Chapter 3
Behavioral Concepts from Psychology and Social Psychology
Oleh:
OLIN MEISA LUDIPA
2016
Chapter III
konsep keperilakuan dari pisikologi dan pisikologi sosial
ATTITUDES (SIKAP)
Sikap adalah kecenderungan yang berasal dari proses belajar untuk berekasi secara
konsisten baik dengan cara yang disukai (favorable) maupun tidak disukai (unfavorable)
terhadap obyek sikap yang bisa berupa orang, benda, ide ataupun kejadian.
Dari definisi tersebut perlu diperhatikan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan
untuk merespon bukannya respon itu sendiri. Sikap bukanlah perilaku. Sikap lebih
menggambarkan kesiapan untuk bertindak atau berperilaku. Jadi sikap menggerakkan dan
mengarahkan perilaku.
Sikap berasal dari proses belajar, dibangun dengan baik dan sulit untuk diubah.
Seseorang dapat mempelajari sikap dari pengalaman pribadi, orang tua, teman sebaya dan
kelompok sosial. Ketika sudah dipelajari, sikap akan menjadi bagian dari kepribadian
seseorang. Kalau sikap terjadi dalam waktu lama dan konsisten akan membentuk perilaku.
Akuntan keperilakuan berkepentingan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai
sikap untuk memahami dan meramalkan perilaku. Akuntan keperilakuan mungkin
berkepentingan dalam sikap pekerja terhadap paket kompensasi yang diusulkan, sikap
auditor internal terhadap pengenalan paket software yang baru dan sikap konsumen
terhadap perubahan kemasan produk.
Komponen-komponen Sikap
Sikap mempunyai 3 komponen, yaitu:
1. Komponen kognitif, terbentuk dari gagasan, persepsi dan kepercayaan yang dimiliki
mengenai obyek sikap. Selain itu komponen kognitif juga berkaitan dengan informasi
yang dimiliki mengenai obyek sikap dan stereotip atau generalisasi yang mungkin
dibuat.
2. Komponen emosional atau afektif, merujuk pada perasaan yang dimiliki terhadap
obyek sikap. Perasaan postif meliputi rasa menyukai, respek atau empati. Perasaan
negatif meliputi tidak menyukai, takut atau benci.
3. Komponen keperilakuan, berkenaan dengan bagaimana rekasi seseorang terhadap
obyek sikap.
MOTIVASI
Motivasi adalah proses untuk memulai tindakan yang berguna. Ini adalah kunci
untuk memprakarsai, mengendalikan, meneruskan dan mengarahkan perilaku. Motivasi
juga berkaitan dengan reaksi subyektif yang terjadi selama proses ini.
Motivasi adalah konsep penting untuk akuntan keperilakuan karena efektifitas
perusahaan tergantung pada kinerja pegawai sebagaimana yang diharapkan. Manajer dan
akuntan keperilakuan harus memotivasi pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
level yang diharapkan sehingga tujuan organisasi tercapai. Motif adalah proses tunggal
yang memicu proses motivasi.
Need Theory (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang sangat dikenal adalah Hirarki Kebutuhan Maslow. Teori ini
beranggapan bahwa orang-orang termotivasi oleh keinginannya untuk memenuhi
kelompok urutan hirarki kebutuhan: kebutuhan fisiologis dasar (makanan, udara, seksual);
kebutuhan keamanan (keamanan fisk dan fisiologis); kebutuhan sosial dan belongingness
(persahabatan, cinta); kebutuhan penghargaan (kehormatan diri, pengakuan, kekuasaan dan
status); serta kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut Teori Maslow, setelah seseorang memenuhi kebutuhan di urutan yang
lebih rendah, maka kebutuhan di urutan yang selanjutnya menjadi penting untuk
mengarahkan perilaku. Ketika suatu kebutuhan telah terpenuhi maka sudah tidak bisa
menjadi motivator lagi.
Konsep hirarki kebutuhan tidak didukung dengan baik oleh penelitian empiris. Ini
karena di Amarika kebutuhan dasar kebanyakan orang telah terpenuhi, banyak yang
mempertanyakan mengenai gagasan pemisahan struktur kebutuhan manusia yang
kompleks ke dalam urutan hirarkis dan juga teori ini tidak membolehkan adanya prediksi
terhadap perilaku.
Di samping kelemahan-kelemahan tersebut, Teori Kebutuhan Maslow sangat
penting untuk diketahui oleh manajer dan akuntan keperilakuan karena perhatian utamanya
pada kebutuhan individual dan mengakui bahwa insentif yang sama mungkin tidak
memenuhi kebutuhan setiap orang.
The ERG Concept merupakan perbaikan dari hirarki kebutuhan. Ia mengemukakan
tiga kategori kebutuhan: existence (keinginan fisik dan materi); relatedness (persahabatan,
belonging); dan growth (pengembangan diri dan self-fulfillment). Konsep ini berbeda dari
Hirarki Kebutuhan Maslow, dimana tidak ada urutan kebutuhan, dan meskipun suatu
kebutuhan telah terpenuhi tetapi masih bisa menjadi motivator yang dominan.
Teori kebutuhan ketiga dari motivasi adalah McClelland's Need-for-Achievement
Theory (Teori Kebutuhan atas Pencapaian McClelland), yang beranggapan bahwa semua
motif – termasuk kebutuhan akan penghargaan – dipelajari. Sehingga, waktu yang tepat
untuk membangun motif ini adalah selama masa kanak-kanak ketika masih
memungkinkan pembelajaran struktur, sehingga anak tersebut akan meningkatkan
harapannya dan membangun kebiasaan bekerja untuk mencapai harapan tersebut.
Teori Dua Faktor Hezberg terfokus pada dua set hasil yang akan diperoleh dari
kerja: yang berhubungan dengan job satisfaction (motivators) dan yang berhubungan
dengan job dissatisfaction (hygiene factors). Motivators, berkaitan dengan kepuasan dari
pekerjaan, seperti promosi, pengakuan, tanggung jawab, kerja itu sendiri dan potensi untuk
aktualisasi diri. Hygiene factors, berkaitan dengan keadaan atau suasana kerja, atau
lingkungan dimana pekerjaan dilakukan, termasuk keamanan kerja, gaji, kebijakan
perusahaan, kondisi kerja dan hubungan personal di tempat kerja.
Teori ini beranggapan bahwa motivators berkaitan dengan job satisfaction tetapi
tidak dengan job dissatisfaction dan hygiene factors berkaitan dengan job dissatisfaction
tetapi tidak dengan job satisfaction. Jadi, karyawan termotivasi denan hal-hal seperti
penghargaan dan promosi di perusahaan. Kenaikan gaji tidak akan memotivasi, tetapi
hanya akan mencegah job dissatisfaction.
Expectancy Theory (Teori Pengharapan)
Teori Pengharapan dari motivasi berasumsi bahwa level motivasi untuk melakukan
suatu pekerjaan tergantung pada kepercayaan yang dimiliki mengenai struktur hasil yang
diperoleh dari pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, motivasi terjadi ketika seseorang
mengharapkan untuk memperoleh hasil yang nyata dari pekerjaan yang dilakukan.
Secara umum, motivasi adalah hasil dari pengharapan, instrumentality dan valensi.
Pengharapan berkaitan dengan kemungkinan yang dirasakan bahwa tindakan spesifik akan
menghasilkan penghasilan yang spesifik. Valensi adalah kekuatan dari keinginan
seseorang untuk memperoleh penghasilan yang nyata. Instrumentality berkaitan dengan
efek yang dihasilkan oleh suatu penghasilan pada penghasilan di masa yang akan datang.
Teori ini membedakan antara penghargaan (reward) intrinsik dengan penghargaan
ekstrinsik. Penghargaan intrinsik berasal dari dalam diri dan dihasilkan dari melakukan
pekerjaan itu sendiri, yaitu meliputi perasaan berprestasi yang mungkin didapat dari
melakukan pekerjaan dengan baik atau perasaan puas yang didapat ketika suatu proyek
dapat diselesaikan dengan sukses. Penghargaan ekstrinsik meliputi gaji, penghargaan,
keamanan kerja dan promosi, yang menunjukkan hasil dari pekerjaan. Teori ini
menganggap bahwa motivasi adalah fungsi dari penghargaan intrinsik dan penghargaan
ekstrinsik.
PERSEPSI
Persepsi adalah bagaimana seseorang melihat dan menilai suatu kejadian, obyek
dan orang. Seseorang bertindak dengan dasar persepsi mereka tanpa menghiraukan apakah
persepsi tersebut menggambarkan realita secara akurat atau tidak. Pada kenyataannya,
realita adalah persepsi yang diinginkan oleh masing-masing orang. Seseorang mungkin
mendeskripsikan realita jauh berbeda dari deskripsi orang lainnya. Definisi formal dari
persepsi adalah proses pemilihan, pengadaan dan penginterpretasian stimulus sehingga
menjadi gambaran yang berarti dan logis mengenai dunia.
Manajer dan akuntan keperilakuan harus membangun persepsi yang akurat
mengenai orang-orang yang berhubungan dengannya. Akuntan keperilakuan perlu untuk
mengetahui mengenai persepsi karena persepsi yang membentuk gagasan dan sikap yang
mempengaruhi perilaku. Jika pekerja yang potensial merasa kebijakan promosi dan
kompensasi perusahaan itu wajar, maka orang itu akan senang bergabung dengan
perusahaan dan menjadi pekerja yang terpuaskan. Jika kebijakan dirasa tidak adil maka
pekerja yang prospektif akan bergabung dengan perusahaan lain atau produktifitasnya
tidak optimal.
Physical Stimuli Versus Individual Predispositions
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda mengenai dunia karena persepsi
tergantung pada physical stimuli dan individual predispositions. Physical stimuli (stimulus
psikis) adalah masukan sensor mentah seperti penglihatan, suara dan sentuhan. Individual
predispositions (kecenderungan individual) meliputi motif, kebutuhan, sikap, past-learning
dan harapan. Persepsi bisa berbeda antara orang yang satu dengan yang lain karena
penerima rangsangan, yaitu seorang individu, berfungsi secara berbeda, tetapi terutama
karena perbedaan kecenderungan. Jdi, satu kebijakan perusahaan akan dirasa berbeda bagi
pekerja produksi, manajer menengah dan manajemen puncak.
Empat faktor lain yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah
familiarity, feelings, importance dan emotions. Pada umumnya orang menerima obyek
yang dikenal lebih cepat daripada obyek atau orang yang tidak dikenal. Perasaan orang
terhadap obyek atau orang lain juga menyebabkan persepsi. Ada kepentingan bagi
seseorang untuk mencari lebih banyak informasi mengenai obyek yang menurut perasaan
mereka sangat positif atau negatif. Sama halnya dengan semakin penting seseorang atau
suatu obyek maka semakin banyak informasi yang dicari.
Pada akhirnya, keadaan emosional dapat menyebabkan persepsi. Persepsi mungkin
berbeda tergantung pada apakah kita sedang mengalami hari yang baik atau hari yang
buruk, apakah kita merasa senang atau dalam keadaan depresi.
PEMBELAJARAN
Pola pemikiran dan perilaku yang dibawa oleh seseorang pada lingkungan kerjanya
merefleksikan pengalaman, persepsi dan motivasi pribadinya. Pola perilaku seperti itu
mungkin tidak sesuai untuk perusahaan. Untuk itu, akunyan keperilakuan harus tahu
mengenai prinsip-prinsip teori pembelajaran dalam rangka memperbaiki persepsi pekerja
dan memodifikasi perilaku yang tidak sesuai.
Pembelajaran adalah proses yang harus dijalani agar suatu perilaku baru dapat
terbentuk. Ia terjadi sebagai hasil dari motivasi, pengalaman dan pengulangan respon
terhadap stimulus atau situasi yang nyata. Kombinasi dari motivasi, pengalaman dan
pengulangan terjadi dalam dua bentuk: classical conditioning dan operant conditioning.
Operant Conditioning
Dalam classical conditioning, stimulus netral diikuti oleh reward, yang
menghasilkan respon. Setelah beberapa kali pengulangan stimulus netral akan
mendapatkan hasil respon yang sama. Dalam operant conditioning, respon akan membawa
kepada reward. Prinsip pembelajaran telah diaplikasikan pada tujuan beberapa perusahaan.
Reinforcement dan feedback postif, dalam bentuk pengakuan, bonus dan reward yang lain,
telah digunakan untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi pergantian dan
kemangkiran. Kebijakan perusahaan harus memberikan reward kepada pekerja yang telah
berperilaku baik dan menghukum yang berperilaku tidak sesuai.
KEPRIBADIAN
Kepribadian berkaitan dengan karakteristik psikologis yang mengukur dan
merefleksikan bagaimana respon seseorang terhadap lingkungannya. Kepribadian adalah
inti dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung kensisten dan berlangsung terus-
menerus. Bagaimanapun juga, kepribadian dapat berubah. Kejadian penting dalam hidup
bisa mengubah kepribadian. Akuntan keperilakuan dapat melakukan kesepakatan secara
efektif dengan seseorang jika mereka memahami bagaimana kepribadian dikembangkan
dan bagaimana hal itu dapat berubah.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam perusahaan adalah untuk memprediksi
perilaku. Uji kepribadian mungkin dapat menilai siapa yang bekerja efektif dalam
pekerjaan yang penuh tekanan, siapa yang akan merespon kritik dengan baik, siapa yang
harus dipuji terlebih dahulu sebelum diberi tahu mengenai perilaku yang tidak diinginkan,
siapa yang berpotensi menjadi pemimpin, siapa yang suka bekerja di lingkungan kerja
yang mendukung, siapa yang suka tantangan dan lain sebagainya.
Simposium Nasional Akuntansi 18
Universitas Sumatera Utara, Medan 16-19 September 2015
Pengaruh Healthy Lifestyle, Role Ambiguity dan Role Conflict Terhadap Job Satisfaction
Dimediasi oleh Job Burnout dan Psychological Well-Being (Studi Empiris pada Auditor
Internal di Kementrian RI)
PUTRI RIZKIA
RESKINO
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Healthy lifestyle, role conflict dan role ambiguity tidak mempengaruhi job
burnout terhadap job satisfaction. ini mengindikasikan bahwa healthy
lifestyle, role conflict dan role ambiguity sebagai faktor yang tidak dominan
dalam menentukan kepuasan kerja auditor. Secara implisit healthy lifestyle
dan dapat meningkatkan job satisfaction selama auditor tersebut
mempraktekkan healthy lifestyle dalam kehidupan sehari-harinya. Secara
implisit juga, hal yang menarik dari hasil penelitian ini adalah auditor yang
mengalami role conflict mempengaruhi kepuasan kerja auditor (job
satisfaction).
Healthy lifestyle, role conflict dan role ambiguity tidak mempengaruhi
psychological well-being terhadap job satisfaction. ini mengindikasikan
bahwa healthy lifestyle, role conflict dan role ambiguity tidak dapat
mempengaruhi job satisfaction melalui psychological well-being. Hal ini
menunjukan bahwa tidak semua auditor yang menerapkan healthy lifestyle
dengan baik dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap
psychological well-beingnya dan pengaruhnya terhadap job satisfaction.
Tetapi secara implisit healthy lifestyle dapat mempengaruhi job satisfaction.
Begitu juga dengan auditor yang memiliki kekurangan cukup informasi
untuk menyelesaikan perannya, atau auditor tersebut mengalami
ketidaksesuaian antara permintaan dan komitmen suatu peran di sebuah
organisasi tentu saja tidak mempunyai pengaruh terhadap peningkatan
psychological well-being seorang auditor. Sementara psychological well-
being tidak berpengaruh signifikan terhadap job satisfaction.
7. Diskusikan future reaserch yang bisa dikebangkan lebih lanjut dari paper diatas !
manambah varabel lain yang berhubungan stress kerja dan populasi bisa di
ambil dari auditor ekternal dari kantor akuntan publik.
Membandigkan penelitian dengan Busy seaseon, karna auditor dihadapkan
dengan tuntutan deadline
Bagaimana stress kerja auditor internal di sektor pemerintahan dan sektor
publik
Jurnal BRIA
Vol 25.No.2. 2013
The Effects of Risk Preference and Loss Aversion on Individual Behavior under Bonus,
Penalty, and Combined Contract Frames
Alisa G. Brink
Virginia Commonwealth University
Frederick W. Rankin
Colorado State University
5. Evaluasi kontribusi paper tersebut, hubungkan dengan peneltian lain dibidang itu,
seberapa penting temuan dalam paper tersebut
Penelitian ini menunjukan bahwa partisipan lebih memilih kontrak dengan
memberikan bonus saja ini dapat membantu perusahaan dalam memnerikan
kontrak pada karyawan dengan meningkatkan tingkat kompensasi keseluruhan
kontrak tersebut untuk menarik minat karyawan dalam bekerja.
7. Future reaserch yang bisa dikebangkan lebih lanjut dari paper tersebut
Penelitian yang akan datang berpeluang menguji topik penelitian ini menggunakan
metode non-eksperimen untuk memperoleh validitas eksternal yang cukup tinggi.
Daftar Pustaka
Brink, Alisa G and Rankin, Freserick W. The Effects of Risk Preference and Loss Aversion
on Individual Behavior under Bonus, Penalty, and Combined Contract Frames.
Behavioral Reserch In Accounting Vol 25 No 2 2013 pp145-170
Rizkia, Putri dan Reskino., Pengaruh Healthy Lifestyle, Role Ambiguity dan Role Conflict
Terhadap Job Satisfaction Dimediasi oleh Job Burnout dan Psychological Well-
Being (Studi Empiris pada Auditor Internal di Kementrian RI).Jurnal Seminar
Nasional Akuntansi 18 No 13
Siegel, Gery dan Marconi., Helene Ramanauskas (1989). Behavioral Accounting. Ohio:
South- Westren Publishing Co.