Anda di halaman 1dari 2

MEITRIA CITA/17811170/J SKENARIO 1

Dermatitis Atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masih bayi dan anakanak, sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum riwayat atopi
keluarga atau penderita dermatitis atopik, rhinitis alergi, atau asma bronkhial(1). Etiologi dermatitis atopik dibagi
menjadi 2 yaitu faktor herediter dan imunologik(2). Patofisiologi dermatitis atopik ditemukan mutasi gen fulagrin
sehingga pembentukan protein yang esensial untuk pembentukan sawar kulit, gangguan fungsi sawar epidermis ini
menyebabkan gangguan permeabilitas dan pertahanan terhdap mikroorganisme. Transidermal water loss (TEWL)
menjadi lebih tinggu pada DA dibandingkan pada kulit normal karena kandungan lipid stratum korneum pada DA juga
berubah. Selain itu, ukuran korneosit pada kulit pasien DA jauh lebih kecil dibandingkan kulit normal sehingga
menyebabkan bahan-bahan iritan, alergi, dan mikroba mudah masuk kedalam kulit. Pada fase awal DA respon sel T
didominasi oleh T helper 2(Th2) tetapi selanjutnya terjadi pergeseran dominasi menjadi respon Th1 yang berakibat pada
pelepasan kemokin dan sitokin pro inflamasi, yaiu interleukin (IL) 4,5, dan tumor necrosis faktor yang merangsang
produksi IgE dan respon inflamasi sistemik. Akibatnya, terjadi pruritus pada kulit pasien DA(3). Tanda dan gejala
dermatitis atopik secara klinis, dermatitis atopik menggambarkan lesi yang berbercakbercak, difus, mengganggu, dan
kadang-kadang nyeri, sering kali disertai vesikel yang ruptur dan meninggalkan permukaan yang kasar dan basah. Gatal
dapat merupakan gejala yang dominan. Pada lesi kronis bisa timbul sisik dan penebalan kulit. Lesi menyembuhkan ranpa
meninggalkan parut tetapi bisa terjadi pigmentasi(3). Tujuan terapi DA yaitu mengurangi gejala, pencegahan relaps, dan
memodifikasi perjalanan penyakit agar tidak terjadi komplikasi. Terapi farmakologi 1). Emolient digunakan secara luas
karena efeknya yang dapat memperbaiki penampilan dan mengobati gejala kulit kering pada DA. Satu studi
menunjukkan bahwa emolien dapat mengurangi kebutuhan kortikosteroid topikal untuk terapi DA sekitar 50 %. 2).
Kortikosteroid topikal Kortikosteroid topikal merupakan pilihan yang utama untuk mengurangi inflamasi pada penderita
DA. Agen potensial rendah (misalnya, hidrokortison 1%) cocok untuk wajah, dan produk potensial sedang (misalnya,
betametason valerat 0,1%) dapat digunakan untuk tubuh. Betametason dipropionat 0,05% dan klobetasone propionat
0,05%) untuk pengobatan jangka pendek (1-2 minggu) lesi disensilifikasi pada orang dewasa. 3). Immunomodulator
topikal, Inhibitor kalsineurin topikal seperti tacrolimus dan pimecrolimus, dapat digunakan untuk pengobatan DA. Obat
ini mengakibatkan penghambatan kalsineurin, yang merupakan inisiasi aktivasisel T. Melalui penghambatan sel T, dapat
mengurangi terjadi inflamasi pada DA. Salep Tacrolimus 0,03% (untuk dermatitis atopik sedang sampai parah pada
pasien usia ≥2th dan tacrolimus 0,1% untuk usia ≥16 th, diaplikasikan dua kali sehari. Pimecrolimus cream 1% dioleskan
dua kali sehari untuk dermatitis atopik ringan sampai sedang pada pasien usia ≥2th. Efek samping yang paling umum
adalah pembakaran sementara di tempat aplikasi. Kedua obat tersebut direkomendasikan sebagai pengobatan lini
kedua karena kekhawatiran tentang kemungkinan risiko kanker. Terapi penunjang: 1). Antihistmain digunakan untuk
mengobati gatal-gatal pada pruritis DA misalnya hidroksizin atau diphenhydramine, loratadin. 2). Antibiotik Beberapa
antibiotik yang dapat digunakan untuk terapi DA diantaranya adalah golongan Aminoglikosid seperti gentamisin dan
basitrasin. Golongan Makrolid seperti eritromisin, klindamisin. Serta antibiotik lain seperti Klortetrasiklin 2-5% atau
Asam fusidat. Penggunaan antibiotik pada DA merupakan terapi tambahan jika terjadi infeksi bakteri. Terapi non
farmakologi dermatitis atopik adalah sebagai berikut : mengidentifikasi dan mengeliminasi allergen yang potensial,
mengurang frekuensi mandi (mandi setiap 2 hari sekali), gunakan air mengalir saat mandi, menghindari iritasi dengan
sabun (pewarna, pewangi, bahan pengawet), Menghindari detergen dan scrub yang mengiritasi, keringkan kulit dengan
handuk kering yang halus, gunakan pelembab atau emollien (salep atau krim dengan memperhatikan pewarna, pewangi
dan bahan pengawet) 3 menit setelah mandi, menjaga kuku tetap pendek dan bersih, menggunakan sarung tangan
berbahan katun untuk mengindari penggarukan, menggunakan baju berbahan katun, menghindari detergen laundry
karena dapat mengandung allergen, dan berikan pelembab untuk menjaga kulit tetap lembut(5).
Acne vulgaris atau jerawat merupakan reaksi peradangan folikel sebasea yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor dan pada umumnya disertai dengan pembentukan papula, pustula, dan abses terutama di daerah yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti di muka, bahu, bagian atas dariekstremitas superior, dada, dan punggung(6).
Etiologi jerawat disebabkan oleh banyak faktor yaitu genetik; hormon/endokrin (androgen, esterogen, dan
dehidrotestosteron); makanan (tinggi lemak, tinggi protein, tinggi karbohidrat, dan pedas); Lingkungan (kotor, berdebu,
dan panas); psikis (stress emosi); kosmetik (banyak mengandung bahan tinggi lemak); trauma (gesekan/garukan); dan
infeksi (Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale)(6,7). Patofisiologi jerawat dimulai
dari pembentukan lesi jerawat. Lesi jerawat diawali dengan terbentuknya komedo yaitu penutupan (blok) pada bagian
pilosebaseus. Sebum yang dihasilkan dari kelenjar minyak secara alami berfungsi mengatur rambut dan kelembaban
kulit. Peningkatan jumlah androgen, terutama pada masa pubertas, menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebasea
dan produksi sebum secara berlebih dan abnormal. Minyak berlebih ini dapat menyebabkan tersumbatnnya folikel dan
terbentuknya jerawat. Keratinisasi, yaitu terlepasnya sel epitel pada bagian folikel rambut, merupakan hal atau proses
yang alami terjadi. Pada kasus jerawat, disebabkan terjadinya hiperkeratinisasi. Pengakumulasian sel epitel yang
terlepas menyebabkan folikel rambut dan aliran sebum tersumbat, sehingga menyebabkan terbentuknya lesi jerawat
yang disebut sebagai komedo terbuka(6). Propionibacterium acne (P. acnes), adalah flora normal bakteri bersifat
anaerob. Bakteri ini berproliferasi dalam campuran sebum dan keratinosit yang dapat menyebabkan respon inflamasi
dan terbentuk komedo tertutup. Lesi jerawat yang lebih parah seperti pustule, papule, dan nodul juga terbentuk dari
inflamasi jerawat(6). Gejala jerawat berdasarkan temuan lesi jerawat (komedo, pustula,papula, nodul, dan kista)pada
wajah, punggung, atau dada(6). Tanda jerawat yaituterdapat lebih dari satu jenis morfologis lesi seperti lesi non-
inflamasi dan inflamasi, bekas luka,dan residual hiperpigmentasi(6). Tujuan terapi jerawat yaitu menurunkan produksi
sebum, mencegah perkembangbiakan P. acnes, mengurangi inflamasi, menyembuhkan lesi dan mencegah
pembentukan lesi yang baru, serta mencegah terbentuknya jaringan parut(6,7). Terapi non farmakologi jerawat dengan
membuka atau membersihkan pori-pori tidak memerlukan penggosokan wajah dengan scrubyang kasar atau mencuci
muka terlalu sering. Membersihkan wajah dengan sabun dan air akan mempengaruhi sebum dan bakteri pada
permukaan kulit serta memberikan sedikit pengaruh pada folikel dan pengobatan jerawat. Penggunaan pembersih yang
tidak menyebabkan kulit kering sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya iritasi dan kekeringan kulit selama
pengobatan jerawat. Pola hidup yang sehat dengan menjaga kesehatan, makan dengan baik, tidur cukup, menghindari
stress, dan latihan olah raga secara teratur. Teknik relaksasi seperti napas dalam, meditasi atau pijatan mungkin bisa
membantu menghilangkan stres(6,7).Terapi farmakologi jerawat yaitu berdasarkan tingkat keparahannya. Jerawat ringan
dengan komedonal (lesi non inflamasi) terapi utamanya topikal retinoid; alternatifnya yaitu asam salisilat (AA) atau
asam azelaik; dan terapi pemeliharaan dengan retinoid topikal. Jerawat ringan dengan papula dan pustula terapi
utamanya retinoid topikal+antibiotik topikal; alternatifnya retinoid topikal+asam salisilat; dan terapi pemeliharaan
dengan retinoid topikal. Jerawat sedang dengan papula dan pustula terapi utamanya antibiotik oral+retinoid
topikal±benzoil peroksida (BPO); alternatifnya antibiotik oral+retinoid topikal ± BPO/AA; untuk perempuan alternatifnya
antiandrogen oral+retinoid topikal/asam salisilat±antibiotik topikal; dan terapi pemeliharaan dengan retinoid
topikal±BPO. Jerawat sedang dengan nodul terapi utamanya antibiotik oral+retinoid topikal±benzoil peroksida (BPO);
alternatifnya isotretinoin oral atau antibiotik oral+retinoid topikal ± BPO/AA; untuk perempuan alternatifnya
antiandrogen oral+retinoid topikal ±antibiotik oral; dan terapi pemeliharaan dengan retinoid topikal±BPO. Jerawat berat
terapi utamanya isotretinoin oral; alternatifnya antibiotik oral+retinoid topikal+BPO; untuk perempuan alternatifnya
antiandrogen oral+retinoid topikal ±antibiotik topikal; dan terapi pemeliharaan dengan retinoid topikal±BPO(6).
Pembahasan Skrining resep skenario pada resep yang diberikan terdapat beberapa ketidaksesuaian pada kajian
administrasi berupa tidak adanya berat badan pasien, dan paraf dokter, pada kajian farmasetis pada obat asam azaleat
tidak dicantumkan cara pemakaiannya. Pada kajian pertimbangan kinis tidak terdapat masalah dalam penggunaan obat.
Pengatasannya dengan menanyakan hal tersebut secara langsung kepada pasien maupun dokter bersangkutan. Pada
skenario assesmentnya adalah adanya DRP’s dosis loratadin dan frekuensi penggunaan yang tidak tepat dan DRP’s
frekuensi penggunaan betamethason yang tidak tepat. Care plan pada sekanario 1 adalah loratadin diberikan 1 tab
dengan frekuensi pemakaian 1 kali sehari pada saat nalam hari, kemudian dimonitoring gatal yang dirasakan pasien
apakah terjadi perubahan atau tidak, untuk betamethason frekuensi penggunaan diganti menjadi 2 kali sehari pada pagi
hari setelah mandi dan malam hari sebelum tidur. Penggunaan asam azaleat untuk pengatasan jerawat sudah tepat.
Informasi yang diberikan pada pasien Bowo terkait penggunaan Lotio kummerfeldi, lotio kummerfeldi berbentuk
suspensi sehingga sebelum penggunaannya dikocok terlebih dahulu, kemudian bagian yang akan dioleskan dibersihkan
terlebih dahulu, lalu dioleskan tipis pada bagian yang berjerawat, efek yang mungkin akan dirasakan pasien setelah
penggunaan lotio kummerfeldi adalah terasa panas pada bagian yang dioleskan karena mengandung sulfur.
Compounding pada resep yang diterima pasien bowo yaitu pembuatan, pencampuran bahan, pembungkusan, dan
pemasangan label/ etiket kemudian untuk resep siska dilakukan compounding meliputi pemasangan label/etiket dan
pengemasan/pembungkusan. Manifestasi klinis dari gatal karena jamur,bakteri dan virus. Gatal karena bakteri biasanya
ditandai dengan benjolan/papula yang bersikian nanah, demam. Gatal karena virus ditandai dengan rash (kemerahan di
kulit), membentuk koloni jamur kecil dan terus melebar apabila tidak diobati. Gatal yang disebabkan oleh jamur ditandai
gejala gatal, kemerahan, kadang terdapat rasa terbakar, dan kulit bersisisk.

Daftar Pustaka

1. Sularsito S.A., 2005. Dermatitis. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. (Ed). IV. Balai Penerbit FK UI, Jakarta. Hal. 47-129
2. Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/1049085-overview#a0104.
3. Watson W, Kapur S. Atopic dermatitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology. 2011;7: Suppl 1:S4.
4. Dipiro, J.T., Robert, L. T., Gary, C. Y., Gary, R. M., Barbara, G. W., & Michael,P. 2005. Pharmacotherapy, A
Pathophysiologic Approach Sixth Edition.The McGraw Hill Companies. New York.
5. Dipiro, J.T., Robert, L. T., Gary, C. Y., Gary, R. M., Barbara, G. W., & Michael, P. 2008. Pharmacotherapy, A
Pathophysiologic Approach Seventh Edition.The McGraw Hill Companies. New York.
6. Wells BG., Dipiro JT., Schwinghammer TL., dan Dipiro CV., 2015, Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition,
McGraw Hill Education, USA.
7. Assai, Yukkai, dkk, 2016, Management of acne: Canadian clinical practice guideline, Management C. CMAJ, Kanada.

Anda mungkin juga menyukai