BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
D. Cara Pemeriksaan
Terdapat dua cara pemeriksaan, yang pertama adalah dengan
mencampur eritrosit pendonor (aglutinogen donor) dengan serum resipien
(aglutinin resipien), atau biasa disebut dengan crossmatch mayor. Sedangkan
yang kedua dengan mencampur eritrosit resipien (aglutinogen resipien)
dengan serum donor (aglutinin donor), atau biasa disebut dengan crossmatch
minor.
1. Macam cara pemeriksaan dari reaksi silang :
a. Reaksi silang mayor (Mayor crossmatch) : eritrosit donor + serum
resipien
Memeriksa ada tidaknya aglutinin resipien yang mungkin dapat
merusak eritrosit donor yang masuk pada saat pelaksanaan transfusi
Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi
keselamatan penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian
sehingga Complete Antibodies maupun incomplete Antibodies dapat
ditemukan dengan cara tabung saja.
7
E. Persiapan Pasien
1. Jelaskan kepada pasien bahwa tes ini memastikan bahwa darah dia
menerima pertandingan sendiri untuk mencegah reaksi transfusi.
2. Memberitahukan bahwa ia tidak perlu berpuasa sebelum ujian.
3. Katakan padanya bahwa ujian memerlukan sampel darah dan siapa yang
akan melakukan venipuncture dan kapan.
4. Yakinkan kepadanya bahwa meskipun ia mungkin mengalami
ketidaknyamanan transient dari tusukan jarum dan tourniquet,
mengumpulkan sampel hanya memakan waktu beberapa menit.
5. Periksa sejarah pasien untuk administrasi terbaru dari darah, dekstran,
atau media kontras IV.
F. Interpretasi Hasil
1. Normal
Tidak adanya aglutinasi menunjukkan kompatibilitas antara donor dan
penerima darah, yang berarti bahwa transfusi darah donor dapat
dilanjutkan. Catatan bahwa ini tidak menjamin transfusi yang aman.
2. Abnormal
a. Sebuah crossmatch positif menunjukkan ketidakcocokan antara darah
donor dan penerima darah, yang berarti bahwa darah donor tidak bisa
11
Cara Pooling :
1) Potong selang pada kantong donor yang akan di Pooling.
2) Teteskan pada 2 tabung kosong masing-masing sel darah merah
donor yang akan di-pool dan serum/plasma donor yang akan di-
pool dengan jumlah yang sama .
3) Homogenkan sel darah merah pada tabung yang berisi pooling sel
darah merah donor, buat suspensi 1% dengan Diluent 2 dengan
cara seperti di atas
4) Lakukan Cross Match seperti biasa :
INTER CROSS : 50 ul pool Suspensi Sel Donor + 25 ul pool
serum Donor
e. INTERPRESTASI :
1) Bila aglutinasi dan hemolisis negatif (-) maka darah dapat
ditransfusikan
2) Bila aglutinasi dan hemolisis positif (+) maka darah tidak dapat
ditransfusikan (tidak cocok)
hasil analisis gas darah dan ini bisa dikerjakan setiap pemberian darah 5
unit.
Asidosis terjadi sebagai akibat hipoksia sel darah merah selama
penyimpanan. Sesudah transfusi ion hidrogen dikembalikan ke sel darah
merah atau sebagai buffer oleh plasma resipien.
5. Hiperkalemi
Darah dari bank darah berisi ion K antara 17-24 mEq/L pada
penyimpanan 21-33 hari (1). Hiperkalemia merupakan problem yang
jarang terjadi. Pada darah simpan akan terjadi pengurangan isi kalium
pada eritrosit dan kenaikkan dalam plasma.
6. Hipotermi
Transfusi masif yang menggunakan darah dingin dapat meningkatkan
pelepasan energi untuk menaikkan temperatur tubuh, menaikkan
pemakaian O2, afinitas hemoglobin dan O2, kebocoran ion K dari sel
darah merah dan kerusakan metabolisme sitrat.
Umumnya telah diketahui bahwa pemberian beberapa unit darah
dingin akan menurunkan temperatur resipien. Dengan cara memanaskan
darah dari bank darah sesuai dengan panas tubuh sebelum diberikan pada
penderita, maka secara bermakna akan mengurangi angka kejadian aritmi
dan “cardiac arrest” selama transfusi masif. Walaupun Bayan menekan
bahwa pemanasan darah hanya untuk transfusi masif, banyak yang
percaya bahwa “whole blood” yang diberikan beberapa unit juga perlu
dipanaskan bila diberikan selama operasi.
Suatu penurunan temperatur pada esofagus sebanyak 0.5 –1 C dapat
mengakibatkan penderita menggigil sesudah operasi, sehingga
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan “cardiac out put”.
Pemberian darah hangat sesuai dengan panas tubuh juga dapat
menghindari menurunnya kecepatan metabolisme sitrat sehingga dapat
mengurangi intoksikasi sitrat.
Transfusi dengan darah dingin sebanyak 5 unit dalam waktu 30 menit
akan dapat menurunkan temperatur 4 C. pada 33 C, hipotermi dapat
25
c. Analisis gas darah untuk mengetahui PaO2, PaCO2, pH. Ketiga hal
tersebut perlu dipantau setiap pemberian 5 unit darah, untuk
menentukan secara tepat berapa natrium biakrbonat yang harus
diberikan.
D. Keterbatasan
1. Tidak akan mendeteksi kesalahan dalam identifikasi pasien (kecuali jika
rekor sebelumnya ada)
2. Tidak akan mendeteksi ABO campur-baur jika golongan darah yang
kompatibel (bisa crossmatch grup A donor darah untuk penerima AB)
3. Tidak akan mendeteksi kesalahan Rh (bisa crossmatch Rh + donor darah
dengan Rh negatif penerima dengan tidak ada reaksi jika pasien tidak
memiliki anti-D)
4. Tidak akan mendeteksi semua penerima antibodi terhadap antigen donor
(antibodi mungkin terlalu lemah untuk mendeteksi, tapi masih
menyebabkan reaksi transfusi seperti antibodi Kidd)
5. Tidak akan mencegah alloimmunization penerima (hanya ABO dan Rh
antigen cocok - pasien berpotensi dapat membuat antibodi terhadap
semua antigen lainnya) Inilah sebabnya mengapa banyak antibodi
ditemukan ditemukan di-ditransfusi pasien multi.
E. Kewaspadaan
1. Kurang sensitifnya metode pemeriksaan yang digunakan
2. Human error factor
3. Adanya reaksi transfusi yang tertunda ( delayed transfusion reaction)
4. Menangani sampel lembut untuk mencegah hemolisis, yang dapat
menyembuyikan hemolisis sel darah merah donor.
5. Sampel dengan label nama pasien, rumah sakit atau darah nomor bank,
tanggal, dan inisial phlebotomist itu.
6. Tunjukkan pada laboratorium slip jumlah dan jenis komponen darah yang
diperlukan.
7. Kirim sampel ke laboratorium segera.
27
8. Jika lebih dari 72 jam berlalu sejak transfusi sebelumnya, darah donor
sebelumnya crossmatched harus recrossmatched dengan sampel serum
penerima baru untuk mendeteksi ketidaksesuaian yang baru diperoleh
sebelum transfusi.
9. Jika pasien dijadwalkan untuk operasi dan telah menerima darah selama 3
bulan terakhir, darahnya perlu crossmatched lagi jika operasi nya
dijadwal ulang untuk mendeteksi ketidaksesuaian baru saja diakuisisi.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Crossmatch merupakan sebuah pemeriksaan darah yang dilakukan untuk
menetapkan kompatibilitas dari donor dan penerima darah.
Pemeriksaan ini merupakan uji deteksi antibodi terbaik yang tersedia
untuk menghindari reaksi transfusi mematikan sehingga dilakukan sebelum
melakukan transfusi darah dan apabila terjadi reaksi transfusi darah.
Terdapat dua cara pemeriksaan, yang pertama adalah dengan
mencampur eritrosit pendonor (aglutinogen donor) dengan serum resipien
(aglutinin resipien), atau biasa disebut dengan crossmatch mayor. Sedangkan
yang kedua dengan mencampur eritrosit resipien (aglutinogen resipien)
dengan serum donor (aglutinin donor), atau biasa disebut dengan crossmatch
minor.
Untuk fase dalam cross matching terdiri atas : Test fase I Cross Match
yaitu fase suhu kamar, Tes fase II Cross Match yaitu fase inkubasi 37o C, Tes
fase III Cross Match yaitu fase anti globulin.
Transfusi darah masif jarang dilakukan, lebih-lebih sebab permintaan
darah hampir selalu tersendat-sendat. Kalau terjadi perdarahan banyak dan
persediaan darah kurang, yang diberikan ialah cairan pengganti darah.
Kadang-kadang transfusi darah masif dapat dilakukan sebab
persediaan darah cukup dan kadang-kadang donor juga cukup banyak.
Seandainya persediaan darah cukup, maka pemberian suatu transfusi masif
bukan tanpa risiko untuk terjadinya macam-macam komplikasi, Pada
umumnya komplikasi transfusi ini dibagi menjadi : Reaksi imunologi, Reaksi
non imunologi dan Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah
masif.
B. Saran
Adapun kritik dan saran akan kami terima demi kemajuan dari
makalah ini sebagai salah satu acuan untuk proses belajar mengajar baik
dikampus maupun dilapangan.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
https://nuruljumpol.wordpress.com/2015/03/05/Pemeriksaan- golongan-darah-abo-
rhesus/ (diakses tanggal 25 Juli 2017 jam 18.30 wib)