Anda di halaman 1dari 11

NAMA : LUDIA DANIEL

NIM : A31116037

TEORI ETIKA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Teori Etika
Teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Dimana teori memiliki fungsi untuk Menjelaskan,
meramalkan, mengontrol, serta membantu mnyelesaikan dilema etika bagi pelaku bisnis. Teori
bukan merupakan daftar lengkap dari suatu ilmu tetapi hanya mencakup filosofi utama yang
digunakan dalam bidang etika bisnis.

 Teori Etika Dalam menyelesaikan Dilema Etika


1. Teori Teleologi : Utilitarianisme dan Konsekuensialisme(Analisis Dampak)
Teleologi berasal dari kata Yunani telos, yang berarti akhir, konsekuensi, hasil; sehingga teori-
teori teleologi mempelajari etika perilaku dalam hal akibat atau konsekuensi dari keputusan
etis. Teleologi cocok untuk pelaku bisnis yang berorientasi hasil karena berfokus pada dampak
dari pengambilan keputusan. Teologi dikembangkan oleh filsuf-filsuf aliran empirin dari
Inggirs, seperti John Locke (1632-1704), Jeremy Bentham (1748-1832), James Mill (1773-
1836) dan John Stuart Mill (1806-1873).
Teleologi mengevaluasi keputusan baik atau buruk, diterima atau tidak dapat diterima dalam
hal konsekuensi dari keputusan tersebut. Contoh : Investor menilai investasi sebagai baik atau
buruk, bermanfaat atau tidak berdasarkan hasil yang diharapkan. Jika tingkat pengembalian
aktualnya(actual return) berada di bawah harapan investor maka investasi tersebut dianggap
sebagai keputusan investasi yang buruk tetapi jika tingkat pengembaliannya lebih besar
daripada yang diharapkan, investasi tersebut dianggap sebagai keputusan investasi yang baik
atau berharga.
Teleologi memiliki artikulasi yang jelas dalam utilitarianisme. Utilitarianisme
mendefenisikan kebaikan dan kejahatan dalam hal konsekuensi non-etika dari kesenangan dan
rasa sakit. Tindakan yang benar secara etika adalah salah satu yang akan menghasilkan jumlah
kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit terkecil . Hal ini adalah teori yang sangat
sederhana. Bagi itulitarian(Penganut utilitarianisme), kesenangan dan rasa sakit dapat bersifat
fisik maupun mental.
Utilitarianisme berbeda dengan hedonism . Hedonisme berfokus pada individu , dan mencari
kesenangan pribadi atau kebahagiaan pribadi. Sedangkan utilitarianisme mengukur
kesenangan dan rasa sakit bukan pada tingkat individu melainkan pada tingkat masyarakat.
Jika menggunakan utilitarianisme, pembuat keputusan harus mengambil perspektif yang luas
tentang siapapun dalam masyarakat yang mungkin akan terpengaruh oleh keputusan tersebut.
Kegagalan dalam perusahaan akan sangat mahal bagi perusahaan.
Aspek Kunci utilitarianisme adalah (1) etikalitas dinilai berdasarkan konsekuensi non etika.
(2) Keputusan Etis harus berorientasi pada peningkatan kebahagiaan dan atau mengurangi
rasa sakit, dimana kebahagiaan dan rasa sakit dapat bersifat fisik atau psikologis. (3)
Kebahagiaan dan rasa sakit berhubungan dengsn seluruh masyarakat dan bukan hanya untuk
kebahagiaan dan rasa sakit pribadi pembuat keputusan. (4) Para pengambil keputusan etis
harus tidak memihak dan tidak member beban ekstra terhadap perasaan pribadi ketika
menghitung keseluruhan kemungkinan bersih konsekuensi dari sebuah keputusan.

 Undang-undang dan peraturan utilitarianisme


Ada dua jalur atau aliran dari utilitarianisme yaitu undang undang utilitarianisme dan
Peraturan utilitarianisme. Jalur yang pertama , disebut sebagai Konsekuensialisme(Versi
utilitarianisme yang menyatakan bahwa advokat AACSB bermanfaat untuk keputusan bisnis)
yang menganggap sebuah tindakan baik atau benar secara etika jika tindakan tersebut
mungkin menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahataan. Suatu
tindakan dianggap buruk atau salah secara etika jika tindakan tersebut mungkin menghasilkan
hal yang sebaliknya.
Jalur yang kedua yaitu Peraturan utilitarianisme mengatakan bahwa kita harus mengikuti
aturan yang mungkin akan menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas
kejahatan dan menghindari aturan yang mungkin akan menghasilkan sebaliknya.
Peraturan utilitarianisme lebih sederhana dari undang undang. Peraturan tersebut
mengakui bahwa pengambilan keputusan oleh manusia sering dipandu oleh aturan-aturan.
Sebagai contoh : kebanyakan orang percaya bahwa lebih baik mengtakan hal yang sebenarnya
daripada berbohong. Meskipun terdapat pengecualian, mengatakan kebenaran adalah standar
normal etika perilaku manusia. Jadi, prinsip penuntun untuk aturan utilitarian adalah
mengikuti aturan yang cenderung menghasilkan jumlah terbesar kesenangan terhadap rasa
sakit untuk sejumlah besar orang yang mungkin akan terpengaruh oleh tindakan.

 Sarana dan Tujuan akhir


Aturan utilitarian mengatakan bahwa ada beberapa tingkatan tindakan yang secara nyata benar
dan salah, tidak peduli konsekuensi tindakan tersebut baik atau buruk. Contoh : Polusi dan
produk berbahaya tidak meningkatkan kesejahteraan jangka panjang keseluruhan masyarakat.
Tujuan akhir dari utilitarianisme bukanlah “ menghalalkan cara” tetapi tujuan akhir dari teori
ini yaitu bagaimana teori ini mampu tidak mementingkan diri pribadi tetapi memebrikan
kesenangan terbesar bagi semua pihak. Walupun ada beberapa orang yang menyalahgunakan
utilitarinisme dengan mengatakan tujuan menghalalkan cara, padahal ini adalah sebuah
aplikasi yang tidak tepat dari teori etika.

 Kelemahan Utilitarianesme
1. Utilitarianisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan,
sakit, dan penderitaan bisa diukur padahal tidak ada unit pengukuran untuk hal seperti itu
karena ukuran kebahagiaan seseorang tidak mungkin sama dengan ukuran kebahagiaan
orang lain.
2. Prinsip utilitarian kadang terlalu samar untuk menilai tentang mendistribusikan
kebahagiaanj kepada banyak orang. Contoh pemberian sedekah.
3. Teori utilitarianisme dapat melanggar hak minoritas.
4. Utilitarianisme mengabaikan motivasi dan berfokus hanya pada konsekuensi. Sehingga
hal ini membuat bnyak orang tidak puas.

2. Etika Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas atau kewajiban, Deontologi
berkaitan dengan tugas etika dan tanggung jawab seseorang. Deontologi mengevaluasi
etikalitas perilaku berdasarkan motivasi pembuat keputusan, dan menurut prinsip deontology
tindakan dapat dibenarkan secara etika meskipun tidak menghasilkan keuntungan bersih atas
kebaikan terhadap kejahatan bagi para pengambil keputusan atau bagi masyarakat keseluruhan.
Hal ini membuaatnya menjadi pelengkap untuk utilitarianisme Karena tindakan yang
memenuhi kedua teori dapat dikatakan memilki sebuah kesempatan untuk menjadi beretika.
Immanuel Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etikalitas. Pertama adalah
Imperatif Kategoris(Categorical Imperative). “ Saya seharusnya tidak pernah bertindak kecuali
saya juga bisa membuat maksim(pernyataan ringkas yang mengandungt ajaran atau kebenaran
umum tentang sifat-sifat manusia.) menjadi hukum universal. Prinsip tersebut menuntut bahwa
anda seharusnya hanya bertindak dengan cara sebagaimana orang lain berada dalam situasi
yang sama akan bertindak dengan cara yang sama. Kedua yaitu Imperatif Praktis (Practical
imperative) untuk berhubungan dengan orang lain. “ Berlakulah dengan cara yang sama
dengan memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri sendiri atau masyarakat lainnya.

 Kelemahan Deontologi
1) Hukum imperatif kategoris dalam teori etika deontology tidak memberikan panduan atau
pedoman yang jelas untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah jika dua atau
lebih hukum moral mengalami konflik dan hanya satu yang dapat diikuti.
2) Etika Deontologi tidak memberikan konsekuensi yang relevan ketika mengevaluasi
alternative penyelesaian suatu konflik.
3) Imperatif kategoris menetapkan standar yang sangat tinggi sehingga masyarakat berfikir
bahwa etika tersebut sulit untuk diikuti.

3. Keadilan dan Kewajaran – Memeriksa Saldo


Filsuf Inggris, David Hume (1711-1776) Berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan
terjadi karena dua alasan : Pertama bahwa manusia tidak selalu bersifat baik dan penolong, dan
kedua adalah masalah kelangkaan sumber daya. Hume beragumentasi Keadilan sebagaimana
makanisme. Keadilan adalah proses memberikan dan mengalokasikan manfaat dan beban
berdasarakan alasan rasioanl . Ada dua aspek keadilan yaitu keadilan Prosedural (Proses untuk
menentukan alokasi) dan keadilan distributive (alokasi yang sebenarnya).
a) Keadilan Prosedural berfokus pada bagaimana keadilan diberikan. Aspek utama dari sistem
hukum yang adil adalah bahwa prosedurnya adil dan transparan. Hal ini berarti bahwa setiap
orang diperlakukan sama di depan hukum dan bahwa aturan aturan yang memihak diterapkan
secara sama.
b) Keadilan Dstributif
Aristoteles (384-322 SM) dikenal sebagai orang pertama yang beragumentasi bahwa
kesamaan harus diperlakukan secara sama sedangkan ketidaksamaan harus diperlakukan
secara tidak sama sesuai dengan proporsi perbedaan yang terjadi. Anggapan bahwa semua
orang sama tidak selalu benar. Terdapat dua hal yang terkait dengan perbedaan antara
masing-masing orang.Pertama adalah pembuktian bahwa ada ketidaksamaan anatara masing-
masing orang.Untuk itu, perlu digunakan kriteria-kriteria yang relevan sesuai dengan
kebutuhan situasi. Kedua adalah bagaimana melakukan suatu keadilan distributif, melakukan
alokasi yang adil berdasarkan ketidaksamaan.

4. Etika Kebajikan –Meneliti Kebajikan yang diharapkan


Etika kebajikan mengambil inspirasi dari filsuf Yunani Aristoteles (384-322 SM). Kebajikan
adalah golden mean . Hal ini bukan mean(rerata) aritmatika, tetapi jalan di antara posisi
ekstrem yang akan bervariasi bergantung pada keadaan.
Dalam lingkungan bisnis, etika kebajikan mengabaikan gagasan bahwa eksekutif
mengenakan dua topi, satu topi yang mewakili nilai-nilai pribadi, dan yang lainnya mewakili
nilai-nilai perusahaan dan percaya bahwa eksekutif hanya bisa memakai satu topi pada suatu
waktu.
Etika kebajikan menyangkal dikotomi palsu seperti: pilih antara bisnis dan etika, anda ingin
berbuat baik atau ingin mendapat keuntungan. Keuntungan dari etika kebajikan adalah bahwa
hal itu memerlukan pandangan yang lebih luas untuk mengakui bahwa pengambil keputusan
memiliki berbagai karakter. Kelemahan Etika Kebajikan : Etika kebajikan tidak cocok
dilakukan untuk semua keadaan tetapi hanya untuk keadaan tertentu.

B. Pengambilan Keputusan
 Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis
Untuk merespon bagaimana mempertahankan kerangka kerja secara etis maka disajikan
kerangka kerja praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk pengambilan keputusan etis.
Ada 2 hal yang dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
 Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
 Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke
dalam tindakan praktis.
Sebuah keputusan dianggap etis apabila sesuai dengan standar tertentu. Kerangka kerja
pengambilan keputusan etis menilai eikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat dengan
melihat (1) Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya. (2)
hak dan kewajiban yang terkena dampak. (3) kesetaraan yang dilibatkan. (4) motivasi atau
kebijakan yang diharapkan.
Pertimbangan pembuatan Keputusan Etis: Landasan Filosofis
Pertimbangan EDM Teori Filosofis
 Kekayaan atau Kesejahteraan  Konsekuensialisme, utilitarianisme, teologi
 Menghormati hak para pemangku  Deontologi (Hak dan Kewajiban)
kepentingan
 Kesetaraan di antara para pemangku  Imperatif Kategoris Kant, Keadilan yg
kepentingan tidak memihak
 Harapan untuk sifat karakter,  Kebajikan
kebajikan
Isu tertentu terkait dengan EDM
 Perilaku yang berbeda dalam budaya  Relativisme, subjektivisme
yang berbeda(suap)
 Koflik kepentingan, dan batas-batas  Deontologi, subjektivisme, egoisme
untuk perilaku mementingkan diri
sendiri

 Landasan Filosofis
1. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan.
Menurut AACSB, Pendekatan konsekunsialisme mengharuskan pelajar untuk
menganalisis keputusan dalam hal kerugian dan manfaatnya bagi pemangku ke[pentingan
dan untuk mencapai sebuah keputusan yang menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar.
Konsekuensialisme berpendapat bahwa sebuah perbuatan benar secara moral jika dan
hanya jika tindakan tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih. Dengan kata lian
tindakan dan sebuah keputusan akan menjadi etis jika konsekuensi positif lebih besar
daripada konsekuensi negatifnya.
Utilitarianisme terkait dengan utilitas secara keseluruhan yang mencakup varian,
oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam
konteks sebuah bisnis, professional, atau organisasi.
Karena fokus konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari
suatu tindakan, teori teori tersebut sering dianggap sebagai teleologi.
2. Deontologi
Deontologi berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan,
bukan pada konsekuensi dari tindakan. Etika deontology mengambil posisi bahwa
kebenaran bergantung pada rasa hormat yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan
keadilan yang tercerminkan oleh tugas-tugas tersebut.
3. Etika Kebajikan
Etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Menurut AACSB, Etika kebajikan berfokus
pada karakter atau integritas moral para pelaku dan melihat pada moral masyarakat,
seperti masyarakat professional, untuk membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan
panduan tindakan etis.
Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang
tersebut menjadi manusia yang bermoral.

 Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum (Tes awal etikalitas sebuah keputusan)
Sniff test merupakan semacam test awal yang dapat dilakukan dengan cepat sekedar untuk
memastikan bahwa keputusan yang diambil telah melalui beberapa test etika.
Gambar 2. Aturan Praktis untuk pengambilan Keputusan Etis
Golden rule perlakukan orang lain seperti kita ingin dilihat
Disclosure rule Jika kita nyaman dengan tindakan dan keputusan yang akan diambil
(Peraturan pengungkapan) setelah bertanya pada diri sendiri , apakah kita tidak keberatan jika
rekan kerja, teman, dan keluarga mengetahui hal ini maka kita harus
siap bertindak dan memutuskan.
Intuition ethics(Etika Intuisi) Lakukan apa yang “kata hati” ingin lakukan
Categorical imperative (Imperatif Jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan , kecuali prinsip tersebut
Kategoris) dapat diadopsi oleh orang lain.
Etika Profesional Lakukan hanya yang dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan
kepada komite, jika diminta
Prinsip utilitarian Lakukan yang terbaik (paling bermanfaat) bagi sebanyak mungkin
orang
Prinsip Kebajikan Lakukan apa yang dapat menggambarkan kebajikan yang diharapkan

 Analisis Dampak Pemangku Kepentingan- Perangkat komprehensif menilai Keputusan


Perusahaan modern sekarang bertanggung jawab kepada pemegang saham dan kelompok
pemegang saham, keduanya merupakan bentuk kelompok kepentingan(orang atau pihak yang
dipengaruhi oleh atau dapat memengaruhi tujuan organisasi). Perusahaan tidak dapat mencapai
potensi penuh, dan bahkan dapat binasa jika kehilangan dukungan salah satu dari serangkaian
pemangku kepentingan terpilih yang dikenal sebagai pemangku kepentingan utama.
Memaksimalkan keuntungan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun membutuhkn hubungan
yang harmonis dengan sebagian besar kelompok pemangku kepentingan.

Gambar 1.1 Peta Akuntabilitas Pemangku Kepentingan Perusahaan

Pemegang Saham

Aktivis Karyawan

PERUSAHAAN
Pemerintah Pelanggan

Debitur & Kreditur


Pemasok

Pesaing Lainnya, termasuk media yang dapat


terpengaruh oleh atau yang dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan
 Kepentingan Dasar Pemangku kepntingan
1. Kesejahteraan : Keputusan yang diusulkan akan menghasilkan lebih banyak
keuntungan daripada biaya.
2. Keadilam : Distribusi manfaat dan beban harus berimbang
3. Hak : Keputusan yang diusulkan tidak boleh melanggar hak pemangku
kepentingan dan pembuat keputusan
 Identifikasi dan Interes Pemangku Kepentingan
Mitchell, Agle, dan wood(1997) menyatakan bahwa pemangku kepentingan dinilai dalam
tiga dimensi yaitu :
1. Legitimasi, atau hak atau hukum atau moral untuk mempengaruhi organisasi
2. Kekuatan, untuk mempengaruhi organisasi melalui media, pemerintah, atau cara yang
lain
3. Urgensi, yang dirasakan dan nyata dari persoalan yang muncul.

Kekuatan Legitimasi

Urgensi

 Penilaian Dampak Yang Tidak Dapat Dikuantifikasi


1. Keadilan Diatara Para Pemangku Kepentingan
Harapan mendapatkan perlakuan adil merupakan hak setiap individu dan kelompok
termasuk bagi pemangku kepentingan. Sehingga pemangku kepentingan harus
mendapatkan keadilan yang sama untuk mendaptkan keputusan yang etis.Keadilan bukan
merupakan konsep yang mutlak , hal ini dibuktikan dengan distribusi yang relative atas
manfaat dan beban yang dihasilkan dari sebuah keputusan.
2. Hak Pemangku Kepentingan
Sebuah kEputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak mengganggu hak para
pemangku kepentingan, dan hak si pembuat keputusan.
Hak pemangku pentingan yaitu : (1) Kehidupan. (2) Kesehatan dan Keselamatan. (3)
Perlakuan adil. (4) penggunaan hati nurani. (5) Harga diri dan Privasi. (6) Kebebasan
Berbicara.
 Kekeliruan Umum Dalam Pengambilan Keputusan Etis
1. Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis.
Hal ini dapat terjadi ketika orang orang dalam perusahaan tidak memiliki etika
kepemimpinan , tidak mengerti betul akan nilai-nilai inti mereka, serta tekanan yang tidak
masuk akal. Terkadang karyawan hanya kurang memiliki kesadaran yang cukup dalam
masalah etika dan harapan untuk dapat menghargai kebutuhan akan tindakan etis, dan
penyaringan, pemantauan, pelatihan, dan program penguatan perusahaan tidak memadai
untuk mencegah keputusan yang tidak etis.
2. Salah menafsirkan harapan masyarakat.
3. Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham.
Dampak yang paling signifikan(bagi para pemangku kepentingan ysng bukan pemegang
saham) dari tindakan yang diusulkan adalah apa uang akan terjadi di masa depan akan
lebih dahulu menimpa pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham . Hanya
setelah kelompok bukan pemegang saham itu bereaksi barulah akan berdampak bagi
pemegang saham.
4. Berfokus hanya pada Legalitas
Banyak para pemangku kepentingan menganggap bahwa keputusan dianggap etis apabila
sah secara huku.
5. Batas Keberimbangn
Pengambil keputusan kadang memiliki sifat yang hanya ingin bersikap adil pada orang
yang disukainya , padahal seharusnya ia mampu menyamaratakan semua orang.
6. Mengacuhkan Kekayaan, Keadilan, atau Hak.
7. Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan

 Langkah-Langkah Menuju Sebuah Keputusan Etis


Menurut American Accounting Association(1993) ada tujuh Langkah untuk memperoleh
keputusan etis yaitu :
1. Tentukan Fakta (Apa, siapa, dimana ,dll)
2. Menetapkan isu Etis
3. Mengidentifikasi prinsip-prinsip utama, aturan dan nilai-nilai.
4. Tentukan Alternatif
5. Bandingkan nilai-nilai dan alternative serta melihat apakah muncul keputusan yang jelas.
6. Menilai Konsekuensi
7. Membuat Keputusan

Gambar 2 . Langkah menuju Keputusan

Keputusan atau
YA Alternatif Tidak
Tindakan Yang Keputusan Final
yang Lebih
Diusulkan
baik

Identifikasi
Fakta
Analisis Etika
Identifikasi Peningkatan interes menurut tingkat
pemangku kepentingannya Terapkan Kerangka
kepentingan, Kerja Komprehensif EDM menggunakan
Kepentingan sebuah pendekatan Filosofis,
mereka, dan Konsekunsialisme, Deantologi, dan Etika
masalah masalah kebajikan dan atau penilaian Dampak
etis. pemangku kepentingan ditambah analisis
Gap Motivasi, Kebajikan, dan Sifat
Karakter.

Referensi :

Brooks, Leonard J. dan Paul Dunn 2014. Business & Professional Ethics for Directors,
Executives, & Accountans. Jakarta : Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai