Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
 Nama : Ny.H
 Kelamin : Perempuan
 Umur : 55 tahun
 Pekerjaan : IRT
 Pendidikan: SMP
 Alamat : RT 11, Payo Lebar

B. Latar Belakang Sosial, Ekonomi, Demografi Lingkungan, dan Keluarga


 Status Perkawinan : Sudah menikah
 Jumlah anak atau saudara : Mempunyai 1 orang anak
 Status ekonomi keluarga : cukup
 Biaya Kesehatan : BPJS
 Lingkungan :
Pasien tinggal bersama seorang anaknya di rumah dengan 2 kamar
tidur, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu, dan 1 ruang dapur. Os tinggal
di lingkungan yang cukup ramai penduduk dan cukup terjaga
kebersihan lingkungannya. Ventilasi rumahnya juga cukup baik,
baik dari segi pencahayaan maupun udara yang masuk dari luar
rumah. Halaman rumahnya cukup bersih dan cukup luas. Di rumah
pasien sumber air bersih berasal dari PDAM sedangkan sumber
penerangan berasal dari PLN.

C. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala dan badan terasa lemas.

D. Keluhan Tambahan:
Radang pada gusi gigi seri I kananrahang atas depan yang tidak sembuh-
sembuh.

1
E. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak ± 1 hari yang lalu, pasien mengeluh kepala terasa sakit dan badan terasa
lemas. Keluhan pandangan kabur disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluh
nyeri dan bengkak pada gusi gigi seri rahang atas depan yang tidak sembuh-
sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga sering merasa gatal-gatal pada
kulitnya.

Penyakit Diabetes Melitus diketahui pasien sejak 1 tahun yang lalu. Pasien
mengaku sering buang air kecil terutama pada malam hari, sering merasa haus
dan sering merasa lapar, pasien juga merasa kalau berat badannya terasa turun.
Pasien mempunyai kebiasaan suka makanan yang manis.

F. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat penyakit gangguan pembekuan darah (-)
 Riwayat alergi obat atau makanan (-)

G. Riwayat Penyakit keluarga:


 Riwayat kencing manis (+), ibunya menderita DM, sekarang sudah
meninggal.
 Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
 Riwayat alergi obat atau makanan dalam keluarga (-)

H. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Suhu : 36, 5°C
4. Nadi : 86 x/menit
5. TD : 160/90 mmHg

2
6. Pernafasan : 20 x/menit
7. Berat Badan : 52 kg
8. Tinggi Badan : 155 cm
9. Kesan gizi : baik
Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1. Kepala Bentuk : normocephal
Simetri : simetris
Mata Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflex cahaya : +/+
Palpebra : edema (-)
Hidung : tidak ada kelainan
Telinga : tidak ada kelainan
Mulut Bibir : lembab
Gusi : peradangan pada gusi gigi seri I kanan rahang atas
depan
Lidah : merah, ulkus (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-), granul (-)
2. Leher : tak ada pembesaran KGB, JVP tidak diperiksa
3. Thorax : simetris, pergerakan dinding dada tertinggal (-)
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis : simetris Statis simetri
Dinamis: simetris Dinamis : simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar: ICS
VI kanan
Auskultasi Vesikuler (+) Normal, Vesikuler (+) normal.
Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

3
Jantung
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula
kiri, tidak kuat angkat
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

4. Abdomen
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Membesar, skar (-), spider nevi (-)
Palpasi Supel, hepar dan lien tak teraba,
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

5. Ekstremitas
Edema (-), akral hangat.

A. Pemeriksaan Penunjang
GDS: 224 mg/dL

B. Diagnosa Banding
- Diabetes mellitus tipe 2
- Gingivitis

C. Diagnosis
Diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi grade II

4
D. Manajemen
a. Non farmakologis
- Mengatur pola dan jenis makanan dalam kehidupan sehari-hari.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa DM dan HT merupakan penyakit
seumur hidup, dan dapat dikontrol.
- Memeriksakan dan mengontrol status gizi setiap bulan.
- Memeriksakan dan mengontrol kadar gula darah dan tekanan darah
- Mengikuti kegiatan senam rutin bagi penyandang diabetes mellitus.
- Menghindari dan mencegah terjadinya luka perdarahan.
b. Farmakologis
- Amlodipin 1 x 10 mg tablet
- Metformin 2 x 500 mg tablet
Resep

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI


PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN
Kel. Simp. IV Sipin Jambi, Kec. Telanai Pura

Jambi, 4 januari 2018

R/ Amlodipin tab 10 mg No. XXX


S1dd tab I

R/ Metformin tab 500mg No. LX


S2dd tab I

Pro : Ny. H
Umur : 55 tahun

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELLITUS
DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya.1

PENYEBAB

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan
respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes
yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali
tidak menghasilkan insulin.sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum
usia 30 tahun. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta)
mengalami kerusakan permanen. terjadi kekurangan insulin yang berat dan
penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.(3,4,5)

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada


insulin, niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih
tinggi dari normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadi kekurangan insulin relatif. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah
obesitas,hipertensi 80-90% penderita mengalami obesitas. diabetes tipe II juga
cenderung diturunkan

Penyebab diabetes lainnya adalah:

 Kadar kortikosteroid yang tinggi


 Kehamilan (diabetes gestasional)
 Obat-obatan
 Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (4,5)

6
GEJALA

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang
air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. karena
ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga


banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya


ketahanan selama melakukan olah raga.

Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.


Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak). pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. bau nafas penderita tercium seperti bau
aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi
koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani

7
terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,
kecelakann atau penyakit yang serius.

Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl,
biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita
akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,
pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar
non-ketotik.(4,5)
KOMPLIKASI

Peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan
struktur internal lainnya terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam
dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami
kebocoran. akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang
menuju ke kulit dan saraf.Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat
terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah).
aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. (4)

Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai
jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat
penyembuhan luka. karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa
mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang serius. Serangan jantung
dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
penglihatan (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal
ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa. Gangguan pada saraf dapat
bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi
(mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi
lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan
(polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan
kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf
menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat
Meredakan perubahan tekanan maupun suhu.

8
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok)
dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam
dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian
tungkai harus diamputasi.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat


dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.(4,5)

KOMPLIKASI JANGKA PANJANG DARI DIABETES (4)

organ/jaringan
yg terjadi Komplikasi
yg terkena

plak aterosklerotik
terbentuk & menyumbat
arteri berukuran besar atau sirkulasi yg jelek
sedang di jantung, otak, menyebabkan
tungkai & penis. penyembuhan luka yg
pembuluh
dinding pembuluh darah jelek & bisa menyebabkan
darah
kecil mengalami kerusakan penyakit jantung, stroke,
sehingga pembuluh tidak gangren kaki & tangan,
dapat mentransfer oksigen impoten & infeksi
secara normal &
mengalami kebocoran

terjadi kerusakan pada gangguan penglihatan &


Mata pembuluh darah kecil pada akhirnya bisa terjadi
retina kebutaan

penebalan pembuluh
fungsi ginjal yg buruk
Ginjal darah ginjal
gagal ginjal
protein bocor ke dalam

9
air kemih

darah tidak disaring


secara normal

kelemahan tungkai yg
terjadi secara tiba-tiba atau
secara perlahan
kerusakan saraf karena
glukosa tidak dimetabolisir berkurangnya rasa,
Saraf
secara normal & karena kesemutan & nyeri di
aliran darah berkurang tangan & kaki

kerusakan saraf
menahun

tekanan darah yg naik-

kerusakan pada saraf yg turun


Sistem saraf mengendalikan tekanan kesulitan menelan &
otonom darah & saluran perubahan fungsi
pencernaan pencernaan disertai
serangan diare

berkurangnya aliran darah luka, infeksi dalam

ke kulit & hilangnya rasa (ulkus diabetikum)


Kulit
yg menyebabkan cedera penyembuhan luka yg
berulang jelek

mudah terkena infeksi,


gangguan fungsi sel darah
Darah terutama infeksi saluran
putih
kemih & kulit

10
gluka tidak dimetabolisir
sindroma terowongan
secara normal sehingga
Jaringan ikat karpal kontraktur
jaringan menebal atau
dupuytren
berkontraksi

DIAGNOSA

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl

Atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl Puasa berarti tidak
ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir

Atau

3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada TTGO**

Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat

Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik
kadar glukosa darah puasa.Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria
diagnostik yang sama (1)

PENGELOLAAN DM6

Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi

11
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.

Terapi Gizi Medis


Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.6

Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain

12
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurang dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):Nsulfonilurea dan glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal Sulfonilurea
generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan Glimepirid : sebelum/sesaat
sebelum makan Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan. Metformin :
sebelum /pada saat / sesudah makan. Penghambat glukosidase α (Acarbose) :
bersama makan suapan pertama. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal
makan.
2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:


 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik

13
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
 insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 insulin kerja pendek (short acting insulin)
 insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
 insulin kerja panjang (long acting insulin)
 insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan
kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis
insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit

14
yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara
seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka
obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Penyulit Diabetes Melitus6


Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan kronis
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia

Penyulit kronis6
1. Makroangiopati :
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.
 Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:
 Retinopati diabetik
3. Neuropati

HIPERTENSI

Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan sama atau melebihi 90mmHg diastolik pada seseorang yang
tidak sedang mengkomsumsi obat antihipertensi.7 Hipertensi sering disebut

15
sebagai the silent disease karena penderita umumnya tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.7
Hipertensi yang lama atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa
kerusakan organ pada jantung, otak, ginjal, mata dan pembuluh darh perifer.7
Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :7
1. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitr 90% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya,seperti genetic, lingkungan,
hiperaktivitas susunan saraf simpatis, system rennin-angiotensin, defek
dalam eksresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor
yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta
polisitemia.
2. Hipertensi sekunder. Terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vascular renal, hiperaldosteronisme primer, sindroma cushing,
feokromasitoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, pemakaian obat-obatan seperti pil KB, kortikosteroid,
simpatomimetik amin (efedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, amfetamin),
siklosporin dan eritropoitin dan lain-lain.
Faktor – Faktor Risiko
Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi atau
dikendalikan serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi.7
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau dikendalikan
- Genetik.
- Umur
- Jenis Kelamin
- Etnis
- Penyakit Ginjal
- Obat-obataan
- Preeklampsi pada kehamilan
- Keracunan timbal akut

16
b. Faktor yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan
- Stress
- Obesitas
- Nutrisi
- Merokok
- Kurang olahraga
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.7
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.7
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.7
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi

17
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu
oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.7
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang
kadang- kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode
asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi
dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil,
jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai
dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah
jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun
dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.1,3

Gejala Klinis
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang
lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi
disebut sebagai silent killer karena dua hal, yaitu:7,8

18
 Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak
memilikigejala khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan
sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi.
Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
 Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan
mempunyairisiko besar untuk meninggal karena komplikasi
kardiovaskular seperti stroke,serangan jantung, gagal jantung, dan gagal
ginjal
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak). berikut beberapa gejala hipertensi :
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Mual
 Muntah
 Sesak nafas
 Gelisah
 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak,mata, jantung dan ginjal.
 Sering buang air kecil terutama di malam hari
 Telinga berdenging.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.8
Anamnesis
a. Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.

19
b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c. Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.
d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
e. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urin berkurang )
f. Gejala sistem kardiovascular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem
paru, nyeri dada).
g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah di kedua
lengan, mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah
jantung kongestif, diseksi aorta). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung dan ronki paru. Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan
kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu
dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.8
Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure). Ketetapan ini juga telah
disepakati Badan Kesehatan Dunia (WHO), organisasi hipertensi International
(ISH), maupun organisasi hipertensi regional, termasuk Indonesia (InaSH).8
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg

Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah
dan elektrolit.

20
 Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thoraks.
 Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,
ekokardiogram, ultrasonogram.

Penatalaksanaan
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah
tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi
harus melakukan perubahan gaya hidup. Modifikasi gaya hidup yang
penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah:8
 Mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;
 Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop
Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah
natrium; aktifitas fisik.
 Mengurangi rokok
2. Terapi farmakologi
Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih
obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan.
Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila
pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan
darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat
dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus
diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada
pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik,dan lansia.8
Diuretik
Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanandarah.
Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan
hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium
atau obat penahan kalium.
Penghambat adrenergik

21
Terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
menghambat efek sistem saraf simpatis.Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf
yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara
meningkatkan tekanan darah.Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker,
yang efektif diberikan kepada: - penderita usia muda- penderita yang pernah
mengalami serangan jantung- penderita dengan denyut jantung yang cepat- angina
pektoris (nyeri dada)- sakit kepala migren.
Angiotensin converting enzyme inhibitor
Menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
Obat ini efektif diberikan kepada:- orang kulit putih- usia muda- penderita gagal
jantung - penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh
penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik- pria yang menderita
impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain. Angiotensin-II-
bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme
yang mirip dengan ACE-inhibitor.
Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua
sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. 8

Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak


terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui
komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu:8

No. Sistem organ Komplikasi

1. Jantung Infark miokard, Angina pectoris, Gagal jantung


kongestif
2. System saraf pusat Stroke, Ensefalopati hipertensif

22
3. Ginjal Gagal ginjal kronis

4. Mata Retinopati hipertensif

5. Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai


mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada
otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma
yang dapat mengakibakan kematian.8

Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan


serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal
sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut
seperti pada hipertensi maligna.8

Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak


hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan
organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes
melitus. Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih
dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu
dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali.8

23
BAB III

ANALISA KASUS

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang


dilakukan dapat ditegakkan diagnosis kerja Diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi
grade II pada Ny H.
Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sakit kepala, badan terasa
lemas dan radang pada gusi gigi seri rahang atas depan yang tidak sembuh-
sembuh. Pasien juga sering merasa gatal-gatal pada kulitnya. Penyakit Diabetes
Melitus diketahui pasien sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengaku sering buang air
kecil terutama pada malam hari, sering merasa haus dan sering merasa lapar,
pasien juga merasa kalau berat badannya terasa turun. Pasien mempunyai
kebiasaan suka makanan yang manis. Keluhan tersebut merupakan keluhan yang
banyak disampaikan oleh penyandang diabetes pada umumnya. Selain itu terdapat
beberapa gejala khas diabetes yang mendukung untuk ditegakkannya diagnosis,
yaitu sering terbangun di malam hari untuk kencing (poliuri), sering merasa haus
meskipun sudah banyak minum (polidipsi), dan sering merasa lapar sehingga
makan dengan lahap (polifagia) tanpa adanya peningkatan berat badan yang nyata.
Beberapa keluhan tersebut cukup mengarah ke diagnosis Diabetes mellitus tipe 2,
ditambah lagi dengan riwayat penyakit keluarga yang juga terdapat penderita DM
tipe 2 pada ibunya yang sudah meninggal.

Dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda yang mengarah


ke Diabetes mellitus dan hipertensi grade II.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar GDS.
Pemeriksaan kadar GDS dilakukan untuk menegakkan diagnosis DM tipe 2 sesuai
dengan alur diagnosisnya. Hasil yang didapatkan adalah GDS: 224 mg/dL, yang
artinya sesuai dengan hasil yang diharapkan dari anamnesis.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah kecurigaan adanya ginggivitis.
Selain itu keluhan yang muncul juga sangat khas dan menjurus ke diabetes
mellitus tipe 2. Kadar gula darah yang terlalu tinggi dapat menimbulkan gangguan

24
fungsi sel sehingga efektivitas sel imun menurun yang akan mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam membunuh bakteri. Pada pasien diabetes, saliva yang
mengandung glukosa tinggi menyebabkan bakteri mudah tumbuh didalam mulut.
Bakteri ini ini akan menyebabkan penumpukkan plak-plak pada gigi yang
kemudian membuat gusi dan daerah sekitar mulut menjadi meradang serta
terinfeksi.
Manajemen yang diberikan adalah edukasi kepada pasien bahwa diabetes
mellitus dan hipertensi merupakan penyakit seumur hidup yang tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikontrol. Untuk itu diperlukan keteraturan dalam pola
dan jenis makanan yang dikonsumsi, olahraga, dan pemantauan rutin yang
dilakukan. Untuk terapi farmakologis diberikan amlodipin 1 x 10 mg untuk
mengatasi hipertensinya dan metformin 2 x 500 mg tablet untuk mengatasi
diabetes mellitusnya.
Prognosis penyakit pasien ini tergantung dari kemauan pasien sendiri
untuk mengikuti prosedur ataupun melanggar prosedur yang diberikan. Selama
mengikuti prosedur manajemen, prognosisnya baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani, Reno. Diabetes Mellitus dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.


Edisi IV; jilid II. Jakarta. 2007. 1867-1857
2. Mansyur, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran. Edisi III; Jilid I. Jakarta.
Media Aesculapius. 1999. 588-580
3. Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6; Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006.
4. Soegondo S, Pradana S, Subekti I, et all, Petunjuk Praktis Pengelolaan
Diabetes Melitus Tipe 2, PB PERKENI, Jakarta, 2003 ; 1-50
5. Kadri, piliang S, Asjiah N, et all, Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus
di Indonesia, Denpasar, 1998
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006
7. Hirlan. 2006. Hipertensi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
8. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006.

26
Lampiran

27

Anda mungkin juga menyukai