Anda di halaman 1dari 15

Abstrak: Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan

keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan. Tujuan pendidikan
kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan
terampil menjaga kelangsungan hidup, dan perkembangannya di masa datang. Kecakapan hidup
mencakup kecakapan dasar dan kecakapan instrumental. Kecakapan dasar meliputi:

(l) kecakapan belajar mandiri;

(2) kecakapan membaca, menulis, dan menghitung;

(3) kecakapan berkomunikasi;

(4) kecakapan berpikir ilmiah, kritis, nalar, rasional, lateral, sistem, kreatif, eksploratif, reasoning,
pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah;

(5) kecakapan kalbu/personal;

(6) kecakapan mengelola raga;

(7) kecakapan merumuskan kepentingan dan upaya-upaya untuk mencapainya; dan

(8) kecakapan berkeluarga dan sosial. Kecakapan instrumental meliputi: (l) kecakapan memanfaatkan
teknologi; (2) kecakapan mengelola sumber daya; (3) kecakapan bekerjasama dengan orang lain; (4)
kecakapan memanfaatkan informasi; (5) kecakapan menggunakan sistem; (6) kecakapan
berwirausaha; (7) kecakapan kejuruan; (8) kecakapan memilih, menyiapkan, dan mengembangkan
karir; (9) kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan: dan (10) kecakapan menyatukan bangsa.

Kata kunci: kecakapan hidup, kelangsungan hidup, kecakapan hidup dasar, kecakapan hidup
instrumental.

1. Pendahuluan

Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari waktu kewaktu meliputi
empat hal, yaitu peningkatan: (1) pemerataan kesempatan, (2) kualitas, (3) efisiensi, dan (4)
relevansi. Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (life skill education) pada semua jenis dan jenjang
pendidikan pada dasarnya didorong oleh anggapan bahwa relevansi antara pendidikan dengan
kehidupan nyata kurang erat.

Kesenjangan antara keduanya dianggap lebar, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Pendidikan
makin terisolasi dari kehidupan nyata sehinggu, tamatan pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang
pendidikan dianggap kurang siap menghadapi kehidupan nyata. Suatu pendidikan dikatakan relevan
dengan kehidupan nyata jika pendidikan tersebut sesuai dengan kehidupan nyata. Namun,
pertanyaannya adalah kehidupan nyata yang mana? Sementara itu, kehidupan nyata sangat luas
dimensi dan ragamnya, misalnya ada kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat,
dan kehidupan bangsa. Kalau mengacu pada Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1998 dan
Undang-Undang No.2, Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), kehidupan nyata itu
menyangkut kehidupan peserta didik, kehidupan keluarga, dan kehidupan pembangunan yang
meliputi berbagai sektor dan subsector (pertanian, industri, jasa, dsb.).

Kehidupan-kehidupanin i (disebut juga kepentingan) tidak selamanya sejalan satu sama lain, sehingga
terjadi apa yang dikenal dengan perbedaan kepentingan antara berbagai kehidupan nyata terhadap
pendidikan. Idealnya, pendidikan harus relevan dengan berbagai kehidupan nyata itu. Namun, pada
akhirnya perlu diambil keputusan mengenai manakah diantara kehidupan yang akan menjadi prioritas
pada suatu kurun waktu tertentu. Dalam kerangka empat strategi dasar kebijakan pendidikan,
pendidikan kecakapan hidup menyangkut salah satu strategi, yaitu meningkatkan relevansi pendidikan
dengan kehidupan nyata.

Pendidikan sekolah (PS) dan pendidikan luar sekolah (PLS) diselenggarakan untuk meningkatkan
kualitas daya pikir, daya kalbu dan daya fisik peserta didik sehingga yang bersangkutan memiliki lebih
banyak pilihan dalam kehidupan, baik pilihan kesempatan untuk melanjutkan pndidikan yang lebih
tinggi, pilihan kesempatan untuk bekerja maupun pilihan untuk mengembangkan dirinya. Untuk
menecapai tujuan tersebut, PS dan PLS perlu memberikan bekal dasar kemampuan kesanggupan dan
ketrampilan kepada peserta didik agar mereka siap menghadapi berbagai kehidupan nyata. Telah
banyak upaya yang dilakukan dalam memberikan bekal dasar kecakapan hidup, baik melalui
pendidikan di keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat.

Upaya-upaya tersebut bukan tidak berhasil sama sekali dalam meningkatkan kemampuan,
kesanggupan dan keterampilan hidup tamatannya, akan tetapi kehidupan nyata yang memiliki ciri
“berubah” telah menuntut PS dan PLS untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian PS dan PLS
dituntut menghasilkan tamatanya yang mampu, sanggup, dan terampil untuk menghadapi tantangan
hidup yang sarat kompetisi dan kolaborasi sekaligus. Mampu dalam arti tamatan PS dan PLS memiliki
kualifikasi yang dibutuhkan bagi kehidupan masa depan. Sanggup dalam arti tamatan PS dan PLS
mau, komit, bertanggung jawab dan berdedikasi menjalankan kehidupannya. Terampil dalam arti
cepat, cekat, dan tepat dalam mencapai sasaran hidup yang diinginkannya.

Mengingat peserta didik PS dan PLS berada dalam kehidupan nyata, maka salah satu upaya yang
perlu dilakukan adalah mendekatkan pendidikan (kegiatan belajar mengajar) dengan kehidupan nyata
yang memiliki nilai-nilai preservative dan progresif sekaligus melalui pengintensifan dan pengefektifan
pendidikan kecakapan hidup. Istilah pengintensifan dan pengefekktifan perlu digaris bawahi agar tidak
salah persepsi bahwa selama ini tidak diajarkan kecakapan hidup sama sekali dan yang diajarkan
adalah kecakapan untuk mati. Kecakapan hidup sudah diajarkan, akan tetapi perlu peningkatan
intensitas dan efektivitasnya, sehingga PS dan PLS dapat menghasilkan tamatan yang mampu,
sanggup, dan terampil terjun dalam kehidupan nyata nantinya. UUSPN telah mengamantkan
pendidikan kecakapan hidup, yang bunyinya: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarkatan dan kebangsaan“. Jadi, pendidikan kecakapan hidup bukanlah
sesuatu yang baru dan karenanya juga bukan topik yang orisinil. Yang benar-benar baru adalah
bahwa kita mulai sadar dan berpikir bahwa relevansi antara pendidikan dengan kehidupan nyata perlu
ditingkatkan intensitas dan efektivitasnya.

1. Kajian Teori
2. Pengertian

Meskipun kecakapan hidup telah didefinisikan berbeda-beda, namun esensi pengertiannya sama.
Brolin (l989) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang
diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi secara independen dalam kehidupan. Pendapat lain
mengatakan bahwa kecakapan hidup adalah kecakapan sehari-hari yang diperlukan oleh seseorang
agar sukses dalam menjalankan kehidupan (http://www.lifeskills-stl.org/page2.html) Malik Fajar
(2002) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk
berorientasi ke jalur akademik. Sementara itu Tim Broad-Based Education(2002) menafsirkan
kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi
problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

Meskipun terdapat perbedaan dalam pengertian kecakapan hidup, namun esensinya sama yaitu
bahwa kecakapan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh
seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Oleh karena itu, pendidikan
kecakapan hidup adalah, pendidikan yang member bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara
benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu,
sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya. Dengan definisi tersebut, maka pendidikan kecakapan hidup harus merefleksikan
nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari, baik yang bersifat preservative maupun progresif. Pendidikan
perlu diupayakan relevansinya dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari. Dengan cara ini,
pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual. Tidak akan mencabut peserta didik dari akarnya,
sehingga pendidikan akan lebih bermakna bagi peserta didik dan akan tumbuh subur. Seseorang
dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil
menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan
pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan tetangga, kehidupan perusahaan, kehidupan masyarakat,
kehidupan bangsa, dan kehidupan-kehidupan lainnya. Ciri kehidupan adalah perubahan dan
perubahan selalu menuntut kecakapan-kecakapan untuk menghadapinya. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya jikpa PS dan PLS mengajarkan kecakapan hidup.

1. Tujuan

Seperti jugpa ada pengertian kecakapan hidup, tujuan pendidikan kecakapan hidup juga bervariasi
sesuai kepentingan yang akan dipenuhi. Naval Air Station Antlanta (2002) menuliskan bahwa tujuan
pendidikan kecakapan hidup adalah: to promote family strength and growth through education; to
teach concepts and principles relevant to family living, to explore personal. attitudes and values, and
help members understand and accept the attitudes and values of others; to develop interpersonal
skills which contribute to family well-being; to reduce mariage and family conflict and theeby enhance
service member productivity; and to encourage on-base delivery of family education program and
referral as appropriate to community programs.”i appropriate to community programs. Sementara itu,
Tim Broad-Based Education Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan
hidup adalah untuk: (1) mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan problema yang dihadapi, (2) memberikan kesempatan kepada sekolah untuk
mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, dan
(3) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah, dengan member peluang
pemanfaatan sumber daya yang ada di masyaakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah.

Meskipun bervariasi dalam menyatakan tujuan pendidikan kecakapan hidup, namun konvergensinya
cukup jelas yaitu bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik
agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk
meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik preservatif maupun
progresif. Lebih spesifiknya, tujuan pendidikan kecakapan hidup dapat dikemukakan sebagai berikut.

Pertama, memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap, dan perbuatan lahiriyah peserta didik melalui
pengenalan (logos), penghayatan (etos), dan pengamalan (patos) nilai-nilai kehidupan sehari-hari
sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.

Kedua, memberikan wawasan yang luas tentang pengembangan karir, yang dimulai dari pengenalan
diri, eksplorasi karir; orientasi karir, dan penyiapan karir. Ketiga, memberikan bekal dasar dan
latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai nilai-nilai kehidupan sehari-hari yang dapat
memampukan peserta didik untuk berfungsi menghadapi kehidupan masa depan yang sarat kompetisi
dan kolaborasi sekaligus. Keempat, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah melalui
pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan mendorong peningkatan kemandirian sekolah,
partisipasi stakeholders, dan fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah. Kelima, memfasilitasi
peserta didik dalam memecahkan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari, misalnya
kesehatan mental dan pisik, kemiskinan, kriminal, pengangguran, lingkungan sosial dan pisik,
narkoba, kekerasan, dan kemajuan iptek.

1. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari pendidikan kecakapan hidup pada PS dan PLS adalah sebagai
berikut. Pertama, peserta didik memiliki asset kualitas batiniyah, sikap,dan perbuatan lahiriyah yang
siap untuk menghadapi kehidupan masa depan sehingga yang bersangkutan mampu dan sanggup
menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kedua, peserta didik memiliki wawasan luas
tentang pengembangan. Karir dalam dunia kerja yang sarat perubahan yaitu yang mampu memilih,
memasuki, bersaing, dan maju dalam karir. Ketiga, peserta didik memiliki kemampuan berlatih untuk
hidup dengan cara yang benar, yang memungkinan peserta didik berlatih tanpa bimbingan
lagi. Keempat, peserta didik memiliki tingkat kemandirian, keterbukaan, kerjasama, dan akuntabilitas
yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kelima, peserta didik
memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk mengatasi berbagai permasalahan hidup yang dihadapi.

1. Manfaat
Pendidikan kecakapan hidup memberikan manfaat pribadi peserta didik dan manfaat sosial bagi
masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kualitas berpikir, k
ualitas kalbu, dan kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat
meningkatkan pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan, pengaruh,
prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang, pengembangan diri, kemampuan kompetitif, dan
kesejahteraan pribadi. Bagi masyarakat, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kehidupan
yang maju dan madani dengan indikator-indikator adanya: peningkatan kesejahteraan sosial,
pengurangan perilaku destruksif sehingga dapat mereduksi masalah-masalah sosial, dan
pengembangan masyarakat yang secara harmonis mampun memadukan nilai-nilai religi, teori,
solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).

1. Konsep Dasar
2. Tujuan Pendidikan Nasional

Secara normatif, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan


mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan (Undang-Undang Republik Indonesia No.2, Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan
Nasional). Berdasarkan tujuan tersebut, maka PS dan PLS bertugas dan berfungsi mempersiapkan
peserta didik agar mampu: (1) mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, (2) mengembangkan
kehidupan untuk bermasyarakat, (3) mengembangkan kehidupan untuk berbangsa, dan (4)
mempesiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Konsekuensinya apa yang
diajarkan harus menampilkan sosok utuh keempat kemampuan tersebut.

1. Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai Upaya untuk Mencapai Tujuan Pendidikan


Nasional

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana ditulis pada butir 2.5.1. diperlukan upaya-
upaya yang dapat menjembatani antara siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum yang ada saat ini
memang merupakan salah satu upaya untuk menjembataninya, namun perlu ditingkatkan
kedekatannya dengan nilai-nilai kehidupan nyata. Bila demikian, pertanyaannya adalah: “Apakah
kurikulum yang ada sekarang sudah merefleksikan kehidupan nyata saat ini? Untuk menjawab
pertanyaan ini diperlukan kajian yang mendalam terhadap kurikulum yang ada dan terhadap nilai-nilai
kehidupan saat ini. Kesenjangan antara keduanya (kurikulum dan kehidupan nyata) merupakan
tambahan pengayaan yang perlu diintegrasikan terhadap kurikulum yang ada sehingga kurikulum
yang ada saat ini benar-benar merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata.

Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk mengganti kurikulum yang ada,
akan tetapi untuk melakukan reorientasi terhadap kurikulum yang ada sekarang agar benar-benar
merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata. Jadi, pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya untuk
menjembatani kesenjangan antara kurikulum yang ada dengan tuntutan kehidupan nyata yang ada
saat ini, bukan untuk merombaknya. Penyesuaian-penyesuaian kurikulum terhadap tuntutan
kehidupan perlu dilakukan mengingat kurikulum yang ada memang dirancang per mata pelajaran
yang belum tentu sesuai dengan kehidupan nyata yang umumnya bersifat utuh (Tim Broad Based
Education Depdiknas, 2002). Selain itu, kehidupan memiliki karakteristik untuk berubah, sehingga
sudah sewajarnya jika kurikulum yang ada perlu didekatkan dengan kehidupan nyata. Dalam
pandangan ini, maka kurikulum merupakan sasaran yang bergerak dan bukan sasaran yang diam.

Dalam arti yang sesungguhnya, pendidikan kecakapan hidup memerlukan penyesuaian-penyesuaian


dari pendekatan supply-driven menuju ke demand-driven. Pada pendekatan supply-driven, apa yang
diajarkan cenderung menekankan pada school-based learning yang belum tentu sepenuhnya sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang dihadapi oleh peserla didik. Pada pendekatan demand-driven,
apa yang diajarkan kepada peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai kehidupan nyata yang
dihadapinya sehingga lebih berorientasi kepada life skill-based learning.

Dengan demikian, kerangka pengembagan pendidikan berbasis kecakapan hidup idealnya ditempuh
secara berurutan sebagai berikut (Slamet PH, 2002). Pertama, diidentifikasi masukan dari hasil
penelitian, pilihan-pilihan nilai, dan dugaan para ahli tentang nilai-nilai kehidupan nyata yang
berlaku. Kedua, masukan tersebut kemudian digunakan sebagai bahan, untuk mengembangkan
kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup yang dimaksud harus menunjukkan
kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan untuk menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya dalam dunia yang sarat perubahan. Ketiga, kurikulum dikembangkan berdasarkan
kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan. Artinya, apa yang harus, seharusnya, dan yang
mungkin diajarkan pada peserta didik disusun berdasarkan kompetensi yang telah
dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup perlu dilaksanakan dengan
jitu agar kurikulum berbasis kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara cermat. Hal-hal yang
diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup seperti misalnya tenaga kependidikan
(guru), pendekatan-strategi-metode pembelajaran, media pendidikan, fasilitas, tempat belajar dan
durasi belajar, harus siap. Kelima, evaluasi pendidikan kecakapan hidup perlu dibuat berdasarkan
kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan pada langkah kedua. Karena evaluasi belajar
disusun berdasarkan kompetensi, maka penilaian terhadap prestasi belajar peserta didik tidak hanya
dengan pencil and paper test, melainkan juga dengan performance test dan bahkan dengan evaluasi
otentik.

Pendidikan PS dan PLS di masa depan akan menekankan pada kecakapan hidup. Diharapkan, tujuan
pendidikan nasional lebih menekankan pada penguasaan kehidupan, kurikulum lebih merefleksikan
kehidupan nyata, penyelenggaraannya benar-benar jitu dalam merealisasikan kurikulum berbasis
kecakapan hidup yang ditunjukkan oleh guru memiliki penguasaan kehidupan yang kuat, siswa
mempelajari kenyataan dan aktif, metode pembelajaran lebih konkrit, kerja tim kuat, media
pendidikan menggunakan kenyataan, tempat belajar tidak harus selalu dikelas tetapi juga di
kancah/kehidupan, durasi pembelajaran tergantung kompetensi yang ingin dikuasai, referensi tidak
selalu berupa buku tetapi juga kehidupan nyata/konteks, pengalaman hidup akan lebih kaya, dan
evaluasi belajar lebih menekankan pada autentik.

1. Jenis Kecakapan Hidup

Kehidupan adalah perubahan. Tamatan PS dan PLS akan menjalani kehidupan, yang berarti mereka
harus mampu dan sanggup menghadapi , perubahan dan bahkan mampu dan sanggup menjadi agent
of change. Perubahan ada yang tidak diinginkan dan ada yang diinginkan. Perubahan, yang tidak
diinginkan akan mengusik kelangsungan hidup manusia, dan perubahan yang diinginkan akan
mendukung perkembangan manusia. Agar tamatan PS dan PLS mampu, sanggup, dan terampil
menjalan kehidupan, mereka harus diberi bekal kecakapan hidup. Menurut Slamet PH (1997),
kecakapan hidup dapat dikategorikan menurut kualitas fisik, akal, kalbu, dan spiritual: (1) kecakapan
fisik dapat diukur dari derajad keterampilan, (2) kecakapan akal dapat diukur dari kecerdasan dan
variasi daya fikirnya (deduktif, induktif, ilmiah, nalar, rasional, kritis, kreatif, lateral, discovery,
exploratory, dan sistem), (3) kecakapan kalbu dapat diukur dari daya rasanya dan daya emosinya
(rasa kasih saying, kesopanan, toleransi, kejujuran, disiplin diri, komitmen, dan integritas, dan (4)
kecakapan spiritual ditunjukkan oleh derajad keimanan dan ketaqwaan terhadap TuhanYang Maha
Esa. Menurut US Department of Labor (1992), peserta didik harus diberi bekal kecakapan hidup yang
terdiri dari lima kompetensi (kemampuan mengelola sumber daya, kemampuan inter personal,
kemampuan mencari dan menggunakan informasi, kemampuan menggunakan sistem, dan
kemampuan rnenggunakan teknologi dalam kehidupan) dan tiga bagian kemampuan elementer
(kecakapan elementer dalam baca, tulis, hitung, bicara, mendengar; kecakapan berfikir; dan kualitas
personal). Kemudian, the National Training Board (1992) dari Australia mengharuskan agar setiap
generasi mudanya memiliki tujuh kompetensi kunci sebagai berikut: collecting, analysing and
organising information; communicating ideas and information; planning and organising activities,
working with others and in team; using mathematical ideas and techniques; solving problems; and
using technology. Sementara itu, United Kingdom melalui General National Vocational Qualification
(1993) mengharuskan bahwa setiap penduduknya harus memiliki core skills sebagai
berikut: communication, personal skills, problem solving, information technology, and modern
language. New Zealand (l994) juga menghendaki semua generasi muda memiliki essential
skills sebagai berikut: information skills, communication skills, self-management skills, work and study
skills, numeracy skills, problem solving and decision-making skills. Tim Broad-Based Education
Depdiknas (2002) memilah kecakapan hidup menjadi lima, yaitu kecakapan personal, kecakapan
berfikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan kejuruan. Kecakapan
personal terlalu sempit definisinya karena hanya difokuskan pada pengenalan diri (self awareness).
Padahal kecakapan personal sangat luas dimensinya. Demikian juga, kecakapan berpikir juga hanya
disempitkan pada berpikir rasional, padahal kecakapan berpikir juga sangat luas dimensinya, misalnya
kecakapan berpikir deduktif induktif, ilmiah, kritis, kreatif, nalar/logik, lateral, discovery, exploratory,
dan sistem. Kemudian makna kecakapan akademik juga rancu karena yang dimaksud kecakapan
akademik (oleh Tim Broad-Based Education) adalah kecakapan berpikir ilmiah. Tidak jelas perbedaan
antara kecakapan berpikir rasional (thinking skill) dan kecakapan berpikir akademik.

Wacana-wacana tersebut di atas mendorong penulis untuk merumuskan kecakapan hidup menjadi
dua kategori, yaitu kecakapan hidup yang bersifat dasar dan instrumental. Kecakapan hidup yang
bersifat dasar adalah kecakapan yang bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman, tidak
tergantung pada perubahan waktu dan ruang, dan merupakan fondasi dan sokoguru bagi tamatan PS
dan PLS agar bisa mengembangkan kecakapan hidup yang bersifat instrumental. Kecakapan hidup
yang bersifat instrumental adalah kecakapan yang bersifat relatif kondisional, dan dapat berubah-
ubah sesuai dengan perubahan ruang, waktu, situasi, dan harus diperbaharuhi secara terus menerus
sesuai dengan derap perubahan. Mengingat perubahan kehidupan berlangsung secara terus menerus,
maka diperlukan kecakapan-kecakapan yang mutakhir, adaptif dan antisipatif. Oleh karena itu, prinsip
belajar sekali selesai dan tidak perlu beiajar lagi. tidak relevan lagi. Tamatan PS dan PLS, selain harus
belajar sesuatu yang baru (learning), harus juga mampu melupakan pengalaman belajar yang lalu
yang tidak lagi relevan lagi dengan kehidupan saat ini (unlearning) dan selalu belajar kembali
(relearning). Adapun kategori dimensi kecakapan hidup yang bersifat dasar dan instrumental yang
dimaksud dapat dirinci sebagai berikut.

1. Kecakapan Dasar

Kecakapan dasar meliputi:

(l) Kecakapan belajar terus-menerus

Kecakapan belajar terus menerus (sepanjang hayat) adalah kecakapan yang paling penting
dibandingkan dengan semua kecakapan hidup lainnya. Pengetahuan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan kehidupan berubah makin cepat sehingga menuntut tamatan PS dan PLS memiliki kemampuan
untuk belajar terus-menerus. Kecakapan ini merupakan kunci yang dapat membuka kesuksesan masa
depan. Dengan kecakapan ini, tamatan PS dan PLS mudah menguasai kecakapan-kecakapan lainnya.
Karena itu, tamatan PS dan PLS perlu diberi bekal dasar tentang strategi, metode, dan teknik belajar
untuk memperoleh dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru dalam kehidupannya.

(2) Kecakapan membaca, menulis, menghitung

Tamatan PS dan PLS diharapkan memiliki kecakapan membaca dan menulis secara fungsional, baik
dalam bahasa Indonesia maupun salah satu bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, Jerman, Perancis,
Arab, Jepang, Mandarin, atau yang lain. Kecakapan membaca- memahami dan menafsirkan informasi
tertulis dalam surat kabar, majalah, jurnal, dan dokumen. Menulis – mengkomunikasikan pikiran, ide-
ide, informasi dan pesan-pesan tertulis dan membuat dokumen-dokumen seperti surat, arahan,
bimbingan, pedoman kerja, manual, laporan, grafik, dan diagram alir. Kecakapan menghitung –
kemampuan dasar menghitung dan memecahkan masalah-masalah praktis, dengan memilih secara
tepat dari teknik-teknik matematika yang ada, dengan atau tanpa bantuan teknologi.

(3) Kecakapanb erkomunikasil:i san,t ertulis,t ergambar,m endengar

Manusia berinteraksi dengan manusia lain melalui komunikasi langsung, baik secara lisan, tertulis,
tergambar, dan bahkan melalui kesan pun bisa. Mengingat manusia menggunakan sebagian besar
waktunya untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka kecakapan berkomunikasi termasuk
kecakapan mendengar harus dimiliki oleh tamatan PS dan P LS.

Suatu studi menyimpulkan bahwa kelemahan berkomunikasi akan menghambat pengembangan


personal dan professional seseorang. Bahkan para pebisnis memperkirakan bahwa kelemahan
berkomunikasi akan menambah pembiayaan usahanya akibat kesalahan yang dibuat. Mengingat era
globalisasi telah bergulir, maka penguasaan salah satu bahasa asing (Inggris, Perancis, Arab, Jepang,
J erman, Mandarin, dsb) oleh peserta didik merupakan keniscayaan.

(4) Kecakapan berpikir


Tingkat kecakapan berpikir seseorang akan berpengaruh terhadap kesuksesan hidupnya. Mengingat
kehidupan manusia sebagian besar dipengaruhi oleh cara berpikir, maka peserta didik perlu diberi
bekal dasar dan latihan-latihan dengan cara yang benar tentang kecakapan berpikir deduktif induktil
ilmiah, kritis, nalar, rasional, lateral, sistem, kreatif, eksploratif, discovery, inventory, reasoning,
pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Selain itu, peserta didik harus diberi bekal dasar
tentang kecintaan terhadap kebenaran, keterbukaan terhadap kritik dan saran, dan berorientasi
kedepan.

(5) Kecakapan kalbu: iman (spiritual), rasa dan emosi

Memiliki bangsa kecakapan kalbu yang baik merupakan asset kualitas batiniyah yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan bangsa. Kecakapan kalbu yang terdiri dari iman (spiritual), rasa, dan
emosi merupakan unsur-unsur pembetuk jiwa selain akal. Pada dasarnya jiwa merupakan peleburan
iman, rasa, emosi, dan akal. Jiwa merupakan sumber kekuatan dan kendali bagi setiap manusia
dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. Bahkan, baik buruknya suatu bangsa sangat
dipengaruhi oleh baik buruknya kalbu bangsa yang bersangkutan. Erosi kalbu akan berpengaruh
sangat dahsyat karena apapun tingginya derajad berpikir seseorang, tetapi jika tidak dilandasi oleh
moral, spiritual dan emosional yang baik, hanya kehancuran yang terjadi. Untuk itu peserta didik
perlu diberi bekal dasar dan latihan-latihan dengan eara yang benar tentang kecakapan moral,
emosional dan spiritual. Integritas, kejujuran, solidaritas, kasih sayang pada orang lain, kesopanan,
disiplin diri, menghargai orang lain, hak asasi, kepedulian, toleransi, dan tanggung jawab adalah
contoh-contoh kecakapan moral yang perlu diajarkan kepada peserta didik. Iman dan Taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, kedamaian antar umat beragama, dan toleransi religius, adalah contoh-contoh
pendidikan kecakapan iman/spiritual yang merupakan payung bagi pendidikan kecakapan hidup
lainnya. Bekerja keras, semangat yang membaja, pintar bergaul, rajin, memiliki keinginan untuk
maju, dan upaya-upaya secara konsisten untuk mencapai keinginan untuk maju, adalah contoh-
contoh kecakapan emosional yang sangat signifikan kontribusinya terhadap kesuksesan hidup
seseorang.

(6) Kecakapan mengelola kesehatan badan

Di mana terdapat kesehatan badan, disitulah terdapat kesehatan jiwa. Manusia diciptakan oleh-Nya
dengan martabat tertinggi sehingga yang bersangkutan harus memelihara kesehatan dirinya lebih
baik dari pada memelihara barang-barangnya. Oleh karena itu, peserta didik sudah selayaknya diberi
bekal dasar tentang pengelolaan kesehatan badan agar yang bersangkutan memiliki kesehatan badan
yang prima, bebas penyakit, dan memiliki ketahanan badan yang kuat. Berolahraga secara teratur,
makan yang bergizi dan bervitamin, menjaga kebersihan, dan beristirahat cukup merupakan
pendidikan kecakapan mengelola kesehatan badan yang harus diterapkan dalam kehidupan peserta
didik.

(7) Kecakapan merumuskan keinginan dan upaya-upaya untuk mencapainya

Dua hal yang karakteristik sifatnya dalam kehidupan adalah: (l) adanya keinginan baru, dan (2)
upaya-upaya yang diperlukan untuk mencapai keinginan baru tersebut. Kecakapan merumuskan dua
hal yang karakteristik ini merupakan bagian penting bagi kehidupan seseorang. Dalam kehidupan
banyak dijumpai orang-orang yang kurang mampu merumuskan tujuan hidup yang realistik, dan
kalaupun tujuan yang dirumuskan cukup realistic, tidak jarang pula upaya-upaya yang ditempuh
kurangs esuai. Kecakapan semacam ini perlu diajarkan kepada peserta didik agar yang bersangkutan
mampu menjalani kehidupan secara realistis. Perumusan tujuan study tour dan upaya-upaya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan study tour adalah contoh pendidikan kecakapan merumuskan
keinginan dan upaya-upaya untuk mencapainya.

(8) Kecakapan berkeluarga dan sosial

Peserta didik hidup dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam keluarga, siswa
tersebut berinteraksi dengan ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Peserta didik harus memahami,
menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kasih sayang, kesopanan, toleransi, kedamaian, keadilan,
respek, kecintaan, solidaritas, dan tatakrama sebagai anak terhadap kedua orang tuanya maupun
sebagai saudara terhadap saudara-saudaranya. Dalam sekolah, peserta didik harus memahami,
menghayati; dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah. Dalam masyarakat,
peserta didik harus memahami, menghayati dan menerapkan nilai-nilai sosial sebagai berikut:
menjunjung tinggi hak asasi manusia, peduli terhadap barang-barang milik publik, kerjasama,
tanggung jawab dan akuntabilitas sosial, keterbukaan dan apresiasi terhadap keanekaragaman.
Peserta didik harus mampu berkomunikasi, baik secara verbal maupun non-verbal. Kelancaran
berkomunikasi, selain memperbanyak kawan, juga untuk memupuk kesehatan mental. Karena peserta
didik hidup dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan, maka dia harus memiliki
kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.

2.5.3.2 Kecakapan Instrumental

Kecakapan instrumental meliputi:

1. Kecakapan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan

Teknologi telah merambah ke segala kehidupan dan merupakan alat penggerak utama kehidupan.
Bahkan keunggulan teknologi merupakan salah satu faktor daya saing yang ampuh. Salah satu faktor
yang membuat negara berkembang tertinggal dengan negara maju adalah ketertinggalan teknologi.
Generasi muda harus diberi bekal agar mengapresiasi pentingnya teknologi bagi kehidupan dan
mempersiapkannya untuk mempelajari dan mengembangkan teknologi yang ada. Mereka harus
dididik bagaimana bekerja dengan jenis-jenis teknologi dan disiapkan agar mereka memiliki
kemampuan memanfaatkan teknologi dalam berbagai kehidupan (pertanian, perikanan, peternakan,
kerajinan, kerumahtanggan, kesehatan, komunikasii, industry manufaktur, perdagangan, kesenian,
pertunujukan, olah raga, konstruksi, transportasi, dan perbankan). Peserta didik perlu dibekali cara-
cara memilih teknologi, menggunakannya untuk tugas-tugas tertentu dan cara-cara memeliharanya.

1. Kecakapan mengelola sumber daya

Peserta didik perlu diberi bekal tentang arti, tujuan dan cara-cara mengidentifikasi, mengorganisasi,
merencanakan, dan mengalokasikan sumber daya. Lebih spesifiknya, siswa perlu dilatih: (1)
mengelola sumber daya alam; (2) mengelola waktu; (3) mengelola uang, dengan melatih mereka
membuat rencana teknis dan anggaran, penggunaannya, dan membuat penyesuaian-penyasuaian
untuk mencapai tujuan; (4) mengelola sumber daya ruang, (5) mengelola sumber daya sosial budaya,
(6) mengelola peralatan dan perlengkapan, dan (7) mengelola lingkungan.

1. Kecakapan bekerjasama dengan orang lain

Kehidupan, baik perusahaan, bank, pendidikan, maupun yang lain, yang akan dimasuki oleh tamatan
PS dan PLS kelak pada umumnya bersifat kolektif. Tamatan PS dan PLS hanyalah merupakan bagian
dari kehidupan tersebut. Mereka nantinya harus bisa bekerjasama secara harmonis dengan orang lain.
Karena itu, sejak dini mereka perlu diberi bekal dan latihan: latihan yang dilakukan secara benar
tentang cara-cara bekerja sama, menghargai hak asasi orang lain, pentingnya kebersamaan,
tanggung jawab dan akuntabilitas perbuatan, keterbukaan, apresiasi keanekaragaman, kemauan baik
yang kreatif, kepemimpinan, manajemen negosiasi, dan masih banyak hal-hal lain yang perlu
diajarkan.

1. Kecakapan memanfaatkan informasi

Saat ini dan lebih-lebih di masa mendatang, informasi akan mengalir secara cepat dan deras dalam
berbagai kehidupan. Siapa yang tertinggal inforrnasi akan tertinggal pula dalam kehidupannya. Jadi,
informasi sudah merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang.
Untuk itu, peserta didik perlu dibekali cara-cara mendapatkan dan memanfaatkan aneka ragam
informasi yang ada. Mereka harus dididik cara-cara mendapatkan dan mengevaluasi inforrnasi,
mengorganisasi dan memelihara informasi, menafsirkan dan mengkomunikasikan informasi, dan
menggunakan computer untuk mengolah data agar menjadi informasi.

1. Kecakapan menggunakan system dalam kehidupan

Kehidupan diciptakan oleh-Nya dalam serba sistem. Oleh karenanya, jika ingin mengenali hakikat
(kebenaran seutuhnya) segala yang ada dalam kehidupan, harus mengenali sampai pada sistemnya.
Mengenali sampai pada sistemnya ditempuh melalui perbuatan berpikir sistem. Berpikir system adalah
berpikir membangun keberadaan hal menurut kriteria sistem. Sistem adalah kumpulan proses
berstruktur hirarkis yang terikat pada tujuan. Peserta didik perlu memahami, menghayati, dan
menerapkan system dalam kehidupannya. Mereka perlu diberi bekal dasar tentang cara berpikir, cara
mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sebagai sistem. Mereka harus memahami cara kerja
system-sistem kehidupan seperti misalnya bank, perusahaan, sekolah, pertanian, peternakan, dan
keluarga. Bahkan dirinya sebagai system harus dikenalinya secara baik.

1. Kecakapan berwirausaha

Kecakapan berwirausaha adalah kecakapan memobilisasi sumber daya yang ada di sekitarnya untuk
mencapai tujuan organisasinya atau untuk keuntungan ekonomi. Seringkali istilah kewirausahaan
dikaitkan dengan income generating activities (IGA). Memang kewirausahaan terkait dengan IGA,
tetapi kewirausahaan tidak sama dengan IGA. Jika IGA memiliki ciri untuk mencari keuntungan
ekonomi, kewirausahaan tidak selalu. Kewirausahaan memiliki ciri-ciri: (1) bersikap dan berpikiran
mandiri, (2) memiliki sikap berani menanggung resiko, (3) tidak suka mencari kambing hitam, (4)
selalu berusaha menciptakan dan meningkatkan nilai sumber daya, (5) terbuka terhadap umpan balik,
(6) selalu ingin perubahan yang lebih baik, (7) tidak pernah merasa puas, terus menerus melakukan
inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya, dan (8) memiliki tanggung jawab moral yang
baik.

1. Kecakapan kejuruan, termasuk olah raga dan seni (cita rasa)

Tidak semua peserta didik menyukai keterampilan berpikir, sebagian dari mereka menyukai
keterampilan-keterampilan kejuruan seperti misalnya pertanian, peternakan, kerajinan, bisnis, boga,
busana, industry, olah raga, dan kesenian (seni kriya, seni music, seni tari, seni lukis, seni suara, dan
seni pertunjukan dsb.). Juga tidak semua peserta didik melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi
dan karenanya perlu diberi bekal keterampilan kejuruan agar mereka memiliki kemampuan untuk
mencari nafkah. Lebih-lebih bagi peserta didik yang berasal dari kalangan marginal secara ekonomi-
sosial maka dapat dipastikan bahwa mereka tidak akan melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi
dan mereka akan terjun dalam kehidupan. Untuk itu, mereka jelas membutuhkan keterampilan
kejuruan yang secara praktis dapat digunakan untuk mencari nafkah.

1. Kecakapan memilih, menyiapkan dan mengembangkan karir

Setiap tamatan PS dan PLS kelak berharap memiliki karir yang sesuai dengan potensi diirinya dan
sesuai dengan peluang yang ada. Selain itu, karir yang dimiliki diharapkan dapat memberikan
penghargaan yang layak. Untuk sampai pada harapan tersebut, peserta didik perlu dikenalkan tentang
potensi diirinya, jenis-jenis karir yang ada dalam kehidupan, persyaratan untuk memasuki jenis karir
tertentu dan disiapkan agar kelak setelah lulus PS dan PLS mampu memilih, menyiapkan, dan
mengembangkan karir yang sesuai dengan potensi dirinya. Jangan sampai tamatan PS dan PLS tidak
mengenal potensi dirinya sendiri dan jenis-jenis karir yang ada. Karena itu tahap-tahap pendidikan
karir yang dimulai dari career awareness, career planning , sampai pada career development perlu
dikenalkan kepada semua peserta didik.

1. Kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan

Peserta didik hidup dalam lingkungan nyata dan lingkungan maya sekaligus. Lingkungan nyata berupa
fisik yang dapat dirasakan oleh panca indera seperti tanah, air dan udara. Terhadap lingkungan fisik,
peserta didik harus mampu menjaga kesehatan dirinya (kebersihan, ketegaran badan) dan
keharmonisan dengan alam sekitarnya (memelihara lingkungan). Lingkungan maya yang juga disebut
nirpisik adalah suasana sosial yang dapat ditangkap oleh otak dan dirasakan oleh hati. Terhadap
lingkungan maya (nirpisik), peserta didik harus mampu menjaga keharmonisan dengan masyarakat
disekitarnya.

1. Kecakapan menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila

Negara Kesatuan Repuplik Indonesia terdiri dari keanekaragaman kebhinekaan dalam suku, agama,
ras, dan asal-usul, tetapi harus tetap menjadi satu (bhineka tunggal ika). Untuk mencapai bhineka
tunggal ika diperlukan upaya-upaya nyata, baik melalui PS maupun PLS. Peserta didik perlu diberi
bekal kemampuan mengintegrasikan kebhinekaan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjaga kesatuan bangsa,
demokrasi, keadilan sosial, kecintaan terhadap negaranya, kepahlawanan dan apresiasi terhadap para
pahlawan, apresiasi terhadap peninggalan budaya, kebebasan dan tanggung jawab, kesadaran
sebagai warganegara, adalah contoh-contoh kecakapan hidup untuk menyatukan bangsa berdasarkan
nilai-nilai Pancasila.

1. Simpulan dan Saran


2. a. Simpulan

Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang
diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Pada dasamya,
pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan
secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan
mampu, sanggup dan terampil menjalankan kehidupannya yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup
dan perkembangannya. Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu kecakalpan hidup
yang bersifat dasar dan instrumental. Kecakapan dasar bersifat universal dan berlaku sepanjang
zaman, dan kecakapan instrumental bersifat relative, kondisional, dan dapat berubah-ubah sesuai
dengan perubahan ruang, waktu, dan situasi.

1. b. Saran

Pendidikan kecakapan hidup memang bukan sesuatu yang baru. Yang benar-benar baru adalah bahwa
kita mulai sadar dan berfikir bahwa relevansi antara pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata
perlu ditingkatkan intensitas dan efektivitasnya. Karena itu, yang diperlukan adalah membawa
sekolah sebagai bagian dari masyarakat dan bukannya menempatkan sekolah sebagai sesuatu yang
berada dimasyarakat. Pendidikan harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan sehari-hari, baik yang
bersifat preservative dan progresif. Sekolah harus menyatu dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang
ada di lingkungannya dan mendidik peserta didik sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kehidupan yang
sedang berlaku. Ini menuntut proses belajar mengajar dan masukan instrumental sekolah seperti
misalnya kurikulum, guru. Metodologi pembelajaran, alat bantu pendidikan, dan evaluasi
pembelajaran benar-benar realistik, kontekstual, dan bukannya artifisial.

Pustaka

Brolin, D.E. 1989. Life Centered Career Education: A Competency Based Approach. Reston, VA: The
Council for Exceptional Children.

Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Broad-
Besed Education (Draft). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 1989. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.

GNVQ. 1993. Core Skills. London: The Office of General National Vocational Qualification.
Malik Fadjar. 2001. Laporan Menteri Pendidikan Nasional pada Rapat Koordinasi Bidang Kesra Tingkat
Menteri. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Malik Fadjar. 2002. Paparan Seputar Langkah-langkah Menuju Tercapainya Sasaran Pembangunan
Pendidikon (Disampaikan dalam Sidang Kabinet). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

MPR. 1998. Garis-garis Besar Haluan Negara. Jakarta: Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia.

Naval Air Station Atlanta. 2002. Life Skills Education and Support. http//www.nasatlanta.navy.
Mil/life.html.

Slamet PH. 1997. Perlunya Kebijakan Sumber Daya Manusia yang Utuh (Jurnal Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan). Jogjakarta: Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.

Slamet PH. 2002. Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: Konsep dan
Pelaksanaan. Jakarta. Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

The National Training Board. 1992. National Competency Standard: Policy and Guidelines. Canberra:
The Office of NTB.

US Department of Labor. 1992. Learning a Living: A Blueprint for High Performance. Washington DC.:
US Department of Labor.

________.2002. The Life Skills Education Proiect. http://www. whomas.org.it/text2/life skills.html

________.2002. Life Skills Foundation. http://www.lifeskills-stl.org/page2.html

________.2002. Life Skills for Vocational Success. http://www. workshopsinc.com/manual/

Penulis

Slamet PH, MA, MEd, MLHR, Ph.D adalah dosen Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta,
Konsultan (internasional) Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Mitra Indonesia Yogyakarta, Ketua Dewan Latihan Kerja DIY, Ketua Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia (ISPI) DIY, dan Pengurus ISPI Pusat.

Sumber

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 037, Tahun Ke-8, Juli 2002.

Diterbitkan oleh : Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Jurnal Pendidikan milik perpustakaan Universitas Negeri Malang (UM)


Kontributor:

Anda mungkin juga menyukai