NIM : A31116037
A. Teori Etika
Teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Dimana teori memiliki fungsi untuk Menjelaskan,
meramalkan, mengontrol, serta membantu mnyelesaikan dilema etika bagi pelaku bisnis. Teori
bukan merupakan daftar lengkap dari suatu ilmu tetapi hanya mencakup filosofi utama yang
digunakan dalam bidang etika bisnis.
Kelemahan Utilitarianesme
1. Utilitarianisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan,
sakit, dan penderitaan bisa diukur padahal tidak ada unit pengukuran untuk hal seperti itu
karena ukuran kebahagiaan seseorang tidak mungkin sama dengan ukuran kebahagiaan
orang lain.
2. Prinsip utilitarian kadang terlalu samar untuk menilai tentang mendistribusikan
kebahagiaanj kepada banyak orang. Contoh pemberian sedekah.
3. Teori utilitarianisme dapat melanggar hak minoritas.
4. Utilitarianisme mengabaikan motivasi dan berfokus hanya pada konsekuensi. Sehingga
hal ini membuat bnyak orang tidak puas.
2. Etika Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas atau kewajiban, Deontologi
berkaitan dengan tugas etika dan tanggung jawab seseorang. Deontologi mengevaluasi
etikalitas perilaku berdasarkan motivasi pembuat keputusan, dan menurut prinsip deontology
tindakan dapat dibenarkan secara etika meskipun tidak menghasilkan keuntungan bersih atas
kebaikan terhadap kejahatan bagi para pengambil keputusan atau bagi masyarakat keseluruhan.
Hal ini membuaatnya menjadi pelengkap untuk utilitarianisme Karena tindakan yang
memenuhi kedua teori dapat dikatakan memilki sebuah kesempatan untuk menjadi beretika.
Immanuel Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etikalitas. Pertama adalah
Imperatif Kategoris(Categorical Imperative). “ Saya seharusnya tidak pernah bertindak kecuali
saya juga bisa membuat maksim(pernyataan ringkas yang mengandungt ajaran atau kebenaran
umum tentang sifat-sifat manusia.) menjadi hukum universal. Prinsip tersebut menuntut bahwa
anda seharusnya hanya bertindak dengan cara sebagaimana orang lain berada dalam situasi
yang sama akan bertindak dengan cara yang sama. Kedua yaitu Imperatif Praktis (Practical
imperative) untuk berhubungan dengan orang lain. “ Berlakulah dengan cara yang sama
dengan memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri sendiri atau masyarakat lainnya.
Kelemahan Deontologi
1) Hukum imperatif kategoris dalam teori etika deontology tidak memberikan panduan atau
pedoman yang jelas untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah jika dua atau
lebih hukum moral mengalami konflik dan hanya satu yang dapat diikuti.
2) Etika Deontologi tidak memberikan konsekuensi yang relevan ketika mengevaluasi
alternative penyelesaian suatu konflik.
3) Imperatif kategoris menetapkan standar yang sangat tinggi sehingga masyarakat berfikir
bahwa etika tersebut sulit untuk diikuti.
B. Pengambilan Keputusan
Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis
Untuk merespon bagaimana mempertahankan kerangka kerja secara etis maka disajikan
kerangka kerja praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk pengambilan keputusan etis.
Ada 2 hal yang dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke
dalam tindakan praktis.
Sebuah keputusan dianggap etis apabila sesuai dengan standar tertentu. Kerangka kerja
pengambilan keputusan etis menilai eikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat dengan
melihat (1) Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya. (2)
hak dan kewajiban yang terkena dampak. (3) kesetaraan yang dilibatkan. (4) motivasi atau
kebijakan yang diharapkan.
Pertimbangan pembuatan Keputusan Etis: Landasan Filosofis
Pertimbangan EDM Teori Filosofis
Kekayaan atau Kesejahteraan Konsekuensialisme, utilitarianisme, teologi
Menghormati hak para pemangku Deontologi (Hak dan Kewajiban)
kepentingan
Kesetaraan di antara para pemangku Imperatif Kategoris Kant, Keadilan yg
kepentingan tidak memihak
Harapan untuk sifat karakter, Kebajikan
kebajikan
Isu tertentu terkait dengan EDM
Perilaku yang berbeda dalam budaya Relativisme, subjektivisme
yang berbeda(suap)
Koflik kepentingan, dan batas-batas Deontologi, subjektivisme, egoisme
untuk perilaku mementingkan diri
sendiri
Landasan Filosofis
1. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan.
Menurut AACSB, Pendekatan konsekunsialisme mengharuskan pelajar untuk
menganalisis keputusan dalam hal kerugian dan manfaatnya bagi pemangku ke[pentingan
dan untuk mencapai sebuah keputusan yang menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar.
Konsekuensialisme berpendapat bahwa sebuah perbuatan benar secara moral jika dan
hanya jika tindakan tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih. Dengan kata lian
tindakan dan sebuah keputusan akan menjadi etis jika konsekuensi positif lebih besar
daripada konsekuensi negatifnya.
Utilitarianisme terkait dengan utilitas secara keseluruhan yang mencakup varian,
oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam
konteks sebuah bisnis, professional, atau organisasi.
Karena fokus konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari
suatu tindakan, teori teori tersebut sering dianggap sebagai teleologi.
2. Deontologi
Deontologi berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan,
bukan pada konsekuensi dari tindakan. Etika deontology mengambil posisi bahwa
kebenaran bergantung pada rasa hormat yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan
keadilan yang tercerminkan oleh tugas-tugas tersebut.
3. Etika Kebajikan
Etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Menurut AACSB, Etika kebajikan berfokus
pada karakter atau integritas moral para pelaku dan melihat pada moral masyarakat,
seperti masyarakat professional, untuk membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan
panduan tindakan etis.
Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang
tersebut menjadi manusia yang bermoral.
Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum (Tes awal etikalitas sebuah keputusan)
Sniff test merupakan semacam test awal yang dapat dilakukan dengan cepat sekedar untuk
memastikan bahwa keputusan yang diambil telah melalui beberapa test etika.
Gambar 2. Aturan Praktis untuk pengambilan Keputusan Etis
Golden rule perlakukan orang lain seperti kita ingin dilihat
Disclosure rule Jika kita nyaman dengan tindakan dan keputusan yang akan diambil
(Peraturan pengungkapan) setelah bertanya pada diri sendiri , apakah kita tidak keberatan jika
rekan kerja, teman, dan keluarga mengetahui hal ini maka kita harus
siap bertindak dan memutuskan.
Intuition ethics(Etika Intuisi) Lakukan apa yang “kata hati” ingin lakukan
Categorical imperative (Imperatif Jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan , kecuali prinsip tersebut
Kategoris) dapat diadopsi oleh orang lain.
Etika Profesional Lakukan hanya yang dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan
kepada komite, jika diminta
Prinsip utilitarian Lakukan yang terbaik (paling bermanfaat) bagi sebanyak mungkin
orang
Prinsip Kebajikan Lakukan apa yang dapat menggambarkan kebajikan yang diharapkan
Pemegang Saham
Aktivis Karyawan
PERUSAHAAN
Pemerintah Pelanggan
Kekuatan Legitimasi
Urgensi
Keputusan atau
YA Alternatif Tidak
Tindakan Yang Keputusan Final
yang Lebih
Diusulkan
baik
Identifikasi
Fakta
Analisis Etika
Identifikasi Peningkatan interes menurut tingkat
pemangku kepentingannya Terapkan Kerangka
kepentingan, Kerja Komprehensif EDM menggunakan
Kepentingan sebuah pendekatan Filosofis,
mereka, dan Konsekunsialisme, Deantologi, dan Etika
masalah masalah kebajikan dan atau penilaian Dampak
etis. pemangku kepentingan ditambah analisis
Gap Motivasi, Kebajikan, dan Sifat
Karakter.
Referensi :
Brooks, Leonard J. dan Paul Dunn 2014. Business & Professional Ethics for Directors,
Executives, & Accountans. Jakarta : Salemba Empat