Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Kesetaraan Gender",
yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna memahami lebih
dalam lagi mengenai kesetaraan gender
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang
tepat
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Pamekasan, 17 Mei 2013

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .. ................................................................................................................... .... ii
Daftar Isi ............. ................................................................................................................... .... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... .... 1
A. Latar Belakang ..... ................................................................................................................... .... 1
B. Tujuan .................. ................................................................................................................... .... 1
C. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ .... 2
A. Pengertian Kesetaraan Gender................................................................................................. .... 2
B. Kesetaraan Gender di Indonesia dalam Bermasayarakat ......................................................... .... 3
C. Kesetaraan Gender di Dunia Pendidikan di Indonesia ............................................................ .... 4
D. Pandangan Agama terhadap Kesetaraan Gender ..................................................................... .... 4
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ .... 9
A. KESIMPULAN ... ................................................................................................................... .... 9
B. SARAN ................ ................................................................................................................... .... 9
DAFTAR ISI....... ................................................................................................................... .... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin
bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya dalam
mencapai cita – cita demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender.
Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh merekayang dominan baik
secara structural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan dapat
menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang
termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih
terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap
tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan
yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan lakilaki juga dapat mengalaminya.
Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses
perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan
yang lebih berpotensi merasakan dampak negatifnya.
Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender
yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu,
kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya
upaya tersebut diarahkan untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak Azasi, Penyusun Kebijakan
Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender, dan Peningkatan Partisipasi Politik.

B. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan penulis dalam menyusun makalah ini tiada lain adalah sebagai
tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yang di berikan oleh Dosen pengajar sebagai
tugas perkuliahan Fakultas Ekonomi Universitas Madura. Selain itu untuk lebih menambah
wawasan tentang Kesetaraan Gender

C. Rumusan Masalah
- Apa yang perbedaan antara Gender dan Seks (Jenis Kelamin)?
- Apa pengertian dari kesetaraan Gender?
- Bagaimana wujud kesetaraan gender di Indonesia?
- Bagaimana wujud kesetaraan gender di dunia pendidikan?
- Bagaimana pandangan etis Agama terhadap kesetaraan Laki-laki dan Perempuan?
-
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesetaraan Gender
Dalam memahami kajian kesetaraan gender, seseorang harus mengetahui terlebih dahulu
perbedaan antara gender dengan seks ( jenis kelamin ). Kurangnya pemahaman tentang
pengertian Gender menjadi salah satu penyebab dalam pertentangan menerima suatu analisis
gender di suatu persoalan ketidakadilan social.
Hungu (2007) mengatakan “seks ( jenis kelamin ) merupakan perbedaan antara perempuan
dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks ( jenis kelamin ) berkaitan dengan
tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.
Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan
diantara keduanya…..”.
Sedangkan secara etimologis, gender memiliki arti sebagai perbedaan jenis kelamin yang
diciptakan oleh seseorang itu sendiri melalui proses social budaya yang panjang. perbedaan
perilaku antara laki – laki dengan perempuan selain disebabkan oleh factor biologis juga factor
proses social dan cultural. oleh sebab itu gender dapat berubah – ubah dari tempat ke tempat,
waktu ke waktu, bahkan antar kelas social ekonomi masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan perbedaan antara jenis kelamin dengan gender yaitu,
jenis kelamin lebih condong terhadap fisik seseorang sedangkan gender lebih condong terhadap
tingkah lakunya. selain itu jenis kelamin merupakan status yang melekat / bawaan sedangkan
gender merupakan status yang diperoleh / diperoleh. Gender tidak bersifat biologis, melainkan
dikontruksikan secara sosial. Karena gender tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari
melalui sosialisasi, oleh sebab itu gender dapat berubah.
Setelah mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan gender, maka langkah selanjutnya
yaitu kita dapat memahami pengertian “Kesetaraan Gender”. Kesetaraan Gender merupakan
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya
sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun
perempuan.
kesetaraan gender memiliki kaitan dengan keadilan gender. keadilan gender merupakan
suatu proses dan perlakuan adil terhadap laki – laki dan perempuan. terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi baik terhadap laki – laki maupun
perempuan. sehingga denga hal ini setiap orang memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan
control atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan
tersebut.
Memiliki akses di atas mempunyai tafsiran yaitu setiap orang mempunyai peluang /
kesempatan dalam memperoleh akses yang adil dan setara terhadap sumber daya dan memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya
tersebut. Memiliki partisipasi berarti mempunyai kesempatan untuk berkreasi / ikut andil dalam
pembangunan nasional. Sedangkan memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat
yang sama dari pembangunan.
B. Kesetaraan Gender di Indonesia dalam Bermasyarakat
Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap kaum laki –
laki dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam berbagai
bentuk ketidakadilan, yakni :
a. Marginalisasi Perempuan
Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap gender yaitu marginalisasi perempuan.
Marginalisasi perempuan ( penyingkiran / pemiskinan ) kerap terjadi di lingkungan sekitar.
Nampak contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan menjadi miskin akibat
dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-
laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih
memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki, dan perkembangan
teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan
diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Dengan hal ini banyak
sekali kaum pria yang beranggapan bahwa perempuan hanya mempunyai tugas di sekitar rumah
saja.
b. Subordinasi
Selain Marginalisasi, terdapat juga bentuk keadilan yang berupa subordinasi. Subordinasi
memiliki pengertian yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau
lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu terdapat pandanganyang
menempatkan kedudukan dan peran perempuan yang lebih rendah dari laki – laki. Salah satu
contohnya yaitu perempuan di anggap makhluk yang lemah, sehingga sering sekali kaum adam
bersikap seolah – olah berkuasa (wanita tidak mampu mengalahkan kehebatan laki – laki).
Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup pekerjaan kaum wanita hanyalah
disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu, maka sama halnya dengan tidak memberikan
kaum perempuan untuk mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Setereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai
dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan
ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni
terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya
diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan
terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan
dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup
rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah
dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau
tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku
perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan
merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika
hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label
laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan
oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus
dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga
pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh
perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari
pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat
kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan,
kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan,
terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga
ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.
Kesetaraan gender di Indonesia masih dalam konteks perlindungan hak ketenagakerjaan
serta upah yang sepadan, tampaknya kita perlu menilik kembali peran pemerintah terhadap para
pahlawan devisa, khususnya para kaum perempuan. Mereka adalah pihak yang memliki suara
paling kecil untuk didengar oleh pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya yang
seolah tak memiliki hak yang sama untuk dilindungi secara penuh oleh kenegaraan.
Masih banyak TKW Indonesia yang hak-haknya belum sepenuhnya terlindungi oleh
negara. Masih marak pula terjadi kasus yang tak terselesaikan sebab insignifikansi pemerintah
(pemerintah mengganggap masalah ini tidak penting) tentang hal ini. Lucunya, kasus TKW
seringkali hanya disambut dengan komentar ringan berupa ‘pemerintah belum dapat melindungi
hak-hak umum para TKW, serta belum dapat mengawasi seluruhnya kasus tentang pemerkosaan
yang marak terjadi’.
Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi masalah yang memberatkan atau
bahkan menyulitkan Indonesia di kemudia hari jika tak segera diselesaikan dengan aksi nyata.
Apalagi TKW merupakan major labour yang bertugas menopang satu dari beberapa pilar utama
negara, lewat peran pentingnya terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak berarti mereka
menyumbang peran yang kecil pula untuk negara.
Bisa jadi, dengan adanya aksi peningkatan perlindungan kepada TKW secara nyata dan
signifikan dari pemerintah akan memunculkan stabilitas ekonomi lebih mumpuni, sehingga
perannya untuk kesejahteraan negeri secara langsung juga akan terasa besar. Pertanyaannya,
apakah pemerintah bersedia? Sebuah renungan untuk bangsa ini tentunya.

C. Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan di Indonesia


Perempuan sesungguhnya membutuhkan pendidikan seperti halnya dengan laki – laki.
Akan terlihat jelas apabila dilihat dari sejarah masa lalu saat Indonesia masih di jajah, Para
penjajah kurang menghargai kaum perempuan. Mereka berlaku sewenang – wenang sesuka hati
terhadap kaum perempuan di Indonesia. Peristiwa ini menggambarkan bahwa kesetaraan gender
sama sekali belum ditegakkan. Dampak dari peristiwa tersebut, pandangan – pandangan
masyarakat sepeninggalnya yaitu terdapat masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan
belum memiliki kesempatan untuk berperan sentral diberbagai bidang seperti sekarang ini. Orang
tua yang memiliki pandangan seperti itu, akan menyekolahkan anak laki – lakinya setinggi –
tingginya sedangkan anak perempuan tidak harus bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Salah
satu factor peristiwa tersebut yaitu orang tua hanya beranggaoan bahwa peran perempuan dalam
kehidupan tidak lain adalah sebagai ibu rumah tangga yang tak perlu sekolah tinggi – tinggi.
Namun saat ini pemerintahan telah berupaya untuk menegakkan kesetaraan gender. Hal ini
terbukti dengan adanya program pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia, dengan hal ini
banyak generasi penerus bangsa yang merupakan calon pembangunan Negara ini mendapatkan
mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan. Terlepas dari permasalahan
pendidikan yang ada, namun dapat diakui bahwa pandangan orang tua kolot masa lalu yang tidak
menyekolahkan anak perempuannya kini telah berubah. Terlihat bahwa pada saat sekarang kaum
perempuan pun banyak yang bersekolah hingga jenjang yang tinggi. Selain hak untuk
mendapatkan pendidikan, di Negara Indonesia sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender
dalam tatanan organisasi dari mulai organisasi yang kecil hingga pemerintahan. Buktinya ialah
perempuan pun memiliki peranan yang sama dalam hal menduduki jabatan tertentu dalam suatu
institusi. Presiden Negara Indonesia yang pernah diduduki oleh seorang perempuan yaitu
Megawati Soekarno Putri merupakan bukti real-nya.

D. Pandangan Agama terhadap kesetaraan Gender


a. Kesetaraan gender menurut agama muslim
Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender
dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya isu
gender yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan menetapkan perempuan pada
posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan martabat yang sama dan setara dengan
laki – laki.
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat – ayat Al-Qur’an.
Suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang belum
memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan, dikaitkan dengan
upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat dari salah memahami
alasan untuk mempertahankan subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan.
Al-Qur an sebagai “Hudan linnasi”, petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran Nabi
Muhammad Rasulullah SAW dengan sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil alamin”, tentu saja
menolak anggapan di atas. Islam datang untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk
ketidak-adilan. Sejak awal dipromosikan, Islam adalah agama pembebasan.
Islam adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dalam
pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai
representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam
mengamanatkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan,
dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan alamnya.
b. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama khatolik
Permasalahan gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya,
khususnya budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki mempunyai posisi yang lebih
dominan dibandingkan dengan perempuan. Dominasi ini menciptakan ketidakadilan gender.
Ketika suatu perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap sebagai suatu kebenaran.
Begitu juga di Indonesia, ajaran kristen tidak dapat terlepas dari budaya warga Indonesia. Dalam
Kejadian 2 (Kejadian 2 (disingkat Kej 2) adalah bagian dari Kitab Kejadian dalam Alkitab
Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.) Disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia
dari bumi. Manusia yang pertama kali diciptakan adalah Adam. Kemudian dari tulang rusuk
Adam diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam jatuh ke dalam dosa karena
Hawa. Teks ini memunculkan pandangan bahwa perempuan adalah manusia kedua. Perempuan
juga dipandang sebagai sumber dosa. Gereja mengambil teks ini sebagai dasar pandangan
hubungan (relasi) antara laki-laki dengan perempuan. Hubungan ini dipandang hanya
berdasarkan jenis kelamin saja. Posisi subordinat (posisi yang rendah) perempuan seperti inilah
yang menjadi dasar pandangan awal gereja mengenai perempuan.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan zaman, Gereja
menolak ketidakadilan gender, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Gereja
memperhatikan dengan serius dasar-dasar ajaran agama, yaitu; tradisi, teologi dan filsafat, kitab
suci serta ajaran gereja dengan pastoral lainnya.
1. Aspek Tradisi
Salah satu sumber ajaran iman dan moral Katolik adalah tradisi. Tradisi gereja masih
dipengaruhi oleh budaya yang bersifat patriarkhis (Budaya yang menomor satukan laki – laki).
Suami merupakan penguasa dalam keluarga. Wanita diletakkan dalam posisi subordinat. Hal ini
merupakan suatu bentuk ketidakadilan gender yang mendasar. Namun Perjanjian Baru
memandang bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama, sehingga dengan jelas Perjanjian Baru
menolak segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
diadakan perubahan penafsiran kitab suci, terutama Kitab Perjanjian Lama.
2. Aspek Teologi (Ilmu tentang Ketuhanan) dan Filsafat
Dalam Kristen, baik itu Katolik maupun Protestan, pencitraan Allah adalah sebagai Bapak,
sehingga muncul pandangan bahwa Allah adalah laki-laki. Hal ini mengontruksikan suatu
pemikiran bahwa laki-laki adalah penguasa dalam keluarga sehingga sangat berpotensi
menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Sesungguhnya hubungan manusia dengan Allah
adalah bersifat personal sehingga Allah dapat mempersonifikasikan diri sebagai Bapak maupun
sebagai Ibu.
3. Aspek Kitab Suci
Untuk memahami Kitab Suci perlu dipahami latar belakang penulis. Dalam Kejadian 2
pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa perempuan merupakan manusia kedua, perempuan sebagai
penggoda. Teks normatif ini sangat berpotensi memunculkan kekerasan dalam rumah tangga jika
ditafsirkan secara salah. Padahal dalam Kejadian 1 ayat (26) disbutkan bahwa Allah menciptakan
laki-laki dan perempuan sama secitra dengan Allah, keduanya adalah baik.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, banyak ketentuan-ketentuan yang menempatkan perempuan
sebagai mahkluk kedua, dan diposisikan pada posisi yang sub ordinat. Hal ini sangat berpotensi
memunculkan kekerasan psikologis dalam keluarga.Pencitraan perempuan yang cenderung
terasa tidak adil gender ini diperbaharui dan diformulasikan kembali dalam Kitab Perjanjian
Baru. Dalam Kitab Perjanjian Baru, perempuan mendapat posisi yang sejajar dengan laki-laki.
Yesus menempatkan perempuan pada posisi yang harus dihormati. Bahkan karena dianggap
terlalu memuliakan perempuan dan terlalu memperjuangkan perempuan inilah kemudian Yesus
ditangkap dan kemudian dihukum salib oleh penguasa pada waktu itu yang memegang faham
patriarkal.
4. Aspek Ajaran Gereja
Dalam pandangan Gereja Katolik, perempuan dianggap mempunyai martabat yang sama
dengan laki-laki. Mereka mempunyai hak untuk berperan dalam masyarakat. Pengakuan
kesejajaran antara laki-laki dan perempuan haruslah dihormati. Gereja mengemukakan sikap
keterbukaan dalam keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga muncul kesejajaran. Gereja
Katolik dengan jelas bersikap tidak toleran terhadap ketidakadilan, termasuk ketidakadilan
gender yang berpotensi memicu kekerasan dalam keluarga.
Dalam Katolik ada satu komisi yang melayani urusan keluarga yaitu pastoral keluarga
yang bertugas melakukan pendampingan keluarga, untuk menanggulangi munculnya kekerasan
dalam rumah tangga, termasuk perceraian. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Gereja
Katolik menolak ketidakadilan gender. Tetapi untuk mewujudkan keadilan gender dalam
masyarakat masih terdapat hambatan yaitu faktor tradisi patriarkhis.
c. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Kristen
Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan laki-laki menurut gambar
dan rupa Allah: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar
Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej.1:27). Maksud
dari ungkapan ‘menurut gambar Allah’ dalam ayat ini tidak dalam arti bahwa manusia itu sama
hakekat dengan Sang Pencipta. Ungkapan itu lebih berarti bahwa Allah menciptakan manusia
sebagai makluk mulia, kudus, dan berakal budi, sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan
Allah, serta layak menerima mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin bagi segala makluk
(Kej.1:28-30). Status se-“gambar” dengan Allah dimiliki tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga
oleh perempuan. Kedua pihak punya status yang sama. Sebab itu tidak dibenarkan adanya
diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya karena perbedaan jenis kelamin.
Alkitab mencatat bahwa hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempaun itu terjadi
setelah manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah (Kej. 3:12dst). Adam mempersalahkan
Hawa sebagai pembawa dosa, sedangkan Hawa mempersalahkan ular sebagai penggoda. Tetapi
akhirnya Allah menghukum Adam. Adam dihukum bukan hanya karena Adam ikut-ikutan
makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa berdialog dengan ular sampai
memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir di sana tetapi ia bungkam. Dengan kata
lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari Adam. Karena itu kesalahan ada pada
kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki-laki tidak bisa menghakimi Hawa dan
kaumnya sebagai pembawa dosa.
Dalam perkembangan selanjutnya peranan perempuan mulai dibatasi. Budaya Yahudi tidak
banyak memberikan peluang kepada perempuan untuk berkiprah. Ada sejumlah tokoh
perempuan yang muncul dalam sejarah Israel, tetapi peran mereka sangat terbatas. Di antara
mereka ada Miryam, saudara perempuan nabi Musa. Miryam juga dipakai Allah sebagai nabiah.
Ia dan Harun menegur Musa saat Musa kawin lagi dengan perempuan Kush. Meskipun Miryam
dan Harun bersama-sama mengajukan protes namun Miryamlah yang mendapat hukuman.
Terjadi semacam diskriminasi hukum antara laki-laki dan perempuan (Bil. 12). Diskriminasi itu
juga terjadi ketika orang kawin. Dalam budaya Israel seorang suami bisa mengambil istri lebih
dari satu orang (polygamy). Tetapi seorang istri tidak diperkenankan untuk mengambil suami
lebih dari satu orang (poliyandry). Pada saat seorang perempuan melahirkan anak juga terjadi
diskriminasi. Jika perempuan melahirkan anak laki-laki ia dianggap najis selama empat puluh
hari. Sedangkan jika yang lahir adalah anak perempuan, maka ibu anak itu dianggap najis selama
delapanpuluh hari (Imamat 12). Dua perempuan Israel yang dianggap mujur yakni Deborah
menjadi nabiah dan hakim di Israel dan Ester sebagai permaisuri Raja Ahazweros (Hak. 4:4dst;
Est 8).
Pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas perempuan masih tetap
berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, Ia bersikap menentang disriminasi dan
dominasi itu. Suatu ketika pemimpin-pemimpin agama Yahudi menangkap seorang perempuan
yang kedapatan berzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka minta supaya perempuan ini
dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi Yesus tidak peduli terhadap permintaan mereka.
Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu tapi tidak menangkap laki-laki yang tidur dengan
dia. Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa yang tidak berdosa hendaknya ia yang pertama
kali merajam perempuan ini”. Tidak ada yang berani melakukannya. Akhirnya Yesus menyuruh
perempuan itu pulang dengan nasihat supaya tidak berbuat dosa lagi (Yoh 8:2-11).
Dalam pelayanan-Nya, Yesus banyak menaruh perhatian kepada orang-orang yang
dianggap sebagai ‘sampah’ masyarakat, termasuk di dalamnya beberapa perempuan. Salah satu
di antaranya adalah Maria dari Magdala. Yesus menyembuhkan Maria dari ikatan roh jahat.
Kemudian Maria dan beberapa perempuan lain mengiring Yesus dalam pelayanan-Nya (Luk
24:10). Lagi-lagi Yesus membela posisi perempuan ketika sejumlah orang Farisi datang kepada-
Nya dan bertanya:”Apakah seorang suami bisa menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?”
Yesus menjawab mereka kata-Nya: sejak semula perkawinan hanya terjadi antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan (Adam-Hawa). Perceraian hanya bisa terjadi jika salah satu di
antaranya berbuat zinah. Lalu orang-orang itu bertanya lagi: “Kalau begitu mengapa Musa
mengijinkan seorang suami membuat surat cerai (talak)”? Lalu Yesus menjawab: karena
ketegaran hatimulah Musa melakukan hal itu. Tapi seharusnya tidak demikian (Mat 19:1-12).
Karena komitment-Nya terhadap kesetaraan perempuan dan laki-laki, maka pada saat Yesus mati
di salib, banyak perempuan ada bersama-sama dengan Dia serta mengunjungi kubur-Nya.
Perjuangan menentang diskriminasi dan menegakkan hak-hak perempuan tidak berakhir
pada saat Yesus terangkat ke langit. Perjuangan itu terus berlangsung dari abad ke abad.
Umumnya orang mengakui bahwa perjuangan yang cukup sengit dimulai pada abad ke-18,
terutama sesudah berakhirnya Revolusi Amerika (1775-1783) dan Revolusi Perancis (1789-
1799). Kedua revolusi itu berhasil menanamkan nilai-nilai: kemerdekaan, kesetaraan, dan
persaudaraan antara semua penduduk. Momentum ini dipakai oleh kaum perempuan untuk
menuntut kesamaan hak dengan kaum lelaki. Selanjutnya pada tahun 1960-an terjadi gelombang
protes anti perang dan perjuangan hak-hak sipil yang terjadi di Amerika Utara, berikut di
Australia, dan di seluruh Eropah. Kesempatan itu dianggap tepat untuk memperjuangkan
kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang menarik perhatian kita sekarang, bahwa
gerakan memperjuangkan kesetaraan gender sudah menjadi gerakan yang mendunia. Ia bukan
hanya merupakan usaha dari kelompok agama tertentu, tetapi sudah menjadi gerakan bangsa-
bangsa atas alasan kemanusiaan dan keadilan gender. Tentu kita mendukung semua perjuangan
semacam itu.
d. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Budha
Dalam kehidupan bermasyarakat, sang budha tidak membedakan peran laki-laki maupun
perempuan. Mereka memliki peran yang setara dan adil. Seperti laki-laki, perempuan juga bisa
menjadi majikan, atasan, guru(brahmana) sesuai kotbah sang Budha.
Mengacu pada perkembangan budha Dharma bahwa pemberdayaan dan kemitrasejajaran
perempuan telah diperjuangkan dan ditumbhkembangkan oleh sang Budha. Hal ini dapat dikaji
dari kisah-kisah siswa Budha yang sebagian adalah perempuan dan diterangkan pula
bahwaperempuan membawa peran penting dalam perkembangan agama Budha
Kesetaraan gender dalam agama Budha didasari kewajiban dan tanggungjawab bersama
dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah
tangga. Menurut agama Budha, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang muncul
bersama di muka bumi ini.dan dia dapat terlahir sesuai dengan karmanya masing-masing,
sehingga kedudukan antara laki-laki maupun perempuan dalam agama budha tidak
dipermasalahkan . agama budha membimbing umatnya untuk menghargai gender.
Dalam Paninivana Sutta, sang Budha mengatakan seluruh umat manusia tanpa tertinggal
memiliki jiwa Budha. Laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang agung, karenanya agar
terjadi keseimbangan dalam menjalanjan fungsi kehidupannya, maka keduanya memiliki
karakter yang berlawanan, padahal justru dari sinilah muncul keseimbangan.
e. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Hindhu
Pengertian gender dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang membedakan
perilaku antara perempuan secara proposional menyangkut moral, etika, dan budaya, bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan bertindak sesuai ketentuan
sosial, moral, etika, dan budaya di mana mereka berada. Ada yang pantas dikerjakan oleh laki-
laki ditinjau dari sudut sosial, moral, dan budaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh
perempuan,demikian pula sebaliknya.Sesuai ajaran agama hindu, gender bukan merupakan
perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. agama hindu mengajarkan bahwa seluruh umat
manusia di perlakukan sama di hadapan tuhan sesuai dengan dharma baktinya.
Manusia yang dilahirkan ke dunia merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang sama
di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, baik laki-laki maupun perempuan.
Istilah dewa-dewi lingga yoni dalam ajaran hindu menggambarkan bahwa dualism ini
sesungguhnya ada dan saling membutuhkan karena tuhan yang maha esa menciptakan semua
mahluk hidup selalu berpasangan.di dalam kitab suci hubungan suami dan istri dalam ikatan
perkawinan disebut sebagai satu jiwa dari dua badan yang berbeda .
Lebih jauh di dalam manapadharmasastra di uraikan bahwa tuhan yang maha esa
menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam wujud “ardha-nari-isvari”,sebagai
sebagian laki-laki dan sebagian lagi sebagai perempuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mewujudkan cita – cita demokrasi, suatu Negara harus mampu untuk menegakkan
kesetaraan gender. Gender sering disamakan pengertiannya dengan jenis kelamin. Jenis kelamin
merupakan perbedaan biologis antara fisik laki – laki dengan fisik perempuan yang dibawa sejak
ia dilahirkan. Sedangkan gender merupakan tperbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh social
budaya yang panjang.
Kesetaraan gender berguna untuk memberikan kesempatan setiap orang untuk berapresiasi
terhadap hal – hal yang terjadi disekitarnya. Kesetaraan gender berkaitan dengan keadilan
gender. Keadilan gender merupakan perlakuan adil terhadap laki – laki dan perempuan.
perbedaan antara kesetaraan dan keadilan gender yaitu kesetaraan lebih condong terhadap
peluang sedangkan keadilan gender lebih condong terhadap tingkah laku laki – laki dan
perempuan.
Kesetaraan gender dan keadilan gender harusnya dapat ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain bermasyarakat kesetaraan gender dan keadilan gender haruslah di
tegakkan juga di dunia pendidikan. Bukan hanya kaum laki - laki saja yang harus sekolah tinggi
namun perempuan juga punya hak untuk dapat bersekolah setinggi – tingginya.
Pada dasarnya semua agama di Indonesia memaparkan bagaimana Tuhan mewujudkan
kasihnya terhadap manusia tanpa memandang jenis kelamin, dari golongan mana, berapa
usianya, terang kasih Tuhan tidak ada yang mendominasi. Tuhan menciptakan laki-laki dan
perempuan dibentuk sedemikian rupa menurut rupa dan gambarnya dan Tuhan melihat bahwa
ciptaannya itu sungguh amat baik. Pada dasarnya perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan
berkaitan dengan fungsi biologis dan perbedaan itu adalah untuk saling melengkapi agar menjadi
utuh. Dalam agama mengajarkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki kesamaan
kondisi untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut.
B. Saran
Manusia ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya makalah
ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling menegakkan kesetaraan
gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi permasalahan dalam kehidupan bersosial.
DAFTAR PUSTAKA
 http://filsafat.kompasiana.com/2013/05/04/kedudukan-perempuan-dan-kesetaraan-gender-dalam-
pandangan-islam--557073.html
 http://mjeducation.co/kesetaraan-gender-untuk-kesejahteraan-negara/
 md101j.files.wordpress.com/2011/10/makalah-agama-kel-5-sore.docx
 http://www.scribd.com/doc/96367675/Makalah-Kesetaraan-Dan-Keadilan-Gender
 http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/19/kesetaraan-gender-diterapkan-dalam-pendidikan-
464068.html

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CC0Q
FjAB&url=http%3A%2F%2Fhaqfaisol.files.wordpress.com%2F2012%2F05%2Fmakalah-
gender.docx&ei=B9aVUc-
ZIdKO7QbtiIG4BQ&usg=AFQjCNG71Zw3RF6MSgerAwokMaaQxHM34A&bvm=bv.464710
29,d.bGE
 http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-gender-menurut-para-ahli.html

Anda mungkin juga menyukai