1 Penatalaksanaan
2.1.1 Non-Farmakologi
A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien
untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah
mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan
alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/
komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan
perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang
diabetes meliputi2 :
a) pemantauan glukosa mandiri,
b) perawatan kaki,
c) ketaatan pengunaan obat-obatan,
d) berhenti merokok,
e) meningkatkan aktifitas fisik,
f) mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
B. Diet
2. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut1:
a. Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus
dimodifikasi menjadi:
BB Normal: BB ideal •} 10 %
Kurus: kurang dari BBI - 10 %
Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
Klasifikasi IMT
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II ≥30
ii. Umur
Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap
dekade
antara 40 dan 59 tahun.
Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan
komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di
antaranya. Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis
makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang DM yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyerta.1
C. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes.
Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan
adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut
nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari
pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak
dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10
menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak
jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.3
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
2. Penurunan berat badan yang cepat
3. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
4. Krisis Hiperglikemia
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
7. Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
10. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi1
E. Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada
populasi. Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3%
dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2.2
F. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang
dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat
hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan
ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat
apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.2
I. Penyakit paru
Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru dibandingkan
orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup.
Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan
glukosa darah.2
K. Infeksi
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam
menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah
terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi,
paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah
yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan
penderita terhadap adanya infeksi.2
2.3 Pencegahan
Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum yang
meliputi: pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat
pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosa
dini serta pengobatan yang tepat, pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan rehabilitasi.4
Untuk mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus dimulai dengan deteksi
dini penyulit diabetes, agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di
samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah
Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi beberapa
jenis pemeriksaan, yaitu4:
1. Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.
2. Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan
batuk kronik.
3. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam
urin.
4. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara
perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kaki diabetic dan kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.
Daftar Pustaka
1. Rudijanto A, Yuwono A, Shahab A, Manaf A, Pramono B, Lindarto
D, et al. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia 2015. Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI). 2015 Juli.
2. Ndraha S. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.
Departmen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida
Wacana Jakarta.
3. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Departmen Kesehatan RI. 2005.
4. Hasnah. Pencegahan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2. Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan, Prodi Keperawatan, UIN, Makassar. Media
Gizi Pangan. Volume VII, Edisi 1. 2009 Januari-Juli.
5. Teknik Penyuntikan dan Penyimpanan Insulin. PERKENI