Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan
atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen (Arif Muttaqin, 2011).
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran pencernaan
dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010). Diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah padat), kandungan air
tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam (Simadibrata K
et al., 2009).

B. ETIOLOGI
Menurut Arif Muttaqin (2011) dan Suriadi (2010), penyebab dari gastroenteritis sangat
beragam , antara lain sebagai berikut :
a. Faktor infeksi :
1) Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan
maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli, salmonella, shigella, V.
Cholera, dan clostridium).
2) Infeksi berbagai macam virus :enterovirus, echoviruses, adenovirus, dan rotavirus.
Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus Rotavirus.
3) Jamur : kandida
4) Parasit (giardia clamblia, amebiasis, crytosporidium dan cyclospora)
b. Faktor non infeksi/ bukan infeksi :
1) Alergi makanan, misal susu, protein
2) Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit
3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
4) Obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.
5) Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
6) Emosional atau stress
7) Obstruksi usus

C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Sodikin (2011), Beberapa tanda dan gejala yang terjadi pada kasus
gastroenteritis, antara lain :
a. Suhu badan meningkat
b. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
c. Timbul diare
d. Feses makin cair, mungikn mengandung darah dan atau lender
e. Warna feses berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
f. Muntah baik sebelum maupun sesudah diare
g. Terdapat gejala dan tanda dehidrasi : turgor kulit berkurang, selaputlendir pada mulut
dan bibir terlihat kering
h. Berat badan menurun
i. Pucat, lemah

D. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi
Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis)
Metabolik asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja,
adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna sehingga terjadi
penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan asam laktat, produk metabolisme
yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria), dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam
cairan intraseluler. Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan
pernafasan.Pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan
Kuszmaull.
3. Hipoglikemia
Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah
berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang 17 Universitas
Sumatera Utara dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditangani penderita
dapat meningga
(Suraatmaja, S., 2005).

E. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


1. Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat
dan keseimbangan elektrolit selama episode akut.Ini dilakukan dengan rehidrasi oral,
dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau
yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan
jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g
Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan
seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi
oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh
baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus
jeruk diberikan untuk mengganti kalium..Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus
diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah.Status
hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,
pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan.Pemberian harus diubah
ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. Utara Jumlah cairan yang hendak
diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan
2. Antibiotic
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti
biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare
infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
3. Obat anti diare
a) Kelompok antisekresi
Selektif Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim
enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti
diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.
b) Kelompok opiate
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah
15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x
sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini
cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c) Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan
infeksius atau toksin-toksin.Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar
kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
d) Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid
dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi
feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan
dalam bentuk kapsul atau tablet.9 Probiotik Kelompok probiotik yang terdiri dari
Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena
berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan
keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
yang adekuat.
Penatalaksanaan keperawatan
a) Penderita ayang dirawat inap harus ditempatkan pada pencegahan enteric
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderits
b) Jas panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila
menyentuh barang terinfeksi
c) Penderita dan keluarga di didik mengenal cara pererolehan enteropatogen dan
cara mengurangi penularan

F. PATOFISIOLOGI
Menurut Muttaqin (2011), peradangan pada gastroenteritis disebabkan oleh
infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau
memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan
menurunkan absorbsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan
elektrolit.
Menurut Diskin (2008) di buku Muttaqin (2011) adapun mekanisme dasar yang
menyebabkan diare, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Gangguan osmotik, dimana asupan makanan atau zat yang sukar diserap oleh mukosa
intestinal akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Respons inflamasi mukosa, pada seluruh permukaan intestinal akibat produksi
enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas sekresi air
dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus, selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare,
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul
berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
1) Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2) Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3) Hipoglekemia, gangguan sirkulasi darah.

Pendapat lain menurut Jonas (2003) pada buku Muttaqin (2011).Selain itu, diare
juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang
biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi
yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi
toksin.enterotoksin yang diproduksi agen bakteri (E. Coli dan Vibrio cholera) akan
memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam
lumen gastrointestinal.
Pathway

Faktor mal absorbs faktor makanan faktor psikologi


(karbohidrat, (makanan basi, (rasa takut &
lemak, beracun, alergi cemas)
protein) makanan)

penyerapan sari-sari makanan

saluran pencernaan tidak adekuat

isi rongga usus berlebihan

tedapatnya gangguan sekresi mobilitas usus


zat-zat makanan
tidak dapat di aktivitas sekresi air & kemampuan usus menyerap
serap elektrolit makanan berkurang

tekanan osmotic mengeluarkan isinya

reabsorbsi di dalam
usus terganggu

BAB sering konsistensi cair inflamasi saluran pencernaan

Kulit disekitar sekresi cairan tubuh berreaksi terhadap mual


Anus lecet & & elekrolit invasi mokroorganisme
Iritasi
dehidrasi suhu tubuh anoreksia

Deficit volume Hipertermi Nutrisi


Kerusakan cairan & kurang dari
integritas kulit elektrolit kebutuhan
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan makroskopik dan
mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap berbagai antibiotika, pH dan
kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali, pemeriksaan kadar ureum.
(Simadibrata K et al., 2009).

H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan verivikasi,
komunikasi dan dari data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu
data suyektif dan dari persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan data obyektif
yaitu pengamatan / pengukuran yang dibuat oleh pengumpul data (Potter, 2005).
Pemeriksaan Fisik
1. Breathing
RR : Terjadi peningkatan frekuensi pernafasan
SPO2 : dalam batas normal bahkan bisa kurang
Tidak ada otot bantu pernafasan yang terlihat, tidak ada batuk, tidak ada
bunyi nafas tambahan.
2. Blood
HR : Normal
Tekanan Darah : Dalam batas normal ataupun bisa terjadi tekanan darah
rendah, anemis, tidak terdapat sianosis
3. Brain
Kesadaran compos mentis, kondisi kesadaran pada pasien dengan gangguan
cairan biasanya baik, kondisi pasien biasanya lemah, pupil isokor, terdapat
rangsangan cahaya.
Status mental
a. Gambaran diiri
b. Ideal diri
c. Peran diri
d. Identitas diri

4. Bladder
Warna urine, jumlah, deuresis
5. Bowel
Apakah ada nyeri di bagian perut
Inspeksi : warna kulit, simetris atau tidak, apakah ada pembesaran pada
dinding perut
Auskultasi : Biasanya terjadi peningkatan bising usus
Perkusi : Thympani
Palpasi : Ada nyeri tekan atau tidak
6. Bone
Tidak ada perubahan pada ektremitas atas maupun bawah.

2. Masalah Keperawatan

a) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan mengabsorpsi nutrisi
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara
aktif
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab
d) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

3. Intervensi
a) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrisi.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Nutrition Status: nutrient intake, Nutritional Status
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi : Diarrhea Management, Nutritional Management

1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.


2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
4. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
5. Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
6. Kolaborasi dengan ahli diet.
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :Fluid Balance, Hydration
 Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
 Turgor kulit baik
 Haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :Electrolyte Management (manajemen elektrolit), Fluid


Management (manajemen cairan), Intravenous (iv) Therapy (terapi intra vena)
1. Monitor total intake dan output cairan tiap 8 jam
2. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai 1 jam untuk pasien tidak
stabil
3. Monitor tanda – tanda dehidrasi
4. Mempertahankan patensi terapi intra vena
5. Sediakan air segar dan cairan oral yang dipilih klien
6. Berikan cairan oralit setiap selesei BAB
7. Berikan antidiare dan anti emetik jika dibutuhkan
8. Ajarkan klien dan keluarga tentang diet dan minuman
9. Ajarkan klien dan keluarga cara mengukur dan mencatat
intake dan output secara akurat

c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab


Tujuan: Tidak ada kerusakan jaringan kulit
Kriteria Hasil: Tissue Integrity: Skin and mucous membranes
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elasitisitas,
temperature, hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luka/ lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
Intervensi: Pressure Management
1. Monitor kulit akan adanya kemerahan
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
3. Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka
yang ditutup dengan jahitan
d) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
Tujuan: Hipertermi dapat teratasi
Kriteria Hasil: Thermoregulation, Vital Sign Monitoring
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit

Intervensi: Fever Treatment


1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor TTV
3. Monitor intake dan output
4. Selimuti pasien untuk menurunkan suhu
5. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
6. Kolaborasi pemberian cairan intravena
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan Medikal


Bedah.Jakata : Salemba Medika

Sodikin.2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Gastrointestinal.Jakarta : Salemba


Medika

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2010. Profil Kesehatan Indonesia.Jakarta :


Departemen kesehatan Republik Indonesi

Suraatmaja, S., 2005.Kapita Selekta Gastroenterologi, hal 1-24. Sagung Seto: Jakarta

Bulechek, , Gloria M., , Howard K. Butcher, dan Joanne M. Dochteman, ed. Nursing
Intervention Classification (NIC). St. Louis: Mosby Elsevier, 2013

Herdman, T. Heather, ed. NANDA International, Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC, 2015

Moorhead, Sue., Marion Johnson, Meridean L. Maas, ed. Nursing Outcomes Classification
(NOC). St. Louis: Mosby Elsevier, 2013

Anda mungkin juga menyukai