Anda di halaman 1dari 19

2.

1 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup


penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi1 :

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas


hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit


mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.1

2.1.1 Non-Farmakologi

A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien
untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah
mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan
alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/
komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan
perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang
diabetes meliputi2 :
a) pemantauan glukosa mandiri,
b) perawatan kaki,
c) ketaatan pengunaan obat-obatan,
d) berhenti merokok,
e) meningkatkan aktifitas fisik,
f) mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
B. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran


makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu
diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan
jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri1.

1. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari1:

Karbohidrat  Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total


asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat
tinggi.
 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak
dianjurkan.
 Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga
penyandang diabetes dapat makan sama dengan
makanan keluarga yang lain.
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti
glukosa, asal tidak melebihi batas aman konsumsi
harian (Accepted Daily Intake/ADI).
 Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan
lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.

Lemak  Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan


kalori, dan tidak diperkenankan melebihi 30% total
asupan energi.
 Komposisi yang dianjurkan:
i. lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
ii. lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
iii. selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
i. daging berlemak
ii. susu fullcream.
 Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

Protein  Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan


energi.
 Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi,
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
 Pada pasien dengan nefropati diabetic perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10%
dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai
biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah
menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2
g/kg BB perhari.

Natrium  Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama


dengan orang sehat yaitu <2300 mg perhari.
 Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,
soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan
natrium nitrit.

Serat  Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari


kacang-kacangan,buah dan sayuran serta sumber
karbohidrat yang tinggi serat.
 Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang
berasal dari berbagai sumber bahan makanan.

Pemanis Alternatif  Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak


melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI).
 Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis
berkalori dan pemanis tak berkalori.
 Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti
glukosa alkohol dan fruktosa.
 Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol,
mannitol, sorbitol dan xylitol.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang
DM karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun
tidak ada alasan menghindari makanan seperti buah dan
sayuran yang mengandung fruktosa alami.
 Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.

2. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut1:
a. Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:

Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus
dimodifikasi menjadi:

Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg

 BB Normal: BB ideal •} 10 %
 Kurus: kurang dari BBI - 10 %
 Gemuk: lebih dari BBI + 10 %

b. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks Massa Tubuh = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT
 BB Kurang <18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥23,0
 Dengan risiko 23,0-24,9
 Obes I 25,0-29,9
 Obes II ≥30

c. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:


i. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25 kal/kgBB
sedangkan
untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

ii. Umur
 Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap
dekade
antara 40 dan 59 tahun.
 Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
 Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

iii. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan


 Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
 Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan
istirahat.
 Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga.
 Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industry
ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.
 Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet,
militer dalam keadaan latihan.
 Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak,
tukang gali.
iv. Stres Metabolik
 Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis,
operasi, trauma).
v. Berat Badan
 Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30%
tergantung kepada tingkat kegemukan.
 Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
 Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.

Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan
komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di
antaranya. Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis
makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang DM yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyerta.1

C. Olahraga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes.
Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan
adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut
nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari
pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak
dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10
menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak
jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.3

2.1.2 Terapi Farmakologi


A. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan1:

a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan


sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping
utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan
risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati,
dan ginjal).

Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan


sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin
terjadiadalah hipoglikemia.

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi


glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan
pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis
Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti:
GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat,
serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,
PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping
yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.

Tiazolidindion Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome


(TZD). Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma),
suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat
edema / retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati,
dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara
berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah
Pioglitazone.

c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan

Penghambat Alfa Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa


Glukosidase. dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat
glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin
terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus)
sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi
efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil.
Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Penghambat DPP- Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja


IV (Dipeptidyl enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1)
Peptidase-IV) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa
darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini
adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter

Penghambat Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat


SGLT-2 (Sodium antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan
Glucose kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
Cotransporter menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat
yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin
baru saja mendapat approvable letter dari Badan POM RI
pada bulan Mei 2015.

B. Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.1

a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
2. Penurunan berat badan yang cepat
3. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
4. Krisis Hiperglikemia
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
7. Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
10. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi1

b. Jenis dan Lama Kerja Insulin


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
1. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
4. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
5. Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)
6. Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)1
Tabel 1 Karakteristik sediaan insulin5
Gambar 1 Pola farmakokinetik berbagai jenis insulin5

c. Efek samping terapi insulin


1. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
2. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut
DM
3. Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin1

d. Cara penyuntikan insulin


1. Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit
2. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip
3. Insulin campuran (mixed insulin) merupakan kombinasi antara insulin kerja
pendek dan insulin kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang
tertentu, namun bila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau
diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran
sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
4. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
5. Penyuntikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan jarumnya
sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh
penyandang diabetes yang sama, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin.
Penyuntikan insulin dengan menggunakan pen, perlu penggantian jarum
suntik setiap kali dipakai, meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh penyandang
diabetes yang sama asal sterilitas dapat dijaga.
6. Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan
semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus diperhatikan, dan
dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya
U100 (artinya 100 unit/ml).
7. Penyuntikan dilakukan pada daerah: perut sekitar pusat sampai kesamping,
kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua paha bagian
luar.1
Gambar 2 Algoritme Pengelolaan DM Tipe-21
2.2 Komplikasi
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika
Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD),
nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness. Sejak ditemukan banyak obat
untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah ditemukannya insulin, angka
kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut bisa menurun drastis. Kelangsungan
hidup penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama.
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah:

A. Kerusakan saraf (Neuropati)


Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum
tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta
susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna.
Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol
dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa
darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa
terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil
diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding
pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi
kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy).
Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau
menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat
kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang
terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada populasi klinik
berkisar 3% s/d 65.8% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 12.8% s/d
54%. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi neuropati pada populasi
klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar
13.1% s/d 45.0%.2

B. Kerusakan ginjal (Nefropati)


Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah
kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan
yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal
bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang
masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan
ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya
dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes
dan makin lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah
mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga
terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf. Prevalensi mikroalbuminuria
dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d 37.6% pada populasi klinis dan
12.3% s/d 27.2% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM
tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria pada populasi klinik berkisar 2.5% s/d
57.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18.9% s/d 42.1%.
Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 0.7% s/d
27% pada populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada populasi.
Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi overt nephropathy pada populasi
klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar
9.2% s/d 32.9%.2

C. Kerusakan mata (Retinopati)


Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadipenyebab
utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh
diabetes, yaitu:
I.retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah
kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak
pembuluh darah retina
II.katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh
sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan
adanya glukosa darah yang tinggi
III.glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak
saraf mata.
Prevalensi retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 10.8% s/d 60.0%
pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d 79.0% dalam penelitian pada populasi.
Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi klinik
berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1%
s/d 55.0%.2

D. Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan
lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya
suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga
kematian mendadak bisa terjadi. Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan
penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi
klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen
dari prevalensi penyakit jantung koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan
Diabetes tipe 1 dan berkisar 9.8% s/d 22.3% dengan Diabetes tipe 2.2

E. Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada
populasi. Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3%
dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2.2

F. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang
dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat
hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan
ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat
apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.2

G. Penyakit Pembuluh Darah Perifer


Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan
Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya
lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita
diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama
sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan
wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping
diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar
sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah
jantung.2

H. Gangguan pada hati


Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula
bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa
terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak
menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus
hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus
menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan
vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver
cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hati yang lama atau
berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes
adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita
diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa
merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.2

I. Penyakit paru
Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru dibandingkan
orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup.
Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan
glukosa darah.2

J. Gangguan saluran cerna


Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol
glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai
saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah
terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan,
sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah
tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan
muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf
otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga
timbul akibat pemakaian obat- obatan yang diminum.2

K. Infeksi
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam
menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah
terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi,
paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah
yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan
penderita terhadap adanya infeksi.2

2.3 Pencegahan
Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum yang
meliputi: pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat
pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosa
dini serta pengobatan yang tepat, pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan rehabilitasi.4

A. Pencegahan Tingkat Dasar (Primordial Prevention)


Pencegahan Tingkat Dasar (Primordial Prevention) adalah usaha mencegah
terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam
masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini meliputi usaha
memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau perilaku hidup yang sudah
ada dalam masyarakat yang dapat mencegah resiko terhadap penyakit dengan
melestarikan perilaku atau kebutuhan hidup sehat yang dapat mencegah atau
mengurangi tingkat resiko terhadap suatu penyakit tertentu atau terhadap
berbagai penyakit secara umum. Umpamanya memelihara cara masyarakat
pedesaan yang kurang mengonsumsi lemak hewani dan banyak mengonsumsi
sayuran, kebiasaan berolahraga dan kebiasaan lainnya dalam usaha
mempertahankan tingkat resiko yang rendah terhadap penyakit. Bentuk lain
dari pencegahan ini adalah usaha mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam
masyarakat atau mencegah generasi yang sedang bertumbuh untuk tidak
meniru atau melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan resiko
terhadap beberapa penyakit. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama
pada kelompok masyarakat berusia muda dan remaja dengan tidak
mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula.4

B. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)


Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) adalah upaya mencegah
agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus. Faktor yang berpengaruh pada
terjadinya Media Gizi Pangan, Vol. VII, Edisi 1, Januari – Juni 2009 3 diabetes
adalah faktor keturunan, faktor kegiatan jasmani yang kurang, faktor
kegemukan, faktor nutrisi berlebih, faktor hormon, dan faktor lain seperti obat-
obatan. Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya diabetes mellitus.
Keturunan orang yang mengidap diabetes (apalagi kalau kedua orangtuanya
mengidap diabetes, jelas lebih besar kemungkinannya untuk mengidap diabetes
daripada orang normal). Demikian pula saudara kembar identik pengidap
diabetes hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap diabetes pada
nantinya. Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi
faktor lingkungan (kegemukan, kegiatan jasmani kurang, nutrisi berlebih)
merupakan faktor yang dapat diubah dan diperbaiki. Usaha pencegahan ini
dilakukan menyeluruh pada masyarakat tapi diutamakan dan ditekankan untuk
dilaksanakan dengan baik pada mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian
mengidap diabetes. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk
mengidap diabetes adalah orang-orang yang pernah terganggu toleransi
glukosanya, yang mengalami perubahan perilaku/gaya hidup ke arah kegiatan
jasmani yang kurang, yang juga mengidap penyakit yang sering timbul
bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan darah tinggi dan kegemukan.
Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan
mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara
memberikan pedoman4:
1. Mempertahankan perilaku makan seharihari yang sehat dan seimbang
dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan
tinggi lemak dan karbohidrat sederhana.
2. Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.
3. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan
kemampuan.

C. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam
akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta pemberian
pengobatan yang cepat dan tepat.Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua
adanya penemuan penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi
pemeriksaan berkala, penyaringan (screening) yakni pencarian penderita dini
untuk penyakit yang secara klinis belum tampak pada penduduk secara umum
pada kelompok resiko tinggi dan pemeriksaan kesehatan atau keterangan sehat.
Upaya pencegahan tingkat kedua pada penyakit diabetes adalah dimulai
dengan mendeteksi dini pengidap diabetes. Karena itu dianjurkan untuk pada
setiap kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi agar dilakukan
pemeriksaan penyaringan glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang
memiliki resiko tinggi diabetes dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian
yang dicurigai diabetes akan dapat ditindaklanjuti, sampai diyakinkan benar
mereka mengidap diabetes. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini
diabetes kemudian dapat dikelola dengan baik, guna mencegah penyulit lebih
lanjut.

D. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) merupakan pencegahan
dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha
mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta
program rehabilitasi. Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih
lanjut, seperti perawatan dan pengobatan khusus pada penderita diabetes
mellitus, tekanan darah tinggi, gangguan saraf serta mencegah terjadinya cacat
maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitas. Upaya ini
dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit
sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penyulit diabetes ada
beberapa macam, yaitu4:
1. Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.
2. Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.
3. Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan cuci
darah.
4. Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah.

Untuk mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus dimulai dengan deteksi
dini penyulit diabetes, agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di
samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah
Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi beberapa
jenis pemeriksaan, yaitu4:
1. Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.
2. Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan
batuk kronik.
3. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam
urin.
4. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara
perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kaki diabetic dan kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.

Daftar Pustaka
1. Rudijanto A, Yuwono A, Shahab A, Manaf A, Pramono B, Lindarto
D, et al. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia 2015. Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI). 2015 Juli.
2. Ndraha S. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.
Departmen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida
Wacana Jakarta.
3. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Departmen Kesehatan RI. 2005.
4. Hasnah. Pencegahan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2. Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan, Prodi Keperawatan, UIN, Makassar. Media
Gizi Pangan. Volume VII, Edisi 1. 2009 Januari-Juli.
5. Teknik Penyuntikan dan Penyimpanan Insulin. PERKENI

Anda mungkin juga menyukai