Anda di halaman 1dari 56

THALASEMIA

A. DEFINISI
 Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana
hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).

 Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat


berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

 Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi
hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan
tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
 Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti
lautan dan anaemia (“weak blood”). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah
ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean
(TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang
diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006).
Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena
kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik
pada daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).
 Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan
gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).
 Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata Talasemia
dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam
bahasa Yunani Thalasa berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006)
 Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE,
2010)
 Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada
hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan
anemia (Fatimah, 2009)
 Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-
anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya. (Weatherall,
1965 cit Ganie 2005).
 Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya
sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut
hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA
memiliki rantai polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan
sebagai α - atau β –thalassemia (Rudolph et al, 2002)
 Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara autosom
resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin
alfa atau beta. Individu homozigot atau compound heterozygous, double
heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta mayor yang membutuhkan transfusi
darah secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya (Munthe,
1997 cit Bulan 2009)
 Thalassemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal
tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalassemia beta mayor terjadi
karena defisiensi sintesis rantai ß sehingga kadar Hb A(α2ß2) menurun dan terdapat
kelebihan dari rantai α, sebagai kompensasi akan dibentuk banyak rantai γ dan δ yang akan
bergabung dengan rantai α yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (α2γ2) dan Hb A2
(α2δ2) meningkat (Weatherall, 2004)

B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap
kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan
dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas
protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang.
Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak
seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen,
sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara
delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).

a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka
terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu
gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi
berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel
α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk
mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada
anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan.
Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier
yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah
untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan
akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam
kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop
fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa
kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007)
atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11
(Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif
dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi
malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
 Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
 Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50%
dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)
2) Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo.
Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya
terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi
yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara
normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007).
Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan
ringan pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang
berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan
berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik
dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva,
2006)
3) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung
tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal
tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat
terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya
bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari
sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
5) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
6) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
2 2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit
yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita
kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor
akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala
anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan
facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke
dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi
darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup
normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan
ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak
menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya
3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
1. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )
2. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )
3. Talasemia - (gangguan pembentukan rantai  dan  yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
4. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )

C. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan.
Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa
sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang
pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi
pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah
gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya
mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit
ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,


maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor
Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin
Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat
besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida.
Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta
(β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2)
kira-kira 0,5%.
Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam
kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang
bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh
gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya,
yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan
kluster gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen
globin-α secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’
(Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi
secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam
folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan
destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau
beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara
transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway :
E. GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak
jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
(2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3)
Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan
pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada
nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat
sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-
α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis)
(Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas
lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat
dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap
dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan
mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :


1. Thalasemia Mayor:
 Pucat
 Lemah
 Anoreksia
 Sesak napas
 Peka rangsang
 Tebalnya tulang kranial
 Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
 Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
 Disritmia
 Epistaksis
 Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
 Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
 Kadar besi serum tinggi
 Ikterik
 Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
 Pucat
 Hitung sel darah merah normal
 Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel
darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan
kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x
MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan
untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada
ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan
anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb
A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F
10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,
2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H. PENCEGAHAN
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan
penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah
yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005)
konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak
yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui
menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia
juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu
defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk
menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan konseling
tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan Talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan
premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling
verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.
Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran
Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β.
Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α.
Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus
pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus
jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2
normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau
Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai
globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus
ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin
dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini
sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi
chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko
rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami
perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan
oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length
polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari
mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk
mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini
sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara
langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan
kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam
pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis
prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi
label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak
sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi
sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,
2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal.
Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan
pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%.
Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan
rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena,
2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan
dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia
terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2)
konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat
dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara
aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat
tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara
usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan
retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program
prospektif.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
 Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal),
yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang
lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
 Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
 Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam
folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;
Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
 Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
 limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
 hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan
lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok
dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

J. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini
mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko
menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti
setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang
normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung
yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan

L. RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan b.d  Perfusi Jaringan :
berkurangnya Perifer 1. Monitor Tanda Vital
komponen seluler  Status sirkulasi Definisi: Mengumpulkan dan
yang menghantarkan Kriteria Hasil: menganalisis sistem kardiovaskuler,
oksigen/nutrisi  Klien menunjukkan pernafasan dan suhu untuk
perfusi jaringan yang menentukan dan mencegah
adekuat yang komplikasi
ditunjukkan dengan Aktifitas:
terabanya nadi perifer, 1. Monitor tekanan darah
kulit kering dan , nadi, suhu dan RR tiap 6 jam
hangat, keluaran urin atau sesuai indikasi
adekuat, dan tidak ada 2. Monitor frekuensi dan
distres pernafasan. irama pernapasan
3. Monitor pola
pernapasan abnormal
4. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
5. Monitor sianosis
perifer

2. Monitor status neurologi


Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran,
bentuk, simetrifitas, dan
reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat
kesadaran klien
3. Monitor tingkat
orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
6. Informasikan pada
dokter tentang perubahan
kondisi pasien
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan
output cairan
2. Kaji adanya tanda-
tanda dehidrasi (turgor kulit
jelek, mata cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti mengecek
darah dengan identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya alat
transfusi)
5. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi
6. Awasi respon klien
selama pemberian komponen
darah
7. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb, Besi
serum, angka trombosit)
2. Intoleransi aktifitas NOC NIC
b.d tidak seimbangnya  Konservasi Energi
kebutuhan dan suplai  Perawatan Diri: ADL1. Manajemen energi
oksigen Kriteria Hasil: Definisi: Mengatur penggunaan
 Klien dapat energi untuk mencegah kelelahan dan
melakukan aktifitas mengoptimalkan fungsi
yang dianjurkan Aktifitas:
dengan tetap 1. Tentukan keterbatasan
mempertahankan aktifitas fisik pasien
tekanan darah, nadi, 2. Kaji persepsi pasien
dan frekuensi tentang penyebab kelelahan
pernafasan dalam yang dialaminya
rentang normal 3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang adanya
kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan sumber
energi yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara peningkatan
energi melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,
frekuensi pernafasan, warna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat dan
aktifitas
9. Monitor respon
oksigenasi pasien selama
aktifitas
10. Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan gejala
kelelahan sehingga dapat
mengurangi aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan alat
3. Ketidakseimbangan NOC NIC
 Status Nutrisi
nitrisi kurang dari
 Status Nutrisi: Energi1.
kebutuhan tubuh b.d Manajemen Nutrisi
anoreksia  Kontrol Berat Badan Definisi: Membantu dan atau
Kriteria Hasil : menyediakan asupan makanan dan
Klien menunjukkan cairan yang seimbang
 Pencapaian berat Aktifitas:
badan normal yang 1. Tanyakan pada pasien tentang alergi
diharapkan terhadap makanan
 Berat badan sesuai 2. Tanyakan makanan kesukaan pasien
dengan umur dan 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
tinggi badan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang
 Bebas dari tanda dibutuhkan (TKTP)
malnutrisi 4. Anjurkan masukan kalori yang tepat
yang sesuai dengan kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam keadaan hangat

2. Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan


menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya
penurunan BB
2. Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien makan.
3. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan, tidak selama jam
makan.
4. Monitor kulit (kering)
dan perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, kadar
hematokrit
8. Monitor kadar limfosit
dan elektrolit
9. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.
4. Kelelahan b.d NOC NIC
malnutrisi,  Konservasi Energi
kondisi
sakit Kriteria Hasil: Klien1. Manajemen energi
menunjukkan Definisi: Mengatur penggunaan
 Istirahat dan aktivitas energi untuk mencegah kelelahan dan
seimbang mengoptimalkan fungsi
 Mengetahui Aktifitas:
keterbatasanan 1. Tentukan keterbatasan
energinya aktifitas fisik klien
 Mengubah gaya 2. Kaji persepsi pasien
hidup sesuai tingkat tentang penyebab kelelahan
energi 3. Dorong pengungkapan
 Memelihara nutrisi perasaan tentang kelemahan
yang adekuat fisik
 Energi yang cukup 4. Monitor intake nutrisi
untuk beraktifitas untuk meyakinkan sumber
energi yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara peningkatan
energi melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopumonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,
frekuensi pernafasan, wwarna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu klien
menjadwalkan istirahat dan
aktifitas

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik,
monitor ketepatan pemasangan
alat

3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti mengecek
darah dengan identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya alat
transfusi)
2. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi
3. Awasi respon klien
selama pemberian komponen
darah
4. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb, Besi
serum)

5. PK: Perdarahan Mencegah/ Aktifitas


meminimalkan 1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan
terjadinya perdarahan perubahan tanda vital
2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb,
angka trombosit, hematokrit, angka
eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman untuk
mencegah perdarahan (sikat gigi
yang lembut, dll)
(

6. Nyeri b.d penyakit NOC NIC


kronis  Mengontrol Nyeri 1. Manajemen nyeri
 Menunjukkan tingkat Definisi : mengurangi nyeri dan
nyeri menurunkan tingkat nyeri yang
Kriteria Hasil: Klien dirasakan pasien.
dapat Aktfitas:
 Mengenali faktor 1. Lakukan pengkajian
penyebab nyeri secara komprehensif
 Mengenali lamanya termasuk tingkat nyeri (
(onset ) sakit dengan “face scale”), lokasi,
 Menggunakan cara karakteristik, durasi, frekuensi,
non analgetik untuk dan faktor presipitasi
mengurangi nyeri 2. Observasi reaksi
 Menggunakan nonverbal
analgetik sesuai dari ketidaknyamanan
pasien (misalnya menangis,
kebutuhan meringis, memegangi bagian
tubuh yang nyeri, dll)
3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Jelaskan pada pasien
tentang nyeri yang dialaminya,
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri mungkin akan
dirasakan, metode sederhana
untuk mengalihkan rasa nyeri,
dll.
5. Evaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan lain
tentang pengalaman nyeri dan
ketidakefektifan kontrol nyeri
pada masa lampau
6. Atur lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
7. Kurangi faktor
pencetus nyeri pada pasien

2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan atau
mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada
pasien
4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri, rute pemberian,
dan dosis optimal
5. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
7. Monitor respon klien
terhadap penggunaan analgetik

7. Kecemasan (orang NOC : NIC


tua) b.d  Kontrol Kecemasan 1.
kurang Menurunkan cemas
pengetahuan Kriteria Hasil : Definisi: Meminimalkan rasa takut,
 Klien mampu cemas, merasa dalam bahaya atau
mengidentifikasi dan ketidaknyamanan terhadap sumber
mengungkapkan yang tidak diketahui.
gejala cemas Aktifitas:
 Mengidentifikasi, 1. Gunakan pendekatan dengan konsep
mengungkapkan, dan atraumatik care
menunjukkan teknik 2. Jangan memberikan jaminan tentang
untuk mengontrol prognosis penyakit
cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan
 Vital sign (TD, nadi, dengarkan keluhan klien
respirasi) dalam batas4. Pahami harapan pasien dalam situasi
normal stres
 Postur tubuh, 5. Temani pasien untuk memberikan
ekspresi wajah, keamanan dan mengurangi takut
bahasa tubuh, dan 6. Bersama tim kesehatan, berikan
tingkat aktivitas informasi mengenai diagnosis,
menunjukkan tindakan prognosis
berkurangnya 7. Anjurkan keluarga untuk menemani
kecemasan. anak dalam pelaksanaan tindakan
 Menunjukkan keperawatan
peningkatan 8. Lakukan massage pada leher dan
konsentrasi dan punggung, bila perlu
akurasi dalam berpikir9. Bantu pasien mengenal penyebab
kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi tentang penyakit
11. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi (sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3 J i l i d 2 . Media
Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas Kedokteraan Unlam / RSUD
Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar Interpratama
: Jakarta.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby Year Book:
USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA.
info.services@nucleus-precise.com

Share this article :


Share127

Artikel Terkait : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap


Title: LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA; Written by wiwing setiono; Rating: 5 dari 5
Diposkan oleh wiwing setiono Jam 1:46 AM
Label: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap

0 Comments

0 Comments
nt.fb admin wiwing setiono
Newer PostOlder PostHome

Subscribe to: Post Comments (Atom)


Popular Posts


LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS


LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI


LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Blog Archive
 ► 2014 (47)
 ▼ 2013 (43)
o ► December (24)
o ▼ November (19)
 LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI
 LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARIUM/ KISTOMA OVARII
 LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN NORMAL
 LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)
 LAPORAN PENDAHULUAN STROKE
 LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR ANTEBRACHII
 LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
 LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA
 LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS
 LAPORAN PENDAHULUAN HIV - AIDS
 LAPORAN PENDAHULUAN ISCHIALGIA
 LAPORAN PENDAHULUAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA (AL...
 LAPORAN PENDAHULUAN LEPTOSPIROSIS
 LAPORAN PENDAHULUAN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)...
 LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC K...
 LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
 LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
 LAPORAN PENDAHULUAN HIPOTIROID
 LAPORAN PENDAHULUAN ANGINA PECTORIS

Search here..
Author
 Enkmilenia@gmail.com
 wiwing setiono
 wiwing setiono.skep.ns

Hak Cipta Oleh LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP


Homepage RSS
Search:

LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA
 HOME
 ALL ARTICLE ( DAFTAR ISI )
 PRIVACY AND POLICY
 ABOUT ME
 MOTTO
Saturday, November 23, 2013

LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA


Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN
PENDAHULUAN THALASEMIA
THALASEMIA

A. DEFINISI
 Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana
hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).

 Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat


berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

 Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi
hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan
tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
 Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti
lautan dan anaemia (“weak blood”). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah
ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean
(TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang
diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006).
Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena
kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik
pada daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).
 Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan
gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).
 Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata Talasemia
dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam
bahasa Yunani Thalasa berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006)
 Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE,
2010)
 Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada
hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan
anemia (Fatimah, 2009)
 Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-
anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya. (Weatherall,
1965 cit Ganie 2005).
 Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya
sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut
hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA
memiliki rantai polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan
sebagai α - atau β –thalassemia (Rudolph et al, 2002)
 Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara autosom
resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin
alfa atau beta. Individu homozigot atau compound heterozygous, double
heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta mayor yang membutuhkan transfusi
darah secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya (Munthe,
1997 cit Bulan 2009)
 Thalassemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal
tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalassemia beta mayor terjadi
karena defisiensi sintesis rantai ß sehingga kadar Hb A(α2ß2) menurun dan terdapat
kelebihan dari rantai α, sebagai kompensasi akan dibentuk banyak rantai γ dan δ yang akan
bergabung dengan rantai α yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (α2γ2) dan Hb A2
(α2δ2) meningkat (Weatherall, 2004)

B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap
kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan
dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas
protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang.
Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak
seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen,
sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara
delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).

a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka
terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu
gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi
berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel
α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk
mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada
anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan.
Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier
yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah
untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan
akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam
kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop
fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa
kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007)
atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11
(Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif
dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi
malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
 Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
 Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50%
dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)
2) Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo.
Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya
terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi
yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara
normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007).
Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan
ringan pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang
berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan
berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik
dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva,
2006)
3) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung
tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal
tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat
terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya
bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari
sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
5) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
6) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
2 2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit
yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita
kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor
akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala
anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan
facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke
dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi
darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup
normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan
ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak
menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya
3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
1. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )
2. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )
3. Talasemia - (gangguan pembentukan rantai  dan  yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
4. Talasemia  (gangguan pembentukan rantai )

C. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan.
Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa
sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang
pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi
pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah
gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya
mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit
ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,


maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor
Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin
Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat
besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida.
Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta
(β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2)
kira-kira 0,5%.
Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam
kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang
bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh
gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya,
yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan
kluster gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen
globin-α secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’
(Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi
secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam
folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan
destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau
beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara
transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway :
E. GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak
jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
(2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3)
Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan
pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada
nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat
sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-
α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis)
(Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas
lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat
dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap
dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan
mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :


1. Thalasemia Mayor:
 Pucat
 Lemah
 Anoreksia
 Sesak napas
 Peka rangsang
 Tebalnya tulang kranial
 Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
 Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
 Disritmia
 Epistaksis
 Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
 Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
 Kadar besi serum tinggi
 Ikterik
 Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
 Pucat
 Hitung sel darah merah normal
 Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel
darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan
kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x
MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan
untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada
ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan
anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb
A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F
10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,
2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H. PENCEGAHAN
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan
penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah
yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005)
konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak
yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui
menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia
juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu
defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk
menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan konseling
tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan Talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan
premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling
verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.
Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran
Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β.
Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α.
Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus
pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus
jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2
normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau
Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai
globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus
ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin
dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini
sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi
chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko
rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami
perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan
oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length
polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari
mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk
mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini
sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara
langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan
kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam
pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis
prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi
label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak
sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi
sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,
2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal.
Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan
pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%.
Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan
rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena,
2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan
dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia
terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2)
konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat
dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara
aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat
tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara
usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan
retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program
prospektif.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
 Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal),
yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang
lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
 Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
 Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam
folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;
Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
 Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
 limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
 hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan
lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok
dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

J. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini
mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko
menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti
setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang
normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung
yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan

L. RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan b.d  Perfusi Jaringan :
berkurangnya Perifer 1. Monitor Tanda Vital
komponen seluler  Status sirkulasi Definisi: Mengumpulkan dan
yang menghantarkan Kriteria Hasil: menganalisis sistem kardiovaskuler,
oksigen/nutrisi  Klien menunjukkan pernafasan dan suhu untuk
perfusi jaringan yang menentukan dan mencegah
adekuat yang komplikasi
ditunjukkan dengan Aktifitas:
terabanya nadi perifer, 1. Monitor tekanan darah
kulit kering dan , nadi, suhu dan RR tiap 6 jam
hangat, keluaran urin atau sesuai indikasi
adekuat, dan tidak ada 2. Monitor frekuensi dan
distres pernafasan. irama pernapasan
3. Monitor pola
pernapasan abnormal
4. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
5. Monitor sianosis
perifer

2. Monitor status neurologi


Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran,
bentuk, simetrifitas, dan
reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat
kesadaran klien
3. Monitor tingkat
orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
6. Informasikan pada
dokter tentang perubahan
kondisi pasien
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan
output cairan
2. Kaji adanya tanda-
tanda dehidrasi (turgor kulit
jelek, mata cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti mengecek
darah dengan identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya alat
transfusi)
5. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi
6. Awasi respon klien
selama pemberian komponen
darah
7. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb, Besi
serum, angka trombosit)
2. Intoleransi aktifitas NOC NIC
b.d tidak seimbangnya  Konservasi Energi
kebutuhan dan suplai  Perawatan Diri: ADL1. Manajemen energi
oksigen Kriteria Hasil: Definisi: Mengatur penggunaan
 Klien dapat energi untuk mencegah kelelahan dan
melakukan aktifitas mengoptimalkan fungsi
yang dianjurkan Aktifitas:
dengan tetap 1. Tentukan keterbatasan
mempertahankan aktifitas fisik pasien
tekanan darah, nadi, 2. Kaji persepsi pasien
dan frekuensi tentang penyebab kelelahan
pernafasan dalam yang dialaminya
rentang normal 3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang adanya
kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan sumber
energi yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara peningkatan
energi melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,
frekuensi pernafasan, warna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat dan
aktifitas
9. Monitor respon
oksigenasi pasien selama
aktifitas
10. Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan gejala
kelelahan sehingga dapat
mengurangi aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan alat
3. Ketidakseimbangan NOC NIC
 Status Nutrisi
nitrisi kurang dari
 Status Nutrisi: Energi1.
kebutuhan tubuh b.d Manajemen Nutrisi
anoreksia  Kontrol Berat Badan Definisi: Membantu dan atau
Kriteria Hasil : menyediakan asupan makanan dan
Klien menunjukkan cairan yang seimbang
 Pencapaian berat Aktifitas:
badan normal yang 1. Tanyakan pada pasien tentang alergi
diharapkan terhadap makanan
 Berat badan sesuai 2. Tanyakan makanan kesukaan pasien
dengan umur dan 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
tinggi badan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang
 Bebas dari tanda dibutuhkan (TKTP)
malnutrisi 4. Anjurkan masukan kalori yang tepat
yang sesuai dengan kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam keadaan hangat

2. Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan


menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya
penurunan BB
2. Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien makan.
3. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan, tidak selama jam
makan.
4. Monitor kulit (kering)
dan perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, kadar
hematokrit
8. Monitor kadar limfosit
dan elektrolit
9. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.
4. Kelelahan b.d NOC NIC
malnutrisi,  Konservasi Energi
kondisi
sakit Kriteria Hasil: Klien1. Manajemen energi
menunjukkan Definisi: Mengatur penggunaan
 Istirahat dan aktivitas energi untuk mencegah kelelahan dan
seimbang mengoptimalkan fungsi
 Mengetahui Aktifitas:
keterbatasanan 1. Tentukan keterbatasan
energinya aktifitas fisik klien
 Mengubah gaya 2. Kaji persepsi pasien
hidup sesuai tingkat tentang penyebab kelelahan
energi 3. Dorong pengungkapan
 Memelihara nutrisi perasaan tentang kelemahan
yang adekuat fisik
 Energi yang cukup 4. Monitor intake nutrisi
untuk beraktifitas untuk meyakinkan sumber
energi yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara peningkatan
energi melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopumonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,
frekuensi pernafasan, wwarna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu klien
menjadwalkan istirahat dan
aktifitas

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik,
monitor ketepatan pemasangan
alat

3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti mengecek
darah dengan identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya alat
transfusi)
2. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi
3. Awasi respon klien
selama pemberian komponen
darah
4. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb, Besi
serum)

5. PK: Perdarahan Mencegah/ Aktifitas


meminimalkan 1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan
terjadinya perdarahan perubahan tanda vital
2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb,
angka trombosit, hematokrit, angka
eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman untuk
mencegah perdarahan (sikat gigi
yang lembut, dll)
(

6. Nyeri b.d penyakit NOC NIC


kronis  Mengontrol Nyeri 1. Manajemen nyeri
 Menunjukkan tingkat Definisi : mengurangi nyeri dan
nyeri menurunkan tingkat nyeri yang
Kriteria Hasil: Klien dirasakan pasien.
dapat Aktfitas:
 Mengenali faktor 1. Lakukan pengkajian
penyebab nyeri secara komprehensif
 Mengenali lamanya termasuk tingkat nyeri (
(onset ) sakit dengan “face scale”), lokasi,
 Menggunakan cara karakteristik, durasi, frekuensi,
non analgetik untuk dan faktor presipitasi
mengurangi nyeri 2. Observasi reaksi
 Menggunakan nonverbal
analgetik sesuai dari ketidaknyamanan
pasien (misalnya menangis,
kebutuhan meringis, memegangi bagian
tubuh yang nyeri, dll)
3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Jelaskan pada pasien
tentang nyeri yang dialaminya,
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri mungkin akan
dirasakan, metode sederhana
untuk mengalihkan rasa nyeri,
dll.
5. Evaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan lain
tentang pengalaman nyeri dan
ketidakefektifan kontrol nyeri
pada masa lampau
6. Atur lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
7. Kurangi faktor
pencetus nyeri pada pasien

2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan atau
mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada
pasien
4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri, rute pemberian,
dan dosis optimal
5. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
7. Monitor respon klien
terhadap penggunaan analgetik

7. Kecemasan (orang NOC : NIC


tua) b.d  Kontrol Kecemasan 1.
kurang Menurunkan cemas
pengetahuan Kriteria Hasil : Definisi: Meminimalkan rasa takut,
 Klien mampu cemas, merasa dalam bahaya atau
mengidentifikasi dan ketidaknyamanan terhadap sumber
mengungkapkan yang tidak diketahui.
gejala cemas Aktifitas:
 Mengidentifikasi, 1. Gunakan pendekatan dengan konsep
mengungkapkan, dan atraumatik care
menunjukkan teknik 2. Jangan memberikan jaminan tentang
untuk mengontrol prognosis penyakit
cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan
 Vital sign (TD, nadi, dengarkan keluhan klien
respirasi) dalam batas4. Pahami harapan pasien dalam situasi
normal stres
 Postur tubuh, 5. Temani pasien untuk memberikan
ekspresi wajah, keamanan dan mengurangi takut
bahasa tubuh, dan 6. Bersama tim kesehatan, berikan
tingkat aktivitas informasi mengenai diagnosis,
menunjukkan tindakan prognosis
berkurangnya 7. Anjurkan keluarga untuk menemani
kecemasan. anak dalam pelaksanaan tindakan
 Menunjukkan keperawatan
peningkatan 8. Lakukan massage pada leher dan
konsentrasi dan punggung, bila perlu
akurasi dalam berpikir9. Bantu pasien mengenal penyebab
kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi tentang penyakit
11. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi (sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3 J i l i d 2 . Media
Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas Kedokteraan Unlam / RSUD
Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar Interpratama
: Jakarta.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby Year Book:
USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA.
info.services@nucleus-precise.com

Anda mungkin juga menyukai