Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS CAPAIAN KERJA PEKERJAAN GALIAN TANAH

UNTUK SPILLWAY PADA PROYEK BENDUNGAN TUGU


KABUPATEN TRENGGALEK SAAT CUACA BURUK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan


program Sarjana Teknik

Disusun Oleh :

HARRI MULYO RAMADHAN

201110340311142

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bendungan adalah salah satu jenis kontruksi air yang banyak digunakan di
Indonesia. Kontruksi ini memiliki bermacam-macam komponen pekerjaan
diantaranya, bendungan utama (main dam), pengelak, pengambilan (intake),
bangunan fasilitas, dan bangunan pelimpah (spillway).

Bangunan spillway adalah bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air


banjir yang masuk ke dalam waduk agar tidak membahayakan keamanan
bendungan. Menurut Soedibyo (1993:321), ukuran bangunan spillway harus
direncanakan dengan sebaik-baiknya, karena jika terlalu kecil maka akan
membahayakan kontruksi bendungan dan bangunan di bawahnya, misalnya
pemukiman. Begitupun sebaliknya jika terlalu besar maka biaya kontruksi akan
semakin mahal.

Bangunan spillway memiliki bagian-bagian kontruksi khusus antara lain,


saluran pengarah dan pengatur aliran (controlle structures), saluran peluncur, dan
bangunan peredam energi (energy dissipator). Maka, untuk mendapatkan
kontruksi seperti yang direncanakan, kontraktor pelaksana harus melakukan
pekerjaan cutting atau galian tanah.

Pekerjaan galian biasanya melibatkan beberapa jenis alat berat antara lain
excavator sebagai alat pengeruk dan dum truck sebagai mobilisator tanah galian.
Tanah galian akan di mobilisasi ke daerah pembuangan (spoil bank) atau daerah
pengambilan (borrow area).

Topografi bangunan spillway biasanya berada pada lereng cekungan (calon


waduk) dan medan yang sulit pada cuaca tertentu. Kondisi ini mempengaruhi
efesiensi kerja alat berat yang beroperasi. Hal selaras juga di tuliskan
Rochmanhadi (1987:9) bahwa, beberapa hal yang mempengaruhi produktivitas
alat berat antara lain kondisi topografi dan cuaca. Dengan kondisi yang demikian,
maka dalam pelaksanaanya, perkerjaan ini memerlukan pengkajian secara matang
dan baik. Fakta yang terjadi di lapangan kegagalan pekerjaan spillway akan diikuti
oleh kegagalan yang serupa pada proyek secara keseluruhan. Hal ini karena,
teknologi dan metode kontruksi pekerjaan-pekerjaan proyek bendungan dilakukan
secara berkesinambungan. Pengkajian ini meliputi topografi, geologi, sistematika
kerja, dan penjadwalan.

Penjadwalan atau time schedule adalah usaha untuk mengetahui kapan


mulai dan selesainya kegiatan-kegiatan proyek, Widiasanti dan Lenggogeni
(2014:7). Ketepatan atau keterlambatan penjadwalan dalam pelaksanaan proyek
memiliki keterpengaruhan yang cukup besar. Misalkan pembengkakan atau
surplus biaya kontruksi, perselisihan atau klaim, dan penyerahan proyek kepada
owner. Husen (2011:149), menyebutkan bahwa salah satu manfaat penjadwalan
adalah memberikan sarana untuk menilai kemajuan proyek. Selain itu,
penjadwalan digunakan sebagai alat pengendalian dalam pelaksanan proyek.

Pengendalian merupakan usaha perusahaan untuk menyelesaikan


proyek dengan cara membandingkan antara rencana dengan prestasi kerja
di lapangan dan dilanjutkan dengan pembuatan tindakan yang tepat untuk
mengkoreksi perbedaan. Hal ini selaras dengan pendapat R.J. Mockler,
1972, dalam buku yang ditulis oleh Husein (2011) dengan judul
Manajemen Proyek, yang menyatakan bahwa tindakan pengendalian ini
meliputi pengukuran kualitas hasil, perbandingan pelaksanaan dengan
standar perencanaan, memberikan evaluasi, saran, dan menyusun laporan
kegiatan.

Pada prosesnya, tindakan pengendalian juga harus mengacu pada


pengolahan sumber daya yang tesedia pada proyek. Sumber daya tersebut antara
lain, peralatan yang digunakan (tipe alat), waktu yang ditentukan, dan mutu yang
harus dicapai, Widiasanti dan Lenggogeni (2014:6).
Berdasarkan paparan di atas, upaya pengendalian proyek harus dilakukan
melalui upaya pengkajian yang bersifat analisis. Hasil analisis akan memberikan
informasi kepada kontraktor pelaksana untuk menyususun jadwal tindakan
pelaksanaan yang berpengaruh pada pelaksanaan proyek secara keseluruhan.

Dengan demikian judul proyek akhir ini adalah Analisis Capaian Kerja
Pekerjaan Galian Tanah untuk Spillway pada Proyek Bendungan Tugu Kabupaten
Trenggalek.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

a) Bagaimanakah capaian kerja excavator pekerjaan galian tanah untuk


spillway pada Proyek Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek?
b) Bagaimanakah capaian kerja dum truck pekerjaan galian tanah untuk
spillway pada Proyek Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek?
c) Bagaimanakah kriteria prestasi kerja alat berat excavator dan dum truck
pekerjaan galian tanah untuk spillway pada Proyek Bendungan Tugu
Kabupaten Trenggalek?
d) Bagaimana cara penanggulangan agar tercapainya capaian kerja sesuai
dengan perancanaan pada Proyek Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek
saat cuaca buruk?
1.3 Batasan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka penelitian dibatasi sebagai


berikut:

a) Penelitian dilakukan pada galian tanah untuk spillway STA 0.60 sampai
dengan STA 0.80 Proyek Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek
b) Penelitian dilakukan pada galian tanah untuk spillway Elv. 275.00 sampai
dengan Elv 225.00 Proyek Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek.
c) Penelitian dilakukan pada galian tanah untuk spillway pada bulan Juli
2017 sampai dengan Agustus 2017
d) Penelitian dilakukan pada jam kerja yaitu, 08.00 sampai dengan 17.00
WIB.
e) Analisis alat kontruksi hanya mencangkup excavator type 300 Pc dan dum
truck type
f) Analisis capaian kerja hanya dilakukan saat cuaca buruk.
g) Volume pekerjaan dilakukan perbandingan antara perencanaan ideal dan
rencana Curva S amandemen IV.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari studi ini adalah :
a) Menganalisis capaian kerja excavator pekerjaan galian tanah untuk
spillway pada Proyek Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek saat cuaca
buruk.
b) Menganalisis capaian kerja dum truck pekerjaan galian tanah untuk
spillway pada Proyek Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek saat cuaca
buruk.
c) Memberikan penilaian kriteria prestasi kerja alat berat excavator dan dum
truck pekerjaan galian tanah untuk spillway pada Proyek Bendungan Tugu
Kabupaten Trenggalek saat cuaca buruk.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari studi ini adalah :
1 Memperdalam pengetahuan mahasiswa dalam bidang manajemen
konstruksi, khususnya mengenai capaian kerja alat berat pada pekerjaan
galian tanah pada saat cuaca buruk.
2 Memberikan tambahan informasi bagi kalangan perencana proyek
konstruksi, sehingga dapat memenuhi capaian kerja sesuai dengan yang
direncanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produktivitas Alat Berat


Dalam menyelesaikan proyek yang direncanakan dengan alat-alat berat,
terdapat hal penting yang harus dilakukan oleh kontraktor pelaksana. Hal tersebut
adalah bagaimana menghitung kapasitas alat berat yang beroperasi untuk
memperoleh efesiensi maksimum.
Estimasi kapasitas alat berat dapat dilakukan dengan menghitung secara
teoritis seperti yang dijelaskan di bawah ini. Selanjutnya hasil perhitungan harus
dibandingkan dengan pekerjaan yang telah dilakukan di lapangan.

2.2 Metode Perhitungan Produksi Alat berat


Produksi alat berat yang beroperasi, didasarkan pada pelaksanaan volume
yang dikerjakan per siklus waktu dan jumlah siklus tertentu. Metode perhitungan
produksi alat berat dapat dituliskan dengan persamaan 2.1 berikut ini.

60
Q=qxNxE= xE
Cm

Dimana

Q = Produksi per jam dari alat m3/jam, cu, yd/jam

q = Produksi (m3, cu, yd) dalam satu siklus kemampuan alat

untuk memindahkan jenis tanah

N = Jumlah siklus dalam satu jam

E = Effisiensi kerja

M = Waktu siklus dalam menit


Selain itu, kontraktor pelaksana saat merencanakan produktivitas alat berat
juga harus melihat kondisi tanah yang akan dikerjakan. Karena kondisi tanah akan
mempengaruhi perolehan volume, Rochamnhadi (5:1992). Maka inilah yang
disebut sebagai faktor konversi volume tanah terhadap pengoperasian alat berat.

Dari faktor konversi yang ada dapat disimpulkan kondisi tanah awal
(sebelum dikerjakan oleh alat berat yang dihitung produktivitasnya) apakah itu
padat, lepas atau asli dengan jenis tanah pasir, tanah liat, kerikil atau batuan
memiliki nilai konversi awal 1.00. Sedangkan nilai konversi tanah asli ke tanah
lepas > 1.00. Tanah lepas ke tanah padat < 1.00. Tanah padat ke tanah lepas
memiliki nilai konversi > 1.00. Seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Pengaruh Konversi Tanah Terhadap Produktivitas Alat Sumber.

Rochamnhadi, (1992:6).

Selanjutnya produktivitas alat-alat berat juga dipengaruhi oleh kondisi


lingkungan dan kondisi alat pada saat beroperasi. Apakah alat-alat berat bekerja
pada kondisi ideal (baik sekali), baik, sedang, buruk atau buruk sekali,
Rochmanhadi (1992:8). Faktor tersebut dapat disebut effisiensi kerja alat berat.
Gambar 2.2 Kondisi Kerja Alat Berat Excavator

Sumber. Rochamnhadi, (1992:8)

Excavator dan dum truck merupakan beberapa alat berat yang digunakan
untuk pekerjaan galian tanah. Hal ini selaras dengan Rochmanhadi (1992:57)
dalam bukunya yang menyebutkan bahwa, backhoe merupakan salah satu jenis
excavator yang fungsinya sebagai alat penggali, pengangkat, dan pemuat.
Sedangkan truck adalah alat pengangkut.

2.3 Produktivitas Excavator Hidrolis Jenis Backhoe

Secara umum kapasitas operasi excavator dapat dihitung dengan


permisalan 2.1. Namun excavator memiliki beberapa kondisi dan faktor tertentu
dalam pengoperasiannya.
2.3.1 Faktor bucket
Bucket adalah bagian excavator yang berfungsi sebagai pengeruk tanah.
Bucket pada excavator memiliki beberapa ukuran. Ukuran yang sering digunakan
adalah bucket Pc 200 kapasitas rata-rata 0.5 m³ dengan kapasitas munjung 1.17 m³
dan bucket pc 300 kapasitas rata-rata 0.52 m³ dan kapasitas munjung 1.80 m³,
Komatsu (2001).
Rochamnhadi, (1992:21) dalam bukunya yang berjudul Kapasitas dan
Produksi Alat Berat berpendapatan bahwa, faktor bucket dapat dikategorikan
menjadi empat kondisi. Hal tersebut dapat dirangkum dalam tabel di bawah ini

Tabel 2.1. Faktor Bucket Excavator

Kondisi Pemuatan
Ringan Menggali dan memuat dari stockpile
atau material yang telah dikeruk oleh
excavator lain, yang tidak
membutuhkan gaya gali dan dapat
dimuat munjung dalam bucket. Pasir,
tanah berpasir, tanah kolodial dengan
kadar air sedikit.
Sedang Manggali dan memjat stockpile lepas
dari tanha yang lebih sulit untuk di gai
dikeruk tetapi dapat dimuat hampir
munjung. Pasir kering, tanah berpasir,
tanah campuran tanah liat, tanah liat,
garvel yang belum disaring, pasir yang
telah memadat dan sebagainya, atau
menggali dan memuat gravel langsung
dari bukit gravel asli.
Agak Sulit Menggali dan memuat batu-batu pecah,
tanah liat yang keras, pasir campur
kerikil, tanah berpasir, tanah kolodial
liat, tanah liat, dengan kadar air tinggi
yang telah di stickpile oleh excavator
lain. Sulit untuk mengisi bucket dengan
material tersebut.
Sulit Bongkahan, batuan besar dengan
bentuk tak teratur dengan ruangan di
antaranya batuan hasil ledakan, bundar,
pasir campur batu-batu bundar, tanah
berpasir, tanah campur tanah liat, tanah
liat yang sulit dikeruk dengan bucket.
Sumber: Rochamnhadi, (1992:21)

Selain faktor bucket kecepatan excavator dalam menggali/ mengeruk tanah


dipengaruhi oleh efisiensi kerja dan waktu siklus. Waktu siklus bergantung pada
kedalaman gali dan kondisi galian. Semakin dalam galian dan kondisi galian yang
sulit maka waktu siklus yang diperlukan excavator semakin besar. Begitupun
sebalikanya, jika galian dangkal dan kondisi galian ringan maka waktu siklus
semakin singkat.
Secara umum produktivitas pengoperasian excavator dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan 2.1.a di bawah ini,

q x 3600 x E
Q=
Cm

Dimana

Q = Produksi per jam m3/jam

q = Produksi (m3, cu, yd) dalam satu siklus q = q1 x K

Dimana:

q1 = Kapasitas munjung K = Faktor Bucket

Cm = Waktu siklus

E = Effisiensi kerja

Waktu siklus biasa juga du sebut (Cm) dapat di tentukan dengan


persamaan 2.2 berikut ini,

Cm = Waktu gali + Waktu putar x 2 + Waktu buang

Dalam menentukan waktu gali dan waktu putar, Rochmanhadi


(1992:22) di dalam bukunya menyajikan pada tabel di bawah ini,

Tabel 2.2 Waktu Gali yang Ditentukan oleh Kedalaman dan Kondisi Gali

Kondisi Gali/ Ringan Sedang Agak sulit Sulit


Kedalaman Gali
0–2m 6 9 15 26
2-4 m 7 11 17 28
4-lebih m 8 13 19 30
Sumber : Rochmanhadi (1992:22)
Sedangkan dalam menentukan waktu putar dapat dituliskan sebagi
berikut,

Tabel 2.3 Sudut Putar Excavator

Sudut Putar Waktu Putar


45ᵒ-90ᵒ 4-7
90ᵒ-180ᵒ 5-8
Sumber : Rochmanhadi (1992:22)

Selain menentukan siklus kerja dalam menentukan produktivitas harus


ditentukam effesiensi kerja. Dalam menentukan effesiensi kerja khususnya pada
kondisi buruk dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Tabel 2.4. Efesiensi Kerja Alat Berat dari Kondisi Normal sampai dengan

Buruk

Kondisi Operasi Alat Pemeliharaan Mesin


Normal Buruk Buruk Sekali
Baik Sekali 0,76 0,70 0,63
Baik 0,71 0,65 0,60
Normal 0,65 0,60 0,54
Buruk 0,57 0,52 0,45
Buruk Sekali 0,47 0,42 0,32
Sumber : Rochmanhadi (1992:22)
2.3.2 Perapian Tebing
Selain excavator beroperasi pada pengerukkan/peggalian, excavator juga
difungsikan sebagai alat untuk merapikan tebing baik hanya perapian tebing atau
saat peekrjaan galian, dibutuhkan perapian tebing agar tidak longsor. Di saat
excavator dipesikan sebagai alat untuk merapikan tebing maka produktivitasnya
dipengaruhi oleh efesiensi kerja yang berkisar anatara 0,2-0,4 dan waktu siklus.
Waktu siklus pekerjaan perapian tebing dapat di tentukan dengan
persamaan 2.3 di bawah ini,

Panjang Perapian
Cm = + Waktu Travel
Kecepatan Perapian

Waktu siklus excavator pada pekerjaan ini dipengaruhi oleh panjang


tebing dan kecepatan perapian. Rochamnhadi (1992:23) dalam bukunya
menyajikan perbandingan antara panjang tebing dan kecepatan perapian dalam
tabel berikut ini,

Tabel 2.5 Waktu Perapian yang Dibutuhkan Excavator dalam Pekerjaan

Perapian Tebing

Panjang Tebing (m) Kecepatan Perapian (m/det)


- 0,5 0,2
0,5 - 1 0,1
1–2 0,08
2–4 0,05
4 – lebih 0,02
Sumber : Rochmanhadi (1992:23)
2.3.3 Pekerjaan Pemadatan
Pekerjaan pemadatan pada pekerjaan galian juga perlu dilakukan.
Pekerjaan ini biasanya untuk memadatkan kanal atau jalan yang dilintasi dum
truck dalam mobilisasi material. Agar pada kondisi tertentu (tanah basah) tanahan
gelinding pada ban dum truck dapat diminimalisir.
Pemadatan dipengaruhi oleh efesiensi kerja sebesar 0,2-0,4 dan waktu
siklus. Waktu siklus pemadatan, yaitu waktu pemadatan = 4-7 detik, jumlah
pemadatan = 2-3 detik, dan waktu travel = 8-12 detik, Rochmanhadi (1992:23)
Waktu siklus pekerjaan pemadatan dapat ditentukan dengan persamaan
2.4 di bawah ini,

Cm = Waktu Pemadatan x Jumlah Pemadatan x Waktu Travel


2.4 Produktivitas Dum Truck
2.4.1 Waktu Siklus dum truck
Dalam menghitung siklus dum truck untuk pekerjan galian tanah sesuai
kapasitas excavator, maka harus dihitung beberapa waku yang diperluka. Hal
tersebut antara lain adalah:
1. Waktu yang digunakan excavator untuk mengisi dump truck
2. Waktu untuk mengangkut tanah
3. Waktu bongkar muatan di tempat pembuangan
4. Waktu yang digunakan untuk kembali
5. Waktu yang dibutuhkan dump truck untuk mengambil posisi. Hal
tersebut bisa di lihat dalam ilustrasi di bawah ini.

Gambar 2.3. Ilustrasi Siklus Dum Truck

Sumber : Rochmanhadi (1992:33)

Secara singkat waktu siklus dump truck dapat ditentukan dengan


persamaan 2.5 di bawah ini,

Waktu Siklus= 1 + 2 + 3 + 4 + 5

Waktu siklus = Waktu muat + waktu angut + waktu buang + waktu kembali
+ waktu tunggu & tunda

𝐃 𝐃
Cmt = (n x cms) + + t1 + 𝐕𝟐 + t2
𝐕𝟏
Dimana,

cmt = Waktu siklus dump truck

n = Jumlah waktu siklus yang diperlukan excavator untuk

mengisi dump truck

𝐜𝟏
n= +K
𝐪𝟏

c1 = Kapasitas rata-rata dump truck (m3, cu yd)

q1 = Kapasitas bucket excavator (m3)

K = Faktor bucket excavator

Cmt = Waktu siklus excavator

V1 = Kecepatanrata-ratatruckbermuatan (m/menit, yd/menit)

V2 = Kecepatan rata-rata truck kosong (m/menit,

yd/menit)

t1 = Waktu buang + waktu stanby sampai pembangan mulai

(menit)

t2 = Waktu untuk posisi pengisian dan untuk excavator mulai

mengisi (menit)

D = Jarak angkut dumpt truck (m,yd)


Selanjutnya nilai-nilai di atas dapat ditentukan dengan persamaan 2.6.a
dan persamaan 2.6.b di bawah ini,

Waktu Muat= Waktu siklus excavator (Cm) + Jumlah siklus untuk mengisi
dump truck (n)

𝐊𝐚𝐩𝐚𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝑫𝒖𝒎 𝑻𝒓𝒖𝒄𝒌


Dengan, n (vol) =
𝐊𝐚𝐩𝐚𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝒃𝒖𝒄𝒌𝒆𝒕 𝐱 𝐅𝐚𝐤𝐭𝐨𝐫 𝒃𝒖𝒄𝒌𝒆𝒕

Waktu angkut dapat ditentukan oleh persamaan 2.7

𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧 (𝐦)


Waktu angkut dan kembali = 𝐦
𝐊𝐞𝐜𝐞𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐫𝐚𝐭𝐚−𝐫𝐚𝐭𝐚 (𝐦𝐞𝐧𝐢𝐭)

Waktu bongkar adalah muatan bergantung pada kondisi kerja dum truck.
Dapat dirangkum pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.6 Waktu Rata-Rata Bongkar Muatan

Kondisi operasi kerja t1 (menit)


Baik 0,5 – 0,7
Sedang 1,0 – 1,3
Kurang 1,5 – 2,0
Sumber : Rochamnhadi (1992:31)

Sedangkan waktu yang dibutuhkan dum truck untuk mengambil posisi


dimuati adalah sebagai berikut.

Tabel 2. 7 Waktu Rata-Rata Dum Truck Mengambil Posisi Dimuati

Kondisi operasi kerja t2 (menit)


Baik 0,1 – 0,2
Sedang 2,5 – 3,5
Kurang 0,4 – 0,5
Sumber : Rochamnhadi (1992:32)
2.4.2 Produksi dum truck
Produkusi dum truck dapat dihitung dengan persamaan 1.8 sebagai
berikut.

𝐂 𝐱 𝟔𝟎 𝐱 𝐄𝐭
P= xM
𝐂𝐦𝐭

Dimana
P = Produksi per jam m3/jam
C = Produksi (m3, cu, yd) dalam satu siklus
Et = Effisiensi kerja
M = Jumlah dum truck yang bekerja
Cmt = Waktu siklus dalam menit

2.4.3 Kombinasi Kerja antara Dump Truck dan Excavator

Dalam pelaksanaan pekerjaan galian tanah terdapat kombinasi


pengoperasian alat. Maka, harus dipastikan kapasitas operasi keduanya seimbang
agar mencipakan efesiensi pekerjaan, Rochmanhadi (1992:35).

Menentukan kombinasi pengoperasian anatara dump truck dan excavator


dapat diguankan dengan persamaan 2.9 di bawah ini,
𝐂 𝐱 𝟔𝟎 𝐱 𝐄𝐭 𝐂 𝐱 𝐪𝟏 𝐱 𝐊 𝐱 𝐄
xM=
𝐂𝐦𝐭 𝐂𝐦

2.4.4 Menghitung jumlah dum truck yang diperlukan


Jumlah dum truck yang berkombinasi dengan excavator harus
diperkirakan. Hal ini agar efesiensi pekerjaan maksimum dan berjalan seimbang.
Perkiraan jumlah dum truck dapat dihitung dengan persamaan 2.10 sebagai
berikut,

𝐖𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐬𝐢𝐤𝐥𝐮𝐬 𝑫𝒖𝒎 𝑻𝒓𝒖𝒄𝒌


M=
𝐖𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐦𝐮𝐚𝐭
Rochmanhadi (1992:35), merangkum jumlah dum truck yang diperlukan untuk
standby yang berfungsi sebagai ganti ketika terdapat alat yang rusak dan
pekerjaan tetap berjalan. Sebagai beikut

Tabel 2.8 Perbandingan Dum Truck Bekerja dan Cadangan yang


Diperlukan

Jumlah alat yang bekerja Jumlah alat yang standby


Dum truck 1-9 1
10-19 2-3
Excavator 1-3 1
4-9 2
Sumber: Rochmanhadi (1992:35)

2.5 Galian Tanah (Cutting)

Galian tanah merupakan galian terbuka semua jenis material. Material


yang dimaksud diantaranya, tanah, lempung, lumpur, batuan pasir, kerikil, batuan
lepas dan sebagainya yang memiliki kondisi batuan yang dapat digali secara
efesien tanpa bahan peledak atau bulldozer dengan ripper atau penggali hidrolis,
Spesifikasi Teknik Pembangunan Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek
(2014).

Galian tanah memiliki beberapa jenis tipe antara lain, galian lobang
fondasi atau basement, dan memanjang berbentuk profil tertentu contohnya adalah
galian untuk saluran. Oleh karena itu, alat yang digunakan kebanyakan yang
memiliki fungsi ganda yaitu menggali dan memuat, dan bahkan difungsikan untuk
mengangkut dalam jarak tertentu, Asyanto (2008:33). Dalam pelaksanaanya
pekerjaan galian tanah dapat memanfaatkan jenis alat berat excavator sebagai alat
untuk menggali tanah dan dum truck sebagai alat untuk mengangkut tanah ke
daerah pembuangan (spoil bank) atau daerah pengambilan (borrow area).
2.5.1 Tipe-Tipe Material dan Alat yang Digunakan

Wilopo (2009:32), mengatakan bahwa sifat fisik dan medan kerja proyek
kontruksi mempengaruhi beberapa hal, antara lain:

a. Jenis alat yang digunakan


b. Taksiran produktivitas atau kapasitas produksinya
c. Perhitungan volume pekerjaan
d. Kemampuan kerja alat pada kondisi material yang ada

Dari keempat kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan jenis alat
berat dengan kondisi medan dan material, akan mempengaruhi efesiensi
pemakaian alat berat, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi biaya
proyek kontruksi dan waktu pelaksanaan.

Rochamnhadi (1992:6) menulis dalam bukunya bahwa jenis-jenis tanah


mempengaruhi produktivitas alat berat yang beroperasi. Jenis- jenis tanah ini
beragam dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 2.9 Klasifikasi Material Galian

Pasir dan Tanah Kerikil Batu


Pasir Kerikil Pecahan cadas atau
batuan lunak
Tanah liat berpasir Kerikil kasar Pecahan granit atau
batuan keras
Tanah liat - Pecahan batu
Tanah campur kerikil - Batuan hasil peledakan
Sumber : Rochamhadi, 1992 (diedit oleh Tutut Ariani, 2017 dalam Tugas
Akhir D3 Teknik Sipil dan Bangunan UM)
Seperti yang telah disebutkan di atas, alat berat yang dapat dioperasikan
untuk pekerjaan galian adalah alat yang bisa untuk mengeruk dan memuat.
Rochamnhadi (1992:21) menyebutkan dalam bukunya alat berat berdasarkan
fungsi sebagai penggali, pengangkat dan pemuat antara lain:

a. Backhoe (Mesin pengeduk belakang)


b. Power Shovel (Mesin pengeduk depan)
c. Dragline (Mesin pengeduk-tarik)
d. Clamshell (Mesin pengeduk-japit)
e. Loaders (Mesin pemuat)

Sedangkan alat berat yang mampu diguakan sebagai alat pengangkut


material ke daerah pembuangan (spoil bank) atau daerah pengambilan (borrow
area) adalah dum truck.

2.5.2 Metode Pekerjaan Galian

Pelaksanaan pekerjaan galian harus direncanakan dengan tepat. Selain


perencaanaan maka pekerjaan galian juga harus menggunakan metode pekerjaan
yang sistematis dan penyelesaian dengan tepat.

Tahapan pekerjaan galian dapat dituliskan dibawah ini:

a. Survey dan Staking Out, dilakukan untuk mengukur dimensi dan


memastikan elevasi tanah asli pada area yang akan digali.
b. Pada galian tanah biasa, penggalian cukup dilakukan dengan
menggunakan excavator. Sedangkan pada galian batuan lapuk, terlebih
dahulu batuan lapuk dikupas menggunakan ripper. Kemudian digali
dengan excavator. Penggalian dilakukan dengan ketentuan batas,
dimensi, elevasi, dan kemiringan seperti tertera pada gambar desain.
c. Material hasil galian di loading ke dump truck oleh excavator kemudian
dibawa oleh dump truck ke lokasi stockpile.
d. Di area stockpile, dipisahkan antara material yang bias digunakan dan
yang tidak. Penataan dan penyebaran material di stockpile dengan
menggunakan bulldozer.
e. Setelah pekerjaan galian selesai, surveyor melakukan Pengukuran ulang
terhadap muka tanah baru untuk memastikan elevasi dan potongan
melintangnya sesuai dengan gambar desain, Spesifikasi Teknik
Pembangunan Bendungan Tugu Kabupaten Trenggalek (2014).

Gambar 2.4 Ilustrasi Pekerjaan Galian Tanah

Sumber. Spesifikasi Teknik Pembangunan Bendungan Tugu

Kabupaten Trenggalek (2014).


Gambar 2.5 Ilustrasi Pekerjaan Galian Tanah Lapuk

Sumber. Spesifikasi Teknik Pembangunan Bendungan Tugu

Kabupaten Trenggalek (2014).

2.6 Quality Control

Quality control merupakan upaya kontraktor pelaksana untuk melakukan


pengontrolan pekerjaan agar pekerjaan tidak keluar dari ketentuan perencanaan.
Memastikan ukuran batas, dimensi, elevasi, kemiringan dan potongan melintang
pada muka tanah baru sudah sesuai dengan gambar desain. Quality control dapat
dilakukan dengan pengukuran ulang.

2.7. Kinerja Alat Berat

Kinerja alat berat negatif jika proses perencanaan dan pengendalian tidak
baik. Hal ini selaras dengan pendapat Husen, (2013:7) mengatakan bahwa perlu
meningkatkan produktivitas sumber daya, efesiensi proses produksi dan kerja, dan
meningkatkan kualita sproduksi melalui jaminan mutu dan mutu untuk
menghindari hasil akhir negatif.
Maka dapat disimpulkan kinerja bernilai positif jika produktivitas
sebanding dengan perencanaan (curva S) atau produktivitas lebih besar dari pada
perencanaan (curva s). Sedangkan kinerja bernilai negatif jika produktivitas lebih
kecil dari pada perencanaan (curva s).

2.7 Kinerja Excavator

Excavator adalah alat berat yang digunakan untuk penggali. Kinerja


excavator dapat diperoleh dari produksi excavator dan memperhatikan beberapa
hal di bawah ini. Antara lain:

a. Produks per siklus (q) yang dipengaruhi oleh kapasitas munjung dan faktor
bucket
b. Efesiensi kerja, yaitu kondisi operasi alat dan pemeliharaan alat
c. Waktu siklus (Cm) yang dipengaruhi oleh waktu gali, waktu putar
dan waktu buang, Rochamhadi (1992:20,22)

Excavator memiliki indikator kinerja positif jika perolehan volume


sebanding atau lebih besar dibandingkan volume perkerjaan perencanaan (curva s)
ataupun sebaliknya. Kinerja excavator negatif jika perolehan volume lebih kecil
dibandingkan volume perkerjaan perencanaan (curva s).

2.8 Kinerja Dum Truck

Kinerja dum truck pada pekerjaan galian tanah dapat dianalisis dari
produktivitas yang diperoleh dengan memperhatikan alat pemuatnya,
Rochamnhadi (1992:100). Alat pemuat sebagai pembanding kinerja dum truck.
Jika pembanding ini kurang porposional, maka terdapat kemungkinan alat pemuat
banyak menunggu atau sebaliknya.

Rochamhadi, (1992:100) mengatakan bahwa perbandingan dum truck dan


alat pemuat adalah 4 @ 5 : 1. Artinya kapasitas truck 4 @ 5 kali kapasitas alat
pemuat. Tidak hanya porposai perbandingan, namun dalam menganalisis kinerja
dum truck juga memperhatikan jarak, waktu pemuatan, kondisi operasi dan
kondisi lingkungan.
2.9 Kinerja Excavator dan Dum Truck

Pada pekerjaan galian yang melibatkan ritasee alat berat excavator dan
dum truck maka harus dicari perbandingan yang porposional. Hal ini selaras
dengan Rochmanhadi, (1992:34) yang mengatakan bahwa dum truck dan alat
pengangukut digunakan bersama dalam satu kombinasi. Maka kontraktor
pelaksana dalam menyelesaikan pekrjaan ini harus mencari perbandingan antara
kapasitas dum truck sama dengan alat pengangkut tersebut. Cara memperoleh
kombinasi yang tepat dapat didapat dari persamaan 2.9 di bawah ini.

𝐂 𝐱 𝟔𝟎 𝐱 𝐄𝐭 𝟔𝟎 𝐪𝟏 𝐱 𝐊 𝐱 𝐄
xM=
𝐂𝐦𝐭 𝐂𝐦
Dari persamaan di atas jika harga persamaan disebelah kiri lebih besar
maka grup dump truck memiliki kapasitas lebih dibandingkan excavator ataupun
sebaliknya. Dapat disimpulkan Kinerja excavator dan dum truck memperoleh
kinerja positif jika kedua alat berat ini memperoleh kombinasi yang efektif dan
seimbang dan produksi yang dihasilkan sebanding atau lebih besar jika
dibandingkan denganperencanaan (curva s). Sedangkan kinerja kinerja excavator
dan dum truck memperoleh kinerja negative jika kedua alat berat ini memperoleh
kombinasi yang tidak seimbang dan produksi yang dihasilkan lebih kecil jika
dibandingkan dengan perencanaan (curva s).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi

Lokasi Studi adalah Bendungan Tugu terletak di Desa Nglinggis,


Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, Jawa timur.

3.2 Data
1. Buku Spesifikasi Teknik: Sertifikasi Design Bendungan Tugu, Kabupaten
Trenggalek. Agustus 2013
2. Gambar Perencanaan Pekerjaan: Detail Design Bendungan Tugu,
Kabupaten Trenggalek. Agustus 2013.
3. Laporan Akhir: Sertifikasi Design Bendungan Tugu, Kabupaten
Trenggalek. Agustus 2013.
4. Surat Perjanjian Harga Satuan Pekerjaan: Pembangunan Bendungan Tugu
Kabupaten Trenggalek BUKU II. Desember 2013.

Semua data tersebut merupakan data sekunder yang bersumber dari


Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar
Wilayah Sungai Brantas. 2013.

3.3 Analisis Penelitian


Dengan membandingkan kondisi existing di lapangan dengan standar
perencanaan yang telah direncanakan, maka dapat diperoleh perbandingan capain
kerja dalam kondisi existing dengan standar perencanaan. Dari perbandingan
tersebut maka dilakukanlah analisa terhadap penambahan/pengurangan SDM atau
alat berat.
3.4 Tahapan Studi

Tahapan studi yang akan dilakukan dari awal sampi akhir secara garis
besar dapat dikemukakan dalam diagram sebagai berikut.

Mulai

Pendahuluan

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

Analisa Data

Analisa capain kerja Analisa data Analisa


kondisi existing standar Pengurangan
Perencanaan Penambahan SDM
atau alat berat
Analisa Capaian Kerja antara kondisi
existing dengan standar perencanaan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Anda mungkin juga menyukai