Anda di halaman 1dari 19

BEHAVIORAL ACOUNTING RESEARCH

Chapter 3
Behavioral Concepts from Psychology and Social Psychology

Oleh:
OLIN MEISA LUDIPA

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

2016
Chapter III
konsep keperilakuan dari pisikologi dan pisikologi sosial

Faktor-faktor psikologis dan psikologis sosial yang berkaitan dengan akuntan


keperilakuan adalah sikap, motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian.

ATTITUDES (SIKAP)
Sikap adalah kecenderungan yang berasal dari proses belajar untuk berekasi secara
konsisten baik dengan cara yang disukai (favorable) maupun tidak disukai (unfavorable)
terhadap obyek sikap yang bisa berupa orang, benda, ide ataupun kejadian.
Dari definisi tersebut perlu diperhatikan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan
untuk merespon bukannya respon itu sendiri. Sikap bukanlah perilaku. Sikap lebih
menggambarkan kesiapan untuk bertindak atau berperilaku. Jadi sikap menggerakkan dan
mengarahkan perilaku.
Sikap berasal dari proses belajar, dibangun dengan baik dan sulit untuk diubah.
Seseorang dapat mempelajari sikap dari pengalaman pribadi, orang tua, teman sebaya dan
kelompok sosial. Ketika sudah dipelajari, sikap akan menjadi bagian dari kepribadian
seseorang. Kalau sikap terjadi dalam waktu lama dan konsisten akan membentuk perilaku.
Akuntan keperilakuan berkepentingan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai
sikap untuk memahami dan meramalkan perilaku. Akuntan keperilakuan mungkin
berkepentingan dalam sikap pekerja terhadap paket kompensasi yang diusulkan, sikap
auditor internal terhadap pengenalan paket software yang baru dan sikap konsumen
terhadap perubahan kemasan produk.

Komponen-komponen Sikap
Sikap mempunyai 3 komponen, yaitu:
1. Komponen kognitif, terbentuk dari gagasan, persepsi dan kepercayaan yang dimiliki
mengenai obyek sikap. Selain itu komponen kognitif juga berkaitan dengan informasi
yang dimiliki mengenai obyek sikap dan stereotip atau generalisasi yang mungkin
dibuat.
2. Komponen emosional atau afektif, merujuk pada perasaan yang dimiliki terhadap
obyek sikap. Perasaan postif meliputi rasa menyukai, respek atau empati. Perasaan
negatif meliputi tidak menyukai, takut atau benci.
3. Komponen keperilakuan, berkenaan dengan bagaimana rekasi seseorang terhadap
obyek sikap.

Kepercayaan, Opini, Nilai dan Kebiasaan


Konsep-konsep yang sangat berhubungan dengan sikap adalah kepercayaan, opini,
nilai dan kebiasaan. Secara luas,kepercayaan didefinisikan sebagai komponen kognitif
dari sikap. Kepercayaan mungkin didasarkan pada bukti ilmiah, prasangka atau intuisi.
Apakah kepercayaan itu sesuai atau tidak dengan kenyataan, tidak akan mempengaruhi
potensi dari kepercayaan untuk membentuk sikap atau perilaku. Seseorang dapat
mempunyai beberapa kepercayaan yang tidak saling berkaitan satu sama lain mengenai
suatu obyek sikap. Tidak perlu ada kesesuaian antara kepercayaan, sikap dan perilaku
dasar.
Opini dapat didefinisikan sebagai sinonim dari sikap dan kepercayaan. Secara
umum, opini lebih dipandang sebagai konsep yang terbatas daripada sikap. Seperti
kepercayaan, opini berhubungan dengan komponen kognitif dari sikap dan memberi
perhatian utama pada bagaimana seseorang menilai suatu obyek. Ketika penilaian menjadi
kenyataan, opini tiba pada akhir proses intelektual. Jika tidak, maka dibutuhkan dasar
kepercayaan atau bukti yang lebih kuat.
Nilai adalah tujuan hidup dan standar perilaku yang penting. Nilai adalah landasan
dan pandangan dasar yang menjadi orientasi bagi seseoramg untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi dan yang digunakan oleh orang-orang untuk membedakan mana yang bagus
dan bermanfaat serta mana yang jelek dan tidak sopan. Nilai akan mempengaruhi sikap
dan kemudian perilaku. Nilai adalah elemen yang paling penting dan pokok dalam
pembentukan sikap. Nilai lebih umum daripada sikap. Jika sikap berhubungan dengan
obyek spesifik seperti kebanyakan perusahaan, orang atau situasi, maka nilai tidak
berhubungan dengan obyek tunggal manapun.
Kebiasaan adalah pola-pola perilaku yang dilakukan secara tidak sadar, otomatis
dan berulang-ulang. Kebiasaan berbeda dari sikap dan sikap bukanlah perilaku.
Fungsi-Fungsi dari Sikap
Sikap mempunyai 4 fungsi utama, yaitu:
1. Pemahaman (Understanding)
Fungsi pemahaman atau pengetahuan membantu seseorang untuk memberikan arti atau
untuk memberi makna bagi situasi atau kejadian yang baru. Jadi, sikap membolehkan
seseorang untuk menilai situasi baru dengan cepat tanpa perlu mengumpulkan semua
informasi yang relevan mengenai situasi tersebut.
2. Pemenuhan Kebutuhan (Need Satisfaction)
Misalnya, seseorang cenderung membentuk sikap positif terhadap obyek yang
memenuhi kebutuhan mereka dan sikap negatif terhadap obyek yang menghalangi
kebutuhan mereka.
3. Pertahanan Diri (Ego Defense) Sikap dapat dikembangkan atau diubah untuk
melindungi seseorang dari kepercayaan dasar mengenai diri mereka atau dunia (untuk
menyatakan bahwa mereka itu benar).
4. Ekspresi Nilai (Value Expression)
Seseorang memperoleh kepuasan dengan mengekspresikan diri mereka sesuai dengan
sikap mereka. Sikap mungkin akan memberitahukan siapakah seseorang itu dan untuk
apa orang itu ada.

Pembentukan dan Perubahan Sikap


Pembentukan sikap merujuk pada pengembangan sikap terhadap obyek yang tidak
pernah ada atau terjadi sebelumnya. Perubahan sikap merujuk pada penggantian sikap
yang baru untuk suatu obyek yang pernah ada atau terjadi sebelumnya.
Sikap terbentuk dari dasar faktor psikologis, personal dan sosial. Faktor psikologis
dan genetis mungkin membentuk kecenderungan terhadap pengembangan beberapa sikap.
Cara yang paling pokok dalam pembentukan sikap adalah berdasarkan pengalaman
langsung dengan obyek. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dengan obyek, pengalaman traumatis dan pengembangan stereotip adalah contoh dari
faktor-faktor personal yang mempengaruhi pembentukan sikap. Kekuatan sosial yang
mempengaruhi pembentukan sikap antara lain pengaruh orang tua dan teman sebaya,
pengaruh sekolah, reference groups dan media massa.
Seringkali, manajer berkepentingan terhadap perubahan sikap orang-orang
sehingga menjadi perilaku yang menguntungkan.
Teori-teori Perubahan Sikap
· Stimulus - Response and Reinforcement Theories (Teori Respon – Stimulus dan
Penguatan)
Berdasarkan teori ini perubahan sikap terfokus pada bagaimana orang-orang merespon
stimulus tertentu. Respon biasanya akan diulang-ulang jika dirasa bermanfaat atau
menguntungkan. Teori ini memberikan perhatian lebih pada komponen stimulus daripada
respon.
· Social Judgement Theory (Teori Keputusan Sosial)
Teori ini menganggap bahwa perubahan perilaku itu merupakan hasil perubahan dari
bagaimana orang memandang suatu obyek daripada perubahan kepercayaan mengenai
obyek itu sendiri. Teori ini memandang bahwa kita bisa membuat perubahan kecil pada
sikap individu jika kita tahu mengenai struktur sikap orang tersebut sebelumnya dan jika
kita menggunakan cara sedikit mengancam untuk membuat perubahan. Asumsi dasarnya
adalah bahwa usaha untuk membuat perubahan besar pada sikap biasanya akan mengalami
kegagalan karena banyaknya perubahan tidak akan sesuai untuk subyek. Tetapi perubahan
kecil pada sikap adalah mungkin jika kita mengetahui batasan perubahan yang bisa
diterima.
· Consistency and Dissonance Theory (Teori Konsistensi dan Ketidaksesuaian)
Beberapa teori perubahan sikap berasumsi bahwa orang mencoba untuk memelihara
konsistensi atau kesesuaian antara sikap dan perilaku mereka. Teori ini menekankan
pentingnya gagasan dan kepercayaan seseorang. Teori ini berpandangan bahwa perubahan
sikap adalah proses rasional dan kognitif bagi seseorang, ketika diketahui ada
ketidakkonsistenan antara sikap dan perilaku, sehingga termotivasi untuk memperbaiki
ketidakkonsistenan dengan mengubah salah satu diantara sikap atau perilaku. Asumsi
dasar bagi teori seperti ini adalah bahwa orang tidak bisa menoleransi ketidakkonsistenan.
Teori konsistensi menganggap bahwa hubungan antara sikap dan perilaku adalah
dalam keadaan seimbang jika tidak ada tekanan kognitif dalam sistem. Ketidaksesuaian
teori adalah variasi dari teori konsistensi. Teori ini menekankan pada hubungan antara
elemen-elemen kognitif. Ketidaksesuaian kognitif terjadi ketika seseorang mempunyai dua
pengertian yang bertentangan. Teori ini beranggapan bahwa ketidaksesuaian akan
memotivasi orang untuk mengurangi atau mengeliminasi ketidaksesuaian tersebut. Di sini
diasumsikan bahwa karena ketidaksesuaian secara psikologis biasanya tidak
menyenangkan, maka orang lbih memilih untuk menghindarinya. Ketidaksesuaian akan
berkurang dengan mengurangi jumlah atau kepentingan elemen-elemen ketidaksesuaian.
· Self-Perception Theory (Teori Persepsi Diri)
Teori Persepsi Diri beranggapan bahwa orang-orang mengembangkan sikap berdasarka
bagaimana mereka mengamati dan mengartikan perilaku mereka sendiri. Dengan kata lain,
teori ini menyatakan bahwa sikap tidak menetuka perilaku, tetapi lebih beranggapan
bahwa sikap terbentuk setelah perilaku terjadi, sehingga sikap akan konsisten dengan
perilaku. Berdasarkan teori ini, sikap akan berubah hanya setelah perilaku berubah.
Akuntan keperilakuan pertama kali harus mengubah perilaku, perubahan sikap akan
mengikuti.

MOTIVASI
Motivasi adalah proses untuk memulai tindakan yang berguna. Ini adalah kunci
untuk memprakarsai, mengendalikan, meneruskan dan mengarahkan perilaku. Motivasi
juga berkaitan dengan reaksi subyektif yang terjadi selama proses ini.
Motivasi adalah konsep penting untuk akuntan keperilakuan karena efektifitas
perusahaan tergantung pada kinerja pegawai sebagaimana yang diharapkan. Manajer dan
akuntan keperilakuan harus memotivasi pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
level yang diharapkan sehingga tujuan organisasi tercapai. Motif adalah proses tunggal
yang memicu proses motivasi.
Need Theory (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang sangat dikenal adalah Hirarki Kebutuhan Maslow. Teori ini
beranggapan bahwa orang-orang termotivasi oleh keinginannya untuk memenuhi
kelompok urutan hirarki kebutuhan: kebutuhan fisiologis dasar (makanan, udara, seksual);
kebutuhan keamanan (keamanan fisk dan fisiologis); kebutuhan sosial dan belongingness
(persahabatan, cinta); kebutuhan penghargaan (kehormatan diri, pengakuan, kekuasaan dan
status); serta kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut Teori Maslow, setelah seseorang memenuhi kebutuhan di urutan yang
lebih rendah, maka kebutuhan di urutan yang selanjutnya menjadi penting untuk
mengarahkan perilaku. Ketika suatu kebutuhan telah terpenuhi maka sudah tidak bisa
menjadi motivator lagi.
Konsep hirarki kebutuhan tidak didukung dengan baik oleh penelitian empiris. Ini
karena di Amarika kebutuhan dasar kebanyakan orang telah terpenuhi, banyak yang
mempertanyakan mengenai gagasan pemisahan struktur kebutuhan manusia yang
kompleks ke dalam urutan hirarkis dan juga teori ini tidak membolehkan adanya prediksi
terhadap perilaku.
Di samping kelemahan-kelemahan tersebut, Teori Kebutuhan Maslow sangat
penting untuk diketahui oleh manajer dan akuntan keperilakuan karena perhatian utamanya
pada kebutuhan individual dan mengakui bahwa insentif yang sama mungkin tidak
memenuhi kebutuhan setiap orang.
The ERG Concept merupakan perbaikan dari hirarki kebutuhan. Ia mengemukakan
tiga kategori kebutuhan: existence (keinginan fisik dan materi); relatedness (persahabatan,
belonging); dan growth (pengembangan diri dan self-fulfillment). Konsep ini berbeda dari
Hirarki Kebutuhan Maslow, dimana tidak ada urutan kebutuhan, dan meskipun suatu
kebutuhan telah terpenuhi tetapi masih bisa menjadi motivator yang dominan.
Teori kebutuhan ketiga dari motivasi adalah McClelland's Need-for-Achievement
Theory (Teori Kebutuhan atas Pencapaian McClelland), yang beranggapan bahwa semua
motif – termasuk kebutuhan akan penghargaan – dipelajari. Sehingga, waktu yang tepat
untuk membangun motif ini adalah selama masa kanak-kanak ketika masih
memungkinkan pembelajaran struktur, sehingga anak tersebut akan meningkatkan
harapannya dan membangun kebiasaan bekerja untuk mencapai harapan tersebut.
Teori Dua Faktor Hezberg terfokus pada dua set hasil yang akan diperoleh dari
kerja: yang berhubungan dengan job satisfaction (motivators) dan yang berhubungan
dengan job dissatisfaction (hygiene factors). Motivators, berkaitan dengan kepuasan dari
pekerjaan, seperti promosi, pengakuan, tanggung jawab, kerja itu sendiri dan potensi untuk
aktualisasi diri. Hygiene factors, berkaitan dengan keadaan atau suasana kerja, atau
lingkungan dimana pekerjaan dilakukan, termasuk keamanan kerja, gaji, kebijakan
perusahaan, kondisi kerja dan hubungan personal di tempat kerja.
Teori ini beranggapan bahwa motivators berkaitan dengan job satisfaction tetapi
tidak dengan job dissatisfaction dan hygiene factors berkaitan dengan job dissatisfaction
tetapi tidak dengan job satisfaction. Jadi, karyawan termotivasi denan hal-hal seperti
penghargaan dan promosi di perusahaan. Kenaikan gaji tidak akan memotivasi, tetapi
hanya akan mencegah job dissatisfaction.
Expectancy Theory (Teori Pengharapan)
Teori Pengharapan dari motivasi berasumsi bahwa level motivasi untuk melakukan
suatu pekerjaan tergantung pada kepercayaan yang dimiliki mengenai struktur hasil yang
diperoleh dari pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, motivasi terjadi ketika seseorang
mengharapkan untuk memperoleh hasil yang nyata dari pekerjaan yang dilakukan.
Secara umum, motivasi adalah hasil dari pengharapan, instrumentality dan valensi.
Pengharapan berkaitan dengan kemungkinan yang dirasakan bahwa tindakan spesifik akan
menghasilkan penghasilan yang spesifik. Valensi adalah kekuatan dari keinginan
seseorang untuk memperoleh penghasilan yang nyata. Instrumentality berkaitan dengan
efek yang dihasilkan oleh suatu penghasilan pada penghasilan di masa yang akan datang.
Teori ini membedakan antara penghargaan (reward) intrinsik dengan penghargaan
ekstrinsik. Penghargaan intrinsik berasal dari dalam diri dan dihasilkan dari melakukan
pekerjaan itu sendiri, yaitu meliputi perasaan berprestasi yang mungkin didapat dari
melakukan pekerjaan dengan baik atau perasaan puas yang didapat ketika suatu proyek
dapat diselesaikan dengan sukses. Penghargaan ekstrinsik meliputi gaji, penghargaan,
keamanan kerja dan promosi, yang menunjukkan hasil dari pekerjaan. Teori ini
menganggap bahwa motivasi adalah fungsi dari penghargaan intrinsik dan penghargaan
ekstrinsik.

PERSEPSI
Persepsi adalah bagaimana seseorang melihat dan menilai suatu kejadian, obyek
dan orang. Seseorang bertindak dengan dasar persepsi mereka tanpa menghiraukan apakah
persepsi tersebut menggambarkan realita secara akurat atau tidak. Pada kenyataannya,
realita adalah persepsi yang diinginkan oleh masing-masing orang. Seseorang mungkin
mendeskripsikan realita jauh berbeda dari deskripsi orang lainnya. Definisi formal dari
persepsi adalah proses pemilihan, pengadaan dan penginterpretasian stimulus sehingga
menjadi gambaran yang berarti dan logis mengenai dunia.
Manajer dan akuntan keperilakuan harus membangun persepsi yang akurat
mengenai orang-orang yang berhubungan dengannya. Akuntan keperilakuan perlu untuk
mengetahui mengenai persepsi karena persepsi yang membentuk gagasan dan sikap yang
mempengaruhi perilaku. Jika pekerja yang potensial merasa kebijakan promosi dan
kompensasi perusahaan itu wajar, maka orang itu akan senang bergabung dengan
perusahaan dan menjadi pekerja yang terpuaskan. Jika kebijakan dirasa tidak adil maka
pekerja yang prospektif akan bergabung dengan perusahaan lain atau produktifitasnya
tidak optimal.
Physical Stimuli Versus Individual Predispositions
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda mengenai dunia karena persepsi
tergantung pada physical stimuli dan individual predispositions. Physical stimuli (stimulus
psikis) adalah masukan sensor mentah seperti penglihatan, suara dan sentuhan. Individual
predispositions (kecenderungan individual) meliputi motif, kebutuhan, sikap, past-learning
dan harapan. Persepsi bisa berbeda antara orang yang satu dengan yang lain karena
penerima rangsangan, yaitu seorang individu, berfungsi secara berbeda, tetapi terutama
karena perbedaan kecenderungan. Jdi, satu kebijakan perusahaan akan dirasa berbeda bagi
pekerja produksi, manajer menengah dan manajemen puncak.
Empat faktor lain yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah
familiarity, feelings, importance dan emotions. Pada umumnya orang menerima obyek
yang dikenal lebih cepat daripada obyek atau orang yang tidak dikenal. Perasaan orang
terhadap obyek atau orang lain juga menyebabkan persepsi. Ada kepentingan bagi
seseorang untuk mencari lebih banyak informasi mengenai obyek yang menurut perasaan
mereka sangat positif atau negatif. Sama halnya dengan semakin penting seseorang atau
suatu obyek maka semakin banyak informasi yang dicari.
Pada akhirnya, keadaan emosional dapat menyebabkan persepsi. Persepsi mungkin
berbeda tergantung pada apakah kita sedang mengalami hari yang baik atau hari yang
buruk, apakah kita merasa senang atau dalam keadaan depresi.

Seleksi, Organisasi, Suatu Interpretasi dari Stimulus


Persepsi adalah proses dimana kita menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan
stimulus. Kita hanya dapat merasakan sebagian kecil dari seluruh stimulus to which we are
exposed. Jadi, secara sengaja atau tidak kita memilih apa yang kita rasakan. Sehingga, kita
berkonsentrasi atau mengambil beberapa hal dan mengabaikan yang lain. Biasanya kita
memilih untuk mempersepsikan hal-hal yang kita rasakan menarik dan penting. Apa yang
kita pilih tergantung pada sifat dasar stimulus, harapan dan motif kita. Sifat dasar stimulus
termasuk faktor seperti keadaan fisik, desain, perbedaan dengan stimulus lain, dan brand
names. Harapan berdasar pada pengalaman dan kondisi kita sebelumnya.
Orang biasanya mencari stimulus yang simpatik dan menyenangkan dan menjauhi
stimulus yang menyiksa dan mengancam. Mereka mungkin menghapus informasi yang
tidak konsisten dengan kepercayaan yang ada untuk melindungi diri mereka dari stimulus
yang terlalu banyak.
Orang mengatur stimulus ke dalam kelompok dan merasakannya sebagai kesatuan
yang utuh. Jika informasi yang ada tidak lengkap, maka orang tersebut akan mengisi
kekurangan itu dan selanjutnya bersikap seolah mereka telah mendapatkan informasi yang
lengkap mengenai situasi tersebut. Penilaian persepsi tergantung pada pengalaman
sebelumnya, dan keanggotaan kelompok sosial. Jika stimulus dirasakan ambigu, orang
akan mengartikannya secara konsisten dengan kebutuhan, kesukaan dan sikap mereka.
Persepsi berubah oleh stereotip yang diterima, informasi yang andal dari sumber
yang terpercaya, tergantung pada kesan pertama, dan menuju pada kesimpulan. Persepsi
juga mungkin berubah karena kesalahan logis dimana kesan utama mengenai seseorang
hanya didasarkan pada karakteristik yang diketahui.
Berhubungan dengan kesalahan logis dalam persepsi adalah efek halo, dimana kita
mengeneralisasikan dari satu set kualitas menjadi set kualitas yang nonrelevan. Pertahanan
perseptual timbul karena orang-orang tidak ingin persepsinya terbukti salah. Jadi orang-
orang mungkin mengabaikan atau menghapus informasi yang menyebabkan timbulnya
pertanyaan pada persepsi yang ada.

Relevansi Persepsi Bagi Akuntan


Akuntan keperilakuan dapat mengaplikasikan pengetahuan mengenai persepsi
terhadap beberapa aktivitas organisasi, misalnya dalam penilaian kinerja dan pemilihan
pekerja. Selalu ada risiko dalam pembuatan keputusan bisnis. Keputusan yang dibuat oleh
manajer mungkin tergantung pada risiko yang mungkin diterima dan toleransinya terhadap
risiko tersebut.
Biasanya, perbedaan persepsi dapat menyebabkan masalah komunikasi dalam
perusahaan. Persepsi yang salah juga mungkin memicu ketegangan dalam hubungan
interpersonal di tengah kerja.

PEMBELAJARAN
Pola pemikiran dan perilaku yang dibawa oleh seseorang pada lingkungan kerjanya
merefleksikan pengalaman, persepsi dan motivasi pribadinya. Pola perilaku seperti itu
mungkin tidak sesuai untuk perusahaan. Untuk itu, akunyan keperilakuan harus tahu
mengenai prinsip-prinsip teori pembelajaran dalam rangka memperbaiki persepsi pekerja
dan memodifikasi perilaku yang tidak sesuai.
Pembelajaran adalah proses yang harus dijalani agar suatu perilaku baru dapat
terbentuk. Ia terjadi sebagai hasil dari motivasi, pengalaman dan pengulangan respon
terhadap stimulus atau situasi yang nyata. Kombinasi dari motivasi, pengalaman dan
pengulangan terjadi dalam dua bentuk: classical conditioning dan operant conditioning.

Classical Conditioning (Pavlov's Dog)


Berdasarkan penelitian Pavlov, anjing akan meneteskan air liur tidak hanya ketika
diletakkan makanan di moncongnya, tetapi juga ketika ia melihat makanan. Makanan
adalah stimulus yang tidak dikondisikan yang menyebabkan perilaku refleks terjadi.
Perilaku yang tidak dikondisikan tidak dipelajari.
Dalam eksperimennya, Pavlov membunyikan bel terlebih dahulu baru kemudian
memberi makanan kepada anjing tersebut. Pertama kali, anjing hanya mengeluarkan air
liur ketika makanan disajikan. Tetapi setelah percobaan tersebut diulang, anjing itu selalu
mengeluarkan air liur ketika bel dibunyikan. Dalam kasus ini, suara bel (stimulus) diikuti
oleh respon yang tidak dikondisikan. Respon yang tidak dikondisikan adalah sesuatu yang
dipelajari. Hubungan antara stimulus dan respon yang tidak dikondisikan disebut classical
conditioning.

Operant Conditioning
Dalam classical conditioning, stimulus netral diikuti oleh reward, yang
menghasilkan respon. Setelah beberapa kali pengulangan stimulus netral akan
mendapatkan hasil respon yang sama. Dalam operant conditioning, respon akan membawa
kepada reward. Prinsip pembelajaran telah diaplikasikan pada tujuan beberapa perusahaan.
Reinforcement dan feedback postif, dalam bentuk pengakuan, bonus dan reward yang lain,
telah digunakan untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi pergantian dan
kemangkiran. Kebijakan perusahaan harus memberikan reward kepada pekerja yang telah
berperilaku baik dan menghukum yang berperilaku tidak sesuai.

KEPRIBADIAN
Kepribadian berkaitan dengan karakteristik psikologis yang mengukur dan
merefleksikan bagaimana respon seseorang terhadap lingkungannya. Kepribadian adalah
inti dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung kensisten dan berlangsung terus-
menerus. Bagaimanapun juga, kepribadian dapat berubah. Kejadian penting dalam hidup
bisa mengubah kepribadian. Akuntan keperilakuan dapat melakukan kesepakatan secara
efektif dengan seseorang jika mereka memahami bagaimana kepribadian dikembangkan
dan bagaimana hal itu dapat berubah.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam perusahaan adalah untuk memprediksi
perilaku. Uji kepribadian mungkin dapat menilai siapa yang bekerja efektif dalam
pekerjaan yang penuh tekanan, siapa yang akan merespon kritik dengan baik, siapa yang
harus dipuji terlebih dahulu sebelum diberi tahu mengenai perilaku yang tidak diinginkan,
siapa yang berpotensi menjadi pemimpin, siapa yang suka bekerja di lingkungan kerja
yang mendukung, siapa yang suka tantangan dan lain sebagainya.
Simposium Nasional Akuntansi 18
Universitas Sumatera Utara, Medan 16-19 September 2015

Pengaruh Healthy Lifestyle, Role Ambiguity dan Role Conflict Terhadap Job Satisfaction
Dimediasi oleh Job Burnout dan Psychological Well-Being (Studi Empiris pada Auditor
Internal di Kementrian RI)
PUTRI RIZKIA
RESKINO
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Identifikasi Masalah dalam penelitian


Setiap karyawan yang bekerja pada suatu organisasi menginginkan tingkatkepuasan
kerja (Job Satisfaction). Tingkat kepuasan kerja akan menghasilan kerja yang
optimal. Profesi auditor yang mempunyai tingkat kepercayaan dari masyarakat
memberikan stress yang berdampak pada burnout dan sikap positif (Psycological
well-being) terhadap pekerjaanya. Salah satu solusi yang belum banyak dikaji oleh
bidang akuntansi prilaku berkaitan dengan stress kerja yaitu Healty Life style. Karna
masih ada penelitian yang berkaitan dengan role stress terhadap hasil kerja auditor
yang tidak konsisten maka peneliti dalam paper ini ingin menguji kembali dan
melihat hasilnya jika dihubungkan dengan healty life style

2. Identifikasi spesifik question yang ingin dijawab dalam paper


1. Sejauh mana healthy lifestyle dan role ambiguity berpengaruh terhadap job
satisfaction?
2. Sejauh mana healthy lifestyle, role ambiguity, dan role conflict
mempengaruhi job burnout dan pengaruhnya terhadap job satisfaction?
3. Sejauh mana healthy lifestyle, role ambiguity, dan role conflict
mempengaruhi psychological well-being dan pengaruhnya terhadap job
satisfaction?

3. Metode penelitian yang digunkan dan seberapa jauh metode tersebut


memungkinkan peneliti untuk memecahkan masalah yang ada
 Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer, dimana
pengumpulan data yang dilakukan dalam paper ini yaitu menggunakan
kuisioner berskala yang ini diukur menggunakan instrumen yang
dikembangkan Rizzo et al., pada tahun 1970, dengan skala like likert 1 – 5
dari 5 (sangat setuju), 4 (setuju), 3 (netral), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak
setuju).
 Responden penelitian berjumlah 150 auditor internal di 11 kementrian RI
yang berada di DKI Jakarta pada tahun 2015
 Teknis analisis data yang digunakan untuk mengelola data yang telah
didapat yaitu metode analisis data kuantitatif. Sedangkan alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik Deskriptif dan
structural equation model (SEM).

4. Hasil dan simpulan yang di sajikan


Dari penelitian ini didapatkan hasil yaitu:
 Healthy lifestyle berpengaruh signifikan terhadap job satisfaction akan
tetapi role ambiguity tidak berpengaruh signifikan terhadap job satisfaction.
ini mengindikasikan bahwa seorang auditor yang mempertahankan healthy
lifestyle dengan melakukan program latihan fisik secara teratur, kebiasaan
tidur yang baik, dan membatasi diri dari kelebihan konsumsi produk
alkohol dan tembakau merupakan cara auditor untuk menghasilkan
kepuasan kerja (job satisfaction) yang baik. Healthy lifestyle yang baik di
harapkan dapat membantu pekerjaan auditor sehari-hari dan menciptakan
kepuasan kerja. Seorang auditor banyak mengalami ketidakjelasan peran
(role ambiguity) di dalam sebuah organisasi juga tidak dapat mewujudkan
kepuasan kerja (job satisfaction).

 Healthy lifestyle, role conflict dan role ambiguity tidak mempengaruhi job
burnout terhadap job satisfaction. ini mengindikasikan bahwa healthy
lifestyle, role conflict dan role ambiguity sebagai faktor yang tidak dominan
dalam menentukan kepuasan kerja auditor. Secara implisit healthy lifestyle
dan dapat meningkatkan job satisfaction selama auditor tersebut
mempraktekkan healthy lifestyle dalam kehidupan sehari-harinya. Secara
implisit juga, hal yang menarik dari hasil penelitian ini adalah auditor yang
mengalami role conflict mempengaruhi kepuasan kerja auditor (job
satisfaction).
 Healthy lifestyle, role conflict dan role ambiguity tidak mempengaruhi
psychological well-being terhadap job satisfaction. ini mengindikasikan
bahwa healthy lifestyle, role conflict dan role ambiguity tidak dapat
mempengaruhi job satisfaction melalui psychological well-being. Hal ini
menunjukan bahwa tidak semua auditor yang menerapkan healthy lifestyle
dengan baik dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap
psychological well-beingnya dan pengaruhnya terhadap job satisfaction.
Tetapi secara implisit healthy lifestyle dapat mempengaruhi job satisfaction.
Begitu juga dengan auditor yang memiliki kekurangan cukup informasi
untuk menyelesaikan perannya, atau auditor tersebut mengalami
ketidaksesuaian antara permintaan dan komitmen suatu peran di sebuah
organisasi tentu saja tidak mempunyai pengaruh terhadap peningkatan
psychological well-being seorang auditor. Sementara psychological well-
being tidak berpengaruh signifikan terhadap job satisfaction.

5. Evaluasi kontribusi paper,


Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan akan mampu memeberikan masukan
pada auditor agar dapat menegelola stress dalam bekerja dengan menerapkan
healtylife style, penelitian ini juga memberikan peran akuntansi prilaku dalam
mengatasi stress kerja khususnya seorang auditor yang banyak disoroti oleh
berbagai disiplin ilmu. Dan secara empiris mampu
 Untuk menguji apakah healthy lifestyle dan role ambiguity berpengaruh
terhadap job satisfaction.
 Untuk menguji apakah healthy lifestyle, role ambiguity, dan role conflict
mempengaruhi job burnout dan pengaruhnya terhadap job satisfaction.
 Untuk menguji apakah healthy lifestyle, role ambiguity, dan role conflict
mempengaruhi psychological well-being dan pengaruhnya terhadap job
satisfaction
6. Saran untuk memperbaiki paper tersebut
Penelitian ini dimasa mendatang diharapkan akan dapat menyajikan hasil penelitian
yang lebih baik lagi dengan adanya beberapa masukan mengenai beberapa hal
diantaranya:
 menggunakan alat analisis lain yaitu analisis faktor atau partial least square
(PLS), agar menghasilkan fakta baru. Dan mengetahui hubungan antar variabel
yang diteliti

7. Diskusikan future reaserch yang bisa dikebangkan lebih lanjut dari paper diatas !
 manambah varabel lain yang berhubungan stress kerja dan populasi bisa di
ambil dari auditor ekternal dari kantor akuntan publik.
 Membandigkan penelitian dengan Busy seaseon, karna auditor dihadapkan
dengan tuntutan deadline
 Bagaimana stress kerja auditor internal di sektor pemerintahan dan sektor
publik
Jurnal BRIA
Vol 25.No.2. 2013

The Effects of Risk Preference and Loss Aversion on Individual Behavior under Bonus,
Penalty, and Combined Contract Frames

Alisa G. Brink
Virginia Commonwealth University
Frederick W. Rankin
Colorado State University

1. Identifikasi Masalah dalam paper


Banyaknya sistem kompensasi yang gagal untuk memotivasi level manajement
tingkat bawah untuk berbuat yang terbaik bagi pemegang saham sehingga banyak
perusahaan mendesain rencana kompensasi dengan memotong bonus dan sebagian
membuat pinalty untuk mencocokan antara kompensasi dan juga kineja
perusahaan.sehingga peneliti ingin membuat eksperimen yang dikontrol dengan
membuat lima macam kontrak kerja dan mengukur resiko dan pilihan keengganan
kerugian secara individual

2. Identifikasi spesifik question yang ingin dijawab dalam paper


Bagaimana reaksi individu terhadap kontrak kerja yang secara ekonomi setara dan
pemilihan resiko serta keenganaan kerugian terhadap kontrak yang dibingkai
berbeda dengan lima macam yaitu dengan bonus saja, penalti saja, kombinasi
bonus dan pinalti, clawback dengan bonus yang lebih besar dari pada pinalti yang
potensial didapat dan clawback dimana bonus lebih kecil dari pinalti yang potensial

3. Metode penelitian yang digunkan dalam paper


 Metode yang digunakan dalam paper ini yaitu experimental design.yang
terdiri dari 6 bagian/ tahapan esperimen dimana tiga tahapan pertama
mengukur pilihan individual terhadap resiko kehiilangan dan keengganan
kehilangan, pada tahap ke empat partisipan diminta memilih jenis kontrak
kerja, pada tahap kelima eksperimen ditutup dan menghitung pendapatn
yang diperoleh oleh partisipan, dan pada tahap akhir partisispan diminta
menjawab pertanyaan mengenai pemahaman akan eksperimen yang telah
dilakukan.
 Pengujian hipotesis menggunakan aplikasi komputer z-Tree Software
 Prtisipan dalam penelitian ini terdiri dari 156 mhasiswa, dimana 102
mahasiswa S1 dan 54 mahasiswa S2

4. Hasil dan simpulan yang di sajikan


Penelitian ini menunjukkan bahwa peserta lebih memilih kontrak dengan bonus-
saja untuk ekonomi setara dari pada kontrak dengan memberikan penalti, bonus
dan kombinasi penalti, atau kontrak clawback. Peneliti menemukan bahwa kontrak
yang dibingkai dengan hukuman clawback secara signifikan kurang menarik
dibandingkan kontrak penalti hanya bahkan setara ekonomis. Hasil ini memberikan
bukti bahwa mungkin ada konsekuensi yang tidak diinginkan terkait dengan
peningkatan pelaksanaan hukuman dan clawbacks.

5. Evaluasi kontribusi paper tersebut, hubungkan dengan peneltian lain dibidang itu,
seberapa penting temuan dalam paper tersebut
Penelitian ini menunjukan bahwa partisipan lebih memilih kontrak dengan
memberikan bonus saja ini dapat membantu perusahaan dalam memnerikan
kontrak pada karyawan dengan meningkatkan tingkat kompensasi keseluruhan
kontrak tersebut untuk menarik minat karyawan dalam bekerja.

6. Berikan saran untuk memperbaiki paper tersebut


Sebaiknya dalam penelitian ini juga deteliti bagaimana prilaku partisipan setelah
memilih kontrak dengan bonus/ kontrak dengan pinalty pada saat bekerja sehinga
didapat gambaran bagimana hubungan prilaku partisipan terhadap kontrak
yangdipilih sesuai dengan keingin mereka, apakah akan mempengaruhi kinerja atau
tidak.

7. Future reaserch yang bisa dikebangkan lebih lanjut dari paper tersebut
Penelitian yang akan datang berpeluang menguji topik penelitian ini menggunakan
metode non-eksperimen untuk memperoleh validitas eksternal yang cukup tinggi.
Daftar Pustaka

Brink, Alisa G and Rankin, Freserick W. The Effects of Risk Preference and Loss Aversion
on Individual Behavior under Bonus, Penalty, and Combined Contract Frames.
Behavioral Reserch In Accounting Vol 25 No 2 2013 pp145-170

Rizkia, Putri dan Reskino., Pengaruh Healthy Lifestyle, Role Ambiguity dan Role Conflict
Terhadap Job Satisfaction Dimediasi oleh Job Burnout dan Psychological Well-
Being (Studi Empiris pada Auditor Internal di Kementrian RI).Jurnal Seminar
Nasional Akuntansi 18 No 13
Siegel, Gery dan Marconi., Helene Ramanauskas (1989). Behavioral Accounting. Ohio:
South- Westren Publishing Co.

Anda mungkin juga menyukai