/1/Elita_Mardiani.pdf . Diakses pada 9 Maret 2015
pukul 14.55 WIB
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_plb_0610274_chapter1.pdf . Diakses
tanggal 9 Maret 2015 pukul 14.50 WIB
http://eprints.uny.ac.id/9555/2/bab%202%20-%2005103241017.pdf
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai