Disusun Oleh :
RURY KISTIANTARI
J 100 060 039
i
Mott
o
• Raihlah keinginanmu melebihi kemauanmu, karena
kemauanmu adalah keinginan yang berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak meridhoi sesuatu yang
berlebih-lebihan.
ii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah Ya Allah Dengan Ridho Engkau Aku
Dapat Menyelesaikan Tugas-Tugas Ini :
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Tulis Ilmiah Mahasiswa Program Studi Fisioterapi Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan
Pembimbing,
WIJIANTO, SSTFT
iv
HALAMAN PENGESAHAN
tugas dan memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan Diploma III
fisioterapi.
Tanda Tangan
Disahkan Oleh:
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
v
KATA PENGANTAR
Segala sanjungan dan pujian hanya untuk Penguasa segala ilmu, Pengatur segala
kejadian, Penggenggam seluruh jiwa raga manusia, Allah SWT. Dialah yang memberikan
nikmat dan anugerah serta rahmat-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis mampu
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada
Post Operasi Fraktur Femur 1/3 Distal Dextra dengan pemasangan plate and screw di
guna menyelesaikan Program Studi Fisioterapi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan
Surakarta.
2. Bapak Arif Widodo, A.Kep, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
3. Ibu Umi Budi Rahayu, SST.FT, S.Pd. M.Kes, selaku Ketua Jurusan Fisioterapi
vi
4. Bapak Wijianto, SST.FT selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan
ikhlas yang telah memberikan arahan dan tambahan ilmunya serta meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.
yang telah memberikan ilmu, masukan serta bimbingan selama masa pendidikan.
6. Dr. Eko Poerwanto Sp.RM dan bapak Dedi selaku pembimbing lahan di RSAL Dr.
Ramelan Surabaya.
7. Mama dan Papa tercinta yang selalu memberikan doa, ridho dan semangat. Terima
10. “Vespa Mbrebet” yang always be there for me, and give me a lovly life, teach me
11. Anak-anak kost “GARDENA” mbak Maya, mbak Ocha, mbak Via, Erni, Meita,
Nita, Nobita, dek Linda, dan dek Putri yang selalu menjadi teman disaat aktifitas
12. “My best Friend”, Erni, Idha, Tincex, Ndi2x, Meta, dan Surti, thank you very much
for everything, u all are my best life friend that I ever had.
13. And the last, untuk “cah dhe telu fisioterapi 2006” lets go back to home and bring
hanyalah datang dari Maha Benar Allah SWT. Untuk itu penulis sangat mengharapkan
vii
kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga karya tulis imliah ini dapat
Penulis
viii
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR
FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI
RSAL DR. RAMELAN SURABAYA
RINGKASAN
Fraktur femur 1/3 distal dextra disebabkan oleh karena adanya benturan langsung
pada kaki kanan bagian atas atas. Fraktur Femur dapat terjadi karena adanya benturan
baik langsung maupun tidak langsung. Pada post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra
dilakukan pemasangan internal fiksasi dengan plate and screw, yang akan menimbulkan
permasalahan impairment diantaranya adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak
pada kaki kanan bagian atas, adanya oedem pada kaki kanan, adanya penurunan kekuatan
otot flexor, extensor, adductor dan abductor hip, fleksor dan extensor knee, adanya
keterbatasan lingkup gerak sendi elbow, adanya penurunan kemampuan fungsional seperti
pasien kesulitan beraktifitas, berjalan, dan toileting.
Dalam pelaksanaan fisioterapi pada post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra
dengan pemasangan plate and screw dilakukan pemeriksaan diantaranya pemeriksaan
pengukuran derajat nyeri dengan skala VDS (Verbal Descriptive Scale), oedema dengan
menggunakan midline, kekuatan otot dengan MMT (Manual Muscle Testing), LGS
dengan goneometer, dan kemampuan fungsional dengan indeks barthel. Pada kasus ini
modalitas yang digunakan adalah terapi latihan.
x
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR
FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI
RSAL DR. RAMELAN SURABAYA
ABSTRAK
(Rury Kistiantari, 98 Halaman)
Fraktur femur 1/3 distal dextra adalah rusaknya kontinuitas tulang femur pada
sepertiga distal bagian kanan yang di sebabkan oleh trauma secara langsung maupun tidak
langsung. Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan disekitarnya
seperti ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan.
Salah satu upaya pengembalian bentuk tulang yang mengalami fraktur dengan
tindakan operasi. Operasi akan menimbulkan permasalahan pada kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional. Pada kasus ini diantaranya adanya penurunan pada kondisi umum
(KU) pasien, nyeri pada tungkai kanan, adanya bengkak pada kaki kanan, penurunan
kekuatan otot flexor-extensor hip kanan, abductor-adductor hip kanan, dan flexor-extensor
knee, keterbatasan gerak pada sendi hip dan knee, dan penururnan kemampuan fungsional.
Untuk penanganan yang efektif dan efisien, maka dilakukan suatu metode pemeriksaan
yaitu pemeriksaan nyeri dengan Verbal Descriptive Scale (VDS), pemeriksaan bengkak
dengan antropometri, pemeriksaan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT),
pemeriksaan lingkup gerak sendi dengan goneometer, serta kemampuan fungsional dengan
Index Barthel.
Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan
modalitas fisioterapi berupa terapi latihan yaitu Static contraction, gerak pasif dan gerak
aktif, dapat membantu mengurangi permasalahan yang timbul akibat post operasi fraktur
femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw.
Kata kunci: Fraktur femur 1/3 distal dextra, VDS, Antropometri, MMT, LGS, Index
Barthel, Terapi Latihan.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... v
RINGKASAN .................................................................................................. ix
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
D Manfaat penelitian..................................................................... 6
A. Anatomi ..................................................................................... 7
B. Biomekanika ............................................................................. 28
C. Patologi .................................................................................... 30
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 45
C. Instrument Penelitian................................................................ 45
A. Kesimpulan ............................................................................... 94
B. Saran .......................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
adalah suatu bagian dari pelayanan kesehatan yang berperan penting bagi
berorientasi pada masalah dan pendekatan ilmiah serta dilandasi etika profesi
dikarenakan kebutuhan dalam mencapai jarak dalam waktu singkat dan mudah.
1
2
A. Latar Belakang
dasari dari sikap ketidak hati-hatian dari pengendara. Selain itu melunjaknya
jumlah kendaraan bermotor yang tidak ditunjang oleh kelayakan jalan raya
menjadi sebab terjadinya kecelakaan ini. Yang kemudian dari kecelakaan tersebut
(Apley dan Solomon, 1995). Fraktur dapat terjadi secara mendadak oleh karena
adanya kekerasan baik dari luar tubuh yang secara langsung ataupun tidak
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup adalah apabila kulit diatas perpatahan masih utuh. Fraktur terbuka
adalah fraktur apabila kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus yang
cenderung akan mengalami kontaminasi dan infeksi (Apley dan Solomon, 1995).
fragmen yang terdiri dari reduksi tertutup (tanpa operasi) dan reduksi terbuka
cortical bone graft and screws, 3) intra medular nail, 4) screw plate and screws,
(adams, 1992). Dalam kasus ini internal fiksasi yang digunakan adalah plate and
screws.
Fixation) Fracture Femur 1/3 Distal dextra dengan plate and screw meliputi
adalah; 1) Adanya oedem / bengkak pada ankle hingga knee dextra, 2) Nyeri
ankle, knee, dan hip dextra, 4) Keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi) kaki
yang di alami oleh pasien, 2) Sosialisasi pasien dengan teman-teman kantor dan
Terapi latihan adalah salah satu usaha dalam penyembuhan dalam fisioterapi yang
dalam pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif
( Priatna, 1985). Menurut Kisner dan Colby (1996) Terapi latihan antara lain: 1)
static contraction yaitu untuk mengurangi oedem pada tungkai yang disebabkan
proses radang karena luka incisi, 2) passive exercise untuk memelihara luas gerak
sendi, 3) active exercise untuk memelihara luas gerak sendi dan meningkatkan
kekuatan otot. Selain itu fisioterapis juga harus memberikan terapi dan latihan
B. Rumusan Masalah
Pada kondisi pasca ORIF Fracture Femur 1/3 Distal Dextra dapat
dirumuskan masalahnya :
dan nyeri?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai penulis harus jelas dan tepat, maka penulis akan
1. Tujuan Umum
masyarakat luas.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
2. Institusi Pendidikan
3. Bagi Penulis
4. Bagi Pembaca
TINJAUAN PUSTAKA
dahulu mengenai beberapa hal merupakan bagian dari landasan teori yang
mendasari proses pemecahan permasalahan dari kasus post operasi fraktur femur
Dimana landasan teori ini antara lain: (1) Anatomi, Fisiologi, dan
Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1)
sistem tulang (osteo), (2) sistem sendi (joint), (3) sistem otot (muscle), (4) sistem
saraf (nervus).
a. Os Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas caput, corpus,
dan collum dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini bersendi dengan
acetabullum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia
pada sendi lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan
terbesar dari pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh.
Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan
7
Gambar 2.1
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris, yang
cekungan yang disebut favea capatis. Caput melanjutkan diri sebagai collum
kearah medial juga membulat kecil disebut trachanter minor. Dilihat dari depan,
kedua bulatan mayor dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea
dihubungkan oleh rigi disebut crita intertrochterica dilihat dari belakang pula
trachanterica.
b) Diaphysis
mempunyai dataran yaitu facies medialis dan lateralis. Nampak bagian belakang
berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan
adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagai menjadi
dua bibit yaitu labium mediale dan labium lateralae, labium medial sendiri
suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen
Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari
depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi
b. Os Patella
proximal dan apex menghadap kearah distal. Dataran muka berbentuk convex.
Dataran belakang punya dataran sendi yang terbagi dua oleh crista sehingga ada 2
dataran sendi yaitu facies articularis lateralis yang lebar dan facies articularis
c. Os Tibia
epiphysis proximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Di sebelah atas terdapat dataran sendi disebut facies articularis superior,
medial dan lateral, tepi atas epiphysis melingkar yang disebut infra glenoidalis.
Facies articularis superior terbagi dua menjadi facies articularis medialys dan
d. Os Fibula
Os fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia terletak
disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan
Sendi adalah hubungan antar dua tulang atau lebih dari system sendi disini
Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caput famoris
facies lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan cekungan bentuk
mengandung zat rawan fibrosa. Facies lunata dan labium meliputi dua pertiga
caput femoris lekuk tulang tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh
femoris. Kapsul sendi melekat pada tulang panggul sebelah luar labium acetabuli
sehingga labium acetabuli dengan bebas masuk ke rongga kapsul. Sendi panggul
berfungsi mencegah gerakan extensi dan exorotasi tungkai atas yang berlebihan
Sendi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh
kapsul sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella yang mana
pada facet joint terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral, yang mana pada
satu permukaan bagian medial otot vastus lateralis menarik patella ke arah medial
0 , 0
sehingga patella stabil. Pada posisi 30 40 dari ekstensi, patella tertarik oleh
Gambar 2.3
1
2
5
6
7
3
8
Gambar 2.4
Otot-otot yang akan dibahas ini hanya berhubungan dengan kondisi pasien
post operasi ORIF (Operation Reduction Internal Fixation) fraktur femur 1/3
tengah dextra dengan pemasangan intra medular nail adalah otot yang berfungsi
ke segala arah seperti regio hip untuk gerakan flexi-extensi, abduksi-adduksi, dan
3
19
4
20
5
21
6
22
23 7
24 8
9
25
26 10
27 11
28
29 12
30 13
31
14
32
15
16
33 17
34
35 18
Gambar 2.6
Otot-otot paha dan pinggul; lapisan dalam setelah sebagian besar otot
Pabts, 2005).
Tabel 1
coxae
abdomen
Pe#ctineus Ramus superior pubis Ujung atas linea Flexi, adduksi N. femoralis
ligamentum
patellae ke dalam
Vatus lateralis Ujung atas dan batang Tuberositas tibia Extensi lutut N.femoralis
lateral dalam
Vatus medialis Ujungan atas dan Tuberositas tibia Extensi lutut dan N. femoralis
patella
aspera, crista
supracondilair
lateral batang
femur
Semi Tuber ischaidicum Medial tibia Flexi dan rotasi medial Ramus tibialis N.
coxae
Semi Tuber ischiadicum Condylus Flexi dan rotasi medial Ramus tibialis N.
femur
Tabel 3
Gutues Maximus Permuknaan luar Tractus illiotibilais Extensi dan rotasi N. gluteus
Gluteus medius Permukaan luar illium Lateral trochantor Abduksi arc, N. gluteus
femoris
Tabel 4
sartorium
medial
M. adductor Lateral ramus Labium medial Ramus anterior Adductor flexor internal
foramen
abturatorium
Gambar 2.7
Saraf ekstremitas bawah; tampak depan dan belakang (Putz and Pabst, 2006)
4. Sistem Persyarafan (Nervus System)
a. Nervus Femoralis
Merupakan cabang terbesar dari plexus lumbalis. Nervus ini berisi dari tiga
bagian plexus yang berasal dari nervus lumbalis (L2, L3 dan L4). Nervus ini
muncul dari tepi lateral psoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah melewati
m. psoas dan m. illiacus ia terletak di sebelah fasia illica dan memasuki pada
inguinal dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior nervus femoralis
b. Nervus Obturatorius
Berasal dari plexus lumbalis (L2,L3,L4) dan muncul pada bagian tepi m.
psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah dan depan pada lateral
pelvis untuk mencapai bagian atas foramen abturatorium, yang mana tempat ini
pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi anterior memberi cabang-
Disini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai atas
Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri ini
selalau membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri pulmonale yang
membawa darah kotor yang memerlukan oksigenasi. Pembuluh darah arteri pada
a. Arteri Femoralis
dipertengahan antara SIAS (Spina Illiaca anterior), superior dan symphisis pubis.
lubang otot magnus dengan memasuki spatica poplitea sebagai arteris poplitea.
Pada bagian atas perjalannya, ia terletak superficial dan ditutupi kulit dan
fascia pada bagian bawah perjalannya ia melalui bagian belakang otot sartorius,
ia berhubungan dengan dinding selubung femoral dan silang oleh nervus qutaneus
Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis dari
trigonum femorale, ia keluar dari anterior paha melalui bagian belakang otot
adductor, berjalan turun diantara otot adductor brevis dan kemudian terletak pada
c. Arteria Obturatoria
kedepan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus abturatoria melalui
d. Arteria Poplitea
bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam fossa poplitea dari fossa
magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, menaiki paha mula-mula pada sisi
lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya, dan akhirnya pada sisi medialnya
meninggalkan paha dalam ruang medial dari selubung femoral dan berjalan
pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus medialis, venosum dorsalis vena,
ini berjalan di belakang lutut menelengkung ke depan melalui sisi medial paha.
Berjalan melalui bagian bawah N. sphenosus pada fascia profunda dan bergabung
pada bab ini, penulis berusaha menjelaskan gerakan yang dilakukan oleh sendi
Fleksi adalah gerakan pada bidang sagital dengan axis frontal yaitu dari
posisi anatomi bagian anterior paha mendekat arah perut. Dengan mempunyai
0
lingkup gerak sendi dari 0 sampai 125 gerakan tersebut dilaksanakan oleh otot-
otot illiacus, psoas mayor, rectus femoris, tensor fascialata, sartorius dan
adductor magnus.
Ekstensi adalah gerak pada bidang sagital dengan axis frontal dimulai
dari posisi anatomi bagian anterior paha menjauhi perut. Dengan mempunyai
0
lingkup gerak sendi dari 0 sampai 15 gerakan tersebut dilaksanakan oleh otot
biceps femoris, semi membranus, gluteus maximus dengan dibantu oleh otot-otot
Abduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan
0
gerakan garis tengah tubuh. Mempunyai LGS dari 0 sampai 45 gerakan ini
dilakukan oleh otot-otot gluteus medius, tensor fasialata, dibantu oleh otot-otot
Adduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan
gerakan mendekati garis tengah tubuh mempunyai lingkup gerak sendi dari 0
0
sampai 25 . Gerakan ini dilaksanakan oleh otot-otot gluteus medius, adductor
magnus, adductor brevis, adductor longus, pectineus, dan dibantu oleh otot-otot
0
kesamping luar dengan lingkup gerak sendi 0 sampai dengan 90 dengan otot-otot
memutar kesamping dalam dengan lingkup gerak sendi. 0 sampai 45º dengan otot-
kuat dengan memperkuat beban yang diterima lutut sebesar 1/16 dari berat badan.
a).Gerakan Fleksi
Penggerak fleksi lutut adalah otot-otot hamstring, salain itu fleksi lutut
juga dibantu oleh grastrocnemius, popliteus, dan gracilis. Lingkup gerak sendi
0 0
pada saat flexi berkisar antara 120 sampai 130 . (Kapanji, 1987).
b).Gerakan Ekstensi
empat otot rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan vastus
0
intermedius. Lingkup gerak sendi pada saat ekstensi berkisar antara 5
0
hyprerxtrensi atau 0 selain itu pada gerakan flexion dan extention adalah terletak
(konvek) bergerak maka gerakan sliding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak
flexi femur rolling kearah belakang dan sleddingnya ke belakang. Dan pada
C. Patologi
terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu kareana trauma maupun kecelakaan
langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehigga mengakibatkan
5. Insiden
mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis 3,6, juta (12%)
sebagai akibat adanya kematian adalah kondisi patah tulang atau fraktur (Rasjad,
1998).
Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mepunyai kekutaan dan daya
tahan pegas untuk menahan tekanan tulang, yang mengalami fraktur biasanya
komplek karena pada fraktur tersebut tidak ditemui luka terbuka sehingga dalam
mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik, agar
tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunan fiksasi yang tepat yaitu
dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang
ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah kenormal atau tulang pada
posisi sejajar sehingga akan terjadi suatu proses penyambungan tulang (Appley,
1995).
Tulang Tulang patah Sel-sel periosteum Jaringan seluler Callus yang Tulang menyambung
mengenai dan endosteum yang keluar dari belum masak baik dari luar maupun
dibentuk dari fraktur, sel- sel ini condroblas Adanya Tulang ekstravasi
Permukaan tulang osteoblas akan dan membentuk menjadi tulang 24 minggu sampai 1
Menurut Appley (1995) dikatakan tanda dan gejala pasca operasi fraktur
adalah :
b) Rasa nyeri dikarenakan luka fraktur dan luka bekas operasi dan ada
8. Diagnosis Medis
beruapa foto rontgen. Melalui data yang ada dirumah sakit, penulis dapat
9. Penatalaksanaan Fraktur
a. Konservatif
1) Pada kasus patah tulang yang tertutup patahannya, tidak multiple atau
2) Pada kasus penyakit tulang dan tulang sendi, misal pada osteoartistis
tungkai dibagian distal dan untuk sebagian besar fraktur pada anak-
anak maupun orang dewasa. Cara ini cukup aman, selama kita
waspada akan bahaya pembalut gips yang ketat dan asalkan borok
adalah pembalut gips yang ketat, borok akibat tekanan dan abrasi atau
b. Operatif
a). ORIF
berasal dari bahasa Inggris yang berarti buka, membuka, terbuka (Jamil,1992),
Reduction berasal dari bahasa Inggris yang berarti koreksi patah tulang, Internal
berasal dari bahasa Inggris yang berarti dalam, Fixation berasal dari bahasa
Inggris yang berarti keadaan ditetapkannya dalam satu kedudukan yang tidak
dapat berubah (Ramali, 1987). Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen
atau paku pengikat, plat logam yang diikat dengan sekrup, paku intramedular nail
yang panjang dengan atau tanpa sekrup pengunci circum ferential bands, atau
aman sehingga gerakan dapat segera dimulai, dengan gerakan lebih awal
bergeser). Selain itu juga fraktur yang cenderung tertarik atau terpisah
olekranon),
penyembuhan,
5) Fraktur multiple bila fleksi dini (dengan fiksasi internal atau luar)
berbagai sistem,
pasien dengan cedera multiple dan sangat lanjut usia (Phillips, 1990).
plat, batang intramedular dan kombinasi dari semua itu. Bila plat digunakan harus
dipasang pada permukaan yang dapat ditegakkan, yang biasanya pada sisi
silinder padat (Dorland,2002). Plate and screw berarti suatu alat untuk fiksasi
internal yang berbentuk struktur pipih yang disertai alat berbentuk silinder padat
kelelahan dan faktor patologik (Appley,1995). Menurut Lane and Cooper (1995),
fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik complete
Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan
gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald,
1965). Pada kasus ini terjadi pada 1/3 bagian distal femur dextra.
yaitu:
pemisahan.
didekatnya.
1) Green stick yaitu retak pada sebelah sisi tulang, sering terjadi pada
2) Simple (unilateral).
3) Double atau dua sisi (bilateral).
3) Level vertebra
1) Compression
2) Rotasi
3) Bumper
4) Whyplas
Berdasarkan Komplikasi
1) Komplikata
2) Non-komplikata
3) Ekstra/intraarticuler
10. Komplikasi
pembentukan trombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang statis,
imobilisasi yang terlalu lama post operasi. Trombosis ini akan berkembang
menjadi penyebab kematian pada operasi ini apabila trombus lepas dan terbawa
oleh cairan darah kemudian menyumbat pada daerah-daerah yang vital seperti
paru dan jantung. kemungkinan terjadinya komplikasi trombosis lebih besar pada
penggunaan ortose secara general dari pada lokal maupun melalui lumbal.
Kekakuan sendi terjadi akibat oedema, fibrasi pada kapsul, ligament dan
otot sekitar sendi atau perlengketan dari jaringan lunak satu sama lain. Keadaan
ini bertambah lunak satusama lain. Keadaan ini bertambah jika immobilisasi
berlansung lama dan sendi dipertahankan dalam posisi ligament memendek, tidak
ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya merentangkan jaringan ini dan
c. Sepsis
Sepsis adalah teralirnya suatu baksil pada sirkulasi darah sehingga dapat
menyebabkan infeksi.
11. Prognosis
Prognosis pasien pada post ORIF Fraktur femur 1/3 distal dengan
dibawa ke rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma, usia pasien yang relatif muda,
jenis fraktur yang ringan dan mendapatkan penanganan lebih lanjut dari tim medis
struktur tulang yang patah. Prognosis yang ada meliputi: (1) quo ad vitam, yaitu
baik apabila pasien telah dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal
jarang sekali terjadi bahkan tidak pernah terjadi, (2) quo ad sanam, yaitu baik
apabila telah direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen yang fraktur akan
jika quo ad sanamnya baik, karena dengan semakin cepat tulang menyambung
maka pasien dapat segera kembali melakukan aktifitas fungsional. Dalam hal ini,
optimal, (4) quo ad cosmeticam, yaitu baik apabila fragmen yang telah direposisi
dan difiksasi menyambung dengan baik, sehingga tidak terjadi deformitas dan
plate and screw tanpa komplikasi bila mendapat tindakan fisioterapi sejak dini
dangan tepat, maka kapasistas fisik dan kemampuan fungsional akan kembali
normal. Keadaan yang jelek dari penyembuhan apabila terjadi komplikasi yang
Problematika yang dapat muncul pada pasca operasi fraktur femur 1/3
a) Impairment
Oedem yang terjadi karena adanya luka bekas operasi, sehingga tubuh
Adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur,
Karena oedem dan nyeri yang disebabkan oleh luka fraktur dan luka
geraknya dan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan disused atrophy.
5) Functional Limitation
tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK).
Hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, oedem, dan karena penyambungan
tulang oleh callus yang belum sempurna, sehingga pasien belum mampu
orang lain.
yang mengalami operasi yaitu 1/3 distal femur dextra pasien dalam keadaan
o
dielevasikan sekitar 30 .
1. Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa
gerakan pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer
pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan
darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem,
dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang. Ditambahkan
2. Passive Movement
kekuatan dari luar sementara itu otot pasien lemas (Priatna,1985). Relaxed
Passive
Movement merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa
nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu,
3. Active Movement
kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar (Kisner, 1996). Pada kondisi
oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan
mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga
Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh
adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar dapat
berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan jenis ini dapat
membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot setelah terjadi fraktur.
oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar, gerakan
1985). Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan
sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri
juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan
menggunakan cara partial weight bearing (PWB) yaitu pasien berjalan dengan
menumpu sebagian berat badan, yang kemudian ditingkatkan dengan cara full
weight bearing (FWB) yaitu pasien berjalan dengan menumpu berat badan penuh.
Latihan berjalan dilakukan dengan metode swing through. Dimana swing through
merupakan latihan berjalan dengan cara kruk diayunkan lebih dulu kemudian kaki
METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
B. KASUS TERPILIH
Kasus yang digunakan dalam penelitian karya tulis ilmiah ini adalah
C. INSTRUMENT PENELITIAN
pengembangan metode dan alat ukur yang tepat dalam rangka pembuktian
abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Ada dua macam variabel yaitu
kaki kanan, bengkak pada kaki kanan, penurunan kekuatan otot kaki kanan
45
46
Nyeri menurut The International Association for the study of Pain (IASP)
dilakukan kepada pasien. Adapun skala nyeri dalam bentuk verbal adalah
tertahankan.
2. Bengkak (oedema)
dalam hal ini dilakukan mulai dari tuberositas tibial ditarik 5cm, 10cm ke
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencari titik axis pada setiap sendi,
sendi hip titik axisnya adalah trochanter mayor femur, sendi knee adalah
medialis.
47
Nilai Keterangan
gravitasi
gerakan sendi
palpasi
aktivitas toileting, mandi, berjalan di jalan yang datar dengan alat bantu,
Kasus penelitian KTI ini diambil dari RSAL dr. Ramelan, yang
1) ANAMNESIS
Pada anamnesis ini akan diperoleh data yang berupa identitas pesien,
2) PEMERIKSAAN
derajat nyeri, odema, lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan kemampuan
ADL.
3) EVALUASI
4) DOKUMENTASI
sampai akhir.
50
data umum kemudian dijadikan data khusus untuk mengetahui keadaan pasien.
Data tersebut diambil dari data yang ada di rumah sakit berupa catatan medis
terapi.
terhadap pasien yang didukung dengan diagnosa dokter dan assesment dari
fisioterapi. Setelah itu penulis mengumpulkan data yang ada dari hasil
2. Dari data yang sudah diperoleh kemudian dievaluasi oleh terapis secara
perkembangan pasien.
sehingga dapat diperoleh hasil akhir dari tindakan yang mengalami kemajuan
fracture femur 1/3 distal dextra, maka kita harus mengetahui dan memahami
masalah-masalah agar dapat mencapai hasil terapi yang diharapkan. Maka proses
terapi harus dilakukan secara cermat dan benar, mulai dari penegakan diagnosa
hingga menetukan langkah terapi. Disamping itu juga diperlukan adanya lampiran
atau catatan medik untuk mendukung proses fisioterapi dalam mengatasi beberapa
kasus tertentu.
a. Pengkajian
1) Anamnesis
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara
terapis dengan sumber data. Anamnesis yang digunakan pada kondisi ini
51
Anamnesis umum yang berisi tentang identitas penderita seperti nama, umur,
jenis kelamin, agama, alamat dan pekerjaan. Dalam hal ini didapatkan data pasien
bernama Tn. X, umur 32 tahun, jenis kelamin Laki-laki, agama Islam, pekerjaan
(1) Anamnesis khusus yang berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien sekarang, antara lain:
Keluhan utama terdiri dari satu atau lebih gejala dominan yang mendorong
penderita untuk mencari pertolongan. Keluhan yang dirasakan pada pasien ini
adalah nyeri pada kaki kanan, kaki kanan sulit untuk digerakkan, dan terdapat
lengkap, tentang bagaimana masing – masing gejala timbul, serta tindakan apa
saja yang sudah dilakukan pasien untuk mengatasi keluhan tersebut. Dalam hal ini
kecelakaan lalu lintas kemudian pasien dirawat inap di RSAL Surabaya. Pada
Medik.
(c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah dialami pasien yang
riwayat hipertensi dan juga diabetes mellitus. Pasien belum pernah mengalami
menurun atau menular dari orang tua atau keluarga. Pada kasus ini penyakit yang
diderita bukan penyakit menular ataupun penyakit herediter dan hanya pasien
terasa kaku.
nyeri dada
2) Pemeriksaan fisik
o
temperatur 36,7 C, tinggi badan 169 cm, berat badan 84 kg.
b) Inspeksi
pasien secara langsung. Inspeksi statis dalam hal ini didapat bahwa kondisi
umum pasien baik, adanya elastis bandage pada daerah paha sampai
menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien yang mengalami
gangguan. Dalam pemeriksaan ini didapat bahwa pada daerah kaki kanan
lebih hangat dibandingkan daerah yang lain, adanya bengkak pada kaki
kanan, dan adanya nyeri tekan pada kaki kanan daerah ankle,
d) Perkusi
e) Auskultasi
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan gerak pasif, gerak aktif dan gerak
1. HIP
2. KNEE
feel lunak.
3. ANKLE
AGA = pasien mampu bergerak aktif, full ROM, tidak ada nyeri.
AGB = dextra
1. HIP
nyeri.
2. KNEE
nyeri.
3. ANKLE
(1) Kognitif
(2) Intrapersonal
(3) Interpersonal
Pasien dapat diajak bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dengan
Tempat kerja pasien dari tempat tinggal cukup jauh yaitu 1 kilo meter
3) Pemeriksaan Spesifik
derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu 1: tidak nyeri, 2: nyeri
sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri tidak begitu berat, 5: nyeri cukup
berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan. Diperoleh pada kasus ini
dalam keadaan diam (nyeri diam) nilai 3, pada saat ditekan (nyeri tekan)
sebagai bahan untuk evaluasi. Pada kondisi post ORIF fracture femur 1/3
distal dextra, terdapat bengkak pada ankle kanan. Alat ukur yang
Pengukuran lingkar segmen pada kaki kanan dan kaki kiri juga dilakukan
sebagai perbandingan.
Tabel 4.1 Hasil Antropometri dengan Midline
jenis terapi atau alat bantu yang akan diberikan, menentukan prognosis
Untuk mengetahui MMT pada Hip, Knee, dan Ankle diantaranya sebagai
berikut :
panggul otot yang ditest adalah otot penggerak fleksi, ekstensi, abduksi
dan adduksi. Sendi lutut otot yang ditest adalah otot pengerak flexi,
extensi. Sendi ankle yang ditest adalah otot penggerak dorsi fleksi, plantar
fleksi, inversi dan eversi. Otot yang ditest dinyatakan dalam bentuk angka
0 sampai dengan 5, yang telah diuraikan pada bab III pada pemeriksaan ini
fiksasi.
dari grup penggerak sendi panggul, sendi lutut, sendi ankle sebagai
berikut: (1) Fleksi dan ekstensi hip dengan nilai otot 3 yang artinya,
Abduksi, adduksi hip dengan nilai otot 3 dengan keterangan sama, (3)
Fleksi, ekstensi knee nilai otot 2 yang artinya bergerak dengan LGS tidak
penuh tanpa melawan gravitasi, (4) Ankle nilai otot 2 dengan keterangan
sama.
sendi lutut. Pada sendi panggul diukur pada gerak fleksi, ekstensi, abduksi
dan adduksi, sedangkan pada sendi lutut adanya keterbatasan gerak fleksi,
dan ekstensi.
LGS didapatkan hasil bahwa LGS sendi panggul dan lutut kanan
mengalami keterbatasan.
e). Index Barthel
kemampuan yaitu:
mandiri kecuali untuk bathing, dressing, going to toilet dan fungsi lain.
Table 4.1
No Kemampuan fungsional T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 Makan 5 5 5 10 10 10
3 Kebersihan diri 0 0 5 5 5 5
4 Activitas toileting 5 5 5 10 10 10
5 Mandi 5 5 10 10 10 10
bantu.
7 Berpakaian 10 10 10 10 10 10
8 Mengontrol BAB 10 10 10 10 10 10
9 Mengontrol BAK 10 10 10 10 10 10
Jumlah 60 60 85 85 95 95
Penilaian
100 : Mandiri.
b. Problematika Fisioterapi
lain kapasitas fisik yang teridiri dari: Impairment pasien adalah 1) Nyeri
LGS pada hip dan knee kanan, 4) Kelemahan pada otot quadriceps dan
(lingkungan) terganggu.
c. Tujuan Fisioterapi
Tujuan jangka pendek fisioterapi yang akan diberikan pada kasus ini: (1)
Mengurangi nyeri pada tungkai kanan sekitar luka incisi, (2) Mengurangi
bengkak pada kaki kanan, (3) Menambah LGS sendi yang bersangkutan, (4)
penderita post operasi pemasangan plate and screw pada fraktur femur 1/3
kondisi Post ORIF fraktur femur 1/3 distal dekstra dengan pemasangan plate
and screw.
a. Static Contraction
Pasien posisi tidur terlentang, tangan terapis diletakkan pada bawah tumit
Gambar 1.4
Pasien posisi tidur terlentang tangan terapis diletakkan pada bawah lutut
Gambar 1.5
Pasien posisi tidur terlentang tangan terapis diletakkan pada bawah gluteal
Gambar 1.6
Pasien diminta untuk menggerakan lengan kiri maupun kanan kearah flexi-
extensi secara bersama sama dan kembali ke posisi semula, gerakan abduksi-
Pasien diminta menggerakan siku kanan maupun siku kiri kearah flexi-
1). Passive movement sendi pergelangan kaki untuk gerakan dorsal dan plantar
flexi.
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis disebelah kanan bed dengan
tangan kiri memfiksasi pada pergelangan kaki pasien, sedangkan tangan kanan
Gambar 1.8
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berada disamping kanan bed
tangan kiri terapis memegang lutut kanan pasien dan tangan kanan terapis
pengulangan 8 kali.
Gambar 1.9
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terpis berada disaping kanan bed,
tangan kiri terapis menyangga dibawah lutut kanan pasien tangan kanan
Gambar 2.0
anggota yang sehat dan ankle kanan, relaxed active movement ditambah active
1). Assisted Active Movement sendi pergelangan kaki untuk gerakan dorsal dan
plantar flexi.
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berdiri di samping kanan bed,
tangan kiri terapis memfiksasi pada pergelangan kaki dan tangan kanan terapis
Gambar 2.1
2). Assisted Active Movement sendi lutut untuk gerakan flexi dan extensi
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis beridri disamping bed. Tangan
kiri terapis memfiksasi pada sendi lutut sedangkan tangan kanan berada
pengulangan 8 kali.
Gambar 2.2
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berada di samping kanan bed.
Tangan kiri terapis menyangga dibawah lutut sedangkan tangan kanan terapis
Gambar 2.3
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berdiri disamping bed. Tangan
kanan terapis menyangga di bawah tumit kanan pasien dan tangan kanan
yang aman yaitu kedua siku untuk menumpu berat badan data persatu siku
Gambar 2.5
peningkatan intensitas ditambah latihan duduk ditepi bed, dan gereakan Active
Posisi awal duduk half flying dengan long sitting dan terapis berdiri
disamping kanan pasien tungkai kanan pasien, atau yang sehat disuruh
menekuk tungkai yang kanan atau yang sakit disangga oleh terapis kemudian
pasien agar menggunakan kedua tangan. Sebagai tumpuan lalu perlahan-lahan
tungkai kanan pasien kesamping kanan bed, ke tepi bed dan pasien tetap
Gambar 2.6
dengan walker.
tangan kiri terapis memfiksasi bagian lutut, tangan kanan terapis memegang
pengulangan.
5. Tanggal 16 Desember 2008
menurunkan tungkai kiri atau yang sehat untuk menyangga tubuh. Kemudian
pasien berdiri dengan tumpuan pada tungkai yang sehat dan tungkai kanan
kurung lebih 5 menit, Perlu ditanya keluhan pusing atau kelihatan pucat pada
dengan dorongan dari sisi samping, depan dan belakang agar dorongan dari
sisi samping depan dan pasien agar mempertahankan dalam posisi tegak.
Pasien berdiri di tepi bed, terapis memberikan stabilitas pada lengan atas
dan punggung pasien diberikan edukasi bahwa telapak kaki kanan harus
digantung apabila latihan jalan kedua tangan pasien menumpu pada walker
dan dimulai dari walker maju lalu kaki sehat maju (kaki kiri ) diikuti kaki
a) Dianjurkan saat jalan kaki menggunakan alat bantu yang sakit digantung
d) Pasien diusahankan tidak melakukan hal yang berat dulu, tumpuan kaki
6. Evaluasi
evaluasi akhir.
tungkai kanan.
lutut kanan.
tungkai yang sakit kanan dengan tungkai yang sehat kiri serta pengukuran
No Keterangan T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 Nyeri diam Nyeri ringan Nyeri ringan Nyeri sangat Nyeri sangat Nyeri sangat Tidak nyeri
ringan ringan ringan
2 Nyari tekan Nyeri tak Nyeri berat Nyeri cukup Nyeri tidak Nyeri ringan Nyeri sangat
tertahankan berat begitu berat ringan
3 Nyeri gerak Nyeri berat Nyeri berat Nyeri cukup Nyeri cukup Nyeri ringan Nyeri ringan
berat berat
Tabel 4.2
No Group otot T1 T2 T3 T4 T5 T6
Tabel 4.3
1 Aktif Hip S)=0-0-5 S)=0-0-5 S)=0-0-5 S)=0-0-10 (S) =0-0-10 (S) =0-0-10
No Kemampuan fungsional T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 Makan 5 5 5 10 10 10
3 Kebersihan diri 0 0 5 5 5 5
4 Activitas toileting 5 5 5 10 10 10
5 Mandi 5 5 10 10 10 10
bantu.
7 Berpakaian 10 10 10 10 10 10
8 Mengontrol BAB 10 10 10 10 10 10
9 Mengontrol BAK 10 10 10 10 10 10
Jumlah 60 60 85 85 95 95
Penilaian
100 : Mandiri
b). Evaluasi
komponen evaluasi hasil evaluasi terakhir pada pasein laki-laki yang berusia
25 tahun dengan kondisi fraktur femur 1/3 distal dekstra dengan pemasangan
plate and screw setelah diberikan intervensi fioterapi dengan modalitas latihan
2). Tingkat nyeri nyeri diam = tidak nyeri ,nyeri tekan = nyeri sangat ringan ,
3). MMT
Fleksor hip kanan 3, ektensor hip kanan 2, abduktor hip kanan 3, adduktor
4). Antropometri
5). Dokumentasi
yang meliputi:
a) Indentitas pasien.
b) Data medis.
c) Pemeriksaan.
d) Problematika fisioterapi.
e) Tujuan terapi.
f) Hasil evaluasi
Protokol Studi Kasus
Umur : 32 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : TNI AL
Surabaya
a. Diagnosa
Post ORIF fraktur femur 1/3 distal dekstra dengan pemasangan plate and
screw.
b. Catatan Klinis
b) RO: pemasangan plate and screw pada fraktur femur 1/3 distal
Dokter
Perawat : Medikasi
Rahmat Agung dalam keadaan post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra
A. Pemeriksaan
a. Keluhan Utama
perawatan lebih lanjut pasca operasi atas rujukan Dokter Rehab Medik pasien
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang serupa dengan yang dialami
d. Riwayat Pribadi
Pasien adalah seorang Perwira TNI AL, yang hobinya adalah berolahraga.
e. Riwayat Keluarga
Hypertensi, tetapi tidak ada riwayat anggota keluarga pasien mengalami patah
f. Anamnesis Sistem
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
d) Temperatur : 36,7ºC
f) Berat Badan : 84 Kg
b.Inspeksi
dari atas maleolus sampai paha atas, pasien dalam keadaan tidur terlentang.
c. Palpasi
Nyeri tekan pada tungkai kanan terutama pada daerah dekat dengan incisi.
d. Perkusi
Tidak dilakukan
e. Auskultasi
Tidak dilakukan
f. Gerakan Dasar
1). Gerakan Pasif : gerakan yang dari anggota gerak dengan bantuan terapis,
2). Gerakan Aktif : gerakan yang dilakukan murni oleh pasien tanpa bantuan
dari terapis.
3). Gerakan melawan tahanan : gerakan yang dilakukan pasien secara aktif
3. Pemeriksan Spesifik
a). VDS
1. Nyeri diam : merupakan nyeri yang dirasakan oleh pasien ketika pasien
3. Nyeri tekan : merupakan nyeri yang dirasakan oleh pasien ketika pada
1. Flexor hip = 2-
2. Extentor hip = 2-
3. Abductor hip = 3-
4. Adductor hip = 3-
5. Flexor knee = 2-
6. Extensor knee = 2-
No Kemampuan fungsional T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 Makan 5 5 5 5 10 10
berdiri)
3 Kebersihan diri 0 0 5 5 5 5
4 Activitas toileting 5 5 5 10 10 10
5 Mandi 5 5 10 10 10 10
6 Berjalan dijalan yang datar 10 10 15 15 20 20
7 Berpakaian 10 10 10 10 10 10
8 Mengontrol BAB 10 10 10 10 10 10
9 Mengontrol BAK 10 10 10 10 10 10
Jumlah 60 60 85 85 95 95
Penilaian
100 : Mandiri
Impairment :
Functional Limitation :
Disability :
C. Program/Rencana Fisioterapi
Tujuan Fisioterapi :
- Mengurangi oedem
- Mengurangi nyeri
2. Tindakan Fisioterapi
a. Terapi latihan.
pengaruh langsung. Serat otot rangka dipersarafi oleh serat saraf yang
besar yang bermielin yang berasal dari interneuron besar pada kornu
anterior dari medulla spinalis, (Guyton, 2006). Adanya kontraksi otot yang
susunan saraf yang dikelilingi oleh isolator (myelin), yang diproduksi oleh
akibatnya masuknya ion natrium ke dalam sel saraf terhenti menjadi tidak
(guyton, 2006).
1. Pumping action.
2. Pasif movement.
patella.
7. Latihan berdiri.
9. General exercise.
3. Edukasi
d) Pasien diusahankan tidak melakukan hal yang berat dulu, tumpuan kaki
4. Rencana Evaluasi
e) Index Barthel.
D. Prognosis
E. Pembahasan Kasus
Seorang pasein berusia 32 tahun dengan kondisi post fraktur femur 1/3
distal dextra tertutup yaitu: (1) Nyeri tekan pada daerah operasi, (2) Bengkak
pada ankle, (4) keterbatasan lingkup gerak sendi tungkai kanan, (5) Penurunan
perkembangan yang cukup baik, berdasarkan data yang diperoleh dari T1 sampai
memberi tanda alami bahwa telah terjadi kerusakan jaringan. Dari hasil terakhir
didaptkan bahwa nyeri menurun, disini penulis akan membuat dalam bentuk
Grafik 1
8
7
6
5
Nyeri diam
4
Nyari tekan
3
Nyeri gerak
2
1
0
TO T1 T2 T3 T4 T5 T6
Penurunan tingkat nyeri dengan skala VDS dari T1 nyeri diam: 3, nyeri
tekan: 7, nyeri gerak: 6, T6 nyeri diam: 1, nyeri tekan: 2, nyeri gerak: 3. Nyeri
isometrik yang akan diikuti relaksasi otot dari teraktifasinya organ golgi pada saat
static contraction. Menurut Melszac dan Wall, latihan gerak aktif dan latihan
gerak pasif menyeimbangkan aktivitas stressor dan depressor pada jaringan yang
2. Antropometri (Bengkak)
operasi, sehigga terlepasnya jaringan plasma darah oleh vasodilatasi yang bersifat
local ke dalam jaringan namun tidak diimbangi oleh kontraksi otot secara optimal.
Dari hasil evaluasi terakhir didapatkan hasil bahwa bengkak berkurang maka
penulis membuat dalam bentuk tabel dan grafik penurunan bengkak sebagai
berikut.
Grafik 2
35
30
25 maleolus lateral
20 5 cm ke prox
15
10 cm ke prox
10
5 5 cm ke distal
0 10 cm ke distal
T1 T2 T3 T4 T5 T6
pumping action pembuluh balik vena sehingga aliran darah dan limfe lancer
mengalir kedaerah yang lebih proksimal dan elevasi akan membantu cairan
mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah sehingga bengkak akn
berkurang.
3. Lingkup Gerak Sendi
ini maka pasien akan membatasi gerakan-gerakan sehingga LGS akan terbatas.
Dari hasil evaluasi didapatkan adanya peningkatan dalam bentuk grafik sebagai
berikut :
Grafik 3.
60
50
Aktif Hip (S)
40 Aktif Hip (F)
30 Pasif Hip (S)
Pasif Hip (F)
20
Aktif Knee (S)
10
Pasif Knee (S)
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6
terapi passive movement dan active movement secara dini. Mencegah perlengketan
4. Kekuatan Otot
otomatis akan terbatas. Dalam jangka waktu yang lama hal ini berpengaruh pada
kekuatan otot, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot. Dari hasil evaluasi maka
didapatkan hasil adanya pengingkatan kekuatan otot dalam bentuk grafik sebagai
berikut:
Grafik 4.
3.5
fleksor hip
3
2.5
2 ekst ensor hip
1.5
1 addu ctor hip
0.5
0 abdu ctor hip
T1 T2 T3 T4 T4 T5 T6
Dilihat dari grafik diatas didapat adanya penigkatan kekuatan otot dari
pertama kali diterapi dengan hasil T1 flexsor hip: 2-, extensor hip: 2- abductor
hip:3- , adduktor hip:3- , flexor knee : 2-, extensor knee:2- , T6 flexor hip: 3 ,
extensor hip:2 , abduktor hip: 3 , adduktor hip:3 , flexor knee:2 , extensor knee:2.
data di atas, menujukkan adanya perubahan kearah perbaikan. Hal ini sesuai
dengan teori yang diungkapkan oleh (W.F. Ganon, 1995). Bahwa dengan terapi
latihan secara aktif dapat menigkatkan kekuatan otot. Karena suatu gerakan pada
tubuh selalu dikuti kontraksi otot, kotraksi otot tergantung dari banyaknya motor
unit yang terangsang. Dengan demikian kekuatan otot dan daya tahan otot
menjadi meningkat.
5. Kemampuan Aktivitas Fungsional
Garafik 6
100
kontrol BAK
80 kontrol BAB
60 berpakaian
40 berjalan
20 mandi
0 toileting
T1 T2 T3 T4 T5 T6 kebersihan diri
pertama kali terapi nilai 60 yang berarti ketergantungan berat, menjadi 95 berarti
fungsional seperti makan, minum, memakai baju, kemampuan jalan atau aktivitas
perwatan diri, baik secara mandiri maupun dibantu orang lain. Digunakan indeks
A. Kesimpulan
Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat diambil kesimpulan bahwa fraktur
femur 1/3 distal dextra, banyak terjadi dan sering dialami oleh seseorang baik
remaja dan usia lanjut. Fraktur ini dapat disebabkan oleh karena trauma secara
langsung maupun tidak langsung. Tindakan operasi orif dengan internal fiksasi
berupa pemasangan plate and screw adalah suatu tindakan operatif yang
Dengan gerakan lebih awal permasalahan akibat operasi ini dapat diminimalkan.
oedema, penurunan lingkup gerak sendi panggul dan lutut serta penurunan
Keberhasilan terapi yang diberikan selama 6 kali terapi didapatkan hasil sebagai
timbul nyeri), nyeri gerak T1 : 6 (nyeri berat), T6 : 3 (nyeri ringan), nyeri tekan T1:
7 (nyeri tak tertahankan), T6 : 2(tidak timbul nyeri), (2) lingkup gerak sendi
(LGS) T1: aktif hip kanan S:0-0-5, F:0-0-5, pasif hip kanan, S:0-0-25, F:0-0-15,
T6 aktif hip kanan S:15-0-45, F:40-0-20, T1 knee kanan S:0-0-15, pasif knee
kanan S:0-0-35, T6 aktif knee kanan S:0-0-30, pasif knee kanan S:0-0-60, (3)
Manual mascle testing (MMT) nilai kekuatan otot meningkat T1 flexsor hip: 2,
abduktor hip: 3-, adduktor hip: 3-, flexsor knee : 2-, extensor knee: 2-, T6 flexsor
hip: 3, extensor hip: 2, abduktor hip: 3, adduktor hip: 3, flexor knee: 3, extensor
dalam aktifitas sehari-hari pasien sudah dapat berjalan dengan alat bantu walker
B. Saran
Fraktur femur 1/3 distal dextra post operasi ORIF dengan pemasangan
plate and screw tersebut, telah teridentifikasi dan terinterpretasi masalah baru
NWB (non weight bearing) yang kemudian diteruskan dengan PWB (parsial
weight bearing) pasien dapat menapak kaki tidak penuh, setelah dapat menapak
adanya kerjsama antara fisioterapi, keluarga dan penderita. karena itu hendaknya
dengan fisioterapi dan pasien dianjurkan untuk berlatih sesuai dengan yang
Bhon Stafleu Van Loghum. (1990). Pemeriksaan alat pengerak tubuh. Cetakan
Kedua. Houten. Belanda.
Chusid, J.G. (1993) Neurologi Korelatif dan Neurologi Functional. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Dorland. (1995). Kamus Kedokteran. Edisi 26. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
J,N. Anton. (1996) Kapita Selekta Troumatologik dan Orthopedic, Edisi Ketiga.
Penerbit buku kedokteran EGC.Jakarta Hal 35-37.
Kapanji, LA. (1997). The physiologi of the joint. Edition 5, Gruchill Livingtone,
Endinburg London, Melbourne and New York.
Kotlle dalam Krusen, Frank, W.et.al.(1991), Hand Book at Physical medicine and
Rehabilitation.W.B. Sanders. Phyladelpia.
Mardiman, Sri. dkk,(1998), Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional
Fisioterapi Komprehensip Pada Nyeri. Surakarta.
Melzack and will: Diedit oleh Slamet Parjoto, (1996), Pelatihan Penatalaksanaan
Komprehensip Pada Nyeri. Surakarta.
Putz and Pabst, (2005), Atlas Anatomi Manusia,Edisi 21, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Spalteholz, wenner and rudofl spanner, (1985). Atlas Anatomi Manusia, Edidisi 5,
Penerbit EGC, Jakarta.
Wesner Kolle, (1995). Atlas dan buku Teks Anatomi Manusia, EGC, Jakarta.