Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan

FRAKTUR

Oleh :
Ni Gst. Ayu Md. Pipyn Prastikasari
(09C10338)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
DENPASAR
2012
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Dasar Fraktur
a. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah:terputusnya kontinuitas tulang. Kebanyakkan fraktur akibat dari
trauma;beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebababkan fraktur-fraktur yang patologis (Bunner dan sudart ,1996).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok.

b. Klasifikasi
1) Menurut jumlah garis fraktur :
a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
2) Menurut luas garis fraktur:
a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
3) Menurut bentuk fragmen :
a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
(1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka <1 cm.
(2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
(3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,
kontaminasi besar.
b) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

c. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh
kondisi lain menurut( Appley dan Salomon,1995) fraktur dapat terjadi karena:
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau
penarikan
a) Bila terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena
pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan dapat
menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang
luas.
b) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin
tidak ada.
2) Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan
fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan
berbaris dengan jarak jauh.
3) Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh
karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya
tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.

d. Patofisiologi
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma. Baik itu
karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena
trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella
dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. Fraktur dibagi
menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan
sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak tertangani,
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen
e. Tahap Penyembuhan Tulang
1) Tahap pembentukan hematom
dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang
menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2) Tahap proliferasi
dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3) Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu
waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrus
4) Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5) Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan
osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

f. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat keparahan trauma serta lokasi
fraktur. Menurut (Smeltzer dan Bare,2002) manifestasi klinis fraktur antara lain:
1) Nyeri
Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang akan timbul
bilamana jaringan rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri (Arthur C Guyton, 1983)
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan
mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat disekitar fraktur seperti pembuluh
darah, saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan
terjadinya trauma dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P,
Bradikinin, Prostaglandin) yang akan merangsang neuroreseptor kemudian
dialirkan ke dorsal horn pada medulla spinalis ke traktus spinotalamikus lateral
ke kortek cerebri dan akhirnya dipersepsikan nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Deformitas dan Kehilangan Fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas, yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
intregitas tulang tempat melengketnya otot.
3) Pemendekan Tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4) Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.
5) Edema
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
6) Kontusis
adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul
(mis. pukulan,tendangan, atau jatuh).
7) Strain
Tarikan otot akibat pengunaan berlebihan,atau ster yang berlebihan, strain
adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan pendarahan ke dalam
jaringan.
8) Sprain
Adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menyempit
atau memutar.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru
tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan
pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada
daerah tersebut.

g. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Syok hipovolemik atau traumatik
Akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak
terlihat) dan kehilangan darah ekstrasel ke jaringan rusak, dapat terjadi pada
fraktur ekstremitas toraks, pelvis dan vertebrata.
b) Sindrom emboli lemak.
Setelah terjadi fraktur panjang atau felvis, fraktur multiple, atau cedera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khusunya pada dewasa muda (20 sampai
30 tahun). Pada saat terjadi fraktur, glubola lemak dapat masuk ke dalam
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler lemak
karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitas
asam lemak dan memudahkan terjadinya glubola lemak dalam aliran darah.
c) Sindrom kompartemen
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
d) Tromboli, infeksi, dan koagulopati intravaskuler diseminata(KID)

2) Komplikasi Lambat
a) Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali.
d) Stimulasi elektrik ostegenesis: pada ostegenesis, ada tidaknya penyatuan dapat
distimulasikan dengan impuls elektrik, efektivitas sama dengan graft tulang.
e) Nekrosis avaskuler tulang: terjadi apabila tulang kehilangan asupan darah dan
menjadi mati.
f) Reaksi terhadap alat fiksasi interna: alat fiksasi interna biasanya diambil
setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat
tersebut tidak di angkat sampai menimbulkan gejala.

h. Pemeriksaan Diagnostik
1) X-ray : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2) Scan tulang: mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Pemeriksaan Darah Lengkap
a) Ht : mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)
b) Sel Darah Putih : meningkat, merupakan respon stres normal setelah trauma

4) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal


5) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati
i. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Konservatif
Merupakan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat di penuhi.
a) Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi).
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota
gerak bawah.
b) Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi).
Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam
bidai dari plastik atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
c) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat
utama pada teknik ini.
d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.

2) Penatalaksanaan Pembedahan
a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal
fixation).
ORIF merupakan metode penata pelaksanaan patah tulang dengan cara
pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana insisi dilakukan pada
tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang bidang anatomik
tempat yang mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan diteliti, Hematoma
fraktur dan fragmen – fragmen yang telah mati diiringi dari luka. Fraktur
direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali,
sesudah reduksi, fragmen – fragmen tulang dipertahankan dengan alat – alat
urto pedih berupa Pin, Pelat, srew, paku.
Keuntungan dari tindakan ORIF : Reduksi akurat, stabilitas reduksi
tinggi, pemeriksaan struktur neurovaskuler, berkurangnya kebutuhan alat
imobilisasi eksternal, penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang
patah menjadi lebih cepat, rawat inap lebih singkat, dapat lebih cepat kembali
ke pola kehidupan normal. Sedangkan kerugian dari ORIF : kemungkinan
terjadi infeksi, osteomielitis.
c) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal
Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil
untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk).
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pre Operasi
a) Data Subjektif
- Pasien mengeluh nyeri pada paha kirinya
- Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk.
- Pasien mengatakan skala nyeri 6-8 dari 0-10 skala nyeri yang diberikan.
- Pasien mengatakan nyeri bertambah hebat jika pasien bergerak.
- Pasien mengeluh mengalami keterbatasan gerak.
- Pasien mengeluh lemas.
- Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktifitas
- Pasien mengatakan tidak tahu mengenai prosedur pembedahan
- Pasien mengatakan cemas dengan operasi yang akan dijalani
b) Data Objektif
- Pasien tampak meringis
- TD meningkat (>130/80mmHg)
- Nadi meningkat (>100x/mnt)
- Respirasi meningkat (>24x/menit)
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tidak dapat beraktivitas secara mandiri
- Pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaannya
2) Intra Operasi
a) Faktor Resiko
- Penggunaan anastesi
- Proses pembedahan
- Pembatasan cairan saat proses operasi
- Ruang operasi yang dingin
- Banyaknya jumlah volume darah yang keluar
3) Post Operasi
a) Data Subjektif
- Pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi
- Pasien mengeluh mengalami keterbatasan gerak.
- Pasien mengeluh lemas.
- Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktifitas
b) Data Objektif
- Pasien tampak meringis
- TD meningkat (>130/80mmHg)
- Nadi meningkat (>100x/mnt)
- Respirasi meningkat (>24x/menit)
- Pasien tidak dapat beraktivitas secara mandiri

Diagnosa Keperawatan

1) Pre Operasi
a) Nyeri b/d kompresi akar saraf, spasme otot sekunder dari perubahan struktur
musculoskeletal d/d pasien mengeluh nyeri pada paha kirinya, pasien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, pasien mengatakan skala nyeri 6-8
dari 0-10 skala nyeri yang diberikan, pasien mengatakan nyeri bertambah
hebat jika pasien bergerak, pasien tampak meringis, TD meningkat
(>130/80mmHg), Nadi meningkat (>100x/mnt), Respirasi meningkat
(>24x/menit)
b) Hambatan mobilitas fisik b/d adanya respons nyeri, kerusakan
neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang d/d pasien mengeluh
mengalami keterbatasan gerak, pasien mengatakan tidak mampu melakukan
aktifitas, pasien tidak dapat beraktivitas secara mandiri.
c) Ansietas b/d prognosis penyakit, kelimpuhan gerak, dan rencana pembedahan
d/d pasien mengatakan cemas dengan operasi yang akan dijalani, pasien
tampak gelisah, TD meningkat (>130/80mmHg), nadi meningkat
(>100x/mnt), respirasi meningkat (>24x/menit)
d) Kurang pengetahuan b/d misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber-
sumber informasi d/d pasien mengatakan tidak tahu mengenai prosedur
pembedahan, pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaannya
2) Intra Operasi
a) Resiko Perdarahan b/d proses pembedahan
b) Resiko Hipotermi b/d pembatasan cairan dan suhu ruangan operasi
c) Resiko aspirasi b/d penggunaan anastesi
3) Post Operasi
a) Nyeri (akut) b/d prosedur pembedahan,pembengkakan dan immobilisasi d/d
pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi, pasien tampak meringis,
TD meningkat (>130/80mmHg), nadi meningkat (>100x/mnt), respirasi
meningkat (>24x/menit).
b) Resiko perubahan perfusi jaringan b/d pembengkakan,alat yang
mengikat,gangguan peredaran darah.
c) Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,
immobilisasi d/d pasien mengeluh lemas, pasien mengatakan tidak mampu
melakukan aktifitas, pasien tidak dapat beraktivitas secara mandiri.
d) Resiko infeksi b/d terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur
pembedahan.
b. Perencanaan
1) Prioritas Masalah
a) Pre Operasi
(1) Hambatan mobilitas fisik b/d adanya respons nyeri, kerusakan
neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang
(2) Nyeri b/d kompresi akar saraf, spasme otot sekunder dari perubahan
struktur musculoskeletal
(3) Ansietas b/d prognosis penyakit, kelimpuhan gerak, dan rencana
pembedahan
(4) Kurang pengetahuan b/d misinterpretasi informasi, tidak mengenal
sumber-sumber informasi
b) Intra Operasi
(1) Resiko aspirasi b/d penggunaan anastesi
(2) Resiko Perdarahan b/d proses pembedahan
(3) Resiko Hipotermi b/d pembatasan cairan dan suhu ruangan operasi
c) Post Operasi
(1) Nyeri (akut) b/d prosedur pembedahan,pembengkakan dan immobilisasi
(2) Resiko perubahan perfusi jaringan b/d pembengkakan,alat yang
mengikat,gangguan peredaran darah.
(3) Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,
immobilisasi
(4) Resiko infeksi b/d terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur
pembedahan.
2) Rencana Keperawatan
a) Pre Hemodialisa
(1) Hambatan mobilitas fisik b/d adanya respons nyeri, kerusakan
neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang
Tujuan : peningkatan ambulasi
Kriteria evaluasi :
- Pasien tidak mngalami keterbatasan gerak
- Klien dapat beraktivitas secara mandiri

Intervensi :

Tindakan/Intervensi Rasional
- Kaji derajat imobilitas yang - Mengetahui tingkat keparahan
dihasilkan oleh klien dan untuk menentukan
cedera/pengobatan dan intervensi selanjutnya
perhatikan persepsi pasien
terhadap imobilisasi
- Latih pasien ROM pasif-aktif - Untuk mempertahankan
sesuai kemampuan sirkulasi pada anggota gerak
dan mencegah terjadinya atrofi
- Ajarkan pasien berpindah - Untuk melatih pergerakan
tempat secara bertahap pasien, diawali dengan hal-hal
yang mudah
- Kolaborasi dg fisioterapi untuk - Meningkatkan kemampuan
perencanaan ambulasi ambulasi pasien
- Kolaborasi dengan dokter ahli - Pemasangan pen/traksi utk
untuk tindakan pembedahan mengatasi penyebab dasar dari
keluhan

(2) Nyeri b/d kompresi akar saraf, spasme otot sekunder dari perubahan
struktur musculoskeletal
Tujuan : Nyeri pasien berkurang/hilang
Kriteria Evaluasi :
- Pasien tampak rileks
- Skala nyeri berkurang
- TTV dalam rentang normal
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
- Kaji nyeri secara komprehensif ( - Mengetahui karakteristik nyeri,
lokasi, karakteristik, durasi, agar dapat menentukan
frekuensi, kualitas dan faktor intervensi selanjutnya
presipitasi).
- Observasi TTV - Tanda-tanda vital merupakan
suatu tanda apabila terjadi hal
yang menyimpang dalam tubuh
- Kontrol faktor lingkungan yang - Suhu yang terlalu ekstrim,
mempengaruhi nyeri seperti suhu pencahayaan yang terlalu terang,
ruangan, pencahayaan, serta kebisingan dapat
kebisingan. meningkatkan rasa nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologis - Mengalihkan perhatian pasien
(relaksasi, distraksi dll) untuk terhadapa nyeri yang dirasakan,
mengetasi nyeri membantu menurunkan
tegangan otot dan meningkatkan
proses penyembuhan
- Kolaborasi untuk pemberian - Analgetik dapat memblok
analgetik untuk mengurangi rangsangan nyeri
nyeri.

(3) Ansietas b/d prognosis penyakit, kelumpuhan gerak, dan rencana


pembedahan
Tujuan : ansietas berkurang/hilang
Kriteria evaluasi :
- TTV dalam rentang normal
- Pasien tidak gelisah
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Catat petunjuk perilaku, misal : 1. Indikator derajat ansietas agar
gelisah dapat menentukan intervensi
yang tepat
2. Dorong menyatakan perasaan, 2. Membuat hubungan terapeutik
berikan umpan balik dan membantu pasien atau
orang terdekat dalam
mengidentifikasi masalah
pasien
3. Jelaskan pada pasien tentang 3. Pengetahuan tambahan yang
prosedur pembedahan yang akan diperoleh pasien dapat
dijalani mengurangi kecemasannya
4. Berikan lingkungan tenang dan 4. Memindahkan pasien dari stress
istirahat luar, meningkatkan relaksasi,
dan membantu menurunkan
ansietas
(4) Kurang pengetahuan b/d misinterpretasi informasi, tidak mengenal
sumber-sumber informasi
Tujuan : Pengetahuan pasien meningkat
Kriteria Evaluasi :
- Pasien tidak bertanya-tanya tentang penyakitnya
- Pasien mengerti tentang penyakitnya
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Identifikasi faktor internal dan 1. Memudahkan peningkatan
eksternal yang dapat motivasi pasien dan keluarga
meningkatkan motivasi orang
tua dan keluarga.
2. Jelaskan pengertian, tanda 2. Memberikan informasi tentang
gejala, komplikasi, rencana penyakit pasien dan tindakan
tindakan yang akan dilakukan. yang akan diberikan
3. Lakukan umpan balik atas 3. Memastikan bahwa pasien
informasi yang sudah diberikan sudah benar-benar mengerti
dengan penjelasan yang
diberikan

b) Intra Operasi
(1) Resiko Aspirasi b/d penggunaan anastesi
Tujuan : Aspirasi tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
- Tidak terjadi sumbatan pada saluran napas pasien
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Observasi kepatenan jalan napas 1. Untuk mengetahui apakah
terjadi sumbatan pada jalan
napas
2. Auskultasi bunyi nafas 2. Adanya suara nafas,
mengindikasikan terjadinya
sumbatan pada jalan nafas
3. Tanda-tanda vital merupakan
3. Observasi TTV
suatu tanda apabila terjadi hal
yang menyimpang dalam tubuh
4. Suction membantu
4. Kolaborasi tindakan suction,
membersihkan cairan yang
bila diperlukan
tidak mampu dikeluarkan oleh
pasien

(2) Resiko Perdarahan b/d proses pembedahan dan lokasi pembedahan


Tujuan : Perdarahan tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
- TTV dalam rentang normal
- Sianosis tidak terjadi
- CRT< 3 detik
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Monitor perdarahan pada daerah 1. Mengetahui keadaaan lebih
pembedahan setelah dilakukan dini, sehingga dapat mencegah
insisi terjadinya perdarahan.
2. Ingatkan operator dan asisten bila 2. Agar dapat menangani dengan
terjadi perdarahan hebat cepat bila perdarahan terjadi
3. Monitor vital sign 3. Tanda-tanda vital dapat
menjadi petunjuk bila terjadi
perdarahan
4. Monitor cairan 4. Perdarahan yang hebat dapat
diatasi dengan pemberian
cairan yang adekuat
(3) Resiko Hipotermi b/d pembatasan cairan dan suhu ruangan operasi
Tujuan : Hipotermi tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
- Suhu tubuh pasien dalam rentang normal (36,5-37,50C)
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital merupakan
suatu tanda apabila terjadi hal
yang menyimpang dalam tubuh
2. Bungkus tubuh pasien dengan 2. Kain/selimut dapat
kain/selimut untuk mengahangatkan tubuh pasien,
mempertahankan suhu tubuhnya sehingga dapat menjaga suhu
tubuhnya
3. Monitor cairan 3. Cairan dapat yang tidak
adekuat dapat meningkatkan
resiko hipotermi
4. Tingkatkan suhu ruangan bila 4. Untuk menjaga suhu tubuh
memungkinkan pasien agar tetap normal

c) Post Operasi
(1) Nyeri (akut) b/d prosedur pembedahan,pembengkakan dan immobilisasi
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Evaluasi :
- Pasien tampak rileks
- Skala nyeri berkurang
- TTV dalam rentang normal
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
- Kaji tingkat nyeri, perhatikan - Mengetahui karakteristik nyeri,
lokasi dan karakteristik, agar dapat menentukan
termasuk intensitas, perhatikan intervensi selanjutnya
petunjuk nyeri non verbal.
- Tinggikan dan dukung - Menurunkan rasa nyeri
ekstremitas yang terkena.
- Mencegah timbulnya
- Pertahankan imobilisasi bagian
komplikasi
yang sakit dengan tirah baring,
gips, traksi.
- Mengalihkan perhatian pasien
- Dorong menggunakan teknik
terhadapa nyeri yang dirasakan,
manajemen, sterss, contoh
membantu menurunkan
relaksasi progresif, latihan nafas
tegangan otot dan
dalam, imajinasi visual.
meningkatkan proses
penyembuhan
- Kolaborasi dalam pemberian
- Analgetik dapat memblok
obat sesuai indikasi : analgetik
rangsangan nyeri

(2) Resiko perubahan perfusi jaringan b/d pembengkakan, alat yang mengikat,
gangguan peredaran darah.
Tujuan : tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
Kriteria Evaluasi :
- TTV dalam rentang normal
- CRT < 3 detik
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
- Lakukan pengkajian - Mengetahui adanya kelainan
neuromuskuler. Minta pasien yang terjadi
untuk melokalisasi nyeri.
- Dorong pasien untuk secara - Meningkatkan aktivitas secara
rutin untuk latihan ambulasi. perlahan, mempertahankan
sirkulasi
- Kaji adanya nyeri tekan, - Mencegah terjadinya
pembengkakan pada dorsofleksi. komplikasi
- Awasi tanda vital.perhatikan - Tanda-tanda vital merupakan
tanda pucat, kulit dingin dan suatu tanda apabila terjadi hal
perubahan mental. yang menyimpang dalam tubuh

(3) Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,


immobilisasi
Tujuan : terjadi peningkatan ambulasi
Kriteria Evaluasi :
- Pasien tidak mengalami keterbatasan gerak
- Klien dapat beraktivitas secara mandiri
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
- Dorong partisipasi pada aktivitas - Mencegah terjadinya atrofi pada
terapeutik. otot
- Instruksikan pasien untuk latihan - Meningkatkan rentang gerak
rentang gerak pada ekstremitas. secara perlahan
- Berikan/bantu dalam mobilisasi - Membantu pasien memenuhi
dengan kursi roda, kruk, kebutuhan aktivitas geraknya
tongkat.Instruksikan keamanan
dalam menggunakan alat
mobilitas.
- Awasi TD saat beraktivitas. - Aktivitas yang berlebihan dapat
mempengaruhi tekanan darah
(4) Resiko infeksi b/d terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur
pembedahan.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (color, dolor, rubor, tumor,
fungsio lesia)
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
- Lakukan perawatan luka dengan - Melindungi pasien dari
teknik aseptic kontaminasi silang selama
penggantian balutan
- Inspeksi luka, perhatikan - Untuk mengetahui kelainan
karakteristik drainase. yang terjadi pada luka
- Awasi tanda-tanda vital. - Tanda-tanda vital merupakan
suatu tanda apabila terjadi hal
yang menyimpang dalam tubuh
- Kolaborasi Pemberian antibiotik. - Mencegah terjadinya infeksi

c. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan implementasi dari rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah dibuat,
dimana yang diberikan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto dan
Wartonah,2003).
d. Evaluasi
1) Pre Operasi
a) Terjadi peningkatan ambulasi
b) Nyeri pasien berkurang/hilang
c) Ansietas berkurang/hilang
d) Pengetahuan pasien meningkat
2) Intra Operasi
a) Aspirasi tidak terjadi
b) Perdarahan tidak terjadi
c) Hipotermi tidak terjadi
d) Infeksi tidak terjadi
3) Post Operasi
a) Nyeri berkurang/hilang
b) Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
c) Terjadi peningkatan ambulasi
d) Infeksi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Post ORIF Akibat Fraktur Cruris.
diperoleh dari http://theogeu.blog.com/2010/12/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-post-orif-akibat-fraktur-cruris/, diakses pada tanggal 2 Juli 2012

Anonim. 2012. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Fraktur. Diperoleh dari
http://putryh.blogspot.com/2012/04/laporan-pendahuluan-fraktur.html, diakses pada
tanggal 2 Juli 2012

Anonim. 2012. Laporan Pendahuluan Fraktur. Diperoleh dari http://adiet-


blogspotcom.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-fraktur_12.html, diakses
pada tanggal 2 Juli 2012

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: Salemba Medika

Nanda, 2009-2011, Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan klasifikasi. Jakarta : EGC

Sosya. 2011. Asuhan Keperawatan Pada pasien Post Orif Femur & Tibia. Diperoleh dari
http://sosyamonaseprianti.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
post.html, diakses pada tanggal 2 Juli 2012
Gianyar, 2 Juli 2012

Mahasiswa

Ni Gst. Ayu Md. Pipyn Prastikasari


NIM.09C10338

Mengetahui,
Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

I Wayan Reta, S.Kep NP Ayu Agustin Karisma, S.Kep,Ns


NIP. NIR.

Anda mungkin juga menyukai