Anda di halaman 1dari 17

PLASENTA PREVIA

1.1 Definisi
Plasenta previa adalah kondisi di mana plasenta terletak sangat rendah di
rahim dan menutupi seluruh atau sebagian serviks. Serviks adalah pembukaan
rahim yang berada di bagian atas vagina.1 Plasenta dapat terpisah dari dinding
rahim saat serviks mulai dilatasi (terbuka) selama persalinan.2

1.2 Etiologi
Etiologi plasenta previa yang tepat tidak diketahui. Kondisinya mungkin
multifaktorial dan dikaitkan dengan faktor risiko berikut:
a) Usia ibu yang lebih tua (> 35 y)
b) Pengobatan infertilitas
c) Multiparitas (5% pada pasien multiparasi besar)
d) Multigestasi
e) Interval antara kehamilan pendek
f) Operasi rahim sebelumnya, prosedur yang dapat mencederakan uterus
g) Persalinan sesar sebelumnya
h) Aborsi sebelumnya atau berulang
i) Adanya riwayat plasenta previa
j) Etnis kulit putih
k) Status sosioekonomi rendah
l) Merokok
m) Penggunaan kokain3

1.3 Epidemiologi
Sekitar sepertiga kasus pendarahan antepartum termasuk dalam plasenta
previa. Kejadian plasenta previa berkisar antara 0,5% sampai 1% di antara
persalinan rumah sakit. Pada 80% kasus, ditemukan pada wanita multipara.
Kejadiannya meningkat di atas usia 35 tahun, dengan kehamilan dengan kelahiran
tinggi dan kehamilan multipel. Peningkatan keluarga berencana dan keterbatasan
jarak antara kelahiran menurunkan kejadian plasenta previa.4
1.4 Klasifikasi
Plasenta Previa Letak Rendah Bagian utama plasenta menempel pada segmen
atas dan hanya margin yang lebih rendah yang
tergelincir ke segmen bawah namun tidak
sampai ke os.4

Plasenta Previa Marginalis Plasenta mencapai margin os internal namun


tidak menutupinya.4

Plasenta Previa Parsialis Plasenta menutupi os internal sebagian


(menutupi os internal saat tertutup tapi tidak
sepenuhnya melakukannya saat dilatasi
sepenuhnya).4

Plasenta Previa Totalis Plasenta menutupi os internal sepenuhnya


bahkan setelah dilatasi sepenuhnya.4

Gambar 1 Klasifikasi Plasenta Previa4

1.5 Patofisiologi
Implantasi plasenta diinisiasikan oleh embrio yang menempel di dinding rahim
bawah. Dengan keterikatan dan pertumbuhan plasenta, plasenta yang berkembang
dapat menutupi os serviks. Namun, diperkirakan bahwa perubahan inflamasi atau
atrofi yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan vaskularisasi desidual yang
yang terjadi di leher rahim. Penyebab utama pendarahan trimester ketiga adalah
plasenta previa yang dapat menunjukan gejala kalsiknya yaitu perdarahan tanpa
rasa sakit. Perdarahan diperkirakan terjadi bersamaan dengan perkembangan
segmen uterus bawah pada trimester ketiga. Keterikatan plasenta terganggu
karena daerah ini secara bertahap menipis dalam persiapan untuk inisiasi
persalinan. Hal ini akan menyebabkan perdarahan di lokasi implantasi, karena
rahim tidak dapat berkontraksi secara memadai dan menghentikan aliran darah
dari pembuluh darah yang terbuka. Pelepasan trombin dari tempat perikatan dapat
meningkatkan kontraksi rahim dan menyebabkan proses perdarahan-kontraksi-
pelepasan plasenta-perdarahan berulang.3

1.6 Diagnosis
Anamnesis
Satu-satunya gejala plasenta previa adalah perdarahan vagina. Gambaran
klasik pendarahan pada plasenta previa adalah onset mendadak, tanpa rasa sakit,
yang tampaknya tidak ada penyebab dan berulang. Perdarahan tidak berhubungan
dengan aktivitas dan sering terjadi saat tidur. Pasien menjadi takut saat terbangun
karena mendapati dirinya berada dalam genangan darah. Perdarahan tidak
berhubungan dengan rasa sakit kecuali terjadinya persalinan bersamaan. Penyebab
jelas untuk pelepasan plasenta seperti trauma atau hipertensi biasanya tidak
dijumpai. Namun, preeklamsia bisa menyulitkan kasus plasenta previa. Pada
sebagian besar kasus, perdarahan terjadi sebelum 38 minggu dan lebih awal
perdarahan lebih mungkin terjadi pada derajat besar. Namun, mungkin tidak ada
perdarahan di pusat plasenta previa sampai persalinan dimulai. Kasus asimtomatik
dapat dideteksi dengan sonografi atau pada saat kejadian seksio sesarea.4

Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum dan anemia sebanding dengan kehilangan darah yang terlihat
2. Pemeriksaan abdomen:
a) Ukuran uterus sebanding dengan masa gestasi.
b) Rahim terasa rileks, lembut dan elastis tanpa adanya tenderness.
c) Malpresentasi seperti sungsang atau melintang atau tidak stabil lebih sering
terjadi.
d) Letak kepala berbeda dengan masa gestasi. Perpindahan kepala janin secara
terus menerus. Kepala tidak bisa masuk ke panggul.
e) Suara jantung janin biasanya ada, kecuali ada pemisahan utama plasenta
dengan pasien dalam kondisi tertentu.
f) Pemeriksaan vulval: hanya dilakukan untuk mengetahui apakah perdarahan
masih terjadi atau telah berhenti, karakter darah-merah atau berwarna gelap
dan jumlah kehilangan darah. Pada plasenta previa, darah berwarna merah
terang karena pendarahan terjadi dari sinus uteroplasenta yang terpisah yang
dekat dengan pembukaan serviks dan segera keluar.4

Pemeriksaan Penunjang
1. Sonografi
a) Transabdominal ultrasound (TAS)
b) Transvaginal ultrasound (TVS)
c) Transperineal ultrasound
d) Color Doppler flow study
e) 3D Power Doppler study4
1.7 Penatalaksanaan
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok
karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya
dengan pemberian infus atau tranfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta
previa bergantung kepada5:
a) Keadaan umum pasien, kadar hb
b) Jumlah perdarahan yang terjadi
c) Umur kehamilan/taksiran BB janin
d) Jenis plasenta previa
e) Paritas clan kemajuan persalinan

Penanganan Ekspektif5
1. Kriteria:
a) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
b) Perdarahan sedikit
c) Belum ada tanda-tanda persalinan
d) Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih

2. Rencana Penanganan:
a) Istirahat baring mutlak
b) Infus D 5% dan elektrolit
c) Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia
d) Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah
e) Pemeriksaan USG
f) Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung
janin
g) Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu
sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif

Penanganan aktif5
1. Kriteria:
a) Umur kehamilan ≥ 37 minggu, BB janin ≥ 2500 gram
b) Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
c) Ada tanda-tanda persalinan
d) Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%

Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,


dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.

Seksio Sesarea5
Indikasi Seksio Sesarea:
1. Plasenta previa totalis
2. Plasenta previa pada primigravida
3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4. Anak berharga dan fetal distres
5. Plasenta previa lateralis jika:
a) Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak
b) Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
c) Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior)
6. Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat

Partus per vaginam5


Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan
anak sudah meninggal atau prematur.
1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah
(amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC
3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan
perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap
plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah
mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi

1.8 Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu6:
a) Anemia dan syok
b) Meningkatnya risiko solusio plasenta pada kehamilan berikutnya
c) Infeksi

2. Komplikasi pada janin6:


a) Asfiksia
b) Pertumbuhan janin terhambat
c) Malformasi kongenital

SOLUSIO PLACENTA
2.1 Definisi
Solusio plasenta adalah salah satu bentuk perdarahan antepartum dimana
perdarahan terjadi karena pelepasan plasenta secara prematur dari tempat
normalnya.4

2.2 Etiologi
Penyebab utama solusio plasenta tidak diketahui, namun beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi yang berhubungan dengan kejadian solusio plasenta.
Faktor risiko pada soulusio plasenta meliputi7:
a) Hipertensi ibu (Penyebab paling umum terjadinya solusio plasenta, terjadi pada
sekitar 44% dari semua kasus)
b) Trauma ibu (misalnya, tabrakan kendaraan bermotor, serangan, jatuh)
c) Merokok
d) Konsumsi alkohol
e) Penggunaan kokain
f) Tali pusat pendek
g) Dekompresi tiba-tiba pada rahim (misalnya, ketuban pecah dini, kelahiran
kembar pertama)
h) Fibromyoma retroplasental
i) Perdarahan retroplasental akibat tusukan jarum (yaitu postamniosentesis)
j) Idiopatik (kemungkinan kelainan pembuluh darah rahim dan desidua)
k) Solusio plasenta pada kehamilansebelumnya
l) Chorioamnionitis
m) Pecahan membran yang berkepanjangan (24 jam atau lebih)
n) Usia ibu 35 tahun atau lebih
o) Usia ibu di bawah 20 tahun
p) Jenis kelamin janin laki-laki
q) Status sosioekonomi rendah
r) Peningkatan serum alpha-fetoprotein pada ibu (dikaitkan dengan peningkatan
risiko abrupsi 10 kali lipat)
s) Subchorionic hematoma

2.3 Epidemiologi
Menurut SKRT 2001, penyebab kematian ibu karena obstetric sebesar 90%,
sebagian besar akibat perdarahan sebesar 28%, eklamsia 24%, dan infeksi 11%.
Oleh karena itu perdarahan adalah salah satu masalah penting dalam bidang
obstetri dan ginekologi. Perdarahan pada ibu hamil dibedakan atas perdarahan
antepartum (perdarahan sebelum janin lahir) dan perdarahan postpartum (setelah
janin lahir). Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan
antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal
di Indonesia. Menurut WHO, solusio plasenta merupakan 30% dari seluruh
kejadian perdarahan antepartum yang terjadi. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Suyono, Lulu, Gita, Harum, Endang, frekuensi solusio plasenta di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta antara tahun 2001 – 2003 adalah sebesar 0.65 % atau 1 : 154
persalinan.8

2.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan tipe perdarahan
Revealed Setelah pelepasan plasenta, darah menyilang ke bawah
antara membran dan desidua. Pada akhirnya, darah keluar
dari kanalis serviks agar terlihat secara eksternal Ini adalah
tipe yang paling umum.
Concealed Darah terkumpul di belakang plasenta yang terpisah atau
terkumpul di sela-sela selaput dan desidua. Darah yang
terkumpul dicegah keluar dari serviks oleh bagian presentasi
yang menekan segmen bawah rahim. Kadang, darah dapat
meresap ke dalam kantong amnion setelah selaput pecah.
Dalam keadaan apapun darah tidak terlihat di luar. Jenis ini
jarang terjadi.
Mixed Dalam jenis ini, sebagian bagian darah terkumpul di dalam
(tersembunyi) dan sebagian terkeluar (terungkap). Biasanya
satu varietas lebih mendominasi dari yang lain. Ini sangat
umum.
Gambar 2 Klasifikasi Solusio Plasenta; A:Concealed, B:Revealed,
C:Marginal(subchronic), D:Preplacental(subamniotic)

2. Berdasarkan derajat perdarahan


a) Solusio Plasenta Ringan
Solusio plasenta ringan yaitu rupture sinus marginalis atau terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak,sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya. Gejala : perdarahan pervaginam
yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali bahkan tidak ada,perut
terasa agak sakit terus-menerus agak tegang,tekanan darah dan denyut jantung
maternal normal,tidak ada koagulopati,dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal
distress.9
b) Solusio Plasenta Sedang
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari
seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Gejala :
perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-hitaman,perut mendadak sakit
terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam
walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di
dalam,didinding uterus teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian
bagian janin sulit diraba,apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di
dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic,terdapat fetal
distress,dan hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).9
c) Solusio Plasenta Berat
Solusio plasenta berat,plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya,terjadinya
sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal. Gejala
: ibu telah masuk dalam keadaan syok,dan kemungkinan janin telah
meninggal,uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri,perdarahan
pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,perdarahan
pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal,hipofibrinogenemi (< 150
mg/dl).9

2.5 Patofisiologi
Bergantung pada faktor etiologis, pelepasan plasenta prematur diinisiasi oleh
perdarahan ke dalam desidua basalis. Darah yang dikumpulkan (desidual
hematoma) pada fase awal hampir tidak menghasilkan perubahan patologis yang
tidak sehat di dinding rahim atau pada plasenta. Namun, tergantung pada tingkat
patologi, mungkin ada degenerasi dan nekrosis desidua basalis serta plasenta yang
bersebelahan dengannya. Penentuan lempeng basal juga dapat terjadi, sehingga
mengkomunikasikan hematoma dengan ruang intervilus. Hematoma resesif
mungkin kecil dan terbatas. Fitur hematoma retroplasental adalah: (a) Depresi
ditemukan pada permukaan plasenta ibu dengan bekuan yang menempel kuat
pada permukaan itu (b) Area infark dengan berbagai tingkat organisasi. Jika, arteri
spiral besar pecah, hematoma besar terbentuk. Saat rahim membesar oleh
conceptus, ia gagal berkontraksi dan karena itu gagal untuk memadatkan titik-titik
pendarahan yang robek. Harus diingat bahwa tidak adanya ritmis kontraksi uterus
memainkan peran penting agar darah tetap tersembunyi.4

2.6 Diagnosis
Tanda dan gejala solusio plasenta berat ialah sakit perut terus-menerus, nyeri
tekan pada uterus, uterus tegang terus menerus, perdarahan per vaginam,syok dan
bunyi jantung janin tidak terdengar lagi. Air ketuban mungkin telah berwarna
kemerah-merahan karena bercampur darah.9
Pada solusio plasenta sedang tidak semua tanda dan gejala perut itu lebih
nyata, seperti sakit perut terus-menerus, nyeri tekan pada uterus dan uterus tegang
terus-menerus. Akan tetapi dapat dikatakan, tanda ketegangan uterus yang terus
menerus itu merupakan tanda satu-satunya yang selalu ada pada solusio plasenta;
juga pada solusio plasenta ringan.9
Sering dikatakan bahwa syok yang sering terjadi tidak sesuai dengan
banyaknya perdarahan per vaginam. Kalau memang demikian, pasti sesuai dengan
tanda dan gejala perut yang ditemukan.9
Tidak disangkal bahwa menegakkan diagnosis solusio plasenta kadang-
kadang sukar sekali, apalagi diagnosis solusio plasenta ringan. Pemeriksaan
ultrasonografi sangat membantu dalam hal keragu-raguan diagnostik solusio
plasenta.9

2.7 Penatalaksanaaan
1. Penanganan Awal7
a) Pemantauan janin eksternal yang berkesinambungan untuk denyut jantung
janin dan kontraksi
b) Dapatkan akses intravena dengan menggunakan 2 jalur intravena yang besar
c) Resusitasi cairan kristaloid untuk ibu
d) Cross-match darah
e) Transfusi jika hemodinamik pasien tidak stabil setelah resusitasi cairan
f) Terapi imunoglobulin Rh jika pasien Rh-negatif
g) Terapi expektatif yaitu kortikosteroid untuk pematangan paru janin (jika
pasien berusia di bawah 37 minggu kehamilan)
2. Persalinan per vaginam7
a) Metode pensalinan yang sering dilakukan untuk janin yang telah meninggal
akibat solusio plasenta.
b) Kemampuan pasien untuk menjalani persalinan per vaginam tergantung
pada keadaan hemodinamik pasien.
c) Persalinan biasanya cepat pada pasien dengan solusio plasenta karena
adanya peningkatan tonus otot uterus dan kontraksi uterus.
3. Persalinan seksio sesar7
a) Persalinan sesar sering dilakukan untuk stabilisasi janin dan ibu.
b) Persalinan sesar mempercepat persalinan dan memberikan akses langsung
ke rahim dan pembuluh darahnya, namun persalinan secara sesar dapat
menjadi parah jika status koagulasi pasien terganggu. diperparah dengan
status koagulasi pasien.
c) Jika pendarahan tidak dapat dikendalikan setelah melahirkan, histerektomi
mungkin diperlukan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
d) Sebelum melanjutkan histerektomi, prosedur lain, termasuk koreksi
koagulopati, ligasi arteri rahim, pemberian uterotonik (jika ada atoni uteri),
dan teknik lain untuk mengendalikan pendarahan, dapat dilakukan.

VASA PREVIA
3.1 Definisi
Pembuluh darah janin melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum
(cervical os). Pembuluh darah tersebut berada didalam selaput ketuban ( tidak
terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila
selaput ketuban pecah.10

3.2 Faktor Resiko


Kondisi yang terkait dengan pembuluh darah yang dekat dengan serviks,
seperti plasenta letak rendah, plasenta previa, kehamilan multipel, dan tentu saja
plasenta multi-lo-bate dan insersi velamentous (1% dari kehamilan satu ton, 10%
pada kehamilan multifetal). Sekitar 2% insersi velamentous diasosiasikan dengan
vasa previa. Placenta membranace juga merupakan faktor risiko. Tidak ada alasan
mengapa, namun fertilisasi in-vitro meningkatkan risiko vasa previa (sekitar 1:
300 kehamilan).10

3.3 Epidemiologi
Studi terbesar melaporkan prevalensi 1,5-4: 10.000. Sekitar 10% vasa previa
terjadi pada anak kembar. Namun, bahkan dalam penelitian yang cermat,
diagnosis vasa previa mudah dilewatkan, bahkan secara postnatal dan dengan
demikian dilaporkan tidak dilaporkan.10
Prevalensi sekitar 1/2500 sampai 5000 pengiriman. Tingkat kematian janin
mungkin mendekati 60% jika vasa previa tidak terdiagnosis sebelum kelahiran.11

3.4 Klasifikasi
Tipe I terjadi saat ada penyisipan yang kuat antara tali pusat dan plasenta, dan
pembuluh janin yang berjalan bebas di dalam membran ketuban melewati leher
rahim atau berada di dekatnya. Kehamilan dengan plasenta previa yang telah
diatasi atau plasenta letak rendah beresiko untuk mendapatkan vasa previa tipe I.
Tipe II terjadi saat placenta yang terdiri dari lobus succenturiate atau multilobus
(biasanya bilobus) dan pembuluh janin yang menghubungkan kedua lobus
placenta menyilang dekat serviks.12

3.5 Patofisiologi
Dua penyebab utama vasa previa adalah insersi velamentous (di mana talinya
menyisip langsung ke membran, meninggalkan pembuluh tak terlindungi yang
mengalir ke plasenta) dan pembuluh darah yang melintang di antara lobus
plasenta seperti pada plasenta succenturiat atau bilobate. Yang kurang umum
kejadianya adalah apabila pembuluh darah yang berada di tepi plasenta marginal
atau plasenta previa dapat menjadi vasa previa setelah perpanjangan plasenta di
atas daerah vaskularisasi (trophotropisme) menjadi lebih baik dan involusi
kotiledon yang sebelumnya.10

Gambar 3 Menunjukkan hubungan anatomi dalam kasus plasenta succenturiate.


Pembuluh antara lobus utama dan succenturiate melintasi os serviks
bagian dalam10
Gambar 4 Menunjukkan hubungan anatomis dalam kasus penyisipan tali pusat
velamentous10

Gambar 5 Menunjukkan hubungan anatomi dalam kasus plasenta marjinal dengan


pembuluh yang berjalan di tepi plasenta dan melintasi os serviks bagian
dalam. Dengan trophotropism, tepi marjinal plasenta mengalami
regresi, meninggalkan pembuluh di depan os serviks bagian dalam10
3.6 Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Presentasi termasuk pecahnya pembuluh darah pada saat amniotomi,
pecahnya pembuluh sebelum pecahnya membran, pecahnya pembuluh setelah
pecahnya membran, kompresi pembuluh, dan pembuluh darah teraba pada
pemeriksaan vagina. Presentasi paling sering adalah pendarahan vagina yang
terjadi pada saat ketuban pecah. Perdarahan paling sering dikaitkan dengan
plasenta previa, abrupsio plasenta, atau "heavy show”. Pendarahan sebanyak100
mL sudah cukup untuk menyebabkan syok dan kematian janin. Deselerasi denyut
jantung janin juga bisa terjadi karena terjadinya kompresi tali ekstrinsik yang
disebabkan oleh insersi velamatous, dan jika berkepanjangan, hal ini dapat
menyebabkan asfiksia dan kematian pada janin. Denyut jantung janin sinusoidal
merupakan kejadian terminal selama pendarahan pada janin.13

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis antenatal vasa previa dapat dilakukan dengan ultrasound, MRI,
amnioskopi, palpasi pembuluh darah dengan melakukan pemeriksaan vagina
digital, dan dengan mengidentifikasi darah janin perdarahan vagina intrapartum.
Penyisipan kabel yang kuat dekat serviks dapat didiagnosis secara antenatal
dengan menggunakan sonografi transvaginal. Pada wanita yang berisiko tinggi,
ultrasound transvaginal dengan warna Doppler dapat digunakan pada saat
pemeriksaan ultrasonografi rutin pada trimester kedua untuk menyaring vasa
previa. Penyisipan tali plasenta dapat diidentifikasi sehingga 99% pada
pemeriksaan ultrasound yang dilakukan pada usia kehamilan 18 sampai 20
minggu. Kriteria diagnostik vasa previa menggunakan ultrasound transvaginal
meliputi adanya area sonolucent linier di atas os internal dari serviks dan jeli
Wharton yang tidak ada.13

3.7 Penatalaksanaan
a) Pemantauan antenatal untuk mendeteksi kompresi tali pusat
b) Persalinan sesar
Persalinan sesar emergensi biasanya ditunjukkan jika terjadi hal-hal berikut
ini:
i. Pecahnya selaput ketuban
ii. Perdarahan vagina berlanjut
iii. Status janin tidak meyakinkan
Jika tidak ada masalah ini dan persalinan belum terjadi, dokter dapat
menawarkan untuk menjadwalkan kelahiran sesar. Persalinan sesar antara 34
sampai 37 minggu telah disarankan, namun waktu persalinannya masih
kontroversial; beberapa bukti mendukung persalinan 34 sampai 35 minggu.
c) Penatalaksanaan antenatal vasa previa adalah kontroversial, sebagian karena uji
klinis random kurang. Pada kebanyakan pusat, pengujian tanpa henti dilakukan
dua kali seminggu mulai dari 28 sampai 30 minggu. Tujuannya adalah untuk
mendeteksi kompresi tali pusat. Penerimaan untuk pemantauan terus menerus
atau untuk pengujian tanpa henti setiap 6 sampai 8 jam sekitar 30 hingga 32
minggu sering ditawarkan.
d) Kortikosteroid digunakan untuk mempercepat kematangan paru janin.11
DAFTAR PUSTAKA

1. Placenta Previa. Marchof Dimes. Available from :


https://www.marchofdimes.org/complications/placenta-previa.aspx
2. Placenta Previa. American Pregnancy Association. Available from :
http://americanpregnancy.org/pregnancy-complications/placenta-previa/
3. Bakker R., Smith C.V.. Placenta Previa. Medscape. 2018 January 08.
Available from : https://emedicine.medscape.com/article/262063-overview#a4
4. Dutta D.C., Konar H.. DC Dutta’s Textbook Obstetrics. The Health Sciences
Publisher. 2015 November. Pg 282.
5. Hanafiah T.M.. Plasenta Previa. Bagian Obstetri dan Ginekologi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Available from :
http://library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf
6. Hemoragik Antepartum (HAP). Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS
Obstetrik dan Ginekologi.
7. Deering S.H., Smith C.V.. Abruptio Placentae. Medscape. Available fom :
https://emedicine.medscape.com/article/252810-overview#a4
8. Bintang Deman Jaya. Gambaran Kejadian Solusio Plasenta pada primipara
dan multipara di RS PKU Muhammadiyah Surakarta 1 Januri 2000 – 30 April
2010. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2010.
9. Ilmu Kebidanan
10. Derbala Y., Grochal F., Jeanty P. Vasa Previa. Journal of Prenatal Medicine.
US National Library of Medicine National Institutes of Health. 2007 Jan-
Mar;1(1):2-13. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3309346/
11. Dulay A.T.. Vasa Previa. MSD Manual. Merck & Co., Inc., Kenilworth, NJ,
USA. Available from :
http://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-and-
obstetrics/abnormalities-of-pregnancy/vasa-previa
12. Sinkey R.G., Odibo A.O., Dashe J.S.. Diagnosis and Management of Vasa
Previa. Society for Maternal-Fetal Medicine (SMFM) Consult Series.
American Journal of Obstetrics & Gynaecology. 2015 November. Available
from : http://www.ajog.org/article/S0002-9378(15)00897-2/pdf
13. Gagnon R.. Guidelines for the Management of Vasa Previa. SOGC Clinical
Practice Guideline. 2009 August(No 231). Available from :
https://sogc.org/wp-content/uploads/2013/01/gui231CPG0908.pdf

Anda mungkin juga menyukai