Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ludia Daniel

Nim : A31116037

Minggu ke-1

PPH yang bersifat Final

Penghasilan yang bersifat final, adalah Pajak Penghasilan yang tidak dapat dikredit pajak

bagi pemotong tersebut (tidak bisa di restitusikan/dikompensasikan) diantaranya adalah pajak

PPh pasal 21 final dan PPh pasal 4 ayat 2 final. Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 final adalah

pajak yang dipotong atas beberapa jenis penghasilan yang ketetapannya berdasarkan peraturan

pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 2 final UU PPh,yang bersifat final, seperti

bunga dan deposito lainnya, hadiah atas undian, sewa tanah dan bangunan dari transaksi

penjualan saham, pengalihan hak tanah/bangunan serta jasa konstruksi.

Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 sangat penting peranannya dalam perusahaan. Dalam

prosedur pemotongan, penyetoran dan pelaporan ini dilakukan berdasarkan permohonan wajib

pajak (perusahaan) kepada Kantor Pelayanan Pajak yang penghasilannya dipungut dari

transaksi yang dilakukan dengan perusahaan lain, yang selanjutnya akan diproses atau ditindak

lanjuti oleh petugas kantor pelayanan pajak.

Pencatatan dalam Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 sangat penting peranannya dalam

perusahaan karena dari analisis di gunakan oleh pihak intern, maupun ekstern perusahaan

untuk mengetahui jumlah peredaran atau penerimaan penghasilan bruto serta penghasilan

yang dikenakan PPh final sehingga bisa dihitung besarnya pajak yang terutang, serta dapat

menggambarkan jumlah peredaran / penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha atau

tempat usaha yang bersangkutan, diantaranya dari hasil penyewaan tanah kepada perusahaan
lain, transaksi penjualan saham serta penghasilan yang didapat dari jasa konstruktif

(Pelaksanaan, Perencanaan, Pengawasan).

Contohnya :

Agus Hidayat menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku

cadangnya. Agus Hidayat yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 memiliki 2

(dua) buah bengkel yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftar di Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama

tahun 2013 masing-masing bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut:

Peredaran bruto bengkel A = Rp 100.000.000,00

Peredaran bruto bengkel B = Rp 150.000.000,00

Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah

jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus

lima puluh juta rupiah). Karena total peredaran, bruto selama tahun 2013 kurang dari

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka atas penghasilan dari usaha

yang diterima oleh Agus Hidayat pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final

sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto.

Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat memperoleh peredaran bruto dari

bengkel A sebesar Rp10,000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dari bengkel B sebesar

Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), maka paling lambat pada tanggal 17 Februari 2014

(karena tanggal 15 Februari jatuh pada hari Sabtu), Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang

bersifat final sebesar :


a. Bengkel A

PPh = 1% x Rp10.000.000,00

= Rp 100.000,00 (dilaporkan ke KPP X)

b. Bengkel B

PPh = 1% x R15.000.000,00

= Rp 150.000,00 (dilaporkan ke KPP Y)

Pada bulan Maret 2013 sebuah perusahaan swasta bernama PT Amira Ekspedisi melakukan

perawatan dan reparasi 5 (lima) motor milik perusahaan tersebut di bengkel A milik Agus

Hidayat. Tagihan yang dibuat kepada PT Amira Ekspedisi atas jasa perawatan dan reparasi

tersebut adalah sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Atas tagihan tersebut

PT Amira Ekspedisi melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp1.500,000,00 =

Rp30.000,00.

Namun demikian, jika Agus Hidayat telah mendapatkan Surat Keterangan Bebas dari

pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan

tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Amira Ekspedisi.


Nama : Ludia Daniel

Nim : A31116037

Minggu ke-2

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan

tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan netto

Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya

dibawah PTKP tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus

sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan

tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Besarnya PTKP Untuk Tahun Pajak 2017 dan 2016 :

Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk Tahun Pajak 2017 dan 2016 sebagai

berikut :

 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang

kawin;

 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang

penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan;

 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota

keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap

keluarga.

PTKP ini mulai berlaku pada masa Januari Tahun Pajak 2016 bagi Wajib Pajak Orang

Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi

Penerapan PTKP Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Dan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2017

dan 2016

Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau

awal bagian tahun pajak.

Contoh :

 PTKP Tuan Aditya Tahun 2016 adalah dengan status Kawin anak 1 (satu).

 Tanggal 1 Pebruari Tahun 2017 Isteri Tuan Aditya melahirkan anak laki-laki sehingga

Tuan Aditya mulai 1 Pebruari 2017 memiliki 2 (dua) anak.

 PTKP Tuan Aditya Tahun Pajak 2017 adalah tetap status Kawin anak 1 (satu).

Penerapan PTKP Tahun Pajak 2017 dan 2016 untuk satu tahun :

PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (kawin/tidak kawin)

STATUS TK/0 TK/1 TK/2 TK/3

Wajib Pajak

(Laki-laki tidak 54.000.000 58.500.000 63.000.000 67.500.000

kawin &Wanita)

Penjelasan :

Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat

membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan).


 TK/0 : Tidak Kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar 54.000.000.

 TK/1 : Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan PTKP sebesar 58.500.000 (

54.000.000 + 4.500.000)

 TK/2 : Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan PTKP sebesar 63.000.000 (

54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

 TK/3 : Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan PTKP sebesar 67.500.000 (

54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha

STATUS K/0 K/1 K/2 K/3

Istri Tdk Kerja/


58.500.000 63.000.000 67.500.000 72.000.000
Tdk Usaha

Penjelasan Isteri Tidak Bekerja:

 K/0 : Kawin tidak ada tanggungan 58.500.000 (54.000.000 + 4.500.000)

 K/1 : Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan 63.000.000 (54.000.000 + 4.500.000 +

4.500.000)

 K/2 : Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan 67.500.000 (54.000.000 + 4.500.000 +

4.500.000 + 4.500.000)

 K/3 : Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan 72.000.000 (54.000.000 + 4.500.000 +

4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha

STATUS K/I/0 K/I/1 K/I/2 K/I/3


Istri Kerja /
112.500.000 117.000.000 121.500.000 126.000.000
Usaha

Penjelasan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha :

PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami,

yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja

dan/atau isteri yang memiliki usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami)

 K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan 112.500.000 (54.000.000 +

54.000.000+ 4.500.000)

 K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan 117.000.000

(54.000.000 + 54.000.000+4.500.000 +4.500.000)

 K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan 121.500.000

(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000+ 4.500.000)

 K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan 126.000.000

(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

Anda mungkin juga menyukai