api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah
(frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan
dengan problem fungsi maupun estetik (Mansjoer, 2001).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas
atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau
mendinginkan. Secara garis besar ada lima mekanisme penyebab timbulnya luka bakar, yaitu
terutama adalah sebagai berikut :
1. Api : kontak dengan kobaran api.
2. Luka bakar cair : kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
3. Luka bakar kimia : asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan organik.
4. Luka bakar listrik : Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik
memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar
tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh.
5. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan wajan panas
atau knalpot sepeda motor (Brunner&suddart, 2002).
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data statistic dari berbagai
pusat luka bakar diseluruh Amerika Serikat mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%)
merupakan korban dari perbuatan dari mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak
yang baru belajar berjalan; bermain dengan korek api pada anak-anak uasia sekolah; cedera
karena arus listrik pada remaja laki-laki; dan penggunaan obat bius, alcohol serta sigaret pada
orang dewasa semuanya ini memberikan kontribusinya terhadap angka statistic tersebut.
Cobb, Maxwell dan silverstein. 1992 mengemukakan bahwa sekitar 13% pasien luka bakar
yang dirawat di rumah sakit atau pun anggota keluarganya sudaj pernah dirawat sebelumnya
karena luka bakar. Perawat harus menjadi alat untuk memutskan rantai luka bakar ini. Ada
empat tujuan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk penyelamatan jiwa pada pasien-pasien luka bakar yang berat
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penganan dini, spesialistik serta
individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekonstruksi dan program
rehabilitasi. Prediksi keberhasilan hidup : orang yang berusia sangat muda dan tua memiliki
risiko mertalitas yang tinggi sesudah mengalami luka bakar. Peluang untuk bertahan hidup
lebih besar pada anak-anak yang berusia di atas 5 tahun dan pada dewasa muda yang berusia
kurang dari 40 tahun. Cedera inhalasi yang menyertai luka bakar akan memperberat
prognosis pasien. Hasil akhirnya tergantung pada dalamnya dan luasnya luka bakar di
samping pada status kesehatan sebelum luka bakar serta usia pasien. (Brunner&suddart,
2002)
2 Etiologi
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi
oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis
pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia,
radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup. Luka bakar
dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn) Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh
karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. ( gas,
cairan, bahan padat/solid )
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh
kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak
dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka
bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam
bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh
panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan
sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar
oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi. (Brunner&suddart, 2002) (Corwin, 2009) (Mansjoer, 2001) (Hudak, 2008)
3. Patofisiologi
1. Respon sistemik Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ
yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak mencapai 20% dari luas total permukan
tubuh akan memperlihatkan respons yang terutama bersifat local. Insideni, intensitas dan
durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnyaluka bakar dengan
respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mengenai 60% atau lebih dari luas permukaan
tubuhnya. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan
cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial.
Ketidakstabilan hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi
juga keseimbangan cairan serta elektrolit, volume darah, mekanisme pulmoner dan berbagai
mekanisme lainnya.
2. Respon kardiovaskuler Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terlihat jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon system saraf simpatik akan
melepaskan ketokolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung- tekanan vena sentral, tekanan
arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis tetap rendah selama periode syok luka
bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributif. Umumnya jumlah
kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24 jam hingga 36 jam pertama sesudah luka
bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga 8 jam. Dengan terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan caira mengalir kembali kedalam
kompertemen vaskuler setelah cairan diabsorbsi kembali ke jaringan intertisial ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Jika fungsi renal dan kardiak masih
memadai, haluaran urin akan meningkat. Diuresis berlanjut selama beberapa hari hingga 2
minggu.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total
permukaan tubuh, maka gangguan integritas kapiler dan perpidahan cairan akan terbatas pada
luka bakar itu sendiri sehingga pembentukan sehingga pembentukan lepuh dan edema hanya
terjadi di daerah luka bakar. Pasien dengan luka baakar yang lebih parah akan mengalami
edema sistemik yang massif.
3. Respons pulmoner Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah
pulmoner yang berhubungan dengan luka bakar. Meskupun tidak terjadi cedera pulmoner,
hipoksia dapatdijumpai. Pada luka bakar yang berat , konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh
pasien akan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respons
local (white, 1993). Untuk memastikan tersedianya oksigen bagi jaringan, mungkin
diperlukan suplemen oksigen. Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori :
cedera saluran napas, cedera saluran napas di bawah glotis yang mencakup keracunan karbon
monoksida; dan defek restriksi. Cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau
edema. Keadaan ini bermanifestasi pada sebagai obstruksi mekanis saluran napas atas yang
mencakup faring dan laring (Corwin, 2009) (Brunner&suddart, 2002) (Hudak C. M., 2008).
5 Manifestasi Klinik
1. Kedalaman luka bakar Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya
jaringan yang rusak dan disebut sbagai luka bakar superficial partial thickness, deep
partial thickness dan full thickness. Respons lokal terhadap luka bakar bergantung
pada dalamnya kerusakan kulit. • Luka bakar derajat Satu, epidermis mengalami
kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa terasa
nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami
lepuh/bulle. Luka bakar derajat dua, meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas
dermis dan cedera pada bagian dermis lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak
merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh
pengisiaan kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.
Pengkajian:
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik). Takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d) Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Nurosensori
g) Gejala: area batas; kesemutan
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
h) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri. Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam
(ronkhi).
Diagnosa:
1. Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respons imun.
2. Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan luka bakar terbuka.
3. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan
luka dan penanganan luka bakar.
4. Ketidakefektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan deformitas dinding
dada, keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi edisi 3 . Jakarta: EGC. Doenges, M. G. (2000).
Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. Suddarth, B. &. (2001).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. (2011).